Haaaaiiiiiii...
Indi kembali... Memang ada aja ya... Indi lagi terkena serangan pingin-nulis-akibat-tak-tahan-melihat-buku-alias-belajar*plak*... Indi ngaco lagi deh...
Mohon maaf bagi yang menunggu Spy Organization of Konoha-nya... ntar Indi lanjutin kok, soalnya lagi nggak ada ide.. Hehehe-plok-*readers: emank ada yang nunggu? Perasaan nggak deh. Indi: Hiks, hiks jangan..hiks..gitu donk..preet-?-(sambil ngelap ingus)*.
Trus Indi juga ngucapin makasi buat yang waktu itu nge-fave and alert cerita Spy Organization of Konoha-nya, maaf Indi baru tau cara ngeliatnya baru-baru ini-di deathglare readers-... Pokoknya Indi ngucapiiiin mkasiiii banyaak.
Ya udah deh, dari pada lama-lama... langsung aja...
Disclaimer: OM Masashi Kishimoto
Warning: AU, dll*author males nulis-bok-*
Pokoknya Indi ingatkan:
...Don't like. Don't read...
Silahkan membaca...
oOoOoOo
Red Rose for You
Chapter 1
...
Naruto dan Hinata
.
Resmi menikah 1 Desember 2010
Sekarang tepat satu bulan telah mereka jalani bersama. Hinata yang awalnya selalu gugup dan agak gagap, berubah normal semenjak pernikahan itu. Lalu keseharian yang hangat juga penuh cinta mengawali kenangan pernikahan mereka.
Tapi selama itu juga, Naruto masih sibuk dengan pekerjaannya sebagai direktur Namikaze Corporation. Memang setelah menikah, Naruto langsung menggantikan ayahnya dalam menjalankan perusahaan. Karena itulah ia masih harus membiasakan diri dalam rutinitasnya yang baru.
Sedangkan Hinata, yang memang telah menjadi ibu rumah tangga. Tetap setia menyiapkan semua keperluan suaminya-Naruto- saat pagi, dan menunggu kepulangannya saat malam.
Membosankan memang menunggu, apalagi kalau Naruto sering lembur. Banyaknya negosiasi dan perkenalan-perkenalan baru dengan perusahaan lain, membuatnya menghabiskan sebagian waktunya untuk bekerja. Hinata tau dan mengerti itu. Tapi tetap saja ia ingin Naruto lebih sering bersamanya.
Egois? Menurutku tidak. Bukankah pasangan muda memang seharusnya dipenuhi cinta. Jadi tak ada salahnya jika memang seorang istri menginginkan kasih sayang lebih.
oOoOo
Hari ini seperti biasa hinata berbelanja di swalayan terdekat, memilih bahan makanan yang nantinya akan ia masak. Sayuran, lauk pauk, serta buahnya ia pilah dengan baik, agar nantinya masakannya terasa enak.
Saat sedang memasukkan makanan-makanan itu ke keranjang, terdengar nada dering ponsel dari dalam tasnya. Segera saja ia ambil ponselnya dan kemudian menekan tombol hijau serta menempelkannya di telinga. Tanpa sempat melihat nama penelponnya.
"Moshi-moshi" Sapa Hinata ramah.
"Moshi-moshi. Hinata kau dimana? Aku sudah ada di rumahmu, tapi kau malah tak ada. Pintunya kau kunci lagi. Bagaimana cara aku masuk?" ucap seorang wanita di ujung telpon dengan cepat.
"Oh, Tenten. Gomen, kukira kau akan datang lebih lama. Aku sedang di swalayan... Dekat kok dari rumah, tunggu sebentar ya. Aku akan segera pulang" jawabnya, dan buru-buru menutup telpon, tanpa sempat mendengar lagi ucapan Tenten.
Setelah itu langsung saja ia melangkahkan kakinya ke kasir, membayar bahan makanan yang sudah ia pilah. Untung saja tempat ini sedang sepi, jadi ia tak perlu lagi mengantri.
Selesai membayar, ia lalu mengambil belanjaannya, dan berlari ke luar. Tujuan utamanya sekarang adalah pulang. Tak enak rasanya membiarkan sahabat sendiri menunggu di rumah, tanpa ada kita sebagai tuan rumah yang mempersilahkannya masuk.
ooOOOoo
"Maaf Tenten, tadi aku terlalu lama ya?" ujar Hinata sambil menaruh belanjaannya di dapur. Diikuti Tenten yang mengekor di belakangnya. Dan kemudian duduk di kursi terdekat, akibat kelelahan menunggu.
"Iya Hinata, lama. Tapi tak apa kok, lagipula aku juga yang salah karena tadi tak memberitahumu... Kalau akan datang lebih awal"
"Tak apa... Lebih baik kubuatkan minum dulu ya, kau pasti haus"
"Terima kasih... Oh ya, aku hampir lupa. Hinata, kau mau tidak... Besok ikut mengunjungi Kurenai-sensei?"
"Ya, boleh saja Tenten. Aku juga sudah lama tak bertemu dengannya... Ngomong-ngomong, apa kita berdua saja yang ke sana?" Hinata berkata, sambil mengaduk sirup yang ia buat.
"Tentu saja tidak... Seperti biasalah, kita ke sana ber...sama Temari" jawab Tenten pelan, sepertinya ia mulai tertidur. Badannya saja sudah bersandar pada dinding dibelakangnya. Matanya pun tak fokus, dan menutup kemudian. Hinata hanya tersenyum melihat kelakuan sahabatnya itu. Kemudian, dipindahkannya pelan-pelan Tenten ke kamar, agar sahabatnya tidur lebih nyenyak dan nyaman.
oO.
Esok hari yang telah ditunggu pun tiba. Kali ini Hinata sudah berada di rumah Kurenai-sensei, mantan guru SMA-nya bersama sahabat-sahabatnya. Sayang, sang suami -Asuma sensei- yang juga mantan guru SMA kami tak ada. Kata Kurenai sensei, suaminya itu sedang pergi mengantarkan anaknya berobat ke dokter. Sebenarnya Kurenai sensei ingin ikut, tapi sayang kakinya sedang keseleo jadi tidak bisa ikut. Oh'iya, Hinata dan kawan-kawan masih memanggil Kurenai dan Asuma dengan sebutan 'sensei' karena memang sudah kebiasaan.
Menyenangkan memang berbincang bersama seperti ini, tapi agak tidak mengenakkan bagi Hinata. Karena pertemuan mereka saat ini malah membahas tentang kelakuan suami masing-masing. Maklumlah mereka 'kan sudah menikah lebih lama dari Hinata.
"Aku sebal dengan Shikamaru. Memang sih dia bekerja dengan keras, tapi 'kan lebih baik kalau dia menghabiskan sebagian waktunya untukku. Akhir-akhir ini dia lebih sering mengucapkan 'mendokusai', dia juga bilang aku jadi makin mirip ibunya blablabla" ini keluhan Temari. Lain lagi dengan Tenten.
"Neji juga hampir sama, dia selalu saja sibuk bekerja. Aku inginnya sih dia mau mengurangi lemburnya. Paling tidak menemaniku saat liburan juga, tapi dia malah blablabla..."
"Sudahlah kalian, Hinata yang hampir tak memiliki waktu dengan Naruto saja tetap tenang" kali ini Kurenai-sensei mulai bersuara, menengahi keluhan mereka yang tak ada habisnya.
"Tapi, Kurenai-sensei. Aku juga merasakan hal yang sama dengan mereka, aku juga berharap Naruto mau mengurangi pekerjaannya. Apa jangan-jangan dia mulai tak menyukai sikapku? Atau malah sebal karena masakanku tak enak? Ah, mungkin karena akhir-akhir ini aku sering ketiduran saat menunggunya?" Hinata pun akhirnya ikut berkeluh kesah, malah semakin bingung.
"Hinata, tenanglah. Sikapmu itu sudah sangat baik, makananmu juga sangat enak... Ah, jangan-jangan Shikamaru yang berpikir seperti itu padaku..." Temari jadi ikut panik.
"Temari, jangan ikutan panik! Hinata juga, bukan salahmu kalau memang kau ketiduran saat menunggu Naruto. Dia 'kan pulangnya bisa sampai jam satu pagi..." Tenten diam sejenak, ia ingat sesuatu. Tenten sepertinya juga pernah melakukan hal yang sama. "Mungkin malah Neji yang kesal padaku..." mulai terlihat aura suram di sekitar Tenten.
Beberapa menit mereka habiskan dengan hening, tanpa suara, dan suasana gelap. Kurenai yang memang sejak tadi diam, memutuskan untuk bersuara.
"Semuanya! Tolong jangan jadi down begitu, bukankah memang ada masa-masa saat kalian mengalami hal ini. Mereka juga berkelakuan begitu pasti bukan karena ingin... Apalagi sampai membenci kalian"
"Tapi, Kurenai sensei..." mereka bertiga berkata serentak, mencoba menyangkal.
"Tak ada tapi-tapian. Dulu sensei juga begitu menghadapi suami sensei, dan kami juga sempat bertengkar karena masalah yang hampir sama dengan kalian..." Kurenai berhenti sebentar sambil menghela nafas, mengingat masa lalunya. "Ternyata... itu semua hanya karena sensei yang terlalu berpikir negatif, sehingga amarah sensei memancing emosinya juga... Tapi akhirnya kesalahpahaman itu hilang, dan kami semakin dekat. Sensei berkata begini juga karena tak ingin kalian seperti itu..." Jelas Kurenai panjang lebar.
"Ya, kami mengerti Kurenai sensei..." jawab Temari, disertai anggukan dari Hinata dan Tenten.
"Maaf ya, karena aku kalian jadi ikut-ikutan berpikiran buruk" suara pelan dari Hinata ini, memancing gelengan kepala dari Temari dan Tenten.
"Ini bukan salahmu Hinata, sebenarnya memang sudah lama aku berpikir seperti ini.." sahut Tenten
"Ya aku juga sama. Aku hanya takut kalau nantinya Shikamaru meninggalkanku..." Perkataan Temari terhenti. Dan kemudian ia berteriak frustasi "Aargh... Kalau begini aku jadi ingin menyuruhnya memberitahu semua keburukanku, supaya nanti aku bisa mengubahnya"
"Begini saja, kalau kalian memang ingin begitu... Lebih baik kalian tanyakan saja, kira-kira enam kekurangan yang ada dalam diri kalian... Yang memang ingin suami kalian rubah. Mungkin saja itu bisa membantu.." Kurenai sensei memberi idenya.
'Sepertinya tidak buruk' Batin Hinata. Tapi sepertinya itu tak berlaku bagi Temari dan Tenten yang masih lesu.
"Baiklah, kalau begitu akan kucoba. Nanti kalau memang berhasil akan kuberitahu kalian" Ucap Hinata tenang, sepertinya semangatnya mulai kembali. Sedang mereka bertiga hanya tersenyum, dan menyetujuinya.
(^_^)
TBC
Akhirnyaaa...
Selesai jugaaaa! Yeaaahh*author teriak gaje-plok-*
Gajekah? Anehkah? Nggak nyambungkah? Yah nmanya juga masih baru, mohon permaklumannya.
Indi buat fic ini disertai cucuran keringat dan kelelahan yang sangat, Eits... Tapi bo'ong*buak*...
Yah pokoknya Indi cuma bisa bilang THANK YOU buat yang ngebaca... And meminta kritik dan saran..
Tapi Indi memang masih bingung, Lanjut or Delete?
Oh'iya, RnR yaw buat jawabannya...
