Good day,

Kontribusi ketiga saya di FFn, dan kali ini ada yang berbeda karenaaa...

PADA AKHIRNYA SAYA MENULIS KARYA UNTUK FANDOM LAIN

Fandom ini sendiri masih bisa dibilang baru untuk kalangan overseas di luar Jepang, terbukti dengan baru terdaftarnya fandom ini pada list games di FFn.

Kantai Collection atau Kancolle, sebuah card battle game berbasis web yang sudah marak di Jepang sejak 2013 lalu ini telah berhasil menjaring banyak korban-korban lemah (semacam saya) dengan desain karakter yang bervariasi dengan keunikannya masing-masing.

Karya ini juga mengawali jejak saya dalam menulis multichapter fic lewat akun ini.

Mari bersama-sama berdoa semoga saya mampu membuat kemajuan yang signifikan meski hanya beberapa baris kata per harinya. ...Amin.


- disclaimer -

Kantai Collection copyright by Kadokawa Games and DMM -dot- com

- warning -

multichapter fic with a very unpredictable progress

you haven't seen anything yet

this pureness will soon got stained by these hands of mine

PLOT AKAN BERUBAH

GENRE AKAN BERUBAH

RATING AKAN BERUBAH

SEMUANYA AKAN BERGEJOLAK SEBAGAIMANA OMBAK YANG MENENGGELAMKAN MEREKA PADA PERANG MIDWAY


LAHIR

la∙hir 1 v keluar dr kandungan; 2 v muncul di dunia (masyarakat); 3 n yg tampak dr luar; 4 n berupa benda yang kelihatan; keduniaan; jasmani


Setiap manusia terlahir ke dunia setelah sepakat dengan Tuhan bahwa mereka mampu menjalani segala aspek – kebaikan dan keburukan – kehidupan dunia. Kemudian Tuhan tiupkan nyawa mereka ke perut-perut yang mengandungnya, menitipkan kertas berisikan tugas untuk menuliskan pelbagai kisah kehidupan.


Malam itu badai salju turun dengan lebatnya. Salju menumpuk setidaknya sampai menutupi atap rumah penduduk. Di dalam sebuah dojo satu keluarga tengah berkumpul mengelilingi seorang wanita yang tengah meregang nyawa demi melahirkan satu nyawa baru bagi negara mereka. Seorang nenek dari rumah sebelah datang untuk menangani persalinan tersebut, sang suami duduk di sebelah istrinya balas menggenggam sebelah tangan yang erat mencengkeramnya, beberapa sanak saudara mengelilingi si wanita sambil terus berdoa. Erangan dan tekanan atmosfer mengisi seluruh ruangan. Perlahan si bayi mulai menampakkan wujudnya. Ketegangan yang dirasakan si wanita hilang sudah saat tangis bayi memecah keheningan. Isak bahagia dan senyum penuh haru menyapu habis seluruh gundah gulana.

+ SR +

Kreeek... pshiuuu... STAK!

Sebuah anak panah tepat mengenai bagian tengah bantalan sasaran. Pemanahnya yang hanya seorang anak perempuan seumur tujuh tahunan itu menyeka keringatnya sembari mengambil napas. Saat ia hendak menembakkan satu anak panah lagi pintu dojo bergeser dibuka dari luar. Ia menoleh, ayahnya berjalan masuk bersama seorang pria lain dan seorang anak perempuan seusianya.

"Ah, Kaga-chan, tolong bawakan teh dan kudapan untuk tamu kita," seru sang ayah.

Tanpa menjawab, anak perempuan itu meletakkan busurnya dan melepas pelindung dada dan tangannya kemudian melangkah menuju rumahnya yang tepat bersebelahan dengan dojo.

Namanya Kaga, dengan perawakan sedikit lebih tinggi dibandingkan anak seusianya, rambutnya hitam cerah pendek, wajahnya selalu datar sehingga matanya yang cognac itu selalu terlihat redup. Tidak seperti anak-anak lainnya yang gemar bermain bersama teman-temannya, ia menghabiskan masa kecilnya mempelajari adat istiadat keluarganya yang masih menganut budaya tradisional. Ia bahkan selalu mengenakan yukata. Ia sangat pendiam dan hobinya hanya membaca buku dan berlatih kyuudo.

Kaga melangkah masuk ke dapur dan segera mengambil teko teh, beberapa gelas teh, dan nampan. Ibunya yang tengah memasak tersenyum dan membantunya menyiapkan peralatan teh.

"Tamu penting?" tanya ibunya lembut.

"...Sepertinya," jawab Kaga seraya membawa peralatan tehnya keluar dapur dan kembali ke dojo.

Kaga menaruh nampan dan tanpa bicara segera meracik teh ke dalam teko. Caranya menghidangkan teh tidak ada bedanya dengan bagaimana orang-orang menghidangkan teh pada saat melakukan upacara minum teh yang terbilang cukup sakral. Setelah dituangnya teh ke dalam tiga gelas, ia mendorong gelas-gelas tersebut kepada ayahnya dan kedua tamunya. Teko teh dan sepiring kudapan dibiarkannya duduk di atas nampan. Tanpa berlama-lama ia bangkit dan berjalan kembali ke tempatnya meninggalkan perlengkapan panahannya. Herannya ada langkah kaki lain mengikuti di belakangnya. Ia menoleh. Anak si tamu kini berdiri di hadapannya, memandanginya dengan tatapan terkagum-kagum.

"...Apa?" tanya Kaga risih.

"Perlihatkan padaku permainan panahanmu!" jawab anak si tamu dengan riang.

"...Panahan bukan permainan," gerutu Kaga dengan raut kesal.

Anak si tamu menatapnya bingung.

"...Kubilang panahan itu bukan permainan!" bentak Kaga jengkel.

Anak si tamu terkejut karena merasa dibentak tanpa alasan. Ayah Kaga dan si tamu ikut menoleh ke arahnya. Kaga panik. Memang tidak seharusnya ia membentak anak itu. Bagaimanapun juga ia tahu bahwa cara pandang anak itu terhadap panahan dengan dirinya jelas berbeda. Tapi bagaimanapun juga anak itu tidak bersalah. Serba salah, ia mencoba untuk meminta maaf, namun yang dilihatnya anak itu malah tertawa. Memandang lebih jauh ke belakang anak itu, ayahnya dan si tamu hanya tersenyum dan kembali mengobrol.

"Ayo perlihatkan permainan panahanmu!" seru anak si tamu sekali lagi.

Kaga tidak menjawabnya dan segera mengenakan kembali perlengkapan memanahnya dan mempertontonkan permainan sempurnanya pada anak itu. Jauh menelusup ke dalam dua bola mata yang berbinar karena takjub akan permainannya membuat panas di hati Kaga lenyap dan digantinkan dengan rasa puas.

Namanya Akagi, setahun lebih tua darinya, tetapi dikarenakan terlambat mendaftar sekolah, mereka berada di angkatan yang sama. Rambutnya hitam kecokelatan dengan panjang sebahu dan matanya yang selalu berbinar berwarna amber. Kedatangannya bersama ayahnya sebenarnya bertujuan untuk membicarakan perbaikan jembatan penghubung desa mereka dengan desa di seberang, tetapi setelah melihat permainan Kaga, ia malah merengek untuk didaftarkan sebagai murid di dojo panahan tersebut. Bertolak belakang dengan Kaga, ia jauh lebih ekspresif dan tidak terlalu mengambil peduli perkataan, perbuatan, serta perasaan orang lain.

Malam harinya saat seluruh anggota keluarga berkumpul untuk menyantap makan malam, ayah Kaga membicarakan tentang sekolah. Sudah saatnya Kaga mulai mengenyam pendidikan formal. Seluruh anggota keluarga begitu antusias menanggapi topik tersebut, sedangkan Kaga, seperti biasa, tidak berkomentar apa-apa dan mengiyakan saja. Meskipun begitu semua nampaknya bahagia dan malah heboh sendiri menulis apa-apa saja yang harus dipersiapkan – meja belajar dan tas ransel, juga pakaian selain yukata.

+ SR +

Bunyi tali busur yang ditarik, lengking anak panah yang meluncur lurus dan kuat, serta hentak nyaring saat mata panah bertemu dengan bantalan jelas adalah bebunyian yang wajib bagi sebuah dojo panahan. Dan jika bebunyian itu terlebih dahulu menyingsing dibandingkan fajar, pastilah itu sosok Kaga dengan permainan sempurnanya. Bahkan saat Akagi tiba sekitar pukul tujuh pagi, ia sudah membabat habis separuh dari cara berlatih kyuudo dengan seni kyuujutsu yang mengharuskan para pemanah menembakkan 1.000 anak panah per harinya guna perkembangan teknik individual.

"Kaaaga-chan!" panggil Akagi seraya menubruk tubuhnya.

Kaga yang masih mengambil napas oleng dan akhirnya jatuh tertimpa Akagi.

"Uwaaah! Kaga-chan, badanmu basah kuyup!" pekik Akagi seraya bangkit melepas pelukannya.

Kaga hanya menggerutu dan bangkit untuk mengambil seragam yang sudah dipersiapkan untuk Akagi.

"...Tahu cara mengenakannya tidak?" tanya Kaga sebelum menyerahkan seragam di tangannya pada Akagi.

Akagi hanya tertawa dan menggeleng. Kaga pun menyeretnya ke ruang ganti wanita dan membantu Akagi mengenakan seragam.

Pada latihan pertamanya Akagi hanya diajarkan seluk-beluk kyuudo secara teoritis oleh ayah Kaga. Baru setelahnya ia diminta untuk merentangkan kedua tangannya ke samping untuk mengukur panjang panah dan panjang busur yang akan digunakannya. Ia juga harus memperhatikan permainan Kaga sebagai tolok ukur ke depannya. Bagi seorang Akagi yang mudah tersulut rasa ingin tahunya, latihan pertamanya terasa sangat membosankan.

Saat mereka tengah beristirahat, Akagi terus menggerutu sambil sesekali mengelus busur kayu milik Kaga. Melihatnya, Kaga menarik Akagi berdiri dan membawanya ke area pemanah. Ia menyuruh Akagi memegang busurnya seperti yang biasa dilakukannya, lalu berdiri di belakangnya sembari menggenggam tangan kiri anak perempuan yang perawakannya lebih kecil itu, membantunya menggunakan busur yang kebesaran itu.

"Eh? Kaga-chan—"

"...Fokus."

Kaga mengambil satu anak panah dan menyelipkannya ke tangan kanan Akagi, lalu memposisikan tangan itu tepat di belakang tali busur, menandakan kesiapan seorang pemanah untuk segera menembakkan anak panahnya.

"...Tarik ekor anak panahnya sejauh yang kau bisa."

Perasaan terkejut, bingung, sekaligus gugup jelas tergambar di wajah Akagi. Namun dengan sungguh-sungguh ia menarik ekor anak panah di genggamannya sebisanya dan melepasnya saat merasa lengannya terkilir. Anak panah itu meluncur cepat, menukik, dan mendarat di tanah tak jauh dari tempat mereka berdiri. Akagi jatuh terduduk dan meringis kesakitan. Kaga berjongkok di sampingnya dan hanya memandanginya.

"...Sekarang mengerti kenapa tidak langsung menggunakan busur?" tanyanya.

"Ya, ya, aku akan lebih bersabar," jawab Akagi masih sambil meringis dan memegangi sebelah lengannya yang terkilir.

+ SR +

Hari berganti hari, minggu berganti minggu, dan tanpa sadar sebulan telah berlalu sejak Akagi bergabung dengan dojo panahan milik keluarga Kaga. Meskipun sudah memegang busurnya sendiri, permainan Akagi masihlah jauh dari kata bagus. Ia masih harus terus mengikuti seni kyuujutsu guna menemukan gaya permainannya sendiri. Toh, meskipun begitu ia tetap antusias menjalaninya.

Sore harinya setelah mereka selesai latihan, ibu Kaga datang menghampiri.

"Akagi-chan, bagaimana kalau malam ini ikut makan malam bersama kami?" tanya ibu Kaga ramah.

Ditawari makanan, Akagi mendadak sumringah dan mengangguk penuh semangat. Kaga hanya bisa menghela napas sambil menepuk wajahnya.

Siapa yang sangka anak seperti Akagi memiliki nafsu makan yang terlampau besar? Saat itu badai salju turun dengan lebat dan ayah Akagi tengah bertugas ke luar kota. Dikarenakan jarak rumah Kaga menuju rumah Akagi yang cukup jauh dan tidak ada kendaraan untuk berlindung dari tiupan mesra sang salju, Akagi pun menginap di tempat Kaga. Saat mereka mandi bersama, atau saat Akagi harus mengenakan yukata Kaga karena ia tidak memiliki baju lain, semua terlihat baik-baik saja. Sampai pada saat mereka berkumpul untuk santap malam. Semua hanya bisa ternganga melihat Akagi membabat habis seluruh makanan dalam waktu singkat.

"Kaaaga-chan, ayo kita mandi!" seru Akagi sembari melepas perlengkapan panahannya.

"...Apa kamu juga akan memakan manusia jika seluruh makanan di dunia ini tidak cukup mengenyangkan?" jawab Kaga menanggapinya.

Akagi tidak menjawabnya dan hanya tertawa.

Malam itu pun Akagi masih mempertahankan rekor sebagai pemakan terbesar. Untungnya ibu Kaga memasak ekstra setelah berpengalaman di waktu yang lalu. Entah keluarga Kaga terlalu baik atau terlalu polos, mereka malah bahagia dengan kehadiran Akagi dan perut black hole-nya.

"Akagi-chan, bulan depan sudah masuk sekolah, bukan?" tanya ibu Kaga ramah.

"Unn! Kaga-chan juga, bukan?" jawab Akagi.

"...Hmm," jawab Kaga.

"Di mana kamu akan bersekolah, Akagi-chan?" tanya ayah Kaga.

"Chinjufu!" jawab Akagi penuh semangat.

Kaga tercekat mendengar jawaban terakhir Akagi. Ia berusaha mengulang apa yang Akagi katakan barusan. Berulang kali. Namun tidak ada yang berubah.

"Wah, Kaga-chan, senangnya ternyata Akagi-chan pergi ke sekolah yang sama denganmu," ucap ibu Kaga lembut.

Kaga masih tidak percaya akan apa yang tengah menderanya. Jauh di lubuk hatinya ia berlari dan melompat dari jurang.

...Yang benar saja!?

-to be continued-


Tema dasar kali ini adalah panahan, dengan fokus panahan Jepang atau yang biasa dikenal dengan Kyuudo.

Setidaknya saya membuka 3 tab berisikan rincian informasi mengenai Kyuudo.

Setidaknya saya membuka 1 tab wikia Kancolle.

Setidaknya saya membuka tab-tab lainnya dalam jumlah yang tidak menentu untuk mencari informasi seputar sejarah kapal-kapal Kancolle.

Akhir kata, terima kasih telah membaca, saya menanti komentar anda.