Apa jadinya jika sang ratu gosip, malah digosipkan?
.
.
#
.
.
Queen of Gossip
©Hyuuga EtaMita-chan
.
-o0o-
.
Naruto
©Kishimoto Masashi
.
.
#
.
.
Ah, mungkin… berakhir dengan kegilaan tanpa garis finish?
***…o0o…***
Berita utama di surat kabar hari ini adalah:
MANAGER DARI AKTRIS CANTIK HARUNO SAKURA, UZUMAKI KARIN(1)
TERNYATA PERNAH DISIKSA oleh HARUNO SAKURA?
Berita khusus yang tengah merebak di kalangan masyarakat.
Haruno Sakura, yang dituduh sebagai tersangka dalam berita-tak-jelas di surat kabar yang tak mau bertanggung jawab, mengerutkan kening dengan ekspresi marah. Jelas saja. Hanya dengan sebuah judul di surat kabar yang tidak dapat dipercaya, yang akhir kalimatnya masih disertai tanda tanya, namanya sebagai aktris muda berbakat yang tahun lalu mendapatkan gelar sebagai Aktris Film Romansa Terbaik dalam kategori pendatang baru, buyar sudah.
Jika berita itu dibenarkan dan dipercayai oleh masyarakat, maka kariernya akan benar-benar terserempet api yang sungguh-sungguh mematikan.
Dan ia akan punya nama buruk di dunia sosial.
Sial.
"Siapa, sih," aktris muda yang berusaha menahan kemarahan hanya untuk membuktikan bahwa berita yang menjelek-jelekkan namanya itu salah, berkata dengan nafas pendek-pendek yang tajam dan mata membelalak, "yang menyebarkan berita fenomenal tentang aku, telah menyiksa managerku sendiri?"
Karin, yang dijadikan korban dalam kasus kesalahpahaman itu, hanya bisa tersenyum gugup. Kalau berita yang merebak di kalangan masyarakat itu tidak segera dibereskan, ia benar-benar akan disiksa oleh Haruno Sakura.
"Uh, mungkin… musuhmu?"
Sakura mendelik.
Bisa dibilang, musuh dari Haruno Sakura jumlahnya ada ribuan. Anti-fans-nya juga tidak bisa dibilang sedikit. Belum lagi beberapa teman masa sekolahnya yang tidak pernah suka kalau dia jadi populer. Dulu Sakura yang hanya populer di sekolah sebagai Ketua OSIS saja dimusuhi, apalagi setelah jadi aktris tenar yang banyak diberitakan media seperti ini?
Dan lebih parahnya lagi, Uzumaki Karin—dulu—adalah salah satu dari kumpulan idiot yang pernah membencinya di sekolah.
Sekarang, sih, tidak.
Tapi dengan berita menggemparkan yang sedang dimuat di halaman depan surat kabar…
"Karin, hapus semua informasi mengenai masa sekolahmu."
Wajah Karin kosong. "Ap—?"
"Well, kalau mereka mengetahui fakta bahwa kau dulu itu sangat membenciku, berita yang sedang tayang di televisi dan dimuat sebagai headline surat kabar ini akan dinyatakan benar, dan ya, tamat sudah karierku sedangkan kau bisa dapat bintang film lain sebagai klien," Sakura melemparkan surat kabar di tangannya, kesal. "Hapus semua informasi tentangmu! Bungkam mulut teman-temanmu, dan—"
"T-tunggu dulu, Sakura."
Mata Sakura menyipit. "Apa lagi? Aku tidak bisa menunggu! Aku tidak mau karierku berakhir sampai disini, sementara film No Other for Sakura bahkan belum ditayangkan—hiks."
"Yeah, mungkin tindakanmu untuk menghapus masa sekolahku itu masuk akal tapi," Karin terdiam sejenak, menyusun kata-kata, "tapi bukankah itu hanya memperburuk suasana keruh tidak menyenangkan penuh tanda tanya ini?"
Sayangnya, saat ini otak Sakura sedang kesulitan mempercepat proses penerimaan informasi.
"Jelaskan."
"Oke. Begini." Karin menarik nafas panjang. "Hn, kalau ketahuan aku sedang menghapus informasi sekolah dan membungkam teman-temanmu, pendapat publik sudah bisa dipastikan—Haruno Sakura memang menyiksa manajernya, sedangkan kalau tidak ketahuan akan mencurigakan jika tiba-tiba semua masa laluku lenyap dan karierku sebagai manager akan—"
"Oke. Oke. Aku ngerti."
Paling tidak sekarang dia ngerti.
Tapi mengerti, samasekali tidak bisa menjernihkan suasana keruh ini.
Aktris muda yang sedang ditimpa bencana di dalam dunia selebritis yang harusnya gemilang, menundukkan kepala dan memejamkan mata rapat-rapat, menahan keinginan untuk menangis menjerit dan menyalahkan siapapun yang sudah membuatnya berakhir seperti ini. Berita mengesalkan itu darimana, sih, asalnya?
Eh?
Tunggu dulu.
Berita.
Berita menyebalkan itu… sumbernya dari?
Gotcha.
"Karin, hubungi Ino."
"H-hah?"
"Hubungi Yamanaka Ino, kubilang! Pasti dia. Pasti dia!"
Karin bengong. "P-pasti apa—?"
Berikutnya, Karin mungkin harus mengumpulkan sedikit demi sedikit gajinya sebagai manager untuk membelikan ponsel baru karena Sakura meretakkan satu sisi handphone Blackberry-nya.
.
-o0o-
.
Dalam sepuluh menit, setelah mendapatkan informasi bahwa di hari Minggu yang besar karena adanya berita tak jelas yang muncul di surat kabar, Haruno Sakura sudah mencapai kamar apartemen Yamanaka Ino, mendobrak pintunya tanpa peduli pada lirikan heran dari penghuni apartemen lainnya yang sibuk menerka siapa pemilik rambut warna pink mencolok yang tidak bisa ditutupi oleh syal yang menciptakan bayangan gelap menutupi ekspresi wajah, yang sekarang ini sedang berdiri di depan pintu apartemen seseorang, menggedor-gedor daun pintu dengan bahasa tubuh marah, dan tak ragu lagi—setelah sang pemilik tak juga menunjukkan reaksi—mendobrak pintu yang sebenarnya samasekali tak dikunci.
Sekarang, Sakura sudah menemukan korban dari kemarahannya.
"Ino." Desisnya, menatap gadis berambut pirang yang masih nyaman duduk di sofa ruang santai, menonton drama yang disajikan layar televisi. "Kau mati."
Karin memperdengarkan jeritan tertahan yang ngeri.
Ino, gadis berambut pirang yang masih mengenakan piyama meskipun saat ini sudah hampir pukul sepuluh pagi, menoleh dari balik sofa nyamannya. Ditatapnya pengunjung yang tadi masih sempat meneleponnya sebelum datang menghancurkan masa liburan berharganya.
Well, sebagai artis, liburan sehari seperti ini seharusnya dinikmati. Bukan digunakan untuk memulai perang penuh intrik.
"Hai, Ra." Sapanya, berlagak tidak melihat ekspresi membunuh di mata sahabat lamanya. "Kau mau keripik kentang? Aku baru beli kemarin. Managerku beli yang rasa kaldu—aku tidak begitu suka, tapi karena hari ini aku tidak diet, jadi kunikmati saja." Lalu ekspresinya berubah; sedikit. "Eh, ngomong-ngomong, kau jadi seram lho, pakai syal menutupi wajah begitu."
Geram?
Jelas.
Mungkin ini waktu yang tepat untuk menghancurkan Yamanaka Ino.
"Hai, Ino." Sakura sok bermanis-manis, "kau sudah baca koran terbaru hari ini belum? Ada berita mencengangkan yang jadi headline, lho, dan sangat-amat-sangat mengganggu."
Ino mengangkat sebelah alis. "Berita?"
Ia bangun pukul tujuh tadi pagi, dan belum menyentuh koran yang diletakkan di depan pintu kamarnya. Tidak mau. Lagipula sekarang ini pasti sudah jadi serpihan karena ia sempat melihat Sakura mengumbar emosi di depan pintu apartemennya.
"Yeah, berita." Temannya yang berambut pink mengiyakan.
"Ng, belum. Aku belum membuka pintu sejak tadi pagi," lagipula Ino berpikir, ia ingin menikmati liburan langkanya ini dengan seharian bersantai di rumah. Managernya langsung terbang ke Hokkaido begitu tahu Ino tak punya jadwal pekerjaan apa-apa hari ini, dan meskipun nanti ada kontrak mendadak, mereka bisa menolaknya dengan alasan ada keperluan. Lagian, memangnya Ino bisa mengurus kontrak tanpa managernya? Paling tidak, ia butuh menghubungi managernya sebelum menyetujui isi kontrak.
Dan sejak kemarin malam, Shion tidak bisa dihubungi.
Balik ke cerita.
Ino menatap Sakura yang masih berdiri di ambang pintu ruang santai, sepertinya sudah siap mencabik-cabik sofa yang diduduki mantan teman baiknya. "Uh, Sakura…? Memang ada apa dengan headline hari ini?"
Sakura melempar koran miliknya ke wajah Ino.
Temannya yang berambut pirang itu menangkapnya dengan segan, melirik foto besar Haruno Sakura yang terpampang di halaman depan, kemudian membaca baris-baris judul dengan font size raksasa lamat-lamat. Berhenti, membelalakkan mata, kemudian mengulang membaca dengan lebih lambat lagi.
Kemudian menoleh kepada Sakura, melontarkan pertanyaan polos, yang tak perlu ditebak lagi, mampu membuat si aktris pendatang baru terbaik langsung mengumbar kembali emosi, "Eh, Ra, ternyata kamu sadis, ya? Masa menyiksa Karin dan memberitahukan ke publik, sih?"
Brakk.
Ino, sepertinya kau bakal butuh vas bunga baru sebagai pengganti dari vas bunga yang dihancurkan Sakura dengan satu tekanan.
"Oh… aku sadis?" desis Sakura, maju selangkah demi selangkah mendekati Ino, yang menelan ludah dan tanpa sadar bergerak mundur. "Iya, ya. Kalau aku bisa menyiksa Karin dan memberitahu publik," ia tersenyum—mengerikan!, "pastinya nggak akan sulit untuk menyiksamu sampai hancur berkeping-keping, ya…?"
Bener, deh, Sakura itu serem.
"A-apa maksudmu, Sakura?" Ino tertawa, tapi dipaksakan. "K-kenapa menyiksaku? A-aku kan—"
Berakhir sudah.
Masa-masa kesabaran Sakura sudah sampai di akhir batas.
"Kamu kan, yang nyebarin berita soal aku menyiksa managerku sendiri?"
Ino membelalak. "Ap—?"
"Kamu kan, yang memberitakan berita itu ke publik?"
"Karin…! Bantuin ak—"
"Kamu kan, yang niat menghancurkan karier aku dengan menyebarkan berita yang tidak benar ke masyarakat dan anti-fansku?"
"Ra, aku…—ugh!"
Sakura tersenyum sinis. "Nggak perlu susah payah, kok, manis. Nanti lehermu juga akan aku lepaskan, tenang saja."
Usai berkata seperti itu, Sakura melepaskan tekanannya pada leher Ino.
"Dengan syarat, kamu ngaku."
"S-soal apa?"
Ino beneran nggak bisa bernafas. Percaya, deh, tenaga Sakura waktu sedang marah itu puluhan kali lipat lebih kuat dari laki-laki yang sedang mood untuk berkelahi. Jangankan mengalahkan Ino yang akhir-akhir ini malas ikutan latihan karate. Dengan kekuatan sebesar itu, Ino percaya pada Sakura bisa melemparkan Rikiya Gaou2 ke udara—sumpah!
Sakura memicing licik, "Soal kamu yang sudah memfitnah aku."
Mata mengerjap.
Semua orang pasti tahu kalau mata mengerjap itu bisa berarti dengan kata hah? yang berarti Ino butuh lebih banyak penjelasan untuk memahami apa yang sedang Haruno galak itu bicarakan.
Karin masih bersembunyi di sudut ruangan.
"Ra, serius, deh. Kenapa kamu langsung mengambil kesimpulan kalau aku, teman baikmu, adalah orang yang memfitnahmu?" Ino bertanya, melupakan insiden dimana ia nyaris mati di bawah tekanan Haruno Sakura. "Pikir dengan logika, beib."
Sakura semakin memicingkan mata.
"Aku sudah mikir dengan logika, kok," ungkapnya dingin, "dan jawaban dari logikaku cuma satu; Yamanaka Ino." Kalimat berikutnya akan menjelaskan kasus menyedihkan ini. "Soalnya orang yang dekat denganku dan punya kebiasaan menggosip tidak jelas, hanya Ino seorang. Kamu kan, orang yang suka sama gosip dan hobi bergosip. Jadi lebih banyak kemungkinan benar kalau aku bilang, Yamanaka Ino yang sudah memfitnahku dalam kasus ini."
"Uh?"
Sakura menendang pecahan vas bunga terbesar di dekat kakinya, langsung melontarkan kepingan itu ke dinding dan menghancurkannya. "Jadi, well, cepat ngaku."
Ino menarik nafas panjang.
Nggak ada gunanya menghindar lagi. Toh, fakta sudah ada di depan mata. Buktinya juga akan keluar dari mulutnya sebentar lagi.
"Oke, aku ngaku."
Cukup kalimat itu saja sudah cukup untuk membuat Ino berakhir di rumah sakit sedetik kemudian.
.
-o0o-
.
Mari kita urai satu-persatu.
Kebenaran sudah jelas terungkap. Di depan fakta, jelas kita tidak bisa melakukan apa-apa untuk menghindar. Begitu juga Ino. Di hadapannya sudah ada fakta, diagnosa yang tak terbantahkan, dan ancaman dari Haruno Sakura yang menakutkan. Mau lari? Satu-satunya masalah hanyalah apa yang bisa membantunya lari, dan kemana ia akan lari.
Sebagai aktris yang juga sama-sama tenar, tentu saja Yamanaka Ino tidak bisa lari kemanapun dengan mudah.
Fotonya pasti sudah tersebar di dunia bahkan sebelum ia mulai kabur, haha.
Jadi, Ino juga cuma bisa mengaku.
Yang nyebarin berita kalau Sakura menyiksa managernya sendiri, memang Ino. Aktris yang punya hobi bergosip pasti juga punya pikiran sama untuk memberitakan kepada media hal yang sama, kalau melihat, di suatu malam, Karin masuk ke rumah Sakura.
Kalau hanya masuk di tengah malam, tidak akan jadi berita yang menghebohkan. Tapi Ino yang memang pada dasarnya punya keingintahuan besar, mulai menduga apa yang terjadi—pikiran paling masuk akal tak ia pedulikan—dan menunggu di tempat strategis untuk mengamati.
Fatalnya, waktu keluar, Karin nangis.
Sebagai orang yang sudah mengamati Karin waktu masuk dan keluar, tentu saja Ino heran. Apalagi ketika Karin diam-diam membuka syalnya, dan terlihat bekas luka memanjang yang kelihatan msih baru di lehernya.
Dengan alasan itulah, Ino—dengan otaknya yang sangat suka berimajinasi—menyimpulkan kalau Sakura telah menyiksa managernya.
Dan… jreng.
Begitulah caranya berita yang sangat menusuk hati Haruno Sakura itu berasal.
Sekarang, Ino harus membayar kesimpulan gegabahnya itu.
Seminggu dirawat di rumah sakit karena Sakura—tentu saja ini dirahasiakan—bukanlah hal yang menyenangkan. Hari pertama dirawat, gadis pinky menyebalkan itu mengirimnya e-mail yang berbunyi:
Aku minta maaf, ya!
Hanya itu.
Di hari kedua, aktris yang dianggap Ino sebagai saingan itu malah mengirim foto Sakura yang saat itu sedang syuting film baru di Hokkaido, bersama dengan seorang aktor muda sebaya.
Sial.
Sebenarnya, film yang dibintangi oleh Sakura itu—yang sedang dilakukan di Hokkaido itu—adalah film milik Ino. Sayangnya, karena Ino sedang sakit dan mungkin tidak bisa ikut syuting selama kira-kira dua minggu ke depan, pengganti untuk aktris pirang itu dipilih secara cepat dan jawabannya keluar: Haruno Sakura. Sifatnya hampir sama, jadi kru yang sudah beradaptasi dengan Ino sebelum syuting tidak akan kesulitan untuk beradaptasi lagi dengan Sakura.
Sial, sial, sial.
Padahal film itu film yang sangat ingin Ino bintangi. Benar-benar sial.
Hanya karena sebuah gosip kecil, Ino harus berakhir di rumah sakit, kehilangan kontrak berharganya, dan harus menunggu dua minggu lagi sebelum bisa aktif lagi di dunia hiburan.
Salahnya-kah?
"Jelas salahmu," dengan geram, Shion meletakkan baki sarapan di atas meja di samping tempat tidur Ino, mengeluarkan sekotak jus dari lemari pendingin, kemudian menatap kliennya kesal. "Kau yang seenaknya menggosipkan hal tak benar tentang Sakura-san. Siapapun akan marah, kan? Apalagi Sakura-san terkenal dengan temperamennya yang buruk."
Ino mencibir. "Kau kesini untuk mengejekku?"
Shion tertawa pelan.
Ia jarang sekali bisa mendapatkan kesempatan untuk mengejek Ino. Karena hanya di saat sakit seperti inilah ia bisa dengan bebas mengejek dan menggoda Ino, tanpa takut kena pukul atau fitnah di surat kabar.
Ya, di saat langka seperti ini, harus dimanfaatkan…
"Ada tamu untukmu," tersenyum.
Aktris muda berambut pirang yang saat ini sedang malas untuk berbicara mengenai kontrak dan segala macamnya, mendengus pelan. "Siapa? Bukan wakil dari managemen yang mengurus gaji kita, kan? Aku tidak mau membahas bisnis dan karier—saat ini."
"Hm. Bukan, kok." Shion bergerak untuk keluar dari ruang rawat. "Bicara berdua saja, ya. Soalnya aku masih ada urusan. Liburan dua minggu, harus dimanfaatkan, dong!"
Blam.
Manager nyebelin, ungkap Ino kesal.
Setelah menunggu beberapa menit, tamu yang disebutkan masuk ke dalam ruang rawat. Bukan wakil dari pihak managemen, jika terlihat dari penampilannya yang santai. Usianya mungkin hanya setahun lebih tua dari Ino. Laki-laki.
Dan tampan.
Wajah Ino sedikit merona, kemudian ia terbatuk.
"Uh," berakting adalah kemampuannya, kan? Jadi dia harus menyembunyikan rasa tertariknya pada pemuda berjaket hitam itu. "Siapa kau?"
Pemuda itu menghela nafas.
"Sai."
Ino bengong seketika.
Sai? Namanya Sai? Aneh sekali. Padahal kalau dilihat dari penampilannya, pemuda itu bisa jadi aktor berbakat yang cepat tenar. Ekspresinya…
"Oh, Sai-san." Ino tersenyum, pura-pura ragu. "Ada urusan apa?"
"Banyak."
Lalu detik berikutnya tidak terduga.
Ino bisa merasakan wajahnya memanas. Dan bisa ia duga pasti wajahnya merah—tidak bisa ia sembunyikan. Bayangan gelap yang menutupi cahaya lampu di belakang kepala Sai, juga udara yang seakan terhisap tanpa sisa.
Lembut.
"S-sai—"
"Ssst…!" Seringai melebar, Ino bisa merasakannya hanya melalui interaksi di antara mereka. Rasa manis ceri yang menyebar di lidah. "Kau milikku."
Cekrik!
Tanpa sadar, sebuah gosip akan segera tercipta.
.
-o0o-
.
Berita utama hari ini adalah:
TERNYATA YAMANAKA INO, sang aktris legendaris
TENGAH MENJALIN HUBUNGAN DENGAN PRIA ASING BERAMBUT GELAP!
Disertai bukti foto saat… saat… saat—
"Oh, shit."
—saat Sai mencium Ino.
***…o0o…***
Bagaimana jadinya jika sang ratu gosip digosipkan?
.
.
#
.
.
Queen of Gossip
©Hyuuga EtaMita-chan
.
-:-
.
T B C
.
.
#
.
.
Pasti membuatnya kelabakan, ya?
***…o0o…***
Penjelasan: Uzumaki Karin (1) — Karin itu anggota klan Uzumaki, kan? Jadi, daripada tidak memiliki marga, saya pikir daripada tidak memiliki marga, lebih baik mendapatkan nama Uzumaki.
Rikiya Gaou (2) — Gaou itu pemain amefuto di manga Eyeshield 21. Benchpress-nya 200 kg lebih dan dia benar-benar besar juga punya kekuatan T-Rex. Bayangin, deh, kalau Sakura bisa menerbangkan dinosaurus dengan sekali ayunan tangan!
A/N: Well, ini pertama kalinya saya puas dengan fanfic buatan saya! Entah kenapa, tata bahasa Queen of Gossip dan alur ceritanya begitu membuat saya senang, hingga bahkan saya tak bisa berhenti untuk membacanya berulang-ulang. Di sekolah, karena menghadapi lomba menulis cerpen, saya memang mendapat banyak pelatihan. Tapi saya tidak menyangka hasilnya akan jadi seperti ini. Bagaimana menurut para readers? Jauh lebih baik daripada fanfic-fanfic saya sebelumnya?
(Ohya, ini genrenya bukan humor, tapi memang sedikit lebih santai. Kalau ada usul untuk genre yang lebih baik daripada Romance/General, saya akan mempertimbangkannya)
Thanks for read, and review please.
