All Heroes in MLBB Moonton
Warn!
YAOI, LEMON, OOC yang keterlaluan, BOYSXBOYS, AU, mengandung unsur-unsur Jepang biar suasana yaoi-nya ngena, hehe. /slap!
Terakhir, fic ini ditujukan untuk kaum fujoshi/danshi. Jadi kalo gak suka jangan baca, OK?
--
Moniyan Gakuen adalah salah satu SMA di sebuah kota kecil yang bernama Maizuru. Kota kecil yang terkenal keindahan teluknya. Tapi, dalam kisah ini kita tidak membahas kota kecil tersebut. Melainkan sepasang pemuda yang bersekolah di SMA itu.
Kisah ini bermulai saat pagi hari di ruang kelas paling ujung. Di sudut pintu terdapat sebuah papan hijau menyerupai palang bertuliskan angka 12.2 dengan warna putih. Jika kalian masuk ke kelas itu, arahkan pandangan kalian pada barisan paling kanan. Mulailah hitung meja pertama hingga keempat. Setelah itu, kalian akan mendapati seorang siswa yang sedang mengamati gumpalan awan putih. Tangan kanannya menyangga dagu runcingnya, sedangkan tangan kirinya memainkan sebuah pena.
Angin memainkan helaian rambut coklatnya melalui jendela yang terbuka di sebelahnya. Rasanya sangat damai. Senyum kecil terukir di wajahnya. Inilah kenapa bangku dekat jendela adalah tempat favoritnya selama sekolah. Sayangnya, dia harus kecewa detik itu juga.
Terdengar olehnya suara decitan kaki kursi dengan lantai yang mengarah padanya. Oh, dia benar-benar tau siapa bajingan yang merusak ketenangannya di pagi hari.
"Yo." Sapa orang itu dan duduk di sebelahnya.
Dia menoleh dengan setengah hati mengarah pada sumber suara menyebalkan itu.
"Yo," jawabnya lalu mengalihkan pandangannya lagi.
Pemuda berambut pirang dengan bingkai wajah yang tegas. Dia menyilangkan tangannya ke dada.
"Cuek seperti biasa, meskipun aku teman dari kecilmu..." ia memasang wajah kecewa yang dibuat-buat.
"... Gusion." sambungnya lagi.
Gusion, pemuda berambut coklat itu memutar bola matanya dan mendengus kesal. Dia langsung menghadap pada orang yang di sebelahnya.
"Ada masalah, Tuan Alucard?" tanyanya dengan nada sarkastik. Sebelah alisnya naik. Tampang sinis terpapar di wajahnya.
Alucard, yang memang adalah teman dari kecilnya tersenyum lembut padanya. Ia menumpu tangannya di atas meja Gusion. Sehingga wajah mereka yang berhadapan sedikit mendekat.
"Senang mendengar kau menyebut namaku lagi." Alucard terkekeh.
"Terserah. Apa maumu sekarang?" kesal. Gusion benar-benar kesal. Dia sendiri tidak tau pasti darimana rasa kesal itu berasal.
"Kau masih marah padaku karena Lesley menyatakan perasaan padaku? Tenang saja, saat ini pacarku itu Miya. Kau tidak perlu cemas." Alucard membuat tanda damai dengan jarinya.
Ya, itu membuat Gusion kesal. Satu sekolah pun tau Gusion sangat menyukai Lesley--itupun karena Si Bodoh yang ada di sampingnya. Berlagak menjadi cupid di antara mereka, malah yang terjadi Lesley yang jatuh hati pada cupid itu.
Kisah cinta sepihak yang menyedihkan.
Kasihan Gusion.
"Gusion, sebenarnya ada yang ingin kukatakan," ujar Alucard dengan nada yang mulai serius.
"Tahan dulu. Sebentar lagi kelas akan dimulai." tanggap Gusion dingin hingga membuat Alucard membeku diam.
"... oke..." gumam Alucard setelah terdiam beberapa saat.
RIIING!!!
Dan benar saja, bel masuk kelas berbunyi. Alucard langsung berdiri dan menyeret kursinya untuk duduk di tempatnya tepat di barisan sebelah Gusion.
Diam-diam Gusion melirik ke arah Alucard. Dalam hatinya dia tidak membenci Alucard. Sejak SMP, Alucard mulai populer di sekolah. Anak-anak perempuan banyak yang menyukainya. Sedangkan anak laki-laki banyak yang tertarik untuk berteman padanya karena Alucard pandai dalam berolahraga.
Meskipun begitu, Alucard tidak pernah membuat Gusion merasa sendiri. Ia selalu ada untuk Gusion. Banyaknya pun teman Alucard, Gusion selalu menjadi prioritas. Dibanding teman, lebih cocok disebut sahabat. Bahkan hingga sekarang pun sikap Alucard masih sama terhadapnya.
Satu-satunya yang berubah adalah sikap Gusion dan Alucard menjadi seorang casanova. Alucard itu populer dan menjadi idola para siswi. Tidak bisa dipungkiri oleh Gusion bahwa ketampanan Alucard itu mahadahsyat. Pantas ia selalu gonta-ganti pasangan.
Maka dari itu Gusion sering mengumpat dalam hatinya tentang keberengsekan Alucard setiap ia becerita tentang hubungannya kandas karena ketauan selingkuh oleh para perempuan yang ia pacari pada Gusion.
Merasa diperhatikan, Alucard menoleh ke arah Gusion. Ia melemparkan pandangan bingung pada Gusion. Seketika itu Gusion langsung tersentak dan lagi-lagi mengalihkan pandangannya. Alucard tersenyum melihat sikap temannya yang tidak jujur pada dirinya sendiri ini.
Tak lama seorang gurupun masuk ke kelas. Ketua kelas langsung memberi aba-aba untuk memberi salam pada guru mereka. Dan pelajaran pertama hari itupun dimulai.
Jam yang paling ditunggu para murid tiba. Jam istirahat. Murid-murid langsung berhamburan keluar kelas dengan gelak tawa bahagia yang membahana. Gusion tidak berbeda. Dia ingin mengajak Alucard makan bekalnya di atap gedung sekolah seperti biasa. Diam-diam Gusion memiliki bakat memasak.
Dia ingin Alucard mencicipi resep barunya. Gusion menyediakan porsi untuk Alucard, karena Alucard sendiri jarang atau hampir tidak pernah membawa bekal ke sekolah.
Gusion mengambil bekalnya yang dia simpan di laci meja. Secepat kilat dia memutar tubuhnya mengarah pada Alucard, lidahnya yang siap untuk memanggil nama Alucard dengan lantang, tiba-tiba menjadi kelu. Dia menelan suaranya sendiri ketika melihat sosok yang dikenal seantero murid sekolahnya berdiri di samping Alucard.
Gadis cantik dengan rambut panjang dikucir kuda. Ia-lah yang bernama Miya itu. Gadis itu adalah pacar Alucard.
"Alu-kun, ayo kita ke kantin," ajak Miya. Alucard mengangguk setuju.
Dengan sigap Gusion menyembunyikan bekal itu di balik tubuhnya saat Alucard menoleh padanya.
"Kau ikut?" tanya Alucard. Gusion menggelengkan kepalanya.
"Oke, kalau begitu aku ke kantin dengan Miya, ya. Kalau kau merasa bosan, datangi aku." setelah itu Alucard melenggang keluar kelas bersama Miya.
Gusion bisa melihat Alucard yang tersenyum pada Miya dari balik punggung tegap itu.
"Ha... haha... bodohnya aku. Kenapa aku berpikir membawakannya bekal kalau setiap hari dia selalu makan bersama pacarnya?" gumam Gusion.
"Aaggh! Aku mikir apa, sih?!" Gusion mengacak-acak rambutnya sendiri.
Dan disinilah Gusion berada sekarang. Di atap gedung sekolah. Sendiri. Sedang memakan bekalnya ditemanin kotak bekalnya yang satu lagi. Dari atas situ dia bisa melihat murid-murid yang lain sedang menikmati jam istirahat mereka dengan bermacam kegiatan.
Dia bukan tidak punya teman lain selain Alucard. Tapi dia memang ingin sendiri di atap gedung. Ketenangan adalah sumber energinya. Tanpa itu hidupnya akan porak-poranda. Dia duduk bersandar di tangki air yang kecil. Matanya tertuju pada langit. Langit biru adalah kesukaannya.
Lagi enak-enaknya makan, tiba-tiba HP-nya bergetar di saku celananya.
"Tsk! Siapa yang berani mengganggu makan siangku yang tenang?"
Tertera sebuah ikon chat masuk. Gusion menggeser layar HP-nya dan membuka pesan itu.
Alucard: Kau dimana? Bukannya sudah kubilang datang padaku saat kau bosan?
Gusion berdecih. 'Siapa pula yang merasa bosan? Dan untuk apa aku berada di tengah orang pacaran?'
Dia mengutuk Alucard dalam hati. Gusion mematikan layar HP-nya dan melanjutkan makan siangnya yang sempat terganggu.
Sedangkan Alucard yang di kantin mengernyitkan dahinya begitu melihat tanda dua centang biru yang artinya Gusion membaca chat-nya tapi tidak membalas.
'Cuma dibaca? Apa-apaan dia itu? PMS?' Alucard menggerutu dalam hati. Ia mengabaikan Miya yang berceloteh di hadapannya.
'Perasaanku aneh. Aku harus cepat-cepat beranjak dari sini.'
"Ehm... Miya?" Alucard menyela di antara celotehan Miya yang panjang.
"Iya, ada apa Alu-kun?" kata Miya dengan lembut. Berusaha tidak tersinggung karena celotehannya disela Alucard.
"Tiba-tiba aku merasa pusing. Aku mau ke UKS ya,"
"Eh? Tapi Alu-kun kan belum siap makan. Atau aku membosankan ya?" Miya merasa tidak rela waktu berdua mereka begitu cepat. Padahal hampir setiap hari mereka selalu berdua di kantin.
"B-bukan begitu! Miya tidak pernah membuatku bosan. Kamu bisa kan mengerti keadaanku? Aku akan menghubungimu setelah aku merasa baikan." Alucard menggenggam tangan Miya.
Miya tersipu. Bahkan hanya dengan kalimat itu hatinya meleleh.
"Baiklah." Miya memberikan senyumnya yang paling manis.
Hati Alucard langsung bersorak gembira.
"Kalau begitu, aku duluan ya. Dah, Miya." Alucard melambaikan tangannya sebelum meninggalkan pacarnya.
Miya membalas lambaian tangan Alucard. Alucard perlahan menghilang dari pandangannya. Raut wajahnya yang tadi manis berubah dratis seperti iblis.
"Cih, menyebalkan! Aku jadi sendirian!"
Alucard dengan langkah yang ringan berjalan melewati tiap-tiap kelas. Ia tau kalau Gusion pasti ada di atap. Senyum gembira karena lepas dari belenggu menghiasi wajahnya. Dia menaiki anak tangga menuju atap.
Dia membuka pintu atap gedung sekolah dan matanya segera menelusuri setiap inci daerah itu. Tak butuh lama baginya untuk menangkap objek yang dicarinya. Senyumnya semakin lebar dan mendekati objek yang paling dicarinya.
Memang dasarnya Gusion punya refleks yang bagus atau insting, dia menoleh ke belakang dan mendapati Alucard yang berjalan mendekatinya. Dia agak kaget. Alucard sendirian menghampirinya.
"Kalau kau kesepian kenapa tidak bilang?" Alucard langsung duduk dempet dengan Gusion. Hal itu membuat Gusion hampir memjatuhkan makanannya.
"Hei, awas jatuh!" seru Alucard.
"Seharusnya kau yang sepuluh kali lipat berpikir seperti itu sebelum menumpukan badanmu pada orang yang yang sedang makan!" ketus Gusion.
"Lagipula siapa yang kesepian? Kau terus mengganggu ketenangan!" sambungnya lagi.
Alucard agak tertohok dengan perkataan Gusion. Begitu terganggunya kah Gusion yang bahkan sangat dikhawatirkan Alucard?
"Oh wow, kau berubah jadi cerewet saat lapar," Alucard mengesampingkan perasaannya. Saat dia mau bersandar di bahu Gusion, matanya tertuju pada sebuah kotak yang disamping Gusion.
Tidak butuh lama untuk Alucard mencerna kenapa Gusion membawa dua kotak bekal. Tangannya mengambil kotak bekal itu.
Mata Gusion terbelalak. Dia berusaha mengambil kembali kotak itu tapi Alucard menahan tangannya. Alucard memperhatikan kotak bekal itu.
"Ini buatku, ya?" tanya Alucard terus terang.
BLUSH!
Pipi Gusion merona. Dia memang berniat untuk memberikannya pada Alucard. Tapi lihatlah keadaan sekarang. Entah kenapa pipinya jadi panas. Gusion merasa waktunya tidak tepat. Alucard tiba-tiba menghampirinya. Lalu duduk di sampingnya. Dan mengambil bekal itu. Semua terjadi begitu saja.
Alucard membuka kotak bekal itu. Matanya melebar. Takjub. Makanan itu tertata rapi juga dihias se-elegan mungkin. Dibalik sifat Gusion yang sering menusuknya dengan kata-kata, rupanya tersimpan sisi manis. Gusion masih bergeming. Alucard tidak salah kalau beranggapan Gusion harusnya lebih jujur untuk menjadi manusia seutuhnya.
"Selamat makaaan~" Alucard melahap makannya dengan sumpit.
Gusion menatapnya dalam. Dia ingin bertanya apa rasanya enak, tapi dia terlalu gengsi untuk itu. Dia memperdalam tatapannya pada mulut Alucard yang sedang mengunyah.
"Enak." Kata Alucard seolah mengetahui apa yang dipikirkan Gusion. Dalam hatinya ia sangat menyukai sisi manis Gusion ini. Beruntung ia hanya makan sedikit di kantin tadi.
Gusion tertegun. Dia memalingkan muka. Pipinya mulai terasa panas lagi.
"Si-siapa juga yang mau dipuji?" Gusion merasakan dentuman kencang di hatinya. Dia berharap semoga Alucard tidak menyadari itu.
"Matamu mengatakan segalanya," jawab Alucard dengan santai sambil mengunyah makanannya.
"Sebaiknya kau habiskan makananmu sebelum jam masuk kelas." katanya lagi.
Gusion langsung tersadar dari dunianya, tidak bisa membantah Alucard. Dia kembali memakan bekalnya.
"Ah, nanti malam sebelum aku pergi aku mau mampir ke rumahmu," Alucard menatap Gusion.
"Terserah."
Dan mereka menghabiskan waktu makan siang dengan sedikit bumbu harmonis.
--
Gusion berbaring di kasur sambil mendengarkan lagu menggunakan earphone-nya. Dia menautkan kedua tangannya agar menjadi bantalan kepala. Pandangannya lurus ke langit-langit kamar. Suara lagu dari earphone-nya sangat keras bahkan jika ada orang di sekitarnya bisa mendengar tiap nada lagu itu.
Pikirannya melayang ke masa kecil. Kalau diingat lagi, dia dan Alucard mulai saling mengenal waktu di taman kanak-kanak. Dulu Alucard bukan tipe anak yang mudah berteman. Cukup pendiam. Dan itu menarik untuk Gusion.
Gusion menutup matanya mencoba memutar kembali ingatan itu.
Hari itu mereka mengadakan study tour di kebun binatang. Para guru mengenalkan mereka hewan-hewan langka yang dilindungi secara hukum itu. Gusion sangat antusias karena ini pertama kalinya dia pergi ke kebun binatang.
Waktu itu mereka sedang beristirahat dan berkumpul di sebuah tempat makan. Anak-anak yang lain mulai memakan bekal mereka yang disiapkan orangtuanya. Termasuk Gusion. Ibunya membuatkan Kyaraben* kesukaannya.
Gusion mengantupkan kedua telapak tangannya dan juga meletakkan sumpit di sela-sela ibujari dan telunjuk.
"Selamat makan~"
Sesaat Gusion mau melahap makanannya, matanya tertuju pada seorang anak di seberangnya. Seragamnya sama seperti Gusion tapi dia tidak mengenalnya.
Anak itu hanya diam tanpa ekspresi. Hanya ada botol minum dihadapannya. Dia duduk paling ujung di kursi panjang itu. Padahal dia dikelilingi anak-anak yang lain tapi kehadiran Alucard seperti tidak terasa.
Gusion teringat pesan ibunya. Kita harus berbagi pada orang lain.
Dia berpindah dari tempat ke tempat Alucard. Alucard yang sedang melamun menyadari kehadiran Gusion. Gusion membawa bekalnya dengan hati-hati agar tidak jatuh.
"Halo," Gusion mulai menyapa dengan senyumnya yang lucu.
Pada awalnya Alucard hanya diam. Namun ia tidak merasakan aura berbahaya dari Gusion, jadi tidak masalah.
"Hai." balasnya dengan wajah masih tanpa ekspresi.
"Boleh aku duduk di dekatmu?" tanya Gusion ramah. Alucard mengangguk. Dia sedikit menggeserkan tubuhnya agar Gusion bisa duduk di samping.
"Halo, namaku Gusion. Siapa namamu?" Gusion menjulurkan tangan.
Alucard memandang tangan Gusion yang sama mungilnya seperti tangannya. Dia menjabat tangan Gusion.
"Alucard." katanya.
"Namamu keren! Hei Alucard, kenapa kau tidak bawa bekal?" tanya Gusion setelah jabat tangan mereka lepas. Alucard memandangnya dengan ringan.
"Aku tidak suka." jawabnya dengan datar.
"Kalau begitu, ayo makan bersamaku! Ibuku membuat kyaraben favoritku! Kau juga pasti akan suka!" Gusion menunjukkan bermacam-macam varian dalam kotak bekalnya. Bentuknya bekalnya menyerupai karakter-karakter lucu.
Alucard kecil menatap Gusion yang tersenyum padanya. Lalu ia mengangguk. Sejak saat itu, Alucard selalu mengikuti Gusion kemanapun.
Pernah suatu hari di taman bermain Alucard menangis.
"Aku baik-baik saja, ini hanya luka kecil." Gusion menepuk-nepuk pundak temannya yang menangis tersedu-sedu. Lututnya terluka karena jatuh waktu mereka sedang bermain.
"Ta-tapi karena aku, Gusion... hik... Gusion..." Alucard merasa bersalah. Gusion duduk di sampingnya yang sedang menangis.
Gusion menekukan kakinya hingga lututnya dekat dengan bibirnya.
"Pain pain, go away~" lalu dia meniup-niup lukanya. Alucard terdiam memperhatikan Gusion. Melihat temannya berhenti menangis Gusion langsung berkata:
"Itu mantra rahasia ibuku saat aku sakit. Aku bisa cepat sembuh." ujarnya.
"Benarkah?"
Gusion mengangguk. Mata Alucard berkaca-kaca dan memeluk Gusion.
"Pfft!" Dia tertawa geli. Kalau diingat Alucard dulu sangat lucu. Sayang sekali pertumbuhan mereka sangat cepat.
Gusion merasakan gerakan di kasurnya. Dia mencoba membuka kelopak matanya, namun karena cahaya bola lampu kamarnya terasa silau, dia menjadi sulit untuk fokus.
Cahaya lampu berdampingan dengan siluet yang ada di depannya. Dia mengerjapkan matanya beberapa kali hingga indera pengelihatannya kembali normal.
"Ha-Apa?!" begitu kagetnya dia saat melihat Alucard berada di atasnya yang sedang berbaring.
BRUK!
Gusion langsung membanting Alucard ke lantai dan membuatnya meringis sakit.
"Setidaknya ketuk kamar orang sebelum masuk!" Gusion melepas earphone dengan kasar lalu melemparnya ke sembarang arah.
"Sudah. Tapi kau tidak dengar, jadi aku langsung masuk," Alucard bangkit dari jatuhnya sambil mengelus bokongnya yang sakit.
"Kenapa tiba-tiba datang?!" tanya Gusion yang terdengar kesal.
"Hah? Aku sudah bilang padamu di sekolah." Alucard menaikkan sebelah alisnya. Heran.
"Maksudku--Aaagh! Lupakan!" Gusion memijit dahinya. Kenapa Alucard? Kenapa kau membuat Gusion kesal terus menerus? Kenapa?
"Ehem... baiklah. Begini. Tumben kau datang ke rumahku?" Gusion berusaha menjadikan suasana menjadi sehat. Alucard memang menyebalkan, tapi dia tidak membencinya kan.
"Apa salah kalau aku datang?" Alucard, Si Bodoh. Tanpa sedikitpun merasa peka ia hampir mengacaukan suasana kalau Gusion tidak bisa lebih sabar lagi.
Ia duduk di lantai dan bersandar di kasur. Sedangkan Gusion duduk dikasurnya sambil memeluk bantal tersayangnya. Mereka telihat sangat romantis.
"Bukan... biasanya kau lebih sering keluar dengan teman-temanmu atau pacarmu? Tiba-tiba kau datang, aku penasaran kenapa," Gusion bertarung pada dirinya sendiri untuk bersikap tenang.
'Awas kalau kau coba menghancurkan suasana lagi.' Batinnya.
"Sudah lama kita tidak punya waktu berdua. Itu membuatku rindu pada masa-masa kita yang dulu. Aku berpikir... apa kita bisa seperti dulu lagi?" Alucard tersenyum hambar, pandangannya lurus ke arah lain.
Gusion meremas bantalnya dan sedikit membenamkan wajahnya ke bantal.
'Itu semua salahmu.' hatinya berucap.
"Tunggu disini, aku ambilkan minum. Kau mau minum apa?" Gusion beranjak dari kasurnya.
"Tidak usah, sebentar lagi aku akan pergi." Alucard langsung menahan tangannya.
Gusion terhenyak.
'Kau baru datang dan bilang rindu waktu kita bersama, tapi kau sudah bilang mau pergi lagi? Hah, apa-apaan?!' Gusion menggigit bibirnya.
"Oke." dia menghempaskan tangan Alucard dan kembali duduk di kasurnya.
Suasana kembali canggung. Gusion terdiam beberapa saat. Dia tidak punya apa-apa untuk dikatakan pada Alucard. Berbeda dari Alucard yang punya banyak hal untuk dikatakan, namun ia memilih untuk menahan semuanya.
"Baiklah, aku rasa sudah waktunya pergi." Alucard berdiri dan memandang Gusion sejenak. Gusion memalingkan wajahnya dan diam. Alucard tersenyum.
Dengan langkah pelan ia membuka pintu kamar Gusion dan menutupnya perlahan. Alucard berdiam diri di pintu berharap Gusion akan mengejar dan meneriakan namanya. Sayangnya, itu tidak terjadi.
Dari dalam kamar Gusion bisa mendengar suara langkah kaki Alucard yang semakin menjauh. Dia tidak tau harus bagaimana. Bukannya semua ini terlalu rumit untuk sebuah pertemanan? Kenapa dia tidak bisa bersikap seolah semuanya baik-baik saja?
Gusion meremas dadanya. Rasanya seperti ada ribuan jarum yang menerobos masuk ke hatinya. Sakit, tapi dia juga bingung. Kenapa perasaan ini selalu datang saat Alucard tidak di sisinya?
"Sial." umpatnya.
--
Tok, tok! Tok, tok!
"Nggh..." suara ketukan di pintunya membangunkan Gusion dari tidur nyenyaknya. Dalam keadaan setengah sadar, Gusion membuka pintu kamarnya.
"Siapa--" perkataannya langsung terputus dan kesadarannya penuh seutuhnya. Betapa kagetnya dia melihat Alucard kembali datang ke rumahnya dengan keadaan basah di sekujur tubuhnya.
"Maaf aku mengganggumu tidur--" Alucard tidak bisa menyambung kalimatnya lagi karena Gusion langsung menarik tubuhnya ke dalam.
Gusion mengambil handuk bersih miliknya dan memberikan pada Alucard.
"Mandilah. Aku siapkan bajumu dulu," Gusion mendorongnya kamar mandi.
Di kamar mandi, Alucard berdiri di bawah shower. Ingatannya terus mengulang kejadian yang barusan. Sudah lama sekali tidak melihat Gusion yang mengkhawatirkannya. Jujur, dia bahagia. Cukup lama dia tersiksa menutupi perasaan itu.
Alucard teringat sesuatu.
"Mungkin... dengan cara itu?"
Gusion menoleh ke belakang saat mendengar pintu kamar mandinya terbuka. Dia tertegun melihat pemandangan yang di hadapannnya.
Handuk melingkar di pinggang Alucard dan menutupi sampai ke lututnya. Rambut pirangnya masih meneteskan air. Dan juga air-air yang belum kering di badannya membuat sungai-sungai kecil di tubuh atletisnya. Alucard menyising rambutnya ke belakang.
GULP!
Oh ya, benar begitu, Gusion.
"Ehm... Gusion... bajunya?" Alucard menggaruk tengkuknya. Gusion tersentak.
"Eh? Ah! Iya! I-ini!" Gusion menodongkan bajunya dan langsung mengambil langkah jauh. Dia berdiri membelakangi Alucard.
Oke, mari kita pikirkan. Ini bukan seperti pertama kali dia melihat Alucard bertelanjang dada, bahkan waktu kecil mereka sering mandi bersama. Bahkan waktu SD, SMP, dan... ah ya, mungkin sejak SMK semuanya berubah. Dia tidak menyangka puber akan mengenai Alucard sekeras itu.
'Oh, tidak. Apa yang kupikirkan? Buang pikiran kotor itu, Gusion! Jangan terjebak!' logika Gusion terus meraung, tapi hatinya tidak. Sebaliknya, Gusion bisa merasakan dentuman yang keras dari dadanya, bahkan sampai dia berpikir apa Alucard mendengar hatinya yang berdetak cepat?
"Gusion, kemari. Aku punya sesuatu untuk dibicarakan," Alucard menepuk-nepuk kasur. Gusion entah kenapa seperti terhipnotis. Dia menghampiri Alucard dan duduk di sebelahnya.
"Aku tadi bilang kan, ada sesuatu yang ingin ku katakan, kan?"
Gusion mengangguk.
"Itu akan ku katakan. Tapi... barusan, aku putus dengan Miya," Alucard menatap Gusion untuk melihat reaksinya.
Gusion hanya memasang wajar datar. Dia sangat terbiasa dengan hal ini.
"Tadi kami ke hotel,"
Masih diam.
"Sebelum kami melakukan itu... aku punya permintaan padanya,"
Masih diam mendengar Alucard.
"Aku ingin anal sex, tapi dia menolak."
Sel saraf Gusion mulai kembali berkerja. Anal sex? Apa? Alucard benar-benar gila!
CTAK!
Gusion berhasil mendaratkan jitakannya tepat di ubun-ubun Alucard. Alucard meringis kesakitan. Ia memandang Gusion dengan bingung, apa yang salah darinya.
"Anal sex itu hal yang dibenci perempuan! Kenapa harus anal sex kalau kau bisa melakukannya dengan normal, dasar bodoh!" Gusion memberikan tatapan kematian pada Alucard.
Alucard mendengus.
"Karena aku ingin," jawabnya dengan wajah polos.
Gusion menepuk dahinya sendiri.
"Jadi karena kau tetap ingin anal sex, dia tetap menolak lalu dia memutuskanmu?" tanya Gusion. Alucard mengangguk.
Gusion menghela napas. Tidak tau harus sedih, marah, atau bahagia? Eh, bahagia?
"Sebenarnya, hampir semua perempuan yang kupacari memutuskanku karena aku minta anal sex. Aku tidak tau kenapa hasrat ini selalu menghantuiku," Alucard memegang dadanya.
"Itu karena kau hypersex?" Gusion menimbrungi. Alucard melirik Gusion. Sontak Gusion merasa merinding. Seperti sesuatu akan terjadi padanya.
"Kau tau Gusion.. apa yang ingin kukatakan?" Alucard mendekati Gusion merlahan, sementara Gusion menjauh.
"Kita telah berteman sejak kecil... tidak ada satupun dari dirimu yang tidak ku tau," Alucard menjelajahi tubuh Gusion dengan mata birunya yang dalam.
Gusion merasakan hawa dingin di tengkuknya. Dia terus mendorong tubuhnya menjauh dari Alucard. Seumur hidup dia belum pernah melihat Alucard seliar ini. Tapi di dalam dirinya ada gejolak aneh yang tidak terdefinisikan.
"M-m-maksudmu.. apa?" mata Gusion terbelalak saat punggungnya menabrak sesuatu. Dia menoleh ke belakangnya dan ternyata sesuatu itu adalah tembok.
'Sial... aku terkunci!' ratapnya dalam hati.
Alucard langsung menguncinya dengan memposisikan tangannya merapat ke tembok. Ia menyeringai. Gusion seperti lumpuh saat memandang Alucard. Matanya tepat di bibir Alucard. Bibir itu seolah menghipnotisnya untuk diam dan mematuhi tuannya.
Benak Gusion terus berteriak untuk sadar, namun apa daya, dirinya telah diambil alih oleh perasaannya sendiri. Gusion mendongak menatap mata Alucard. Biru, seperti langit yang disukainya. Semakin terhipnotis.
"Kau tau pasti apa maksudku."
Tidak ingin membuang kesempatan, Alucard langsung melumat bibir Gusion. Matanya sayu menggoda Gusion yang masih memproses apa yang sedang terjadi. Alucard menjilat bibir Gusion agar dibukakan sang empu untuk menerobos ke dalam rongga mulutnya.
Gusion secara sadar atau tidak dia membuka mulutnya. Alucard bersorak dalam hati. Ia pikir Gusion akan membuatnya remuk lagi kalau dia melakukan hal ini. Alucard menjulurkan lidahnya, mencari bagian empuk yang sudah lama muncul dalan fantasinya.
Alucard menautkan lidahnya pada Gusion.
"Mmmh..."
Mendengar erangan kecil Gusion, Alucard memanas. Dengan kuat ia menghisap lidah Gusion ke dalam mulutnya. Membuat saliva mengalir dari sudut bibir Gusion.
"Ahhn..." wajahnya memerah. Dia berpikir kanapa dia tidak melakukan perlawanan pada Alucard. Namun seluruh tubuhnya tidak bisa dikendalikan. Rasa nikmat yang dia rasakan membuatnya lumpuh. Hatinya berkata untuk menikmati ini.
BRUK!
Alucard menghimpit Gusion ke kasur. Ciuman itu semakin liar hingga Gusion tidak tau lagi apa yang akan terjadi. Dia menutup matanya. Dia tidak pernah tau ciuman Alucard bisa memabukkan.
"Gusion, aku tau ini pertama kalinya untukmu. Tapi... maukah kau memberikannya padaku?" Alucard mengecup punggung tangan Gusion.
'Oh, tidak, tidak, tid--'
"Ya..." bibir Gusion bergerak sendiri. Seketika dia sadar apa yang telah diucapkannya. Alucard menyeringai.
'Oh... tidak ..'
--
TBC
--
A/N: Kyaraben itu bento anak-anak yang biasanya dibentuk jadi lucu gitu.
Setelah pertimbangan akhirnya Gusion lah yang terpilih menjadi uke Alucard. Kenapa? Karena wajah imut, cocok jadi sosok tsundere. Akwkokwokwok.
Silakan kritik dan sarannnya!
