Warning : AU, Gaje, OOC, DON'T LIKE DON'T READ !
Yak, readers sekalian boleh membantai night karena seenaknya menerbitkan fic baru lagi sementara We're Marry Now dan Mademoiselle Sakura belum selesai. Mau bagaimana lagi, pas nginget-inget si Ryuk-nya Deathnote, yang ada night kepikiran, tuh malaikat kematian serem deh, apa nggak ada Shinigami khusus cinta? Maka muncullah ide fic genre romance-humor ini.
Yosh! Selamat membaca!
Summary : Sakura selalu mengeluh karena bakat melihat roh yang dimilikinya. Dia sangat sebal karena semua selalu berbisik-bisik tiap ia tanpa sadar ngobrol dengan hantu sekolahnya yang notabene seolah ia terlihat bicara sendiri. Dan saat batas kesabaran mencapai ubun-ubunnya, ia mengutuk kemampuannya sendiri. Lalu muncullah Dewa yang mengajukan syarat jika Sakura ingin kekuatannya hilang, ia harus membantu seorang malaikat junior yang super bodoh untuk mengemban tugas menyatukan cinta setiap pasangan.
DISCLAIMER : MASASHI KISHIMOTO-sensei
Sedikit Inspirasi dari Ryuk Deathnote, dan otak saya yang hobi berkhayal.
.
STUPID CUPID
.
"Selamat pagi, Sakura-chaaaan!" terdengar lengkingan suara pemuda super tampan dengan banyak piercing di wajahnya terutama dihidungnya yang mancung bak Miroslav Klose.
Sakura memasang muka suram dengan awan hitam melayang-layang di belakangnya. Bukannya Sakura tak normal karena menolak pesona pemuda di hadapannya, tapi mau bagaimana lagi. Ia lebih senang digoda Lee daripada Pein. Bukannya apa-apa, bukannya juga Sakura tak normal, tapi Sakura lebih senang digoda manusia seaneh Lee timbang digoda hantu sekalipun setampan Pein.
Langkah kaki gadis berambut merah muda itu terhenti tak jauh dari pintu gerbang sekolahnya. Sakura melirik jam tangannya. Masih ada waktu duapuluh menit sebelum bel pelajaran pertama dimulai. Sakura menarik napas sesaat. Menunggu cengiran 'hantu' tampan di hadapannya musnah.
"Sakura-chan, jangan memasang muka manyun di hadapanku begitu." rengek Pein.
Sakura menengok pelan ke kanan kiri. Sepertinya halaman sekolah agak sepi pagi ini. Yah, bukan hanya pagi ini sih. Sudah biasa melihat siswa-siswi sekolahnya datang mepet pada jam masuk sekolah. Yah, limabelas menit lagi mungkin halaman ini akan penuh oleh lalu lalang siswi.
"Ada apa, Pein?" tanya Sakura malas.
"Argh, bisakah kau panggil aku Pein-senpai? Aku kan kakak kelasmu!" desah Pein.
"Masalahnya aku sekarang sudah kelas dua, Pein," jawab Sakura, "dan kau mati saat kelas satu dua tahun lalu."
"Umurku kan lebih tua dibanding kau Sakura-chan, dan pasti aku sudah kelas tiga kalau masih hidup kan?" sanggah Pein.
"Oke, Pein-senpai, sesukamu sajalah." jawab Sakura kesal. Pagi ini ia benar-benar pusing setengah mati.
Pein tersenyum lembut, "Kau ada masalah, Sakura-chan?"
Sakura menengok sebentar. Biasanya sih Sakura langsung cerita pada hantu satu ini. Tapi masalahnya hampir setiap hari ia cerita dengan topik yang sama. Bukannya takut Pein akan bosan mendengar ceritanya, yang ada justru Sakura yang bosan bercerita.
"Berapa hantu yang sudah kau temui pagi ini?" tanya Pein sambil tersenyum jahil. Pintar benar hantu satu ini. Ia dengan cepat bisa membaca pikiran Sakura.
Sakura menghela napas panjang, "Hantu anak kecil perempuan dengan sedikit kulit terlihat melepuh di dekat jalanan rumah. Sepertinya korban kebakaran. Lalu hantu laki-laki tua di perempatan jalan dengan kaki yang terlihat patah. Mungkin itu hantu korban tabrak lari bulan lalu itu. Terakhir hantu yang… euh… tanpa bentuk yang muncul di jendela kereta yang kunaiki. Mungkin korban tertabrak kereta."
"Uuuh…" seru Pein jijik.
"Dan sekarang di depanku ada hantu korban kecelakaan!"
"Tapi kan aku tampan, Sakura-chan?"
Sakura sweatdrop sesaat, "Seka dulu darah yang membanjir di dahi dan pipimu, baru kau boleh bilang seperti itu, Pein-senpai!"
Pein dengan cepat menyeka bayangan darah yang mengalir di dahinya sampai ke dagunya. Tak sakit sih, tapi mengurangi porsi kegantengannya di mata Sakura. "Jadi kau marah karena itu?"
"Aku bukan marah, cuma pusing karena sarapan pagiku kumuntahkan semua begitu turun dari kereta. Kan kau tahu sendiri sebentar lagi pelajaran olahraga, dan sekarang perutku kosong, makanya itu, aku…" Sakura menoleh pada Pein yang terkikik pelan sambil memandang arah lain, "Pein…!" panggilnya.
Pein dengan cepat menoleh, "Maaf, Sakura-chan, tapi nampaknya mereka sedang berbisik tentang dirimu."
Sakura langsung melotot dan menoleh ke gerbang tak jauh dari tempatnya berdiri. Tuh kan. Ini dia resiko ngobrol dengan hantu satu ini. Suka lupa sendiri bahwa orang lain tak bisa melihat lawan bicaranya. Argh. Makin menumpuklah kekesalan Sakura pagi ini. Dan makin banyaklah orang yang menganggapnya gila karena suka berbicara sendirian.
"APA LIHAT-LIHAT?" teriak Sakura garang. Dua adik kelasnya itu dengan cepat langsung lari terbirit-birit menuju gedung sekolah sebelum amukan Sakura makin menjadi-jadi.
Pein menengok Sakura dengan pandangan takut-takut. Jujur saja, dalam keadaan seperti ini, Sakura justru terlihat lebih 'jahat' dibandingkan dengan hantu sungguhan seperti dirinya. "Sa-Sakura-chaan."
Sakura menengok dengan pandangan berapi-api, "Inilah makanya aku malas berbicara denganmu!"
Jawaban Sakura itu sukses membuat Pein nyengir. Kasihan sih. Tapi mau bagaimana lagi. Pein sebatang kara di dunia ini. Memang terkadang ia ngobrol dengan hantu lain di sekolah ini. Tapi ia senang sekali saat Sakura datang sebagai murid baru satu setengah tahun lalu. Takjub karena akhirnya ia bisa menemukan gadis yang memiliki 'bakat' untuk berkomunikasi dengan roh.
Dan Haruno Sakura, nama lengkap gadis itu tak punya pilihan lain selain menanggapinya. Mau diacuhkan? Yang ada Pein dan hantu lain kurang kerjaan di sekolahnya malah mengganggunya tiap saat. Itu menyebalkan.
"Sakura-chan!" teriak seorang gadis di belakangnya.
Sakura menengok pelan. Sudut bibirnya sedikit menyunggingkan senyum pada salah satu teman sekelasnya itu. Seorang gadis berambut pirang panjang yang dikuncir kuda bermata biru langit dan tubuh langsing. Menjadikannya sebagai gadis yang cukup digemari semua siswa laki-laki di sekolah penuh hantu ini. Beda dengan dirinya yang justru ditakuti semua siswa di sekolah –kecuali para hantu laki-laki tentunya- meskipun Sakura sebenarnya tak kalah cantik dibandingkan Yamanaka Ino. Tapi jika sekolah ini membuat angket tentang type gadis idaman, maka Sakura yakin, selain cantik, kriterianya adalah 'normal'. Sakura bukannya normal. Ia lebih cocok dibilang paranormal malah.
Ciit.
Sakura dan Ino menengok ke luar gerbang. Ini dia sahabat satunya lagi. Melenggok anggun tepat di belakang langkah kaki kakak sepupunya segera setelah turun dari mobil bak seorang Cinderella yang turun dari kereta labunya. The most wanted girl. Cantik. Kaya. Anggun. Pendiam. Misterius. Pandai menjahit. Pandai memasak. Cerdas. Kutu buku. Ramah. Rajin menabung. Baik hati. Suka menolong. Ekh.
"Hai, Hinata-chan!" sapa Ino ramah begitu gadis itu berjalan mendekat di tempatnya berdiri.
Hinata melambaikan tangan pada Hyuuga Neji, kakak sepupunya lalu ikut nimbrung bersama si pirang dan si pinkish. Hinata tersenyum ramah dengan sedikit garis rona di pipinya yang mampu membuat semua pemuda di sekolahnya nosebleed berat. Yah, lumayan menguntungkan kantin yang berjualan tissue-lah.
Sakura dan Ino membalas senyumannya tak kalah ramah. "K-kau sudah lama b-berdiri di sini, Sakura-chan?" tanya Hinata.
Sakura hanya tertegun sejenak lalu mengangguk pelan.
"Kau sakit, Sakura-chan?" tanya Ino cemas, "wajahmu pucat sekali."
Nah. Bagaimana kalau Sakura menceritakan bahwa ia habis memuntahkan seluruh isi perutnya karena melihat hantu di kereta yang dinaikinya? Pein yang hantu saja mengerjit jijik, apalagi Ino dan Hinata? Bisa-bisa Hinata pingsan di tempat bahkan sebelum Sakura selesai menceritakannya.
"Uuh… kenapa anginnya terasa dingin ya?"
Sakura tertegun sejenak. Benar saja dugaannya. Memang ini musim penghujan. Tapi seminggu ini hujan hanya mengalir tiap sore, bukan pagi hari. Malah pagi ini cahaya matahari lumayan menghangat. Ternyata oh ternyata, si hantu senpai mesum itu malah jongkok di dekat rok Hinata dan memandangi wajah Hinata dari bawah. Yah. Bahkan hantu bisa memilih mana wanita cantik rupanya.
Sakura dengan sigap menendang lutut Pein sehingga hantu itu jatuh terhuyung di lantai halaman. Sekedar informasi, Sakura bisa menyentuh hantu sesukanya sejak ulang tahunnya yang ke-13 tahun.
Sakura segera merengkuh bahu Hinata yang tangannya sibuk memegangi tengkuknya keran merinding. "Ayo, Hinata-chan, sepertinya banyak roh mesum di sini."
Ino langsung terkikik sementara Hinata bergidik ngeri. "Hantu yang mana lagi, Sakura-chan? Pasti Pein-san ya?"
Sakura hanya tersenyum malas. Yah. Setidaknya, dua sahabatnya ini tak keberatan dengan kemampuan langka yang dimiliki Sakura. Untunglah. Sekalipun ia dijauhi banyak siswa, setidaknya tidak dua gadis ini.
"M-memangnya tadi Pein-san di s-sampingku ya?" tanya Hinata gugup.
Err. Apa Sakura perlu mengatakan jujur bahwa Pein berjongkok di samping kakinya yang jenjang itu? Bisa pingsan seharian Hinata kalau Sakura menceritakannya. Huh, lebih baik menggeleng sajalah. Berbohong demi kebaikan boleh kan?
.
o.O.o.O.o.O.o.O.o.O.o.O
.
Bel pulang sekolah berdering nyaring melewati seluruh penjuru dan sudut sekolahnya. Dering nyaring itu langsung disambut penuh kelegaan banyak siswa yang ingin segera pulang ke rumah. Sakura memasukkan buku-buku tugas bahasa inggris miliknya ke dalam tas.
Sakura menghela napas perlahan. Begitu berat dan menyesakkan. Ia melirik pelan pada teman-temannya yang berkelompok dua-dua. Ah, ia harus mengajak siapa untuk jadi partner kelompoknya nanti? Ino dan Hinata yang sebangku sudah pasti sekelompok. Murid sisanya? Jangan tanya. Mendekat pada Sakura saja takut. Apalagi sekelompok dengannya?
Sakura melirik bangku kanannya yang kosong. Dua bulan lalu bangku itu masih terisi oleh seorang bocah bernama Kiba. Ia tak begitu takut pada Sakura karena pemuda itu mengaku ia juga bisa membau-i keberadaan 'makhluk' di sekitarnya. Masalahnya Kiba mendadak pindah sekolah. Katanya sih, setahun lagi Kiba akan kembali lagi ke sekolah itu. Terpaksa karena ia harus mengungsi setahun di Selandia Baru karena pekerjaan ayahnya. Yah. Menyedihkan.
Mendadak helaian-helaian setipis benang perlahan menyentuh tengkuk dan menjalar di bahunya. Hitam. Ini sih bukan helaian rambutnya. Sejak kapan warna rambutnya berwarna hitam? Sakura menengadahkan kepalanya pelan.
"ARGH!" teriaknya singkat, namun mampu membuat siswa seisi ruang kelasnya menoleh kaget.
Terpaksa Sakura memasang cengiran tanpa dosa dan tersenyum memberi tanda bahwa tak ada apa-apa. Setelah semua temannya berpaling dan suara bisikan menjadi hening karena mereka satu persatu meninggalkan kelas, Sakura menengadah lagi. Menatap sosok yang menempel di langit-langit. Sosok gelap melambai-lambai karena rambutnya yang sangat panjang tertiup angin dari luar jendela.
Sakura mendengus kesal lalu meraih untaian rambut hitam yang terjulur di bahunya lalu menarik –atau lebih tepat menjambak- rambut itu hingga si empunya terjatuh di meja Sakura.
"Sakit, Sakura-cha~n."
"Siapa suruh menakutiku?" dengus Sakura kesal, "lagipula hantu nggak merasakan sakit, Sasori-senpai!"
"Aku kan hanya bercanda…" jawab Sasori memasang tampang tanpa dosa seolah ia tak bersalah apa-apa.
"Ber-hen-ti ber-can-da a-la Sa-da-ko de-ngan ram-but bo-ne-ka-mu!" keluh Sakura pelan dengan nada penekanan kuat di tiap penggalan katanya.
Sasori hanya memasang tampang datar dan tersenyum penuh keterpaksaan. Cih. Senyumannya mirip Sai, anak kelas sebelah.
"Kau nggak apa, Sakura-chan?" tanya Ino cemas. Mungkin karena wajah Sakura terlihat pucat sesaat lalu memerah menahan kesal.
"T-tadi k-kau teriak Sakura-chan, a-ada apa?" tanya Hinata tak kalah cemas.
"Aku tadi melihat Sadako jadi-jadian di atas." jawab Sakura enteng sambil menunjuk langit-langit kelas sementara matanya masih memelototi Sasori yang duduk di mejanya. Tetap dengan wig bonekanya.
Kali ini justru yang pucat adalah wajah Hinata. Kulit wajahnya yang putih bersih itu makin terlihat seperti mayat. "S-S-Sa-Sadako?" tanya Hinata takut-takut. Ck. Keceplosan deh. Kalau diteruskan, dalam hitungan detik Hinata pasti benar-benar pingsan.
"Ha-ha-hah-ha." respon Sakura cepat dengan tawa kakunya.
Begitu juga Ino. Membantunya tertawa ala zombie agar Hinata tak bertanya lebih jauh dan mencairkan suasana ketakutan yang dirasakan Hinata, "Sakura-chan hanya bercanda, Hinata-chan."
Sakura hanya bisa manyun menanggapi pelototan mata Ino yang menyuruhnya berbohong lagi demi Hinata. Seolah matanya itu mengatakan, 'jangan diteruskan, kalau tidak, kita akan dihajar Neji karena membuat Hinata pingsan dengan cerita hantumu.'
Sakura tertawa kecil, "I-iya, Hinata-chan, tadi itu aku hanya ingin menggodamu kok."
Sedetik kemudian Hinata tersenyum lembut. Wajah pucatnya nampak kembali merona setelah mendengarnya. Lega mungkin. Ah, menyebalkan. Sakura melotot lagi pada Sasori, memberinya tanda agar hantu tampan itu menjauh dari jangkauan matanya.
Sakura menyeka keringatnya yang tanpa sadar muncul gara-gara dikagetkan Sasori tadi. Ia bangkit dari kursinya dan bersiap pulang. Ah, hari ini tetap sama menyebalkannya dengan hari-hari sebelumnya. Kapan hari-harinya akan berubah?
Begitu sampai di halaman, Hinata dengan cepat berlari-lari kecil menuju Neji yang berdiri di dekat mobil jemputannya. Sepertinya Neji sudah keluar kelas sejak tadi. Sakura menghela napas. Ia melirik pelan ke arah kanannya, dekat loker siswa. Seorang pemuda tampan melayangkan pandangannya pada Hinata yang sudah berlalu dan pelan-pelan masuk ke dalam mobil.
Sakura memiringkan kepalanya pelan. Lumayan bodoh juga ternyata Hinata. Masa pacarnya ditinggalkan begitu saja. Padahal biasanya untuk ukuran pasangan yang baru berpacaran sebulan, harusnya hubungan 'the best couple' ini terlihat romantis. Alih-alih romantis. Kaku sih iya.
Beda dengan Ino. Sahabat satunya ini 'high quality jomblo' sekolah ini. Available. Entahlah. Yang jelas daripada memikirkannya, Sakura memilih untuk menelan ludah. Ino menatapnya dengan muka horror. Ah, pasti marah gara-gara tadi.
"Sakura…"
Sakura nyengir tak jelas, "Maaf, Ino-chan, aku tadi keceplosan."
Ino menarik napas dalam-dalam lalu berbicara pelan, "Sakura-chan, aku sih nggak keberatan kau mengeluh soal hantu-hantu di sekolah ini karena aku antara percaya dan nggak. Tapi aku tahu kau nggak mungkin berbohong padaku."
"…" Sakura mengangguk setuju.
"Masalahnya, Hinata-chan itu penakut. Ia tak keberatan pada kekuatanmu itu, tapi sebisa mungkin jangan menyinggung hantu dengannya. Kau tahu sendiri kita pasti kerepotan kalau Hinata pingsan."
Sakura menunduk sebentar lalu mengangguk lemah, "Maaf, Ino-chan."
"Jangan diulangi lagi."
Sakura mengangguk lagi seperti orang bodoh.
"Ino!" panggil Deidara. Pemuda ceria yang juga sepupu Ino itu menghampiri Ino dengan motornya lalu melempar helm. Ino hanya tersenyum kecil lalu menepuk bahu Sakura pelan lalu berlalu dengan Deidara.
Sakura mendesah pelan. Kekuatan ini benar-benar merepotkannya.
"Hai, cenayang."
Sakura mengangkat wajahnya. Ia tak serta merta menoleh ke belakang. Ia kenal betul suara siapa ini. Suara pemuda sinting stoic berambut merah menyala yang senang sekali menyebutnya 'dukun'. Ah, entahlah.
"Kau pasti menakuti teman-temanmu dengan bercerita soal hantu lagi."
"Bukan urusanmu, Sabaku Gaara."
"Ck," Gaara tersenyum sinis sambil berjalan melewatinya, "kasihan."
Sakura terdiam sesaat lalu menatap punggung Gaara yang berjalan menjauhinya. Perlahan matanya terasa panas. Bahunya bergetar. Dasar bodoh. Ia benci pemuda sinting itu. Padahal saat SD dulu Sakura begitu mengaguminya. Tapi yang ada sejak kecil pula Gaara selalu mengolok-oloknya. Dan hebatnya, Gaara selalu saja satu sekolah dengannya sampai sekarang. Seolah makin menambah penderitaannya selama ini. Kekuatan sialan. Gaara sialan.
Sakura melangkahkan kakinya sebelum air matanya sempat jatuh. Ia berjalan tenang sambil mengatur napasnya karena dadanya terasa sesak. Ia terus berjalan menuju gerbang dan mengacuhkan bayangan tembus pandang Pein yang bersandar di batang pohon dekat gerbang sekolah. Yah, hantu satu itu pasti melihat semuanya tadi.
.
o.O.o.O.o.O.o.O.o.O.o.O
.
Jam lima sore. Nampaknya alam akhir-akhir ini selalu komitmen dengan jadwalnya. Air hujan terus mengguyur sesuka hati. Dan awan gelap terus melayang di langit sana. Sakura meraih payung hitam dan jemarinya mulai membuka kenop pintu rumahnya.
"Ibu… aku berangkat dulu!" teriaknya pada Tsunade.
Sakura melangkah pelan menutup pagar rendah rumahnya. Ia berjalan dengan hati-hati dan mulai menghindari genangan-genangan air. Sisanya ia terus menatap lurus ke jalanan depan, mengacuhkan berbagai roh yang ia temui di jalan. Kadang roh anak-anak kecil. Kadang juga wanita yang sedang hujan-hujan dengan rambut gelap yang menutupi seluruh bagian wajahnya. Ha~h. Bosan rasanya melihat hantu.
Tak jauh dari perempatan jalan, Sakura menghentikan langkahnya. Ia masuk ke dalam sebuah pertokoan kecil dan segera keluar lima menit kemudian. Bungkusan yang dibawakan Tsunade tadi nampaknya sudah hilang dari tangannya. Yah. Setiap awal minggu begini, Sakura terbiasa mengantarkan paket makanan untuk bibi pengasuhnya dulu dari ibunya. Maklum, Bibi Chiyo sudah tua. Jadi beliau sudah tidak bekerja pada keluarga Haruno dan memilih untuk membuka kedai kopi yang tenang di tengah komplek pertokoan tak jauh dari rumah Sakura.
Gadis cantik itu melangkah pelan keluar dari kedai. Matanya menangkap sosok yang biasa dilihatnya, terutama tadi pagi. Sosok kakek tua yang duduk di tepi perempatan. Tepat di bawah tiang lampu penanda lalu lintas. Ya, kakek korban tabrak lari.
Mendadak hantu pria tua itu menoleh padanya. Meski samar, tapi Sakura bisa merasakan hantu itu tersenyum getir padanya. Sakura menunduk sebentar lalu akhirnya langkah kakinya mendekat pada sosok tua itu. Ia kini berdiri tepat di depan hantu kakek itu. Sakura melirik bayangan kaki kakek yang patah itu lalu menatap lagi wajahnya. Ada sedikit jejak bayangan darah di sisi luar telinganya, namun kakek itu hanya tersenyum menatap Sakura yang masih memperhatikannya.
Sakura menghela napas, "Kakek baik-baik saja?" tanya Sakura pelan.
Hantu pria itu tersenyum lagi.
"Kakinya pasti sakit ya, Kek?"
"Sudah tidak berasa," jawab pria itu. Suaranya terdengar gemetar. Mungkin faktor usia, "kau gadis yang istimewa ya? Bisa melihatku…"
"Saya sih nggak senang jadi istimewa, Kek, banyak yang bilang saya freak."
Hantu pria tua itu malah tersenyum mendengarnya, "Kau tidak takut?"
Sakura mengangguk pelan, "Takut sih, tapi sudah terbiasa sejak kecil, dan lagi…" Sakura tersenyum, "kakek hantu yang ramah sih."
.
o.O.o.O.o.O.o.O.o.O.o.O
.
Lampu merah menyala.
Beberapa pengendara kendaraan bermotor menghentikan laju kendaraannya di perempatan sepi itu. Pasti gara-gara hujan deras ini. Beberapa orang terlihat memandangi Sakura di tepi jalan. Terang saja. Gadis itu terlihat seperti gadis kurang waras yang berbicara sendiri sambil tersenyum lembut.
Seorang pemuda pengendara motor menatapnya seksama. Entah kenapa, tapi pemuda itu tak menganggapnya seratus persen tak waras. Ia merasa gerak Sakura terlihat nyata. Tangannya benar-benar seolah seperti menggenggam sesuatu sungguhan –yang sebenarnya Sakura sedang menggenggam tangan hantu kakek-.
Klik.
Lampu hijau menyala. Beberapa pengendara mulai melajukan kendaraannya, termasuk pemuda itu.
Ciiit.
Subuah dencitan mobil box yang menerobos lampu merah dari sisi lain terlihat mengerem mendadak. Namun terlihat sekali sang sopir tak bisa melawan licinnya jalanan. Dan…
BRAKK.
Sebuah kecelakaan keras melibatkan beberapa kendaraan. Sebuah motor terpental jauh.
Sakura menoleh ngeri. Sebuah kecelakaan terlihat di depan matanya. Ia serta merta melangkah mundur. Ketakutan. Dan juga tak mau melihat proses roh lepas dari tubuhnya. Sakura berbalik dan langsung berlari menjauh, meninggalkan hantu kakek yang masih memperhatikan kecelakaan di tengah perempatan.
Sakura terus berlari. Meninggalkan payungnya yang sewarna dengan bulu gagak lalu berlari kencang hujan-hujanan. Tak lama kemudian ia terlihat ngos-ngosan mengatur napasnya lalu menepi ke sebuah bangunan tak terpakai di dekat lapangan. Menghindar dari air hujan yang terasa menusuk kulitnya bagaikan ribuan paku dan pisau.
Sakura mengangkat wajahnya. Kedua tangannya memeluk lengannya yang kedinginan. Ia dapat melihat beberapa roh melewatinya dan beberapa diantaranya sempat menatap Sakura lalu berlalu ke arah yang ditinggalkan Sakura. Mungkin tertarik melihat kecelakaan di ujung sana.
Beberapa hantu menatapnya dengan pandangan aneh. Tidak manusia, tidak hantu, semua sama. Menatapnya seolah ia makhluk aneh.
Tes. Sebutir air mata menetes di pipi merona gadis itu. Tangannya yang tadi memegangi lengannya kini beringsut naik ke helaian rambutnya. Mencengkeramnya erat seolah ia ketakutan pada kekuatannya sekaligus marah yang teramat sangat. Ia membungkuk pelan sambil membiarkan air matanya mengalir dan menetes jatuh seolah itu juga se-elemen dengan hujan. Sakura menarik napas panjang.
"KAMI-SAMA! KENAPA AKU PUNYA KEKUATAN ANEH INI? AKU BENCI KEKUATAN INI! AKU BENCI! HILANGKAN! HILANGKAN SEKARANG!" teriaknya kesetanan.
CTARR.
Suara kilat putih diikuti guntur yang memekakkan telinga ikut menghiasi teriakan Sakura barusan.
.
o.O.o.O.o.O.o.O.o.O.o.O
.
"Hei, Pemalas! Buka matamu!"
Sesosok bayangan cerah membuka matanya pelan. Begitu sadar, ia buru-buru duduk. Matanya lalu menangkap sosok bayangan lain di hadapannya.
"Di mana ini?"
Bayangan samar di hadapannya terlihat sibuk membuka catatan di tangannya, "Err… di sini namamu tertulis Naruto."
"Naruto?" tanya pemuda itu kebingungan, "Ah, kepalaku sakit sekali…"
"Oke Naruto, kau punya tugas!"
"S-siapa sebenarnya kau? Terus… tugas apa maksudmu?"
"Kau adalah malaikat junior. Ingatanmu masih kosong. Tidak perlu memikirkan apa-apa, yang jelas namamu adalah Naruto dan ikuti bayangan seniormu di sana itu!"
"M-malaikat?" tanya Naruto kebingungan. Ia menengadah namun bayangan di depannya sudah menghilang. Ia celingukan kanan kiri dan mendapati bayangan lain tak jauh dari tempatnya berdiri. Mau tak mau ia menghampiri dan mengikutinya. "Hei!"
"Naruto! ikuti aku!" kata bayangan malaikat di depannya sambil mulai mengepakkan sayapnya.
.
o.O.o.O.o.O.o.O.o.O.o.O
.
"Kyaaaaa!" teriak Sakura keras saat mendadak suara kilat bertubi-tubi memekakkan telinganya tak lama setelah ia mengutuk kekuatannya tadi. Lututnya terasa gemetaran. Baru setelah suara kilat terhenti, ia mulai mengangkat wajahnya.
Saat itulah sesosok bening berdiri tepat di hadapannya. Menatapnya dengan pandangan kosong dengan kedua tangan bersilang di depan dadanya. Sakura terdiam sesaat. Hantukah? Bukan. Dia bukan hantu. Wajahnya terlalu cerah untuk seorang hantu, dan lagi…. Sayap? Malaikat?
"S-siapa Kau!"
Sosok di hadapannya mulai tersenyum padanya, "Namaku Tobi. Aku malaikat yang diutus untuk menjawab keinginanmu."
"K-keinginan?" Sakura masih gemetaran. Seingatnya ia masih hidup. Tapi kenapa malah ada malaikat di hadapannya? "keinginan apa?"
"Ha~h," sosok malaikat itu menggelengkan kepalanya, "kau kan tadi teriak-teriak seperti orang tidak waras dan meminta kekuatanmu dihilangkan? Bos-ku menyuruhku untuk menemuimu."
"A-apa?"
"Permintaanmu dikabulkan!"
Tertegun sesaat, lalu gadis itu terlihat sumringah, "Benarkah?"
"Ya, tapi ada syaratnya."
"S-syarat?"
Tobi mengangguk dan nyengir pada Sakura yang kebingungan. Lalu malaikat senior itu mengangkat tangannya dan telunjuknya menunjuk sesuatu ke langit. Kontan saja perlahan Sakura menengadahkan kepalanya. Matanya mendadak melotot menyadari sesuatu meluncur ke arahnya.
"AWASSS!"
"KYAAAA!"
BRUKK.
Tobi terkikik jahil melihat pemandangan di hadapannya. Juniornya yang baru ternyata bodoh sekali dalam hal terbang. Bahkan mendaratpun bisa menjatuhi klien-nya.
Sakura membuka matanya pelan. Sesosok bayangan putih menindihnya sambil memegangi kepalanya.
Sakura memandanginya sebentar lalu berteriak kesetanan lagi, "MENYINGKIR DARI ATASKU!" teriaknya kesal sambil memukul kepala bayangan di hadapannya.
Naruto mundur ketakutan dengan kekuatan monster gadis di hadapannya. Sementara Sakura perlahan bangkit dan menuding-nuding Tobi yang telat memperingatkannya. "Apa maksudnya ini?"
Tobi tertawa nyaring, "Inilah syaratnya."
Sakura dan Naruto saling berpandangan sebentar lalu mengalihkan tatapannya pada Tobi yang bersikap santai.
"Kalau kau ingin kekuatanmu hilang, kau harus membantu malaikat satu ini untuk menjalankan tugasnya."
"Tugas apa?" tanya Naruto penasaran.
"Tu-tunggu! Kanapa aku yang manusia malah disuruh membantu kerjaan malaikat?" protes Sakura.
Tobi terlihat manyun. Dua orang di hadapannya ini benar-benar bawel. "Nggak mau ya sudah!" ungkapnya sambil melengos.
Sakura yang kebingungan langsung menahan langkah Tobi, "O-oke! Oke! Asal kekuatanku hilang aku mau! Apa tugasnya?"
Tobi menyeringai senang. Ia meraih pundak Naruto dan mendorong pemuda itu ke tubuh Sakura hingga keduanya bertabrakan.
"Kalian berdua berpartner. Akhir-akhir ini banyak kejadian karena manusia-manusia bodoh frustasi karena masalah cinta. Banyak penculikan. Pemerkosaan. Kejadian bunuh diri. Semuanya karena cinta."
Sakura dan Naruto melongo mendengar penjelasan Tobi.
"Kalian harus menyatukan pasangan-pasangan yang hubungannya tersendat agar mereka bahagia," jelas Tobi, "sebanyak mungkin."
"Apa?" tanya Naruto kebingungan.
"Tunggu! Kau bilang 'sebanyak mungkin'? bisa-bisa seumur hidup!" protes Sakura.
Tobi menggeleng yakin, "Tenang, aku menjaminnya, akan ada saat dimana tugas kalian berakhir. Dimana klien terakhir dalam daftar takdir yang kupegang, mengalami masa percintaan terburuknya. Percayalah padaku."
"T-tapi-"
Splash. Tobi menghilang seperti kabut bahkan sebelum Sakura meneruskan protesnya.
Sakura memandang kabut bekas Tobi menghilang dengan pandangan stress. Ia lalu melirik malaikat bodoh yang memeriksa sayap di punggungnya yang acak-acakan saat jatuh tadi.
"Jadi…" Sakura memulai pembicaraan, "tugas seperti ini, kau pernah berhasil menjalankannya berapa kali?"
Naruto menoleh, "Ah, maaf ya tadi aku menabrakmu, Tobi-san nggak mengajarkanku cara terbang yang benar."
"Jawab pertanyaanku!"
Naruto tersenyum ketakutan sambil menggaruk belakang kepalanya, "Be-belum pernah. Ini tugas pertamaku."
"Apa?"
"Tadi saat aku membuka mata, seorang malaikat bilang ini tugas pertamaku sebagai malaikat."
"Siapa namamu?"
"Naruto."
Sakura terdiam sesaat sambil memperhatikan Naruto dari atas sampai bawah, "Kau malaikat baru? Apa kau dulu manusia?"
"Entahlah, aku hanya diberi tahu kalau memoriku masih kosong," jelas Naruto, "sebaiknya kita ke rumahmu, langit mulai gelap, err-"
"Sakura, panggil Sakura saja."
"Oke, Sakura-chan."
Alis Sakura berkerut. Heran melihat malaikat sok akrab di depannya.
Naruto terdiam sesaat. Diam-diam ia mengagumi sosok partner yang dipilihkan untuknya. Gadis yang cantik meskipun galak. Matanya lalu turun ke bawah. Menyusuri lekuk tubuh Sakura yang basah kuyup. Hujan sudah tak menggila seperti tadi. Saat ini hanya tersisa gerimis menyambut petang hari.
Sakura yang merasa aneh ikut menatap tubuhnya. Samar memang, tapi matanya menangkap jelas tubuhnya tercetak jelas. Underwearnya bahkan terlihat jelas karena pakaian putih yang dikenakannya melekat di badannya.
Wajah Sakura dengan cepat berubah memerah. Dengan sigap ia memukul-mukul Naruto, "Lihat apa kau, Hah! Dasar malaikat mesum!"
Naruto terlihat kewalahan menghindari serangan Sakura, "M-maaf, aku nggak sengaja!"
"Kau kan malaikat! Kenapa bertingkah seperti manusia?"
Naruto tersenyum nyengir sementara Sakura sibuk menutupi tubuhnya dengan tangannya dan berjalan cepat menuju rumahnya.
"Entahlah, kenapa hawa nafsuku masih ada ya?"
"Ha~h, aku makin yakin kalau kau dulu itu manusia! Manusia yang mesum!"
.
o.O.o.O.o.O.o.O.o.O.o.O
.
Sakura melangkah keluar dari kamar mandi dengan handuk di kepalanya, mencoba untuk mengeringkan rambutnya yang basah. Sementara itu Naruto duduk manis seperti anak kucing di atas tempat tidur. Memperhatikan Sakura yang baru selesai mandi dengan mengenakan kaos oranye bergambar jeruk dan celana putih selutut. Cantik sekali.
Sakura membuka lemarinya yang cukup besar, tempat menyimpan futon dan selimut tebal. Ia lalu menoleh pada Naruto yang masih sibuk menatapnya kagum. "Kau tidur di dalam sini!"
Naruto menghentikan lamunannya. Matanya tertuju pada sisi lain lemari tempat tumpukan futon lalu merinding sendiri. "Hei! Kau pikir aku Doraemon! Aku nggak mau tidur di lemari!"
Sakura memandangnya dengan pandangan horror. "Lalu maumu kau tidur dimana?"
Naruto langsung berguling-guling di atas kasur. Tentu saja Sakura tahu apa maksudnya. Enak saja, meskipun dia malaikat, Sakura nggak mau tidur seranjang, apalagi dengan malaikat mesum macam Naruto. Dengan sigap Sakura naik ke atas kasur dan menendang Naruto hingga malaikat itu terguling jatuh di atas karpet di samping ranjangnya.
"Adu~h."
"Kau tidur di bawah!" teriaknya.
Naruto menatap Sakura sesaat, "Aku heran, kalau kau teriak-teriak, bukannya orang tuamu nanti curiga?"
"Orang tuaku tahu kekuatanku. Ini turunan dari nenekku yang seorang peramal. Kakek Fukasaku pernah bercerita saat aku masih kecil."
"Lalu?"
"Jadi keluargaku it-"
"Sakura-chan?"
"Hatchiii…" Sakura bersin keras. Wajahnya memerah.
Naruto dengan sigap mendekat pada partnernya lalu menyentuh dahinya, "Wah, kau flu!"
Sakura segera menepis tangan Naruto, "Kau itu malaikat aneh, tahu soal flu, tahu soal anime Doraemon."
Naruto terkikik senang, "Soalnya kan kau tadi bilang mungkin aku dulu manusia, hehehehe."
"…" Sakura terdiam memandangnya.
"Tidurlah, besok kita harus mulai melaksanakan tugas kita. Kita mulai di sekolahmu, pasti banyak siswa-siswi yang butuh bantuan kita."
Sakura mengangguk tenang. Ia beringsut di atas ranjang dan mulai memejamkan matanya. Naruto dengan santai menarik selimut sampai menutup tubuh gadis itu lalu turun ke karpet dan beristirahat.
Sakura terdiam sesaat. Ia mencoba memikirkan tugas barunya. Jadi cupid ya? Yang benar saja. Malaikat bernama Naruto ini belum punya pengalaman. Dirinya? Kisah cintanya dengan Gaara saja awut-awutan.
.
o.O.o.O.o.O.o.O.o.O.o.O
.
"Gyaa… gerbangnya mau ditutup!" teriak Sakura sambil terus berlari. "Kenapa kau tadi nggak membangunkanku sih!" keluh Sakura pada sosok malaikat yang melayang di sampingnya. Siapa lagi kalau bukan Naruto?
"Ya, habisnya semalam kan kau sakit, aku nggak tega membangunkanmu."
"Jadi kau tega aku terlambat masuk sekolah?" keluhnya kesal.
Naruto dengan cepat berlari terbang dan menahan dorongan pak satpam Kakuzu yang mendorong gerbang sekolah. "Cepat, Sakura-chan!"
Sakura tersenyum nyengir lalu mempercepat langkah larinya sampai ia berhasil melewati gerbang dengan selamat sehat sentosa. "Yes!" teriaknya senang disambut gemuruh tepuk tangan Pein dan Sasori serta beberapa hantu lain di sekolahnya tak jauh dari gerbang.
Sakura tersenyum lega sambil berlari ke kelas. Naruto dengan cepat terbang mengejarnya. Pein dan Sasori tentu bisa melihat Naruto, begitu juga sebaliknya. Tapi keduanya tak ambil pusing, yang penting Sakura tak se-lesu biasanya.
Brak.
Sakura membuka pintu kelasnya dengan semangat tinggi. Ia tertawa senang karena Guy-sensei belum muncul di kelasnya. Bagus!
Sakura melangkah pelan ke arah kursinya. Mendadak wajahnya terlihat bingung. Ia mendekat pada Ino yang terlihat tak kalah bingungnya. Sakura melempar pandangan pada sahabat satunya di samping Ino yang menenggelamkan wajahnya di atas meja. Bahunya terlihat gemetar.
"I-Ino-chan?" tanya Sakura pelan.
Ino bangkit dari kursinya lalu berbisik pada Sakura, "Si hantu kutub itu mendadak minta 'break' sementara pada hubungannya dengan Hinata-chan."
"Apa?" tanya Sakura tak percaya.
"Iya, tadi pagi di lorong mendadak ia bilang pada Hinata, kalau ia merasa hubungan mereka aneh. Dan mendadak ia minta break. Bagaimana ini?" tanya Ino kebingungan.
Sakura melongo sesaat. Ia lalu menoleh pada Naruto yang ada di belakangnya. Pemuda itu tersenyum sesaat, "Masalah cinta ya?" tanya Naruto sambil nyengir.
Sakura mengangguk mantap lalu berbisik pelan, "Klien pertama kita…"
"… Hyuuga Hinata dan Uchiha Sasuke…"
TBC
.
o.O.o.O.o.O.o.O.o.O.o.O
.
At the backstage
TOBI : Wah, aku jadi malaikat senior!
SASORI : Aku jadi hantu…
PEIN : Entah kenapa karakterku OOC sekali
NIGHT : Hahahaha, soalnya sering sekali di fic, Pein-kun dapat peran mesum, hahahaha *ditampar Pein*
SASORI : Semua anggota Akatsuki jadi roh semua, hiks…
NIGHT : Kata siapa, Deidara jadi siswa kan?
DEIDARA : Benar, un! Jadi siapa nanti pair-ku, un?
NIGHT : Rahasia!
SASUKE : Ternyata yang ngelihatin Hinata di loker pas pulang sekolah itu aku?
NARUTO : Ya, setidaknya peran pihak ketiganya bukan untukmu, tapi Gaara
SAKURA : Yah, peranku menyukai Gaara ya… rasanya aneh…
GAARA : Protes saja pada authornya.
NIGHT : Sudahlah, silakan kalian tebak sendiri siapa pair-pairnya, hm,Whateper-lah, oke anak-anak, waktunya…
ALL CHARA : REVIEW ya…!
.
o.O.o.O.o.O.o.O.o.O.o.O
.
Yeah, chapter perdana STUPID CUPID publish juga! Panjang sekali ya… maafin saya, hahahaha…
Fic satu ini genrenya romance dengan sedikit humor dan horror. Moga ada yang bisa nebak endingnya. Hahahaha. IDE PASARAN? Saya nyadar kok. Hahahaha. Naru emank awalnya manusia kok. Tadi dia juga muncul sebentar kan sebagai manusia. Hayo… inget gak yang mana?
CHAPTER DEPAN : Project pertama. Klien : SASUHINA.
Oke, night mohon…
.
R E V I E W
I
I
V
