"… Aku bisa jelaskan ini semua. Tolong dengarkan aku dulu." Seorang laki-laki berambut hitam berjalan menembus hujan. Ia tampak mengejar seorang gadis berambut merah muda yang berjalan dengan di depannya.
"Sudahlah, Uchiha. Aku sudah melihat semuanya. Maaf kalau selama ini aku merepotkanmu." Gadis itu terus berjalan tanpa melihat ke sekelilingnya. Dia tidak tahu kemana dia akan berjalan saat ini. Gadis itu masih dibayang-bayangi oleh kejadian yang tadi dilihatnya dengan mata kepalanya sendiri.
"Sakura, tunggu!" Lelaki itu meraih pergelang tangan gadis yang ada di depannya. Gadis itu berbalik, menatap sepasang mata obsidian laki-laki itu dengan mata emerald –nya. Sepasang mata emerald itu memancarkan rasa kekecewaan yang teramat besar pada laki-laki yang ada di depannya itu.
"Apa?" tanyanya.
"Kau marah dengan yang barusan?" tanyanya.
"Kau pasti tahu bagaimana rasanya," katanya, "Dikhianati oleh pacarmu dan juga sahabatmu. Oleh orang-orang yang kau percaya."
"Oke! Aku akui aku salah karena tidak memberi tahukanmu tentang hal ini. Tapi aku juga baru mengetahuinya tadi pagi!" jelasnya. Terdengar nada frustasi dalam kalimatnya itu.
"Kalau begitu, kuucapkan selamat atas pertunanganmu dengan Hyuuga. Semoga hubungan kalian berjalan mulus." Gadis itu melepas genggaman tangan lelaki itu dari pergelangan tangannya. Dia berjalan melalui zebra cross tanpa melihat kiri kanan lagi. Dari arah kiri, sebuah truk melintas dengan kecepatan tinggi ke arahnya.
"SAKURA!"
CEKITTT! BRUK!
.
.
.
.
.
"Hah… Hah… Hah…" Seorang lelaki terbangun dari tidurnya. Nafasnya terengah-engah. "Mimpi itu lagi…"
Dilihatnya jam digital yang berada di atas meja kecil di samping kasurnya itu. 04.45 A.M. Langit masih gelap ketika ia terbangun dari tidurnya itu. Ia bangkit dari tidurnya dan langsung masuk ke kamar mandi pribadinya.
.
.
.
.
.
.
NARUTO © Masashi Kishimoto
Our Feeling © Kazuma B'tomat
© 2010
.
.
.
Language : Indonesia
Rated : T
Genre : Romance & Hurt/Comfort
Character : Sasuke.U & Sakura.H
Pairing : SasuHina & SasuSaku
.
.
.
Warning :
AU, OOC, not for bashing character!
Hinata x Sasuke x Sakura
Italic = inner
.
.
.
Kazuma House Production proudly present…
Our Feeling
.
.
.
.
.
.
"Sasuke-sama, nanti siang jam sepuluh, Anda akan ada meeting dengan para kepala cabang se- Jepang," kata seorang perempuan berambut merah yang sedang memegang sebuah iPad berwarna gold di tangannya. Dia berjalan mengikuti laki-laki di depannya.
"Hn," jawab lelaki yang ada di depannya.
"Nanti malam, Anda ada undangan makan malam dari para dewan direksi di Hotel Pacific Place," lanjut wanita berambut merah tadi.
"Kau urus saja semuanya, Karin," jawab lelaki itu, Sasuke Uchiha, sang wakil direktur Uchiha Company.
Drrrrtttt… Drrrrtttt… Drrrrtttt…
Sasuke meraih handphone –nya dari dalam saku celananya. Saat ia melihat nama penelephone yang tertera di layar handphone –nya, dia langsung memutus sambungan telephonennya.
.
.
.
.
.
"Diputus lagi…" desah seorang gadis berambut biru keunguan dengan mata yang berwarna ungu muda.
Hinata Hyuuga, tunangan seorang wakil direktur Uchiha Company, Sasuke Uchiha. Sudah dua tahun gadis berparas cantik nan anggun ini bertunangan dengan Sasuke. Dia selalu perhatian pada Sasuke, namun Sasuke selalu menanggapinya dengan dingin.
Hinata tahu, Sasuke tidak pernah mencintainya. Memiliki rasa saja, tidak. Pertunangannya dengan Sasuke pun juga hanyalah akal-akalan dia untuk merebut Sasuke dari –sahabatnya. Ya, sahabat. Sahabat terbaiknya dulu. Dulu sekali ketika kuliah. Empat tahun yang lalu. Atau mungkin, sekarang dapat disebut sebagai mantan sahabat?
KRIET…
Pintu kamar Hinata terbuka. Di sana, ada seorang gadis yang terlihat mirip dengannya–hanya saja rambutnya yang berwarna pirang. Shion Hyuuga, adik Hinata. Mereka berdua adalah saudara kembar, hanya saja Hinata lahir lebih dulu lima menit sebelum Shion.
"Hinata…" panggil Shion.
"Ada apa Shion-chan?" tanya Hinata.
"Dia tidak menjawab telephone –mu lagi ya?" tanya Shion. Hinata tidak menjawab. Tatapannya berubah sendu. Ia menatap karpet ungu yang berada di bawah kakinya itu. "Jawab, Hinata!" desak Shion.
"Ya…" jawab Hinata lirih.
"Biar aku yang telephone–"
"Jangan!" seru Hinata menghentikan keinginan Shion yang ingin menelephone Sasuke.
"Kenapa? Kenapa kau selalu saja begitu? Dia itu tunanganmu, Hinata! Dia selalu saja bertingkah seakan kau bukan tunangannya!" seru Shion yang sudah gerah melihat tindakan tunangan kakaknya itu.
Mendengar ucapan adiknya itu, Hinata semakin merasa bersalah. "…Sasuke-kun tak pernah mencintaiku…" kata Hinata lirih. Shion samar-samar mendengar apa yang dikatakan Hinata tapi tidak terlalu jelas.
"Apa tadi kau bilang, Hinata?" tanya Shion.
"Tidak, bukan apa-apa," sangakal Hinata. "Nanti, aku akan mencoba menelephone –nya lagi. Mungkin tadi dia sedang ada meeting," kata Hinata.
"Hah… aku bingung dengan tunanganmu itu, Kak. Dia… seperti tidak menganggapmu sebagai tunangannya," kata Shion seraya duduk di atas kasur Hinata.
"Sasuke-kun memang orangnya dingin, tapi sebenarnya dia itu baik." Dan hal itu dulu sekali, sebelum aku bertunangan dengannya, tambah Hinata dalam hati.
"Kau tahan dengan orang seperti itu?" tanya Shion tidak percaya pada Kakaknya itu.
"Ya."
"Kalau aku jadi kau, aku pasti tidak akan mau bertunangan dengannya," komentar Shion mengandai-andai.
"Hm…"
Tok…Tok… Tok…
"Masuk," kata Hinata. Munculah seorang perempuan berambut coklat yang dikuncir dua dari balik pintu itu. "Ada apa Ayame-san?" tanya Hinata.
"Hinata-sama, Anda dipanggil oleh Hiashi-sama ke ruang kerjanya," kata Ayame setelah membungkukkan badannya 45° pada Hinata dan Shion.
"Terima kasih, Ayame-san." Hinata berjalan keluar dari kamarnya menuju ruang kerja Ayahnya yang berada di ujung lorong rumahnya itu.
"Permisi, Shion-sama." Ayame pun keluar dari kamar itu.
Aku tahu yang kau rasakan, Hinata. Tapi kenapa kau selalu menutupinya?
.
.
.
.
.
"Sasuke, ayo kita makan siang!" kata seorang laki-laki yang terlihat lebih tua dari Sasuke.
"Nanti saja, Kak. Pekerjaanku masih banyak!" kata Sasuke sambil terus bergelut di antara tumpukan berkas-berkas yang-entah-apalah-itu.
"Hoi! Bagaimana otakmu bisa bekerja kalau kau tidak makan?" tanya Itachi, Kakak Sasuke. "Nanti kubantu deh," bujuk Itachi.
"Memangnya kau bisa?" tanya Sasuke sambil menaikkan sebelah alis matanya.
"Memangnya aku ini lulusan apa?" tanya Itachi balik.
"Musik." Sasuke kembali kepada pekerjaannya.
"Waktu S1 aku itu lulusan terbaik Business and Management! Nilaiku A!" kata Itachi sambil menjitak adiknya itu.
"Ouch! Sakit, Kak!" Sasuke memengangi dahinya yang berdenyut sakit.
"Rasakan itu!" Itachi menjulurkan lidahnya. "Ayo makan!"
"Iya, iya, iya." Sasuke kahirnya bangkit dari duduknya dan berjalan mengikuti Itachi yang sudah berjalan duluan.
Itachi Uchiha, kakak Sasuke, adalah seorang komposer musik terkenal. Pria berumur dua puluh tujuh tahun ini kelaukannya kadang memang seperti anak kecil. Buktinya tadi, saat ia mengajak Sasuke untuk makan siang. Dia jadi terlihat lebih cocok untuk menjadi Adik Sasuke daripada Kakaknya. Walaupun begitu, Itachi hanya berlaku seperti itu di depan keluarganya, sahabatnya–akatsuki–dan sang pacar–Hana Inuzuka. Di luar tiga hal itu, dia selalu berlaku serius.
"…Jadi, bagaimana hubunganmu dengan Hinata?" tanya Itachi membuka keheningan. Sekarang mereka berada di sebuah rumah makan yang tidak jauh dari gedung Uchiha Company–tempat Sasuke bekerja.
"Hah… aku malas membicarakannya," kata Sasuke lalu memasukkan potongan daging steak –nya ke dalam mulut.
"Kenapa? Masih memikirkan dia?" tanya Itachi sambil menatap Sasuke menyelidik.
"Ya," jawab Sasuke.
"First love, memang susahnya kalau mau digantikan orang lain." Itachi memakan steak –nya.
"Hn."
"Masih kesal dengan Hinata?"
"Ya."
"Hah…" Itachi menghela nafas berat. "Biar pun begitu, tetap saja, suatu hari nanti Ayah pasti akan menikahkanmu dengannya."
"Aku berani menjamin kalau hal itu takkan pernah terjadi," jawab Sasuke enteng dan tanpa beban.
"Kau tidak memikirkan perasaannya?"
"Memangnya dia memikirkan perasaanku waktu itu?" tanya Sasuke. Itachi tidak membalas perkataan Sasuke. Dia sudah tidak mengerti lagi dengan hubungan percintaan adiknya itu. "Sudah." Sasuke mengelap mulutnya dengan tissue. Sasuke tidak menghabiskan makannya itu. Ia menunggu Itachi menghabiskan steaknya.
Sasuke melihat ke arah jendela besar yang ada di sekeliling dinding restoran itu. Ia melihat seorang gadis berambut merah muda sedang berjalan dengan diikuti temannya yang berambut pirang. Sepertinya temannya yang berambut pirang itu sedang membujuk temannya yang berambut merah muda.
Tunggu! Merah muda?
Sasuke membelalakan matanya. Segera saja Sasuke bangkit dari duduknya. Dia berjalan keluar, berharap dapat menemukan gadis berambut merah muda itu. Ia tidak memperdulikan panggilan Itachi. Dia terus berjalan. Ia berlari. Saat sampai si halte terdekat, dia sudah tidak melihat gadis berambut merah muda itu.
Apa itu dia?
Sasuke kembali ke dalam restoran dan menemukan Itachi sedang membayar bill pesanan mereka itu. Sasuke duduk kembali di tempatnya.
"Kau kenapa Sasuke?" tanya Itachi.
"Tadi aku melihatnya. Hah… hah… hah…" Sasuke meneguk minumannya hingga tandas.
"Melihat siapa?"
"Sakura."
"Kau berhalusinasi ya, Sasuke?" tanya Itachi tak percaya dengan perkataan adiknya itu. "Mana mungkin orang yang sudah meninggal empat tahun yang lalu bisa hidup kembali?" tanya Itachi dan tak dijawab oleh Sasuke.
Sasuke memijat dahinya. Berharap apa yang tadi dilihatnya hanyalah sebuah halusinasinya saja.
Apakah itu kau, Sakura?
.
.
.
.
.
"Ada apa, Ayah?" tanya Hinata setelah ia berhadapan dengan Ayahnya itu.
"Nanti malam, Sasuke akan ada makan malam dengan para dewan direksi di Hotel Pacific Place. Kau ikut ke sana," kata Hiashi sambil menatap mata ungu anaknya itu dengan mata ungunya.
"Untuk apa, Ayah?" tanya Hinata.
"Untuk membuktikan bahwa hanya kau yang pantas menjadi Nyonya Uchiha berikutnya yang mendampingi Sasuke, wakil direktur Uchiha Company."
"Ta- tapi tidak perlu sampai begitukan, Ayah?"
"Kau tidak ingat kejadian saat pertunanganmu dengan Sasuke waktu itu? Dia lebih memilih untuk mengejar gadis–berambut–merah–muda itu. Hal itu sudah cukup untuk membuatku malu sebagai orang yang mengusulkan kau bertunangan dengan Sasuke."
"Ya, aku tahu itu… Ayah…"
.
.
.
.
.
Flashback…
"… Uchiha-san, aku mengajukan anak perempuanku, Hinata, untuk bertunangan dengan Sasuke," kata Hiashi.
Saat itu, keluarga Uchiha dan Hyuuga sedang mengadakan acara makan malam di sebuah restoran yang terbilang cukup mewah. Hiashi, dengan kedua putrinya, Hinata dan Shion, hadir ke sana. Ini adalah acara silaturahmi antara dua keluarga yang paling berpengaruh di Jepang.
Hinata yang mendengar perkataan Sang Ayah, terlihat tersenyum simpul. Senyumnya yang terlihat polos, dapat membohongi orang-orang yang ada di sana. Kalau diperhatikan lebih teliti, senyumnya justru terlihat seperti senyum kemenangan.
"Kau menerimanya, Hinata-chan?" tanya Mikoto.
"Ya, Mikoto-san," jawab Hinata dan berhadiah sebuah tatapan mengintimidasi dari Sasuke.
Kau pengkhianat, Hinata! batin Sasuke. Sudah jelas-jelas Hinata tahu kalau Sasuke itu pacaran dengan Sakura, sahabatnya. Musuh di balik selimut, mungkin itu adalah pribahasa yang tepat untuk Hinata.
"Bagaimana denganmu, nak Sas–" perkataan Hiashi dipotong oleh Sasuke.
"Aku menolak," jawab Sasuke tegas.
"Sasuke!" hardik Fugaku. Ia menatap tajam putra bungsunya itu.
"Kau pengkhianat, Hinata! Sahabat macam apa kau?" tanya Sasuke sambil berdiri menggebrak meja.
"Sasuke… Hinata…" Sebuah bisikan lirih keluar dari mulut seorang gadis yang sedang berdiri di pintu masuk restoran itu. Dari mata emeraldnya, dia menatap tak percaya pada sahabat dan pacarnya itu.
"Sakura…" kata Sasuke saat ia melihat seorang gadis berambut merah muda menatapnya. Gadis berambut merah muda itu berjalan cepat keluar dari restoran itu.
"Sakura!" Sasuke mengejar Sakura yang berlari itu. Hinata hanya menatap kedua sahabatnya yang semakin menjauh tanpa ada niatan untuk mengejar mereka.
"Ma- maaf atas kekacauan ini," kata Mikoto membuka suasana mencekam yang ada di antara mereka.
"Permisi, ini pesanannya." Seorang pelayan datang dengan membawa sebuah kereta dorong yang membawa pesanan mereka. Pelayan itu memindahkan pesanan mereka ke atas meja satu per satu. "Silahkan menikmati."
"Ayo kita makan," kata Mikoto memecah suasana dingin yang terjadi di antara mereka.
.
.
.
.
.
"Kenapa kau tidak bilang kalau Sasuke dan gadis-berambut-merah-muda itu pacaran, hah? Jawab, Hinata!" kata Hiashi. Mereka telah sampai di rumah kediaman Hyuuga di Hyuuga Mansion. Hinata di panggil ke dalam ruang kerja Hiashi. "Kau tahu Hinata? Aku malu, kau tahu? Aku yang mengadakan acara itu, dan aku yang mengusulkan kau bertunangan dengan Sasuke, itu juga atas kemauanmu!"
"Aku tahu, Ayah." Hinata tidak berani menatap Ayahnya itu.
"Kau dengar perkataan Sasuke tadi? Dan kau tahu apa yang dia maksudkan?"
"Ya, Ayah."
"Hal itu telah membuat namamu dan nama keluarga kita tercoreng! Kau akan dicap sebagai perusak hubungan orang, kau tahu?" Hiashi berkata dengan emosi.
"Tapi- tapi aku mencintai Sasuke, Ayah. Se- seandainya waktu itu Sakura tidak masuk ke KHS, Sasuke sekarang pasti telah menerimaku!"
"Tidak ada kata seandainya, Hinata. Kau tahu, kan, keluarga Uchiha adalah keluarga terhormat di sini." Hiashi terduduk di kursi kerjanya. "Aku tidak mau tahu, kau harus membuat Sasuke mencintaimu. Terserah mau apa dan bagaimana caranya. Mau cara bersih ataupun kotor. Buat Sasuke Uchiha mencintaimu!" Hiashi menekankan kata 'mencintaimu' diakhir kalimatnya itu.
"Iya, Ayah. Hal itu pasti akan kulakukan," kata Hinata.
End of Flashback…
.
.
.
.
.
Malam menjelang. Cahaya bulan berpendar terang bersama cahaya bintang-bintang di langit malam yang cerah. Sekarang waktu telah menunjukkan pukul setengah tujuh malam. Sasuke masih saja akan mengetik di atas keypad keyboard –nya kalau saja, Karin –sekretarisnya– tidak mengingatkannya perihal tentang makam malam bersama para dewan direksi.
"Kau kalau mau pulang, pulang saja, Karin. Kau pasti memiliki kencan dengna Suigetsu, kan?" tanya Sasuke dan berhasil membuat pipi Karin memerah.
"I- iya." Karin mengakui kalau ia memiliki kencan dengan Suigetsu, laki-laki yang telah menjadi pacarnya selama dua tahun ini. "Saya pulang dulu, Sasuke-sama. Permisi." Karin keluar dari ruangan Sasuke dan mengambil tasnya lalu turun ke basement gedung itu, di mana pacarnya sedang menunggunya.
Kadang… aku sering kali iri dengan hubungan Karin dan Suigetsu. Apa mungkin, hubungan kita bisa seperti mereka, Sakura? batin Sasuke mengenang sang mantan kekasih.
Sasuke bangkit dari duduknya dan meraih jasnya. Dia pun pergi ke basement dan memacu mobilnya menembus jalan di Kota Tokyo yang diterangi oleh lampu-lampu yang bersinar terang di sepanjang jalannya.
.
.
.
.
.
"Kau cantik sekali, Hinata!" pekik Shion. Saat ini, Hinata tampak lebih anggun dengan gaun malamnya yang berwarna biru gelap dengan glitter yang membuat gaun itu terlihat blink-blink dan juga elegan.
"Terima kasih, Shion-chan," kata Hinata sambil menatap pantulan dirinya di cermin besar yang ada di kamarnya itu.
"Aku yakin, Sasuke akan jatuh cinta padamu!" kata Shion optimis.
"Mungkin." Hinata menyisir rambut panjangnya yang berwarna ungu kebiruan itu.
"Permisi Hinata-sama, mobilnya sudah siap," kata Ayame dari pintu.
"Shion-chan, aku pergi dulu ya." Hinata meraih dompetnya yang berwarna senada dengan gaun malamnya itu. Derap langkah kakinya begitu terdengar ketika sepatu high heels –nya bertemu dengan lantai kayu rumah itu.
Good luck… batin Shion.
.
.
.
.
.
"Selamat malam, Sasuke," kata seorang berambut pirang jabrik yang menyambut kedatangan Sasuke.
"Selamat malam, Paman Minato." Sasuke membalas uluran tangan dari seorang berambut pirang jabrik itu.
"Teme!" Lelaki yang terlihat mirip dengan lelaki yang disebut 'Minato', berjalan mendekati Sasuke dan langsung merangkulnya.
"Dobe! Lepaskan!" Sasuke berusaha mendorong seorang yang dipanggil 'Dobe' itu untuk menghindari pelukan maut tersebut.
"Huahahaha…" Yang dipanggil 'Dobe' meninju pundak Sasuke pelan. "Sudah lama ya kita tidak bertemu."
"Hn." Sasuke mendudukkan dirinya di salah satu kursi yang mengelilingi sebuah meja makan yang sudah tertata rapi. "Sejak SMP."
"Hei! Hilangkan sifat sok cool –mu itu!"
"Kalian itu merepotkan sekali!" kata seorang lelai berambut hitam yang di kuncir tinggi. Shikamaru Nara.
"Apa katamu, nanas?" seru Naruto yang tidak terima dengan pernyataan Shikamaru itu.
"Hei, hei! Sudahlah," Minato Namikaze–Ayah Naruto–menegahi mereka. "Sepertinya kita tinggal menunggu seorang lagi."
"Seorang lagi?" tanya Sasuke dan Naruto berbarengan.
"Ya-"
Tiba-tiba seorang gadis berjalan mendekati meja yang mereka berempat tempati. "Maaf, saya terlambat, Namikaze-san."
"Tidak apa, Hinata-chan," kata Minato. Hinata tersenyum dan berjalan menuju ke samping kursi yang diduduki oleh Sasuke. Dia duduk di sana.
Mau apa Hinata di sini? batin Sasuke bertanya-tanya.
.
.
.
.
.
"… Sasuke, tunggu aku!" Hinata mencoba mengimbangi langkah Sasuke yang besar dan cepat. Sepatu high heels –nya membuatnya lebih susah untuk berjalan.
Hinata meraih pundak Sasuke, dan Sasuke pun berbalik menghadapnya. Hampir saja Hinata akan menabrak Sasuke kalau dia tidak menghentikan langkahnya. "Apa?"
"Tolong jangan berjalan cepat-cepat."
"Apa peduliku?" Sasuke berbalik dan mulai berjalan kembali.
"A- aku…"
"Sudahlah!" Sasuke memasuki mobil Lamborghini hitamnya dan menjalankannya meninggalkan Hinata sendiri di basement yang hampir kosong itu.
"Hiks… Hiks…" Setetes air mata mulai menurui pipinya. Tangannya yang bergetar, merangkul dirinya sendiri. "Kenapa Sasuke-kun… Kenapa?"
Sebuah jas berwarna putih menutupi tubuh Hinata. Tubuh Hinata yang bergetar juga didekap masuk ke dalam sebuah pelukan hangat itu. "Ssttt…" desis orang yang memeluk Hinata tersebut.
.
.
.
.
.
"Kenapa kau meninggalkan Hinata sendirian? Dia itu tunanganmu!" Fugaku dan Sasuke sedang berada di ruang kerja Fugaku.
"Aku tidak pernah menganggapnya sebagai tunanganku! Sejak awal aku tidak pernah menyetujuinya!"
"Tapi sekarang kau adalah tunangannya! Dan kau sudah sewajibnya melindungi dia!"
"Tunangan? Hah… Persetan dengan kata itu!" dengus Sasuke mengejek. "Itu hanya akal-akalan kalian demi kepentingan perusahaan!"
"Jaga ucapanmu, Sasuke!" Sasuke tidak mengubrisnya. Dia berjalan menuju pintu yang tertutup itu. "Sasuke Uchiha! Berhenti di sana!"
Sasuke menghentikan langkahnya. "Ada apa? Kalau hanya mau membahas tentang Hinata, aku capek dan mau tidur. Permisi." Sasuke terus berjalan sampai ia keluar dari ruangan itu dan menutup pintu. Fugaku hanya terduduk di kursi kerjanya. Pikirannya terasa penat memikirkan anak bungsunya itu.
Tidak bisakah kau melupakan gadis–pink–itu, Sasuke?
.
.
.
.
.
To Be Continue…
Finished at:
2010
Our Feeling © Kazuma House Production ® 2010
