Semua yang hidup akan mati. Semua yang mati akan hidup kembali menyelesaikan urusannya.
©Characters; Masashi Kishimoto
©Story; coldheather
Hujan mengguyur kota Tokyo. Dingin dan sejuk. Itulah yang dapat dirasakan saat itu. Suasana yang sangat pas untuk beristirahat maupun menenangkan diri, atau sekedar menghangatkan diri sambil berkumpul dengan teman-teman ditemani secangkir teh atau kopi.
Saat itu pulang sekolah. Murid-murid sekolah menengah atas Tokyo bergegas pulang ke rumah masing-masing. Tidak ada yang berani berlama-lama jika hari hujan. Ada sebuah rumor menakutkan yang beredar di kala hujan turun.
"Hey, apa kau pernah mendengar rumor itu? Tentang seorang murid laki-laki yang bunuh diri dari atap sekolah?" ucap seorang gadis berambut pirang berekor kuda pada sahabatnya saat perjalanan pulang."Kudengar dia akan muncul setiap hujan. Seperti sekarang ini." lanjutnya sambil mengeratkan pegangannya pada payung ungunya.
"Ya, aku pernah mendengarnya. Tapi itu hanya rumor, 'kan?" kekeh gadis berambut coklat yang dicepol dua sambil memainkan payung merahnya.
"Apa kau pikir dia akan muncul?"
"Apa kau bercanda? Ayolah, Ino. Itu hanya rumor! Sekedar isapan jempol belaka!" gadis bercepol itu menaikkan nada suaranya.
"Tenten! Bagaimana jika rumor itu nyata?"
"Hmm.. Bagaimana, ya?" gadis bercepol dua yang bernama Tenten itu memasang wajah berpikir. "Jika dia tampan, kita akan menjadikannya teman. Tapi kalau dia jelek, kita akan memukulnya dan membuatnya pergi untuk selamanya! Hahahaha!"
"Tenten, kau ini!"
Kedua gadis itu tertawa terpingkal-pingkal. Sampai tiba-tiba...
BRUK!
"YA! A-APA ITU?!" spontan, kedua gadis itu berteriak ketakutan.
Sesuatu terjatuh di depan mereka. Potongan-potongan tubuh yang hancur. Darah segar menyelimutinya. Tulang-tulang putih yang mencuat dan hancur, organ-organ yang berantakan, dan yang paling menyeramkan dari semua itu adalah...
'Kedua bola mata yang menggelinding ke arah mereka.'
"M-M-M-M-MAYAT! ADA YANG BUNUH DIRI! YA!"
Sirine ambulans berkumandang. Beberapa mobil polisi tengah memenuhi area kejadian bunuh diri itu. Posisi dimana mayat itu ditemukan digambar dengan warna putih. Tak lupa dengan garis polisi agar tidak ada orang tak berwewenang memasukki area itu.
Kedua gadis yang menemukan mayat itu dijadikan saksi oleh polisi. Mereka berdua menangis, terlebih salah satu dari mereka adalah teman baik murid laki-laki yang bunuh diri itu. Sementara itu, kepala sekolah, para guru, dan beberapa murid yang masih berada di lingkungan sekolah hanya bisa terhenyak, tidak tahu apa yang harus mereka lakukan. Deru tangis dan teriakan histeris memenuhi sore kelabu itu. Tidak ada yang menyangka seseorang dari sekolah mereka melakukan tindakan bodoh itu. Terlebih, murid itu bukanlah murid yang bodoh. Dia adalah murid yang pintar, seorang jenius di angkatannya.
Seorang gadis berambut indigo panjang menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Manik amethystnya membulat lebar, tidak percaya jika dia baru saja kehilangan sepupu laki-lakinya. Tidak ada kata-kata yang keluar dari mulut gadis itu. Dia hanya menangis, mengerang, dan terus menyalahkan dirinya atas kematian kakak sepupunya itu. "T-T-TIDAK! T-TIDAK MUNGKIN NEJI NIISAN MELAKUKAN ITU! T-T-TIDAK MUNGKIN!" pekiknya lirih disertai erangan penuh penyesalan.
Gadis itu terus menangis. Kedua matanya sembab, suaranya semakin parau. Tubuhnya terasa lemah, sangat lemah. Kepalanya pusing, seperti ditinju dari segala arah. Matanya mulai terasa berat, dan pandangannya kabur. Gadis itu berusaha menyeimbangi tubuhnya, tapi dia gagal. Dan dirinya berakhir dengan tergeletak tak sadarkan diri.
"HINATA!"
Ketiga murid laki-laki itu menatap sekolah mereka dari bibir gerbang sekolah, di bawah payung mereka masing-masing. Mereka tidak percaya jika salah satu teman mereka bunuh diri. Sejauh yang mereka tahu, murid laki-laki bernama Neji Hyuga itu tidak mempunyai masalah yang berat. Memang akhir-akhir ini Neji sedikit bermasalah dengan pamannya. Tapi mereka yakin masalah itu tidak akan sampai membuat murid jenius sepertinya memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. Itu adalah aib bagi Hyuga.
"Aku benar-benar tidak percaya. Seorang Hyuga melakukan tindakan seceroboh ini?" ucap murid laki-laki berambut nanas pada kedua sahabatnya.
"Tidak hanya kau. Aku pun juga tidak percaya." ucap murid laki-laki berambut coklat dengan tato segitiga terbalik di wajahnya.
"Aku pikir ada banyak hal yang kita tidak tahu darinya." murid laki-laki berambut pirang dengan 3 garis di kedua pipinya ikut menimpali.
"Ya, kau benar, Naruto. Selama ini yang kita tahu hanyalah sebatas apa yang Neji tunjukkan pada kita. Kita tidak tahu tentangnya lebih dalam lagi. Teman macam apa kita ini?" sahut Kiba, terdengar penyesalan dari kata-katanya.
"Tidak sepenuhnya salah kita. Neji bukan tipe orang yang mau terbuka dengan orang lain." sanggah murid berambut nanas itu dengan kedua tangan yang disilangkan di depan dadanya.
"Kalau sudah seperti ini, yang ada hanya penyesalan." ucap Naruto.
"Ya, kau benar lagi, Naruto. Tumben sekali." sindir murid bertato segitiga terbalik itu.
"Jangan bercanda disaat seperti ini, Kiba!" pekik Naruto pada murid bertato segitiga terbalik itu.
"Aku tidak bercanda."
Hening. Ketiga murid laki-laki itu memilih untuk diam dan menatap bisu kerumunan itu. Mereka bahkan enggan untuk melangkahkan kaki mereka ke rumah masing-masing. Mereka masih terpukul dengan apa yang baru saja terjadi.
"TOLONG JANGAN MENGHALANGI JALAN!" seru petugas ambulans pada kerumunan. Mereka berdua membawa seorang gadis yang pingsan dengan tandu.
"SEKALI LAGI TOLONG JANGAN MENGHALANGI JALAN!"
"Hey! Itu Hinata!" seru Kiba sambil menunjuk ke arah tandu yang membawa gadis Hyuga berambut indigo.
Mereka bertiga tampak khawatir sekaligus iba. Mereka mengerti dengan keadaan gadis Hyuga itu. Kejadian itu pasti membuatnya shock.
"Aku harap Hinata baik-baik saja." ucap Kiba lirih.
Keesokan harinya. Sekolah tampak sepi. Banyak murid yang tidak masuk. Mungkin mereka takut. Mungkin mereka masih trauma. Atau mungkin..
"Orang tuanya tidak mengizinkannya masuk." ucap murid berambut nanas itu. Dia menghela nafas panjang. "Merepotkan saja." helanya sambil menatap keadaan kelasnya yang sepi. Kira-kira, kurang dari setengahnya saja yang hadir.
"Shikamaru, kupikir orang tua Choji tidak mengizinkannya masuk karena mereka pikir situasi sekarang masih tidak aman. Kenapa? Karena bisa saja Choji ikut melompat dari gedung." ucap murid laki-laki berkaca mata hitam. 'Sedikit' aneh karena dia memakai kacamata hitam di dalam kelas. Dia bilang dia mempunyai penyakit mata yang menular. Ya, apa boleh buat.
"Hhhh." murid berambut nanas yang bernama Shikamaru itu hanya menghela nafas. "Ayah Choji terlalu khawatir. Tapi dia tidak salah. Situasi seperti ini akan berakibat fatal untuk Choji yang terlalu sensitif. Merepotkan saja."
"Ino babi dan Tenten juga tidak masuk." ucap gadis berambut merah muda. "Tapi aku mengerti. Mereka berdua sangat ketakutan. Karena merekalah orang yang melihat kejadian itu."
"Ah, aku jadi teringat Hinata. Bagaimana keadaannya, ya?" tanya Kiba khawatir. "Apa dia masih pingsan?"
"Lee juga tidak masuk. Aku yakin dia juga sangat terpukul. Kenapa? Karena mereka berdua sudah bersahabat sejak mereka masih di sekolah dasar." timpal murid laki-laki berkacamata hitam itu.
"Ya, kau benar, Shino." Kiba mengiyakan.
"Hey. Apa kita tidak berkabung untuk Neji?" tanya Naruto blak-blakan.
Mendengar pertanyaan Naruto, semua terdiam dan berpikir.
"Seharusnya iya. Tapi, entahlah. Pihak sekolah tidak mengatakan apa-apa." jawab Shikamaru.
"Kenapa harus dari pihak sekolah? Kita bisa berkabung sendiri." timpal Kiba.
"Aku setuju." ucap Sakura. "Kita tidak perlu menunggu pihak sekolah untuk berkabung. Kita bisa melakukannya sendiri."
"Tunggu dulu, Sakura." sela gadis berambut merah dan berkacamata.
"Hm? Ada apa, Karin?" tanya Sakura.
"Apa tidak lebih baik jika kita menunggu pengumuman dari sekolah? Kita tidak tahu kapan Neji akan dikremasi." jelas Karin.
"Well, kita akan datang ke kediaman Hyuga terlebih dahulu."
"Kalian pikir mereka akan menerima kita?" pertanyaan Karin terdengar menusuk.
"Kenapa tidak?"
"Aku yakin mereka akan menyalahkan kita atas kematian Neji."
"Eh? Kenapa kau berpikir seperti itu?"
"Keluarga Hyuga adalah keluarga terhormat. Sama seperti keluarga Uchiha. Apa kalian pikir para Hyuga itu akan percaya jika Neji bunuh diri? Mereka pasti akan berpikir jika Neji dibunuh!" jelas Karin, sedikit menaikkan nada suaranya. "Dan kalian tahu apa yang buruk? Mereka akan menyalahkan kita. Apa kalian mau hal itu terjadi?"
Hening. Para murid tampak tegang setelah mendengarkan dugaan Karin.
"Tidak, tidak. Tidak mungkin Neji dibunuh. Apa kau pikir ada seorang pembunuh keji di sekolah ini?" tanya Kiba yang skeptis dengan dugaan Karin.
"Kau pikir untuk apa seorang jenius sepertinya bunuh diri? Dia mempunyai masa depan yang bagus." bantah Karin.
"Semua juga tahu. Tapi tidak mungkin dia dibunuh!"
"Lalu menurutmu Neji bunuh diri itu adalah 'mungkin'?" sindir Karin, memberikan penekanan pada kata 'mungkin'.
"Aku tidak mengatakan kalau hal itu adalah mungkin. Kita tidak tahu apa yang Neji hadapi. Dia tidak pernah cerita pada kita."
"Yang kita tahu hanya luarnya saja. Siapa tahu ada sesuatu di dalamnya. Manusia adalah makhluk yang rumit." Shikamaru yang sejak tadi diam menonton perdebatan mereka kini ikut menimpali.
"Oh, ayolah! Ada apa dengan kalian berdua? Ini bukan saatnya untuk berdebat!" pekik Naruto yang tampak kesal. Bagaimana tidak kesal? Dia sudah berduka akan kematian temannya itu dan sekarang temannya yang lain saling berdebat meributkan apakah temannya itu bunuh diri atau dibunuh. Setidaknya, berkabunglah terlebih dahulu!
Kiba dan Karin sama-sama terdiam. Tapi raut mereka seperti ingin melanjutkan perdebatan. Melihat keadaan yang sedikit canggung dan memanas, gadis berambut merah muda dan bermanik emerald itu berinisiatif untuk mencari topik lain.
"Guys, tenanglah. Kita akan memikirkan hal itu nanti. Sekarang yang lebih penting adalah apa kita akan berkabung atau tidak?" tanya Sakura, menengahi sekaligus meminta kepastian.
"Kita akan berkabung." jawab Shikamaru.
"Maksudmu, kita akan pergi ke kediaman Hyuga?" Karin mengeluarkan pertanyaan retoris.
"Tentu. Kau pikir kita akan ke kediaman Uchiha jika yang meninggal adalah seorang Hyuga?" jawab Shikamaru sarkastik.
"Tidak, tidak. Kita tidak perlu ke kediaman mereka. Kita tidak perlu mengambil resiko."
"Huh? Resiko apa yang kau bicarakan? Kita hanya pergi untuk berkabung. Bukan minum-minum ataupun berpesta disana."
"Karin, kita akan baik-baik saja." ucap Sakura berusaha mendinginkan keadaan yang kembali memanas. Entah kenapa Sakura ikut kesal dengan Karin yang terlalu berlebihan.
"Kalau begitu kalian saja yang pergi. Aku tidak mau ikut." sinis Karin, yang kemudian pergi kembali ke bangkunya.
Shikamaru menarik nafas panjang, lalu menghelanya cepat. "Perempuan itu menyebalkan. Terlalu berlebihan untuk sesuatu yang belum tentu terjadi. Merepotkan saja." gerutunya.
"Ya sudah kalau kau tidak mau. Kami semua yang akan pergi." ucap Naruto.
"Huh. Terserah."
Seorang murid laki-laki berkulit pucat dengan rambut yang menyerupai bokong ayam mendekati mereka. "Hey. Apa kalian pernah mendengar rumor itu?" tanyanya pada murid-murid itu.
"Rumor apa yang kau maksud?" Shikamaru mengangkat salah satu alisnya.
"Tentang murid laki-laki yang bunuh diri dari atap sekolah. Kudengar dia datang untuk membalas dendam." ucap murid berkulit pucat.
"Huh? Ahahaha, tidak mungkin! Hantu tidak ada! Jangan meracau kau, Sasuke!" seru Naruto panik. Dia sangat takut dengan hantu.
"Aku tidak meracau!" bantah Sasuke. "Kau pikir ini masuk akal? Neji mengakhiri hidupnya sendiri?"
"Memang tidak masuk akal. Tapi berpikir kalau Neji dibunuh hantu lebih tidak masuk akal." ucap Kiba.
"Hn." murid pucat bernama Sasuke itu berdehum sinis. "Terserah kalian. Tapi aku yakin, Neji dibunuh oleh hantu itu. Dan, mungkin saja berikutnya adalah giliran kalian." Sasuke tersenyum sinis, lalu melangkah meninggalkan mereka.
Para murid itu menatap kepergian Sasuke dengan bingung. Mereka kemudian saling pandang, lalu tertawa renyah untuk mencairkan keadaan.
"Bullshit! Mana ada hantu di sekolah ini?" Kiba terkekeh.
"Ya, benar. Tidak ada hantu di sekolah sini. Kenapa? Karena kita sudah berada di sekolah ini hampir 3 tahun dan tidak pernah ada cerita hantu yang beredar." Shino menimpali.
"Kalaupun rumor itu benar, lalu siapa yang bunuh diri? Selama kita bersekolah disini tidak ada satu pun murid yang bunuh diri. Pembuat rumor ini benar-benar bodoh! Hahaha!" Naruto tertawa terbahak-bahak, dan diikuti oleh teman-temannya.
Jam istirahat. Tidak ada bedanya antara jam pelajaran dan jam istirahat. Tidak ada guru yang mengajar, setidaknya untuk hari ini. Para guru sepertinya tengah mengadakan rapat. Entahlah apa yang mereka rapatkan. Mungkin saja mereka sedang merapatkan kapan seisi sekolah akan berkabung atau mungkin bagaimana untuk tetap mendapat kepercayaan dari para orang tua sebelum mereka akan memindahkan anak-anak mereka ke sekolah lain.
Sakura menatap pantulan dirinya di cermin kamar mandi sekolahnya. Wajahnya tampak lesu, meski dia sudah memoleskan make up untuk menyamarkan kantong matanya. Dia tidak bisa tidur dengan nyenyak tadi malam akibat insiden ini.
'Hmm.. Bagaimana keadaan Ino, ya? Aku khawatir.' batin Sakura sambil mengeluarkan ponsel merah mudanya.
Dia menghubungi sahabatnya, gadis pirang yang menjadi saksi kematian Neji. Gadis pirang itu juga merupakan salah satu alasan yang membuat Sakura tidak bisa tidur dengan nyenyak. Semalaman dia menjadi pendengar bagi sahabatnya itu.
"Nomor yang anda tuju sedang sibuk. Cobalah beberapa saat lagi."
'Mungkin tidak dengar.'
Sakura kembali menghubungi sahabatnya.
"Nomor yang anda tuju sedang sibuk. Cobalah beberapa saat lagi."
Lagi.
"Nomor yang anda tuju sedang sibuk. Cobalah beberapa saat lagi."
Dan lagi.
"Nomor yang anda tuju sedang sibuk. Cobalah beberapa saat la-"
Sakura memutuskan sambungannya. 'Ahh, ada apa dengan Ino? Dia tidak menjawab teleponku.' batin Sakura khawatir sambil mencoba untuk menghubungi sahabatnya lagi. Tapi masih saja gagal.
'Apa dia baik-baik saja? Atau mungkin dia masih beristirahat, ya?' pikir Sakura. ''Lebih baik aku menjenguknya saja nanti.' pikirnya lagi sambil mengemasi barang-barangnya.
Brak!
"Apa itu?!"
Baru saja gadis berambut merah muda itu melangkah meninggalkan kamar mandi, telinganya menangkap sesuatu yang terjatuh di belakangnya. Tidak. Lebih tepatnya, sesuatu yang terjatuh dari dalam salah satu bilik kamar mandi yang tertutup. Gadis itu sontak menoleh ke sumber suara, tapi tidak ada suara apapun. Ditatapnya bilik kamar mandi itu untuk beberapa detik, memastikan jika siapapun yang ada di dalam sana tidak apa-apa.
"Halo, apa kau tidak apa-apa?" tanya Sakura memastikan. Tidak ada jawaban dari dalam bilik.
Sakura melangkahkan kakinya, mendekati bilik itu. Tapi,
TOK.
Suara ketukan terdengar dari dalam bilik kamar mandi, membuat Sakura terkejut.
"Ah!" pekiknya kaget.
'Mungkin, dia tidak ingin diganggu.' pikir Sakura. Ketukan itu seperti mengisyaratkan Sakura jika seseorang yang berada di dalam sana baik-baik saja.
"Baiklah, aku pergi saja." ucap Sakura seraya berbalik dan meninggalkan kamar mandi.
Selang beberapa detik setelah Sakura meninggalkan kamar mandi, genangan darah yang semula kecil kini meluas hingga melewati bilik yang tak tertutup itu. Di tengah-tengah genangan darah itu, sepasang manik merah mengintip dari bagian bawah bilik. Manik merah yang melebar, merasakan ketakutan dan kesakitan yang luar biasa.
TBC.
No silent reader, please read and comment.
Author baru di fandom Naruto. Salam kenal!
