Yosha! FF pertamaku di fandom ini, ya anggep aja iseng-iseng berhadiah. XD /apacoba

Semoga fandom ini bisa lebih maju kayak fandom Kurobasu. :3 /eh

Oke, happy reading~

Disclaimer:

Magi ~The Labyrinth of Magic~ © Shinobu Ohtaka

Baby and Me © AkaKuro815

Rate: K+

Character :

Sinbad x Judal x Jafar

Warning:

OOC, AU dan Typo bertebaran menghiasi FF ini dengan indahnya seperti bintang di langit (?).

Don't like don't read.

Entah apa yang aku pikirkan, mengadopsi seorang anak? Bahkan aku belum bisa mengurus diriku sendiri dengan benar. Tak jarang pula aku merepotkan asistenku, Jafar. Oh god! Apa yang harus ku lakukan?

Ku pandangi sosok tubuh mungil bersurai hitam yang tengah tertidur dengan lelapnya diatas tempat tidurku, rambutnya panjang, namun dia itu bukan anak perempuan dan wajahnya begitu polos. Kubenarkan posisi selimut agar tubuh mungilnya tidak merasa kedinginan. Aku tersenyum melihat wajah polosnya, rasanya hati menjadi sangat damai melihatnya.

"Apa aku mengambil tindakan yang benar? Bahkan Jafar mencoba melarangku untuk melakukan hal ini."

"Apa kau bilang?! Coba ucapkan sekali lagi! Mengadopsi seorang anak? Kau bercanda? Bukankah mengurus dirimu saja kau belum becus? Sekarang kau ingin mengadopsi seorang anak? Ha? Jangan buat aku tertawa." ucap si pria bersurai silver tersebut secara bertubi-tubi tanpa membiarkan si lawan bicara membuka mulutnya.

"Tapi Jafar aku tidak mungkin membiarkan anak semungil dirinya hidup sendirian di luar sana." Ucap si pria bersurai ungu yang merupakan si lawan bicara pria silver tersebut.

Pria yang ia panggil Jafar itu pun memegang kepalanya frustasi. "Terserahlah!"

Pria bersurai ungu itu pun tersenyum, "Arigatou, Jafar."

"Tapi ingat Sin, jangan harap aku mau membantumu jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan yang menyangkut masalah ini." Ucap Jafar dengan tatapan serius.

"Hmm, wakatta wakatta."

Kutarik napas panjang sambil kemudian menghembuskannya perlahan, "Semoga saja aku mengambil tindakan yg benar." Ucapku yang kemudian merebahkan tubuh dan ikut terlelap di sebelah anak tersebut.

RnR

Ku buka perlahan kelopak mataku, aku terdiam sejenak untuk mengumpulkan energi setelah terbangun dari tidur. Pluk! – ku rasakan di sebelahku kosong, tidak ada apapun. Segera ku gerekan tangan mencari-cari sesuatu tersebut, tetapi nihil.

"Eh? Kemana perginya?!" teriakku panik seraya beranjak dari tempat tidur dengan tergesah-gesah.

Aku berlari keluar kamar sambil kemudian memeriksa setiap ruangan yang ada. Ruang tamu, ruang keluarga, dapur, kamar mandi, halaman belakang, dan semuanya memiliki jawaban yang sama – dia tidak ada. Dengan napas terengah-engah ku jatuhkan tubuhku diatas sofa. Aku frustasi, bagaimana bisa baru satu hari saja aku sudah mendapat masalah seperti ini? Apa yang harus aku lakukan? Dimana lagi aku harus mencarinya? Apa aku harus menelpon Jafar dan meminta bantuannya? – ah tidak bisa, bisa-bisa dia membunuhku sekarang juga.

Saat aku mulai kehilangan akal sehatku tiba-tiba saja sosok mungil tersebut berdiri dihadapanku dengan wajah polosnya. Entah bagaimana tubuhku reflek berlari kerahnya dan langsung memeluk tubuh mungilnya.

"Kemana saja kamu? Aku terus mencarimu sejak tadi." Ucapku sambil terus memeluk tubuhnya. namun tidak sepatah katapun kudengar keluar dari bibirnya. Lalu ku lepaskan pelukanku untuk melihatnya. Datar, ekspresi wajahnya begitu datar, aku tidak tahu harus berkata apa ketika melihatnya.

Kami saling terdiam satu sama lain, hanya saling menatap tanpa sepatah kata pun keluar dari mulut kami berdua. Jujur saja, aku bingung harus bagaimana.

"Ah, kau pasti lapar, mengingat sejak semalam kau belum makan apapun. Ayo aku buatkan sandwich." Ucapku mulai membuka suara sambil tersenyum ke arahnya.

Ia tetap terdiam, iris matanya yang indah bagaikan rubby itu hanya menatapku datar. "A-ayo ke ruang makan." Ucapku sambil mendorongnya lembut agar mau mengikutiku menuju ruang makan.

Aku pun segera menyiapkan dua buah sandwich untuk kami berdua. Sesekali aku melirik anak tersebut yang kini tengah duduk dengan tenangnya di meja makan. Apa dia selalu seperti itu ya?— tanpa aku sadari ternyata ia membalas memandangku, ketika sadar aku hanya tersenyum sambil melambaikan tangan padanya. Namun ia mengalihkan pandangannya dariku dan kembali menatap diam meja makan.

'Apa dia sebegitu membenciku?' jeritku ingin menangis dalam hati.

Selesai membuatnya aku pun segera membawa dua piring berisi sandwich tersebut dan meletakkannya di meja makan.

"Silahkan, makanlah." Ucapku sambil tersenyum padanya.

Sejenak ia menatapku, lalu aku kembali tersenyum padanya. Setelah itu ia mengalihkan pandangannya pada sepotong sandwich dihadapannya.

"Itadakimasu~" ucapnya ketika akan memulai ritual sarapan pagi pertamanya bersamaku. Masih tersenyum aku pun segera memakan sarapanku. Aku tidak bisa membuang waktu lebih banyak lagi, kalau tidak aku bisa terlambat ke kantor dan aku paling malas jika harus mendengarkan ocehan Jafar yang bisa berlangsung selama satu jam lamanya.

"Baiklah, aku akan berangkat kerja sekarang, jadi kau baik-baiklah disini. Jangan pergi keman-mana dan jangan lupa kunci pintunya. Kalau ada sesuatu segera hubungi aku, nomor ponselku sudah kutulis didekat telpon atau kau bisa pergi ke tempat tante yang ada di rumah sebelah. Kamu mengerti kan?" ucapku panjang lebar. Namun lagi-lagi yang ku dapatkan hanya tatapan datar darinya.

"Baiklah aku anggap itu sebagai jawaban 'ya' darimu, kalau begitu aku pergi." Lanjuk sambil tersenyum dan menepuk kepalanya pelan.

RnR

"Ada apa Sin, kau terlihat lesu sekali?" tanya Jafar Asistenku.

Kutarik napas panjang lalu menghembuskannya perlahan."Aku hanya sedikit kepikiran tentang Judal yang ada di rumah."

"Judal?" – Jafar memiringkan kepalanya – "Ah souka, anak yang baru kau adopsi itu kan? Memangnya dia kenapa?"

Aku kembali menarik napas panjang. "Kau tahu, sejak aku membawanya ke rumah dia tidak pernah mau bicara padaku. Dia hanya akan mengeluarkan suaranya ketika akan dan sesudah makan." Ceritaku frustasi.

Jafar terlihat sedikit tertawa mendengarnya, ingin rasanya ku lempar saja wajahnya menggunakan mesin fax yang ada di mejaku.

"Sudah ku bilang kan, itu ide yang buruk untukmu mengadopsinya. Terlebih lagi ternyata dia anak yang sedikit aneh begitu." Ucap asistenku yang agak kurangajar itu.

"Hmm, tapi aku yakin dia itu anak yang baik." Belaku.

"Maa, maa, terserah apa katamu Sin." Ucap Jafar tak mau ambil pusing.

Setelah obrolan itu selesai kamu pun kembali fokus pada pekerjaan masing-masing. Aku sibuk dengan laporan kerja di komputerku. Sedangan Jafar sibuk bersama lembaran kertas yang menumpuk di atas meja kerjanya.

"Oh iya Sin, apa kau tidak mau memasukkannya ke taman kanak-kanak? Dia berumur 5 tahun kan? Dan bukankah lebih baik begitu ketimbang dia sendirian di rumah." tanya Jafar kembali membuka obrolan.

Aku berhenti memainkan jari-jemariku di keyboard dan segera memandang ke arah Jafar. "Aku juga berpikir begitu, mungkin besok aku akan mendaftarkannya."

"Souka." Ucap Jafar singkat seraya kembali menyibukkan dirinya bersama kertas-kertas tercintanya.

"Ku harap dia bisa mendapat banyak teman nantinya." Ucapku sambil memandang ke luar jendela.

Sekilas Jafar menatapku, namun kemudian ia kembali fokus pada kertas-kertasnya.

RnR

Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam namun aku masih terjaga di ruang keluarga sambil menonton sebuah acara di televisi. Sedangkan Judal sudah terlelap sejak tadi di kamarnya. Cuacana di luar memang sedang tidak begitu baik, hujan deras disertai petir pun tak terelakan.

JLEGEEER!

Suara sebuah petir menyambar terdengan begitu keras disertai dengan padamnya listrik.

"Ah pasti ada tiang listrik yang tersambar. Baiklah sebaiknya aku mecari lilin terlebih dahulu." Akhirnya aku pun segera beranjak dari sofa nyamanku untuk mengambil lilin dengan berjalan susah payah di dalam kegelapan.

BRUK!

Kurasakan kakiku menubruk sesuatu sehingga membuat benda tersebut membentur lantai. Aku pun berjongkok dan meraba-raba lantai mencari keberadaan benda tersebut.

Greb!

"Eh? apa ini?" ucapku sambil menelan ludah ketika ada sesuatu yang memegang tanganku. Pikiranku mulai membayangkan hal yang tidak-tidak saat aku ingat bahwa malam ini adalah malam tepat dimana teman lama yang suka padaku meninggal.

"Please~ jangan ganggu hidup gue, kita sekarang udah beda alam. Please lepasin tangan gue." Ucapku benar-benar panik ketakutan.

"Ano.."

Saat sedang panik-paniknya tiba-tiba saja aku mendengar sebuah suara, suara yang jarang aku dengar namun sangat familiar. Dengan memberanikan diri aku pun kembali menggerakkan jari-jemariku dan meraba sesuatu yang ada di depanku tersebut, kurasakan sepasang kaki serta sepasang tangan mungil, saat itu juga aku sadar bahwa itu adalah Judal. Ya pasti Judal, bukan anak tuyul atau apa lah itu.

"Ju-Judal kenapa kau ada disini?" tanyaku. Ya biar pun aku tidak begitu berharap dia akan menjawabnya.

"A-ku takut." Ucapnya.

'Oh god! Demi Jafar yang pake daster dia bicara padaku! Bukankah ini sebuah kemajuan?!' jeritku histeris dalam hati.

"Souka. baiklah kalau begitu, kau boleh tidur denganku malam ini." Ucapku sambil tersenyum, biarun dia tak akan bisa melihat senyumanku karena gelap. Lalu ku raih tubuh mungilnya dan membawanya dalam gendonganku. Kami pun masuk ke dalam kamar, setalah itu kami pun tidur bersama.

"Mungkin begini rasanya menjadi seorang ayah." Gumamku sebelum benar-benar terlelap.

TBC

Gimana? Nggak bagus yah?

Nggak apa deh, yang penting udah ikut nyumbang ide di fandom ini. XD

Buat yang udah sempetin baca arigatou. *bows*

Penasaran sama lanjutannya?

Review please~ ^^