"It's Complicated"
Disclaimer : Punya engkong saya (?), Masashi Kishimoto#plaak
Genre : Romance, Drama
Pairing : GaaIno, slight NaruIno
Summary : Gara-gara 'melarikan diri' dari lamaran Naruto, Ino rela menjadi seorang Babysitter di keluarga Sabaku. Tapi disana, ia malah menemukan masalah baru yang jauh lebih rumit.
Warning : OOC, Typo(s), Gaje, Ide pasaran, Lebay, etc
"Ino sedang sibuk menata bunga-bunga di tokonya. Memang, keluarga Ino mengelola sebuah usaha toko bunga kecil-kecilan. Ayahnya, Yamanaka Inoichi dan Ibunya, Yamada Hotaru adalah pecinta segala jenis bunga. Dan atas dasar kesukaan keduanya itulah, Yamanaka Florist ini terwujud.
"Ino-Chan, kau sedang apa sayang?" seorang wanita cantik berambut coklat dan bermata aquamarine –mata yang sama seperti Ino- mengagetkan Ino yang sedang sibuk dengan bunga-bunganya itu.
"Hanya sedang menata bunga-bunga ini, Okaa-san," jawab Ino sambil tetap asyik sibuk dengan bunga-bunga itu.
"Hmm.. nanti setelah selesai menata bunga itu, bantu Okaa-san masak, Tou-san mu menyuruh Okaa-san memasak banyak makanan hari ini."
"Hmm.. Shion-nee mau balik kesini ya, Kaa-san?" tanya Ino.
"Bukan.."
"Lalu?"
"Temannya Tou-san akan datang.." balas Hotaru
"Umm.. begitu,"
"Iya. Nah, nanti kau tolong rapikan ruang tamu ya. Setelah itu, berdandanlah yang cantik.."
Ino memandang mata Ibunya. Berdandan yang cantik? Ino semakin heran. Kenapa juga harus berdandan yang cantik segala? Okaa-san dan Tou-san mau pergi jauh kah?
Dari celah jendela kamarnya, Ino melihat dua buah mobil Ferrari masuk ke halaman rumahnya. Sejak kapan Tou-sannya punya teman yang mempunyai mobil mewah seperti ini? Dia tidak pernah melihatnya. Kerabat dekat? Tentunya tidak, karna dia mengenali kendaraan kepunyaan kerabat dekatnya. Baik dari pihak ibunya, maupun pihak ayahnya. Paling mewah pun mobil Toyota milik kerabat Tou-sannya di Oto. Shion-nee dan Sasori-nii-suaminya- pun hanya punya Jazz. Lalu, siapa pula yang membawa mobil mewah itu?
Ino kembali menghadap cermin. Dia menyisir rambut pirang panjangnya yang basah setelah keramas tadi. Dia membuka lemarinya dan matanya tertancap pada helaian-helaian baju yang tergantung. Satu persatu dia memilih baju yang hendak di pakai, tetapi tidak ada satupun yang berkenan di hatinya.
'Masa siang-siang bolong begini pakai gaun? Gila!' Ino mematut-matut gaun yang di wariskan Shion-nee kepadanya.
"Terus aku pakai apa dong? Kata Kaa-san harus dandan yang cantik.. ahh.. bodo amat lah!" dengus Ino.
Ditutupnya kembali lemari tersebut lalu beralih pula pada pintu lemari yang disebelahnya tempat ia meletakkan bajunya sehari-hari.
"Emm.. pakai yang ini sajalah!"
Di tariknya sepasang baju terusan dari gantungan. "Ini juga cantik kok."
Dia tersenyum memandang wajahnya di cermin. Dia mematut-matut tubuhnya yang hanya mengenakan handuk sampai sebatas pahanya. Dia suka sekali memandangi tubuhnya di balik cermin itu. Dia suka melihat pinggangnya yang ramping, kakinya yang panjang, pinggulnya yang penuh. Dan yang paling dia suka, melihat kulitnya yang putih mulus.
Ino mengenakan baju terusan itu ketubuhnya. Rambutnya yang masih basah di simpul dengan handuk. Ketika ia sedang asyik memandangi wajahnya, dia mendengar suara Okaa-san yang memanggilnya dari arah dapur. Cepat-cepat disapukannya bedak bayi ke wajahnya.
"Kenapa kau lama sekali sih, Ino-Chan?"
Ino tersenyum malu. Di perhatikan Okaa-sannya yang sedang mengatur hidangan dalam nampan. Semerbak bau masakan menusuk hidungnya.
"Tolong kau tuang airnya ke dalam cangkir, lalu bawa ke depan."
"Ba-bawa ke depan?" Ino terkejut.
"Iya, tolong ya sayang." Balas Hotaru
"Aish, Ino malu Okaa-san. Ino antar sampai depan pintu saja ya."
"Malu pada siapa, Ino-chan?" Hotaru mengangkat nampan berisi lauk-pauk. Ino mendengus. Dia tidak mau menonjolkan dirinya di depan tamu-tamu yang tidak di kenalnya itu. Kalau boleh, dia hendak mengurung diri saja di dalam kamar. Biarlah Kaa-san dan Tou-sannya yang melayani mereka. Tapi, dia tahu, dia tidak boleh melawan kata-kata ibunya.
Ino berjalan lambat-lambat menuju ruang tamu. Nampan berisi minuman di genggam erat. Terasa letih jari jemarinya itu. Dia seperti hendak menjerit memanggil ibunya, tapi mulutnya seperti terkunci. Perasaannya berdebar tatkala sampai diruang tamu. Dia merasa semua mata beralih kearahnya.
Ino menggigit bibirnya sampai sakit, 'Kami-sama, semoga nampan ini tidak terlepas dari tanganku.'
"Wah! Ternyata Ino-chan sudah besar ya, Hotaru-san. Cantik." Satu suara menegur.
Ino mencari-cari suara itu. 'Siapa orang itu? Kenapa dia mengenalku?'
Sambil tangannya lincah mengatur cangkir-cangkir itu, matanya sekilas melirik mencari arah suara tadi. Dan ia melihat wajah wanita yang duduk menghadapnya itu. Ino semakin berdebar.
'Eh, sepertinya aku kenal deh sama wanita ini.' Dahi Ino mengerut coba mengingat.
"Ino-chan tak ikut makan?" wanita itu menegurnya lagi. Ino menoleh, pura-pura melempar senyum.
"Umm.. silahkan makan saja, err.." Ino bingung hendak menyebut wanita ini siapa.
"Kushina,." Jawab wanita itu seperti mengerti kebingungan Ino
"Emm..silahkan makan saja, Kushina-san. Saya sudah selesai makan tadi." Ino menunjukkan isyarat untuk berlalu pergi. Dia merasa wajahnya sudah merah padam. Dia heran, kenapa semua orang menatapnya tadi.
'Ah, atau hanya perasaanku saja?'
Ino menggeleng-geleng. Lalu kembali ke kamarnya dan merebahkan tubuhnya diatas ranjang. Dia memandang atap rumahnya yang berwarna ungu-warna kesukaannya- sambil memikirkan sesuatu.
'Mereka itu siapa ya?' Hati Ino bertanya-tanya. Dia teringat wanita yang menegurnya tadi. Rasanya dia pernah melihat wanita itu. Tapi dimana? Hmm.. sepertinya kerabat jauh.. ahh.. biarlah! Buat apa dia memikirkan ini semua? Mendingan sore ini dia ke Lapangan jumpa Tenten dan Hinata
"Ino-chan, lihat tuh siapa yang datang?" Tenten menunjuk ke satu arah. Ino dan Hinata menoleh serentak. Seorang lelaki berambut kuning jabrik dan bermata sapphire tampak berjalan kearah mereka.
"Ehm.. Naru-koi mu sudah datang Ino-chan.." Hinata tertawa kecil. Dia menyenggol bahu Ino dan menyuruhnya bangun. Tapi Ino tak bergerak. Dia memerhatikan saja langkah Naruto satu persatu. Akhirnya lelaki itu sudah berdiri di hadapannya. Wajah Ino merona merah.
"Ino-chan, sedang apa disini?" Naruto menegur. Ino mendongak, menatap wajah lelaki itu. Wajahnya dibasahi peluh. Ino tahu setiap sore, Naruto selalu bermain basket dengan teman-temannya.
"Hmm.. Hanya duduk-duduk saja." Balas Ino acuh tak acuh
"Lho? Bukannya dirumahmu sedang ada tamu?"
"Dari mana kau tahu?" mata Ino membulat
"Eh.. err.. aku.. tadi aku lihat." Naruto menelan liurnya
"Dimana kau lihat? Bukannya rumahmu jauh dari rumahku?" Ino memandang Naruto sungguh-sungguh. Lelaki itu keliatan sedikit tak karuan. Hinata dan Tenten sudah membekap mulut menahan tawa.
"M-mm.. aku lewat di depan rumahmu tadi.." Naruto mengalihkan pandangannya dari Ino. Tak mau bertentangan mata dengan gadis itu. "Tadi aku lihat ada mobil-mobil mewah di depan rumahmu."
"Mobil mewah?" Hinata dan Tenten bersuara serentak. Ino mendengus. "Temannya Tou-san ku."
"Ah! Jangan-jangan orang datang melamarmu, Ino?" Tenten dan Hinata tertawa serentak. Ino mendengus. Setiap lihat mobil mewah, pasti mengira orang datang melamar. Tck! Ada-ada saja.
Naruto di sebelah hanya tersenyum memerhatikan Ino. Wajah gadis itu yang berkerut di tatapnya dalam-dalam. Walau berkerut begitu, tetap ayu di matanya.
"Tapi kalau memang benar mereka datang melamarmu, bagaimana?"
"Tck! Memangnya siapa yang mau melamarku?" Ino mendecih
"Naruto nih!" Tenten menyeringai
"Aissh.." Ino mengalihkan pandangan. Tapi Naruto hanya tersenyum. Dia tidak masalah kalau di jodoh-jodohkan begitu dengan Ino.
"Aku tidak mau kalau dengan Naruto!" Ino bangun.
Dia sebenarnya rasa segan juga dengan lelaki itu. Dia tidak tahu kenapa Hinata dan Tenten selalu mengganggunya dengan Naruto. Padahal Naruto tidak pernah bicara apa-apa tentang perasaannya, walaupun mereka memang sering berjumpa berdua.
"Eh, aku pulang dulu ya?" Ino beranjak bangun
"Eh, nanti sajalah Ino-chan." Naruto mencoba menghadang. Cepat-cepat dia berdiri di depan Ino.
"Aku mau pulang, nanti Okaa-san mencariku. Aku keluar pun diam-diam tahu.."
"Hmm.. Aku anterin ya?"
"Tidak perlu.." Ino mulai melangkah. "Hinata, besok kau bawa novel yang kau beli kemarin ya? Kau sudah selesai baca belum?" Ino berpaling kearah Hinata
"Se-sedikit lagi Ino-chan. Be-besok aku antar ke rumahmu."
"Hmm.. baiklah kalau begitu."
Ino beranjak pergi sambil Naruto mengikuti di belakangnya. Mereka berjalan beriringan. Cepat langkah Ino, cepat pula langkahnya. Ino pun mencoba melangkah lebih cepat lagi,
"Ino-chan.." Naruto memecah kesunyian. "Ino-chan, aku mau ngomong sesuatu nih."
"Emm.. apa?" Ino menoleh sekilas
"Aku...err..aku..."
Ino mengeluh. Laki-laki ini kenapa sih?
"Kau mau ngomong apa sih Naruto? Dari tadi aku..aku.."
"Umm.. tidak apa-apa. Ino-chan pulang lah dulu. Nanti juga kau akan tahu."
"Tahu apa?" *Tahu isi? Tahu goreng? Tahu rebus? Tahu panggang (?)#plaak*
"Hmm.. nanti juga Ino-chan tau." Naruto tersenyum. Dia menunduk, mencoba menyaingi langkah Ino yang semakin cepat.
"Lalu, itu saja yang ingin kau katakan?" Ino berhenti di tepi jalan. Melihat ke kiri dan ke kanan sekilas sebelum meneruskan langkah. Mereka baru saja melalui kawasan perumahan Shinobi (?)
"Ino-chan.." Naruto memegang tangan Ino. Ino sedikit terkejut. Langkahnya terhenti. Di pandangnya wajah lelaki itu.
"Besok aku ingin bertemu denganmu.."
"Untuk apa? Aku tak bisa janji."
"Aku.. aku ingin tahu keputusanmu.."
"Keputusan? Keputusan apa?" Ino makin bingung.
"Mmm.. keputusanmu..." Naruto terdiam sejenak, "Besok saja lah kita bicarakan, okay?" Naruto tersenyum sebelum berpaling melangkah. Ino mendengus kesal.
Sehabis makan malam, Ino berencana ingin menonton dorama "Boys Before Flower" di siaran TV korea. Tapi ketika dia mengintip ke ruang tamu, dilihatnya Okaa-san dan Otou-san nya masih tekun menonton.
Ino bergumam pelan. "Aish, aku jadi tidak bisa melihat Lee Min Hoo nih(?)."
Ino masuk kembali ke dalam kamar. Direbahkan tubuhnya keatas ranjang single size nya.
'Kenapa Kaa-san dan Tou-san belum tidur? Biasanya jam segini mereka sudah masuk tidur. Apa mereka tidak ngantuk?'
Ino berbaring ke kiri, sebentar ke kanan pula. Matanya masih belum mengantuk. Kalau dia tidak salah, malam itu siaran terakhir dorama tersebut. Dia ingin tahu siapakah lelaki yang di pilih oleh 'Geum Jan Di', pemeran utama wanita di dorama itu. Goo Jun Pyo kah? Atau Yoon Ji Hoo?
Aissh, beruntung sekali Jan Di di kelilingi cowok-cowok tampan seperti mereka. Andai saja aku mendapatkan laki-laki setampan itu... Ino tersenyum, coba membayangkan sesuatu. Wajah Naruto pula tiba-tiba menerpa. Cepat-cepat Ino menggeleng.
Sedang asyik berbaring, dia mendengar namanya di panggil. Ino bergegas bangun. Dia berjalan perlahan ke ruang tamu.
"Okaa-san memanggilku?" tanya Ino setelah duduk di samping kedua orangtuanya.
Hotaru memandang wajah Ino sejenak, kemudian beralih ke arah Inoichi, dan memberi isyarat untuk mengatakan sesuatu. Menunggu-nunggu kalau suaminya itu mau membuka mulut.
"Emm.." Hotaru menelan liur. Tak tahu harus memulainya darimana
"Inoichi-kun.. kau sajalah yang bilang."
Inoichi mengangkat wajahnya. "Kau sajalah, Hotaru. Kalian kan sesama perempuan, pasti kau lebih mengerti." Inoichi bersuara malas.
"Ehm.. jadi begini Ino-chan, yang datang tadi sore itu, Kushina baa-san dan suaminya." Hotaru memandang Ino yang duduk tegak seperti patung.
"Kushina baa-san?" Dahi Ino berkerut, "Siapa itu, Kaa-san?"
"Kushina baa-san... kau sudah lupa ya? Ibunya Naruto."
"O-ohh.." mata Ino membulat. Kalau Kushina itu ibunya Naruto, dia memang kenal. Kenal melalui gambar yang pernah di tunjukkan Naruto beberapa waktu yang lalu. Pantas saja dia merasa seperti mengenal wanita itu.
"Untuk apa dia datang kesini, Kaa-san? Okaa-san mengenalnya?"
"Pasti kenal dong sayang. Dulu kan Kushina pernah tinggal disini. Setelah menikah saja dia pindah ke Tokyo ikut suaminya.."
Ino mengangguk. Dia maklum dan tahu sedikit tentang keluarga Naruto. Itupun Naruto yang selalu bercerita. Dia kenal Naruto sejak lelaki itu pindah kesini, tinggal dengan neneknya. Dia ingat, waktu awal-awal Naruto mendaftar di sekolahnya, banyak siswi yang tertarik padanya. Mungkin karena Naruto orang Tokyo, caranya sedikit bergaya.
"Ohh.. pantas saja." Ino mendengus. Pantas saja Naruto beriya-iya mengingatkan dia tentang tamu-tamu yang datang tadi sore. Dan pantas saja dia bisa tahu semua itu. Yang datang dengan mobil mewah tadi adalah keluarganya.
'Ohh.. pandai sekali ya dia mempermainkan aku!' Ino menggigit bibirnya
Di pandang wajah Ibunya sejenak. Tapi... apa tujuan keluarga Naruto datang kerumah?
"Err.. kenapa mereka datang, Kaa-san?"
Hotaru tersenyum, "Kaa-san tidak tahu kalau Ino-chan berteman dengan Naruto." Balas Hotaru perlahan
"Ino memang berteman dengan Naruto. Dulu kan dia satu sekolah dengan Ino." Dada Ino mulai berdebar-debar. Takut kalau Kaa-san dan Tou-sannya marah karna dia berkawan dengan lelaki.
"Emm..Kaa-san bilang ini tidak ada maksud apa-apa..." Hotaru berhenti sejenak, menoleh kearah Inoichi yang hanya mendengar.
"Ino-chan kan masih muda. Belum juga bekerja. Kaa-san juga tidak terlalu tahu kalau ternyata Ino-chan dekat dengan Naruto itu. Kaa-san juga tidak terlalu mengenalnya. Dia pun baru pindah ke Konoha ini, kan?"
Ino mengangguk. Debaran jantungnya semakin terasa. Dia tak sanggup bertatap mata dengan kedua orangtuanya.
"Tapi Kaa-san tahu dia baik.."
"Kaa-san kenapa malah bercerita tentang Naruto sih?"
"Keluarga Naruto datang sore tadi... melamarmu, Ino-chan.."
"Haa?" Ino tersentak. Dipandang wajah Okaa-san dan Otou-sannya. "Melamar? Me-melamar untuk apa?"
"Aish, masa itu saja kau tidak tahu? Melamar untuk apa... melamar untuk anaknya lah, si Naruto itu.."
Kami-sama! Ino bagai mau tumbang. 'Benarkah apa yang ku dengar ini?'
Matanya berkunang-kunang. 'Naruto melamarku? Alamaak.. mimpi apa pula ini?'
Ino tersandar kaku diatas sofa. Dia benar-benar terkejut
"Terus.. Kaa-san bilang apa? Kaa-san setuju kah?"
'Mati aku kalau Kaa-san setuju.'
"Kaa-san dan Tou-san belum memberi keputusan setuju atau tidak. Kaa-san ingin menanyakannya pada Ino-chan dulu. Benarkah Ino-chan berteman dengan Naruto itu?"
Ino bangun. Dia jadi resah. Panas terasa menguar naik ke mukanya. Dia kembali duduk di sebelah Hotaru. Di sandarkan wajahnya ke bahu Hotaru.
"Aish! Naruto benar-benar gila!"
"Lho? Kenapa?"
"Arrgh.. gila! Memang gila!" Ino bergegas bangun. Malas dia berlama-lama disitu. Dia tak sanggup mendengarnya lagi.
Ini semua mimpi buruk. 'Naruto.. tega sekali kau!' Ino menjerit dalam hati
Apakah ada typo?
Mohon beritahu saya apabila masih ada kesalahan dalam penulisan saya.
Terima Kasih ^^
Mind to Rnr?
Flame di terima !
