inspirasi dari beberapa tema dari prompt 31-days LJ bulan maret (人゚∀゚*) Not AU! 2-chapters, not related! Enjoy reading!

Again, none of the characters I own.

(****)

1 us for the life romantic
"Emma! Sudah menunggu lama ya? maaf!" seru Arthur setengah berlari menghampiri kekasihnya.

Emma tersenyum dan menggeleng, "Aku dengar tadi ada masalah di rel yang menyebabkan kereta itu terlambat datang. Jadi ini bukan secara langsung salahmu,"

Arthur tersenyum lega, dia mengambil telapak tangan Emma dengan perlahan lalu menciumnya. Seperti yang biasa dilakukan seorang gentleman, tetapi untuknya tak hanya formalitas, lebih dari itu yaitu cinta. Arthur dan Emma baru akhir-akhir ini dalam hubungan relationship, maklum, kedua pemalu ini baru menyatakan cinta, padahal cinta mereka sudah lebih lama dari itu.

Karena tugas negara dan kurangnya hubungan langsung, aktivitas yang mereka lakukan bersama jarang sekali. Tetapi setiap ada kesempatan mereka manfaatkan dengan baik. Terutama saat ini. Arthur mengunjungi Belgia dengan kereta api Eurostar untuk makan malam.

Setelah bertemu di stasiun, mereka berjalan bersama menuju mobil, lalu ke restoran tujuan mereka.

Emma, wanita cantik representasi Belgia ini tampil memukau dengan dress merah yang tidak terlalu mencolok, juga tidak terlalu gelap. Dress itu hanya menutupi hingga lututnya, agak berenda juga tidak terlalu ketat. Ikat kepalanya juga memiliki warna yang sama, tetapi ditambah renda-renda dan pita jejaring transparan di atasnya. Emma tidak memakai make up yang mencolok dan berlebihan, dia tak pernah begitu, karena dia sudah sadar dirinya sudah tampak cantik tanpa topeng-topeng kosmetik itu. Dia tidak memakai aksesoris yang berlebih. Hanya sarung tangan berwarna merah agak terang, lalu jas hitam yang dia pakai menutup tubuhnya agar tidak mencolok saat menunggu Arthur di stasiun. Dia lepas jas itu saat Arthur akhirnya di sampingnya.

Arthur juga tampil sangat menawan, tetapi sederhana sehingga tampak serasi dengan Emma. Dia memakai jas hijau gelap yang menutupi baju hangat kebiruannya dan kemeja lengan panjang berwarna putih. Dasinya yang agak bercorak tetapi karena warnanya yang gelap hanya menghasilkan tekstur yang kasar tetapi lembut di atasnya. Dia memakai celana yang tidak meruncing di bawahnya, kakinya ditutup oleh sepatu hitam menampilkan kesederhanaan. Dia menyisir rambutnya seadanya. Karena tidak akan pernah rapi juga walaupun dia berusaha.

Arthur mengemudikan mobil milik Emma tersebut. Sebagai seorang "negara", dia berharap mendapatkan imunitas apabila ketahuan oleh aparat.

"Pemanasnya tidak berfungsi?" tanyanya.

"Tidak, namanya juga mobil tua."

"Sepertinya dingin, sebaiknya kau pakai saja jasmu," katanya menunjukkan kekhawatiran walaupun matanya kepada jalanan.

"Kalau dingin peluk aku dong.." Emma yang duduk di sebelah memakai sabuk pengaman, mencondongkan badanya ke kursi Arthur lalu memeluk lengannya.

Arthur tertawa kecil, "Kau mau aku melakukannya sekarang?"

Emma hanya tersenyum menunjukkan giginya, lalu kembali duduk demi keamanan.

"Jadi.. bagaimana dengan restoran ini?"

"Sebentar lagi. Ikuti saja arahanku."

Arthur mengangguk. Setelah keluar dari tol bandara, dia mengemudikan mobil tersebut sesuai arahan kekasihnya.

(*****)

Mereka akhirnya sampai di restoran itu. Arthur tidak melepaskan tangan Emma sejak keluar dari mobil. Walaupun dia mendapatkan dirinya terkesan akan suasana yang diberikan restoran. Musik klasik mengalun, beberapa pemainnya tampak dari bagian ruangan itu. Semuanya tampak bercahaya dengan lilin-lilin dan kemerlap-kemerlap cahaya yang dipantulkan dari kaca-kaca yang ditempatkan di segala arah, menimbulkan sinar kuning yang hangat dan cahaya-cahaya putih yang tersebar bagaikan bintang-bintang yang melayang di sekelilingmu. Arthur mengambil nafas lalu merasakan hangatnya udara di situ, dia lalu melepaskan jasnya, merasakan kehangatan yang menenangkan jiwa.

"Bagaimana menurutmu?" Emma menatapnya dengan matanya yang hijau menyala, dia tersenyum dan pipinya merah merona.

"Cantik sekali,"

"Bukan aku, tetapi semuanya ini!" katanya dengan membuka tangannya lebar.

"Ya, seperti yang aku bilang," Arthur melangkah lalu memeluknya. "Beautiful, everything here is beautiful. You're the most."

"Glad you like it," Emma memberikannya kecupan.

Arthur membalasnya dengan ciuman di bibir yang agak lama.

Selanjutnya mereka duduk di meja dan kursi yang putih-putih, lalu memesan makanan. Malam mereka yang panjang baru saja dimulai.

(******)