Kageyama Tobio adalah omega pertama yang bergabung dengan tim voli Kitagawa Daiichi. Dan juga satu-satunya.

Awalnya, tidak satupun yang menyangka akan ada omega yang bergabung dengan tim, termasuk sang pelatih. Dalam sejarah Kitagawa Daiichi pun, belum pernah ada omega yang bergabung dengan tim. Bukan berarti omega tidak boleh bergabung, hanya saja tidak dianjurkan demi keamanan, karena di tim hanya ada para alfa dan beta.

Jadi, ketika Kageyama bergabung, seluruh pasang mata di ruang olahraga itu tertuju padanya, terutama para alfa yang bisa mencium feromon khas omega.

Termasuk Oikawa.

Perawakan Kageyama yang kecil, dengan wajah manis dan feromon yang menggoda membuat semua alfa di ruangan itu ingin tertawa sarkastis. Berani sekali seorang omega bergabung dengan tim voli yang anggotanya hanya alfa dan beta, seolah mengekspos diri untuk diserang. Wajar saja jika nyaris seluruh anggota tim voli itu langsung memberikan pandangan meremehkan pada Kageyama. Dengan perawakan seperti itu, memangnya apa yang bisa ia lakukan?

Oikawa pun tadinya berpikir seperti itu.

Setelah mendapat sedikit briefing dari sang pelatih, para anggota baru dibagi menjadi dua tim dan bergabung dengan beberapa murid kelas dua dan tiga. Kageyama dan seorang lelaki yang bernama Kindaichi bergabung dengan tim Oikawa—tim merah—untuk latih tanding dan juga melihat kemampuan para murid kelas satu. Ketika keduanya ditanya ingin mendapat posisi apa, Kindaichi menjawab Middle Blocker, sedangkan Kageyama menjawab Setter.

Dari sinilah benih-benih perseteruan mulai tumbuh. Oikawa adalah seorang Setter dan juga pemain reguler, Kageyama ingin menjadi Setter. Awalnya Oikawa tidak begitu memikirkannya, tapi setelah ia mengalah dan membiarkan Kageyama menjadi Setter tim merah untuk latih tanding pertama murid kelas satu, barulah ia tersadar.

Anak ini jenius.

Dia memang belum begitu terbiasa dengan gaya permainan para kakak kelas yang berbeda-beda, tapi tidak dapat diragukan bahwa ketepatan bidikannya nyaris 100%. Ia dapat mengarahkan bola tepat ke telapak tangan setiap pemain tanpa cela. Kemampuan seperti itu tidak dapat dimiliki hanya dengan latihan beberapa kali. Normalnya, butuh beberapa tahun untuk dapat membidik bola dengan keakurasian mengerikan seperti itu. Jadi, kemungkinannya hanya ada dua, bahwa Kageyama berlatih setiap hari atau memang bakat alami. Dan Oikawa dapat merasakan bahwa jawabannya adalah kemungkinan yang terakhir.

Semua orang yang berada di ruang olahraga saat itu sampai tercengang melihat kemampuan Kageyama, termasuk sang pelatih. Sangat jarang ditemukan olahragawan dengan bakat alami sebesar itu. Belum lagi Kageyama masih sangat muda, ia masih punya banyak waktu untuk mengasah bakatnya. Sang pelatih tersenyum. Menarik, pikirnya.

Para alfa dan beta yang tadi meremehkannya lantas terdiam seribu bahasa. Omega yang tadinya mereka anggap lemah ternyata jauh melebihi ekspektasi mereka. Oikawa tidak dapat menahan diri untuk tidak merasa iri dan kesal. Dirinya yang telah berlatih sangat keras hingga membuat dirinya sendiri cedera karena intensitas latihannya yang berlebihan selama bertahun-tahun agar dapat menjadi setter yang hebat, dikalahkan begitu saja oleh seorang bocah yang bahkan tidak perlu berlatih terlalu keras karena ia memiliki bakat alami, belum lagi bocah itu seorang omega. Harga dirinya sebagai kakak kelas dan terutama sebagai alfa serasa terinjak-injak.

Oleh karena itu, dia akan membuat Kageyama menyadari dimana posisinya yang sesungguhnya. Ia menghampiri omega itu, lalu menepuk bahunya pelan, membuat Kageyama sedikit tersentak kaget akan sentuhan hangat di bahunya dan juga feromon yang menyeruak masuk ke indera penciumannya. Kageyama harus mendongakkan kepalanya untuk menatap Oikawa karena perbedaan tinggi yang cukup jauh.

"Kageyama, boleh tukar tempat sebentar?" ucapnya tanpa melirik bocah itu sedikitpun.

"Silahkan, senpai" jawab Kageyama sambil mengamati kakak kelasnya itu. Kapten tim... kalau tidak salah namanya Oikawa, tapi aku lupa siapa nama kecilnya, batin Kageyama. Feromonnya enak. Seketika wajahnya terasa memanas setelah menyadari apa yang baru saja melintas di pikirannya, tapi ia tidak akan membiarkan hal itu mengganggunya selama pertandingan berlangsung. Ia pun bertukar posisi dengan Oikawa sambil memberikan bola yang ada di genggamannya pada kakak kelasnya itu. Oikawa menerima bola itu lalu berdiri di ujung lapangan. Ia sengaja bertukar tempat dengan Kageyama karena saat itu giliran Kageyama untuk melakukan servis.

Suara peluit dari wasit terdengar, tanda Oikawa boleh memulai servisnya. Ia melempar bola tinggi ke atas, kedua tangannya ia rentangkan ke belakang, berlari beberapa langkah, lalu melompat dan memukul bola itu dengan kekuatan mematikan. Ia melakukan servis lompat, servis yang sulit di pelajari namun sangat mematikan apabila digunakan dalam pertandingan.

Bola itu meluncur cepat dari ujung lapangan ke ujung yang lain. Tidak ada seorang pun yang bisa menerima servis itu, mereka bahkan tidak sempat bergerak untuk melakukannya saking cepat dan kuatnya servis itu. Para anggota baru membeku melihatnya, sedangkan murid kelas dua dan tiga terlihat telah terbiasa dengan servis mematikan Oikawa.

Kedua mata Kageyama menatap kakak kelasnya itu penuh kagum. Para alfa di ruang olahraga itu harus menahan diri untuk tidak langsung menerjang Kageyama karena ia terlihat sangat manis saat sedang terkagum seperti itu, seakan kedua bola matanya memancarkan kelap kelip bintang. Benar-benar manis.

Oikawa menyadari tatapan penuh kagum Kageyama, ia juga merasakan setiap perubahan perasaan Kageyama, tentu saja karena ia adalah seorang alfa. Ia bisa mencium segala perubahan perasaan omega itu. Tapi ia memutuskan untuk tidak mempedulikannya, meskipun cukup sulit. "Sekali lagi!" ucapnya ketika ia menerima bola yang dilempar oleh sang manajer. Ia kembali melakukan servis mengerikan itu dan mencetak poin untuk timnya.

Sampai akhirnya latih tanding pun selesai dengan tim merah sebagai pemenangnya meskipun selisih poin dengan tim lawan hanyalah sedikit. Para anggota baru dari kedua tim pun saling berjabat tangan, sedangkan murid kelas dua dan tiga ada yang saling menepuk punggung sambil tertawa, ada juga yang saling memukulkan kepalan tangan.

Beberapa alfa anggota baru terlihat meremas tangan Kageyama terlalu keras saat berjabat tangan. Kageyama beberapa kali meringis karena tangannya terasa sakit.

Tiba-tiba bahu kanannya ditepuk dari belakang, lalu terdengar suara,"Oi, dia kesakitan".

Kageyama yang terbelalak kaget lantas menolehkan kepalanya ke belakang dengan sedikit mendongak. Itu Oikawa. Anggota baru itu lantas melepas genggamannya pada tangan Kageyama, lalu menunduk sedikit dan berlari menuju bangku di pojok lapangan dimana air minum untuk para pemain diletakkan.

Kageyama terdiam. Kakak kelasnya ini baru saja menolongnya. Selain itu, tubuhnya berada sangat dekat dengan Oikawa. Terlalu dekat malah sampai-sampai ia merasa sedikit mabuk karena indera penciumannya dipenuhi oleh feromon maskulin kakak kelasnya itu, membuat kedua pipinya memanas. Otaknya meneriakkan bahaya karena posisi mereka yang terlalu berdekatan, tapi di sisi lain seluruh tubuhnya seakan tak ingin bergerak.

"T-terima kasih, senpai" ucapnya sedikit terbata. Jantungnya berdegup kencang dan ia berharap kakak kelasnya itu tidak dapat mendengarnya.

"Sama-sama" balas Oikawa. Dalam hati, ia mengeluarkan sumpah serapah. Sialan, feromonnya memabukkan. Ia membiarkan tangannya tetap berada di bahu sempit Kageyama, meskipun ia dapat mencium kegugupan omega itu. Ia lalu melihat tangan Kageyama yang sedikit memerah karena diremas oleh beberapa alfa anggota baru saat berjabat tangan tadi.

Secara refleks, tangannya menggenggam tangan mungil itu dengan lembut seraya bertanya, "Tanganmu tidak apa-apa?"

Kageyama lagi-lagi tersentak kaget. Wajahnya semakin memanas sampai-sampai ia nyaris mengira dirinya demam. Kakak kelasnya yang satu ini memang tidak bisa ditebak. Tubuhnya sedikit gemetar. Seorang omega tidak benar-benar bisa menolak perlakuan seorang alfa, apalagi dalam posisi sedekat ini.

"A-aku baik-baik saja senpai, t-terima kasih" ucapnya.

Oikawa mengangkat sedikit tangan Kageyama yang memerah itu, lalu meniupnya pelan. Kageyama bergidik dan tubuhnya menegang.

"S-senpai?!" pekiknya kaget. Oikawa tersentak. Saat itulah ia menyadari apa yang baru saja dilakukannya. Buru-buru dilepaskannya tangan Kageyama, lalu ia mendecih dan meninggalkan Kageyama mematung di tengah lapangan.

Tubuhnya kembali gemetar, nafasnya sedikit tersengal dengan wajah semerah tomat.

Yang tadi itu, apa-apaan?!

Di sisi lain, Oikawa mendapat hantaman di kepalanya dari Iwaizumi dan ia dimarahi habis-habisan. Bagaimana tidak, ia baru saja terlihat hendak memonopoli Kageyama untuk dirinya sendiri, sementara Kageyama adalah satu-satunya omega yang ada di tim. Setidaknya begitulah yang dipikirkan para alfa di ruang olahraga itu. Banyak diantara mereka yang melemparkan tatapan iri pada Oikawa.

Oikawa terlihat merajuk di hadapan Iwaizumi dan beberapa kali meledeknya, "Iya, iya berisik ibu", membuat Iwaizumi spontan melempar bola voli tepat ke wajahnya.

Oikawa mengacak-acak rambutnya kesal. "Aku kan sudah minta maaf, Iwa-chan" ucapnya.

Perempatan siku-siku muncul di dahi Iwaizumi. "Kalau mau minta maaf, minta maaflah pada Kageyama, bodoh" balasnya kesal. Oikawa mendecih. Iwaizumi semakin naik pitam.

Sialan, aku terbawa insting alfaku. Bisa-bisanya aku lepas kendali tadi.

Mereka terus berdebat, sementara anggota tim lainnya hanya bisa tersenyum kesal melihatnya. Hal ini memang sudah biasa terjadi dan mereka memilih untuk tidak ikut campur, demi keselamatan diri, katanya.

Kageyama yang telah duduk di bangku kayu di pinggir lapangan menonton perdebatan mereka. Ia telah berhasil menenangkan dirinya, tubuhnya tak lagi gemetar, meskipun jantungnya masih berdegup kencang.

Ia menolehkan kepalanya ke samping ketika menyadari seseorang duduk di sampingnya. Refleks, ia bergeser menjauh sedikit. Kejadian barusan membuatnya menjadi sangat was-was ketika ada yang mendekatinya.

Orang itu menyadari ketidaknyamanan Kageyama. Buru-buru ia berkata, "Tenang saja, aku ini beta kok"

Kageyama mengamati lelaki yang duduk disampingnya itu. Ia memiliki rambut berwarna hitam dengan poni belah tengah, serta mata yang terlihat... bosan? Sepertinya lelaki itu seangkatan dengannya, yang berarti ia juga merupakan anggota baru. Selain itu, lelaki itu tidak mengeluarkan feromon. Hal ini membuat bahu Kageyama yang menegang menjadi lebih rileks dan ia merasa lega.

"Sepertinya kejadian tadi membuatmu benar-benar kaget" ucap lelaki itu dengan nada yang tidak terbaca. Dibilang peduli tidak, dibilang tidak peduli juga tidak. Seakan-akan ia berbicara seperti itu hanya karena ia sedang bosan. "Susah juga ya jadi omega" lanjutnya.

Kageyama tidak membalas. Ia mengayunkan kedua kakinya sembari menatap lantai ruang olahraga itu. Lelaki disampingnya meliriknya sekilas, lalu tidak berkata apa-apa lagi.

Kageyama merasa agak tidak enak tidak mengucapkan apa-apa pada lelaki disampingnya, jadi ia menanyakan apa yang baru saja terlintas di otaknya.

"Siapa namamu?"

Lelaki itu menoleh dan memberinya tatapan tidak percaya. "Kau tidak mendengarkan saat perkenalan diri tadi?" tanyanya.

Kageyama kembali menatap lantai. "Maaf" ucapnya. Ia dapat mendengar lelaki di sampingnya menghela nafas."Lagipula, aku tidak benar-benar bisa konsentrasi dengan semua feromon alfa yang mengelilingiku kan" lanjutnya.

"Sudah tau begitu, kenapa kau masih saja bergabung dengan tim voli?" tanya lelaki di sampingnya datar, tidak menjawab pertanyaan Kageyama sebelumnya.

Kageyama menolehkan kepalanya untuk menatap lelaki di sampingnya tepat di mata. "Karena aku suka bermain voli, dan aku tidak akan membiarkan statusku sebagai omega menghalangiku untuk melakukan sesuatu yang kusukai". Tidak ada keraguan sedikitpun dalam suaranya. Kedua matanya menunjukkan tekad yang kuat.

Selama sesaat lelaki itu merasa dirinya tertarik oleh kedua mata penuh tekad itu. Tapi ekspresinya berubah datar kembali sepersekian detik setelahnya.

"Lalu, bagaimana dengan mereka?" tanya lelaki itu, lirikan matanya mengisyaratkan pada para alfa yang sedari tadi tak pernah melepaskan pandangannya dari Kageyama. "Kau tidak takut tiba-tiba diserang oleh mereka?" lanjutnya.

Kageyama terlihat tak tau harus menjawab apa sesaat, dan memang itulah yang ia rasakan. Jeda beberapa saat, barulah ia menjawab dengan sebuah gumaman, "Aku... belum benar-benar memikirkan soal itu"

Lelaki itu ingin tertawa mendengarnya. "Kau ini bodoh ya?" ejeknya. Anak ini benar-benar minta diserang apa, pikirnya.

Kageyama tidak menjawab. Ia merasa terpojok mendengar ucapan lelaki itu. Tapi memang benar bahwa ia belum benar-benar memikirkan resikonya bergabung dengan tim voli yang didominasi oleh alfa. Membayangkan ia tiba-tiba diserang oleh salah satu dari mereka saja sudah membuatnya bergidik ngeri. Tapi ia sudah bertekad untuk tidak membiarkan hal itu menghalanginya untuk menjadi pemain reguler tim itu.

Aku akan memikirkan kembali hal ini sepulang sekolah. Mungkin aku harus belajar ilmu bela diri untuk melindungi diriku sendiri. Itu akan sedikit membantu, kurasa..., pikirnya.

Lelaki itu mengamati Kageyama yang terlihat sedang berkutat dengan pemikirannya sendiri melalui ekor matanya. "Kunimi" ucapnya tiba-tiba.

Kageyama menoleh, bingung. "Eh?"

"Kunimi Akira. Itu namaku"

Kageyama diam sejenak. Lalu seulas senyum kecil terpatri di wajahnya. "Kalau begitu, salam kenal, Kunimi" ucapnya. Kunimi hanya membalasnya dengan sebuah dengusan.

Tanpa Kageyama sadari, Oikawa terus memperhatikannya sejak tadi.

Sang pelatih menepuk kedua tangannya pertanda waktu istirahat telah usai. Seluruh anggota tim bangkit dari posisinya masing-masing dan berdiri mengelilingi si pelatih.

"Baiklah, kalian telah menunjukkan permainan yang bagus tadi. Tapi ingat, ini barulah latih tanding. Meskipun kalian sudah bermain dengan baik, kalian tetap harus rajin berlatih untuk meningkatkan kemampuan kalian agar kalian dapat meraih kemenangan di turnamen tahun ini. Selama ini, rival kita yang paling kuat adalah Akademi Shiratorizawa, dan tidak sekalipun kita berhasil mengalahkannya. Kemampuan kalian sekarang masih belum cukup untuk mengalahkan Shiratorizawa. Oleh karena itu, jadikanlah hal tersebut sebagai pemompa semangat kalian untuk berlatih lebih giat!" ucap sang pelatih sambil memberikan cengiran penyemangat.

"BAIK!" teriak seluruh anggota tim dengan semangat.

"Baiklah, sekarang adalah waktu bebas. Kalian boleh berlatih sesuka kalian. Tapi jangan pulang terlalu sore!" ucap sang pelatih lagi.

"SIAP! TERIMA KASIH BANYAK!" balas seluruh anggota tim serempak. Lalu mereka pun bubar dan berlatih masing-masing.

Kageyama berjalan menuju keranjang bola untuk mengambil bola dari sana. Namun, ia dicegat oleh seseorang sebelum ia berhasil mengambil sebuah bola dari sana.

Kageyama mendongak sedikit untuk melihat siapa yang menghalanginya. Itu orang yang tadi berdebat panas dengan Oikawa, Iwaizumi. Kageyama mundur sedikit ketika indera penciumannya dipenuhi oleh feromon Iwaizumi. Ia merasa tidak nyaman berada di dekat alfa semenjak kejadian tadi.

Iwaizumi yang mencium ketidaknyamanan Kageyama buru-buru mengangkat kedua tangannya, menunjukkan bahwa dirinya sama sekali tidak bermaksud membuat omega di hadapannya itu tidak nyaman. "Hei" panggilnya. Kageyama terlihat bergidik sedikit. Sedikit banyak Iwaizumi merasa bersalah melihat omega yang bersikap defensif itu, entah kenapa.

"Hei, aku tidak bermaksud untuk menyerangmu atau apapun. Lihat.." ucapnya seraya mengunci kedua tangannya di belakang punggung layaknya seseorang dalam posisi istirahat di tempat untuk menenangkan Kageyama.

Meskipun begitu, Kageyama tetap menjaga jarak dengan Iwaizumi, dan Iwaizumi memaklumi hal tersebut.

"Begini, aku ingin meminta maaf atas apa yang dilakukan Oikawa padamu tadi. Aku tau dia sama sekali tidak berniat untuk meminta maaf padamu, makanya aku mewakilinya" ucap Iwaizumi sambil sedikit membungkukkan tubuhnya tanda minta maaf. Kedua tangannya yang terkunci di belakang punggungnya terkepal dengan erat. Setelah itu, ia kembali menegakkan tubuhnya. "Dia memang terkadang bersikap kurang ajar" lanjutnya dengan penuh penekanan dan wajah yang menunjukkan kekesalannya.

Ditatapnya Kageyama tepat di mata. "Yah, itu saja yang ingin kuucapkan padamu, sudah ya" Ia berbalik untuk berjalan pergi, kedua tangannya sudah tak lagi terkunci di belakang punggungnya, tetapi masih terkepal dengan erat.

Setelah beberapa langkah ia berjalan, ia mendengar Kageyama memanggilnya. "Iwaizumi-senpai!"

Ia menoleh sedikit ke belakang.

"Terima kasih" ucap Kageyama dengan senyum kecil di wajahnya.

Rahang Iwaizumi mengeras. Ia mengangguk kecil dan berlalu. Kepalan tangannya semakin erat.

Sialan, sialan, sialan. Feromon anak itu benar-benar menggoda dari dekat. Pantas saja si Oikawa nyaris lepas kendali. Tahan dirimu, Iwaizumi, tahan. Jangan serang anak itu. Sialan, feromonnya masih terbayang-bayang.

Kageyama tentu saja tidak mengetahui apa yang sedang Iwaizumi rasakan sekarang. Ia merasa hangat dan lebih tenang dari sebelumnya. Ternyata ada juga alfa seperti Iwaizumi-san, batinnya.

Ia pun mengambil bola dari keranjang bola dan mulai latihan sendiri.

Satu setengah jam kemudian, kebanyakan anggota sudah pulang ke rumah masing-masing, menyisakan hanya beberapa orang saja di dalam ruang olahraga, termasuk Kageyama. Ia masih asik berlatih melakukan servis. Ia ingin bisa melakukan servis sehebat Oikawa.

Matanya sesekali melirik jam yang tergantung di dinding. Kurasa sudah waktunya pulang, pikirnya. Ia pun memungut bola-bola yang berserakan di lantai dan meletakkannya kembali di keranjang bola. Beberapa orang yang masih berada ruang olahraga juga mulai bersih-bersih. Iwaizumi menurunkan net voli dibantu salah seorang murid kelas tiga yang tidak ia ketahui namanya. Sementara Oikawa tidak bisa ditemukan dimanapun. Mungkin ia sedang ganti baju, batin Kageyama. Tunggu, kenapa aku malah memikirkannya, ugh.

Setelah selesai beres-beres, Kageyama mengambil tasnya yang tergeletak di pojok lapangan dan berjalan menuju kamar mandi untuk membilas tubuhnya dan ganti baju.

Sebelum masuk ke kamar mandi, ia mengintip dulu dari luar dan bersyukur tidak ada siapapun di dalam. Seorang omega memang harus berhati-hati saat hendak memasuki toilet umum. Apabila ada seorang alfa di dalam, sebaiknya ia tidak masuk terlebih dahulu, demi keamanan.

Kageyama masuk ke dalam salah satu bilik yang memiliki shower dan mulai membilas tubuhnya. Setelah selesai mengganti pakaian, ia pun berjalan keluar dari toilet dan menyadari kalau diluar sedang hujan deras.

Panik melandanya seketika. Gawat, aku kan tidak bawa payung. Ia berlari menuju pintu gedung olahraga itu untuk melihat sederas apa hujan diluar sana. Saat melintasi lapangan tempat ia berlatih tadi, ia melihat sudah tidak ada siapapun di sana.

Saat ia sudah dekat dengan pintu, ia mendapati Oikawa tengah duduk di tangga depan pintu itu sembari menatap hujan. Kageyama memperlambat larinya hingga ia berhenti beberapa langkah di belakang Oikawa.

"Yo" ucap Oikawa tanpa menoleh sedikitpun. "Kau lama juga ya"

Kageyama terbelalak. Jantungnya berpacu. Dia... menungguku?

Oikawa bangkit dari posisi duduknya. Seakan bisa membaca pikiran Kageyama, ia menjawab "Iya, aku menunggumu", membuat kedua pipi Kageyama menghangat.

Oikawa menoleh sedikit untuk melirik Kageyama. Ia dapat merasakan kegugupan dan kebingungan omega itu, tapi ia juga merasakan sesuatu yang lain. Kageyama merasa... senang? Entahlah, tapi ia dapat merasakan ada emosi positif yang menguar dari ekspresi anak itu.

"Hujannya deras. Kau bawa payung?" tanyanya.

"Tidak" jawab Kageyama pelan.

Ia mengambil sesuatu dari tasnya, lalu memperlihatkannya pada Kageyama, masih dalam posisi memunggungi. "Aku bawa, mau pulang bareng?" Pertanyaan yang sederhana tapi Kageyama tak sanggup menjawab.

Kenapa?, batinnya.

Oikawa menghela nafas, lalu mengacak rambutnya sedikit sambil cemberut. "Iwa-chan tidak akan memaafkanku sampai aku minta maaf padamu" ucapnya kesal. "Makanya aku menunggumu supaya aku bisa minta maaf padamu, maaf ya, Kageyama" Kali ini ia membalikkan tubuhnya agar ia bisa menatap Kageyama sepenuhnya. Meskipun diucapkan dengan setengah hati, setidaknya ia masih berinisiatif untuk minta maaf—setelah dipaksa oleh Iwaizumi, tentu saja.

Kageyama tak dapat berkata-kata. Entah kenapa ia merasa senang hanya karena Oikawa meminta maaf padanya. Hatinya tiba-tiba terasa hangat dan juga berdegup lebih kencang. Ia meremas bagian depan kemejanya seakan menahan kecepatan degup jantungnya.

Bibirnya berulang kali terbuka dan mengatup, tapi tidak satu katapun keluar dari mulutnya. Oikawa terus menatap Kageyama dengan intens. Meskipun jarak diantara keduanya masih beberapa langkah, dan tidak ada yang berniat untuk mendekat sedikitpun, Kageyama merasa tatapan itu menembus pikirannya. Tatapan yang terkesan memerintah itu membuatnya harus menggigit bibir bawahnya untuk menahan gugup.

Tanpa sepengetahuannya, hal itu justru membuat Oikawa tergoda untuk menyerangnya.

Jangan berwajah seperti itu, sialan.

"Oh.." satu kata yang akhirnya keluar dari mulut Kageyama. Perempatan siku-siku muncul di dahi Oikawa. Aku sudah susah payah meminta maaf dan jawabanmu hanya 'oh'?

Ia tersenyum kesal. "Wah, respon yang sangat tidak menyenangkan"

Kedua bahu Kageyama tersentak akan ucapan kakak kelasnya itu. Buru-buru ia menambahkan dengan panik, "Bu-bukan begitu maksudku, senpai... aku hanya... tidak tau harus menjawab apa. Tapi, terima kasih telah meminta maaf. Tidak usah terlalu dipikirkan, aku juga tidak begitu memikirkannya kok.."

Entah kenapa ucapan Kageyama justru memancing kemarahannya. "Tidak begitu memikirkannya, katamu..." Satu langkah mendekat. Kageyama tersentak ketika indera penciumannya dihantam oleh feromon yang sangat kuat, membuat kepalanya berdenyut nyeri. Satu langkah mundur diambilnya. Aura Oikawa sama sekali tidak bersahabat.

Kenapa dia tiba-tiba marah?, pikirnya kalut.

Oikawa berjalan cepat menuju Kageyama, lalu mendorong bahunya kasar hingga menabrak dinding. "Akh!" Ia mengaduh kesakitan. Kageyama nyaris kehilangan keseimbangan. Rasa sakit menjalar dari punggungnya. Matanya terbelalak, memancarkan rasa takut. Feromon Oikawa membuat nafasnya tersengal. Dari jauh saja, feromonnya sudah membuat kepalanya nyeri. Dari dekat, ia merasa ingin pingsan. Oikawa menatapnya dingin.

"JANGAN MEREMEHKAN SEORANG ALFA!" bentaknya, membuat Kageyama memejamkan matanya takut. Bahunya bergetar. Oikawa meremas bahu itu dengan kuat. "Tidak begitu memikirkannya, katamu... KAU HARUS MEMIKIRKANNYA, BODOH!" Kageyama berusaha sekuat tenaga untuk mendorong Oikawa menjauh. Tapi apa daya, tenaganya seolah menguap dengan feromon Oikawa yang mengelilinginya.

Ia tidak berani menatap kakak kelasnya itu. Saat ia membuka mata, pandangannya memburam. "Tapi, aku benar-benar tidak mempermasalahkannya" ucapnya pelan, Oikawa nyaris tidak dapat mendengarnya. Lalu ia tertawa. Kageyama tersentak, lantas menatap kakak kelasnya itu. Oikawa sedang tertawa. Tapi suara tawanya justru membuat Kageyama semakin takut. Ia semakin merapatkan tubuhnya ke dinding, berharap jarak antara dirinya dan Oikawa bisa membesar.

Tatapan Oikawa menggelap. "Kalau begitu," Ia menenggelamkan kepalanya ke ceruk leher Kageyama. Feromon manis omega itu semakin menguat, memanjakan indera penciumannya. Pupil Kageyama mengecil. Wajahnya memucat dan diselimuti ketakutan. Satu tangan Oikawa dengan nakal menyelip masuk ke kemeja Kageyama, mengelus perut datar berkulit halus itu. "Kau juga tidak keberatan jika aku melakukan ini kan?" lanjutnya dengan suara serak.

Wajah Kageyama memerah. Jantungnya seakan berhenti berdetak. Tubuhnya merinding. Sekuat tenaga ia mendorong Oikawa menjauh dengan tangan gemetar, tapi hal itu justru membuat Oikawa semakin menempelkan tubuh keduanya.

"Ti-tidak.." ucapnya gemetar. Air mata menggenang di ujung kedua matanya. Nafasnya putus-putus. Oikawa mencium perpotongan leher Kageyama, lalu menjilatnya. Kageyama tersentak. "Ah! Jangan, senpai... HENTIKAN!"

Oikawa terbelalak dan sadar apa yang baru saja hendak dilakukannya. Ia mundur selangkah dan melepaskan Kageyama. Ia nyaris saja menandai Kageyama, demi apa pun. Lutut Kageyama melemas. Tubuhnya masih gemetar dan ia masih merasa sulit bernafas. Oikawa kembali tertawa, tawa yang tidak bersahabat itu.

"Inilah sebabnya aku bilang kau harus memikirkannya" ucapnya dingin. Tatapannya menusuk. "Diserang satu alfa saja kau sudah tak berkutik" lanjutnya. Telunjuknya menekan dada Kageyama, membuat kedua bahu omega itu menegang. "Lemah" desisnya.

"Ini peringatan untukmu, KELUAR SAJA KAU DARI TIM!" bentaknya kasar. Lalu ia berjalan pergi meninggalkan Kageyama yang masih gemetar ketakutan. Baru beberapa langkah diambilnya, Oikawa lalu berhenti. Ia melemparkan payungnya yang masih dalam keadaan terlipat pada Kageyama. Ia mendecih. "Pakai saja payungnya, aku tidak butuh" ucapnya dingin, lalu berlari pulang menerobos hujan.

Kageyama merosot jatuh ke lantai dengan lemas. Ia memeluk tubuhnya sendiri dengan gemetar. Satu tangannya menyentuh lehernya yang agak basah bekas dijilat Oikawa. Perlahan, air matanya meleleh. Dan payung Oikawa berada di pangkuannya.

Hujan menjadi saksi bisu tangisannya hari itu.

TBC

Hai, saya author baru disini, salam kenal!

Terima kasih kepada kalian yang telah membaca fiksi ini.

Ini pertama kalinya saya membuat karya fiksi seperti ini, jadi mohon dimaklumi apabila terdapat banyak kesalahan EYD ( serius, saya nggak ngerti EYD. Apalah daya nilai bahasa indonesia saya yang pas-pasan )

Saya juga baru-baru ini terjun ke dunia A/B/O, dan merasakan ketertarikan yang kuat terhadap dunia itu. ( I mean, the feels man )

Saya sangat menyukai Haikyuu! Dan tokoh favorit saya adalah Kageyama. ( saya suka teriak-teriak nggak jelas sendiri setiap liat Kageyama, kekuatan fangirl memang dahsyat. Dan oikage itu OTP saya, ngomong-ngomong )

Sumpah, saya sama sekali nggak berniat buat bikin chapter sepanjang ini. Niatnya cuma bikin 1000 words atau kurang, eh malah tembus 3000 words gini, saya aja heran. Dan ironisnya, saya masih menganggap ini kurang panjang. ( Plis, ini udah 11 halaman dengan font Times New Roman 10.5 di ms. Word, tolong )

Saya berharap semoga kalian nggak bosan membaca fiksi ini.

Yaudah, itu aja. Saya nggak tau mau nulis apa lagi. ( ini aja udah bala banget ya )

Kritik dan saran?