time, in slow and silence

bleach © kubo tite
saya tidak mengambil keuntungan materiil dari fanfiksi ini


Bir favorit Masaki masih berjejer penuh di rak kulkas.

Isshin mengambil satu. Menutup pintu kulkas dengan kaki. Berdebam kencang hingga terdengar sampai pojok kamar mandi lantai dua.

Empat langkah kaki sudah dilalui Isshin dari kulkas dan rumahnya menyepi seiring waktu. Beberapa jam yang lalu, dapur rumah heboh dengan aksi Yuzu memasak makan malam untuk pertama kali. Mengagetkan sang ayah, tak menyangkah bahwa mungkin, Yuzu sudah kembali maju ke depan.

Rasa makan malam tadi lumayan. Ah, bukan lumayan. Luar biasa enak. Yuzu baru empat tahun dan bagaimana bisa Isshin tidak memuji kejeniusan putrinya ini? Karin bahkan terang-terangan menyatakan pendapat yang sama. Demikian juga Ichigo.

Untuk pertama kalinya, mereka tertawa dalam satu meja yang sama. Setelah dua minggu yang lalu kehilangan matahari mereka untuk selamanya.

Mereka, anak-anak yang Isshin sayangi lebih dari apapun, bergelung erat di kamar sang ayah dalam lelap. Hari ini adalah hari penuh kejutan, rupanya. Tak cukup dari Yuzu, ketiganya bersama-sama mengetuk pintu kamar utama, merengek untuk tidur bersama. Bagaimana bisa Isshin menolak?

Diraup ketiganya dalam peluk dan gendong. Yuzu memekik penuh tawa. Karin refleks memeluk leher setengah kencang. Ichigo menggeliat dan menimpuk kepala Pak Tua. Hebatnya, tak ada yang protes. Keempatnya bermain dan bercengkrama riang hingga kantuk menumpuk di pelupuk mata anak-anak. Setelah ketiga anak-anaknya memejamkan mata, saat itulah Isshin memutuskan untuk meninggalkan kamar.

Ketika sunyi datang, menghentikan waktu menuju posisi stagnan; Isshin membencinya.

Dia lebih menyukai hari-harinya berlalu dalam kecepatan cahaya, yang membuai dirinya hingga Isshin tak sadar bahwa waktu telah mengikis ketajaman dagunya. Atau, rambut Masaki yang menggantung jatuh sampai punggung. Juga, saat tiga buah hati telah hadir di kehidupannya.

Sesak. Rumah tempatnya bernaung terasa pepat. Isshin harus keluar dari sini.

Udara kering musim panas berhembus tanpa guna ke wajah. Tak semenyiksa yang dibayangkan. Isshin membiarkan kakinya melangkah tanpa arah. Hanya satu tujuan yang ingin dicapai: menikmati laju dunia tempatnya dan Masaki bertemu. Dunia yang terus maju ke depan, tak seperti tempatnya berasal.

Sekali lagi, ia dikagetkan kembali oleh jumlah keringat yang menetes dari pori-pori. Menyangka bahwa stok air tubuhnya telah habis dikuras air mata yang terbawa hujan bulan Juli.

Kakinya berhenti di sebuah minimarket 24 jam. Isshin disambut dengan sapuan angin AC dan ucapan selamat datang dari penjaga kasir setengah mengantuk. Mengacungkan telunjuk ke rak kaca dengan rokok-rokok berjejer di dalamnya. Isshin minta tiga plus pemantik api.

Meninggalkan minimarket, tangannya dengan ahli menyulut rokok pertama. Menghirup tembakau di dalamnya khidmat. Meresapi nikotin yang memenuhi paru-paru. Lalu rokok yang kedua, ketiga, hingga dua kotak rokok kosong hasil konsumsinya. Membuang keduanya di tong sampah dalam sekali lempar dengan akurasi shooter di permainan basket, Isshin memakukan mata pada horizon langit yang mulai terpecah lembar gelapnya.

Tubuh didudukkan di bangku Taman Kota Karakura. Kaki panjang digelar malas. Satu bungkus rokok yang belum dibuka ada di genggaman. Satu puntung masih tersisa di bibir Isshin, abu berjatuhan sehalus angin subuh menerpa.

Garis-garis cahaya mentari merobek gelap. Pecah dan perlahan membaur menjadi terang. Tanda nyata waktu akan terus berjalan. Tak menghirau bintang-bintang yang masih bergantung di sana, tertelan oleh masa.


note. arsip lama, ditulis entah kapan. kembalikan isshin ke manga plis