NARUTO © Masashi Kishimoto

BEFORE SUNSET © Uchiha 'Kim Bum' Vnie-chan

.

.

Genre(s) : Romance/General

Rated : T

Main character : Haruno Sakura, Sabaku no Gaara, , Hyuuga Neji

Pairing(s) : STRAIGHT

Warning : OOCness

.

.

Stand by me... Together make it love, Forever making you smile.

.

.

Summary : Sebelum matahari terbenam, temukanlah cinta sejatimu. "Aku... Tak ada yang bisa ku lakukan sekarang." "Jika minta maaf saja berguna, untuk apa ada hukum..." "...dan juga polisi." Stand by me...

.

.

"Kau ingat perjanjian itu 'kan?"

"Ngg...?"

"Temukan Flying Clover berhelai empat. Dan kau akan terbebas dari kutukan yang ku berikan."

"Ta-ta-tapi..."

"Cari. Dan temukan."

"Itu terlalu sulit..."

"Atau kau lupa dengan kutukan yang ku berikan? Aku ingatkan, kau akan kehilangan cinta sejatimu selamanya."

"Aku..."

"KUBILANG CARI DAN TEMUKAN! ATAU KUTUKANKU AKAN MENJADI KENYATAAN. WAHAHAHAAAHAHA...!"

"Tidak! Jangan! Kyaa...!"

Sontak, gadis berambut merah muda bangun dari tidurnya—loncat, berguling, dan sukses menimbulkan bunyi berdebum saat tubuh langsingnya membentur lantai.

"Hhh... hhhh... hhhh..." nafasnya menderu. Keringat dingin bercucuran dari seluruh tubuhnya. Kepalanya terasa pening, mungkin terbentur lantai terlalu keras.

Mata emeraldnya menyiratkan ketakutan, lalu mengedarkan pandangannya ke sekelilingnya.

Ruangan berukuran sedang dengan cat berwarna merah muda pucat, laptop di atas meja belajar, majalah remaja yang berserakan di lantai, dvd dan komik yang menumpuk di sudut ruangan, lemari-dengan pintu yang terbuka- penuh dengan pakaian, juga cermin yang tepat berada di hadapannya yang memantulkan sosok dirinya sendiri dengan penampilan berantakan. Sama seperti kondisi ruangan itu.

"Ini benar kamarku. Rupanya yang tadi hanya mimpi. Nightmare..." ia menghela nafas lega.

Oh ya, ada satu benda yang luput dari pandangannya. Benda yang sangat penting—setidaknya untuk saat ini.

Jam dinding. Berbentuk hati. Berwarna merah muda. Dengan jarum jam yang menunjukan angka 07.00.

"Kyaa! Aku terlambat!"

Dan sedetik kemudian, hanya siluet gadis berambut merah muda yang terlihat melesat menuju kamar mandi.

.

.

"Kesiangan lagi, Sakura?" Gadis berambut merah muda bernama Sakura itu menoleh—mendapati sosok lelaki yang sangat dikenalnya.

"Ohayo Sasuke-kun!" senyum cerah menghiasi wajah gadis itu melihat sang pujaan hati. Namun ekspresinya berubah saat mengatakan "Ya. Kesiangan. Lagi."

"Sudah ku bilang, jangan telat tidur," tangan Sasuke tergerak, lalu mengacak rambut Sakura.

"Aku mimpi buruk lagi..."

Mata onyx itu menatap lekat gadis di hadapannya. Gadis yang sudah 3 tahun menemani hidupnya.

Sakura mengerutkan dahinya, "Kau kenapa Sasuke-kun?"

"Aku tidak apa-apa. Ayo ke kantin. Kau bilang tadi belum sempat sarapan, 'kan?"

"Hmm."

Sakura menatap tangan Sasuke yang menggenggam erat tangannya. Gadis itu hanya tersenyum tipis, membiarkan tangan itu menuntunnya menuju kantin, di mana mereka makan dalam diam.

Sambil menyatap nasi goreng stawberry-nya, Sakura diam-diam melirik ke arah lelaki bermata onyx yang duduk di hadapannya sambil meminum cappucino.

Dan gadis itu merasa ada yang aneh dengan sikap kekasihnya itu. Entah sejak kapan Sakura merasa seperti itu.

Sasuke memang bukan tipikal lelaki romantis yang selalu memberinya bunga mawar, surat cinta atau puisi. Tidak pula mengirimkan ucapan dan sapaan sayang yang membuat Sakura tersenyum sendiri membacanya. Tapi Sakura yakin, Sasuke mencintainya.

Entahlah, sekarang semuanya terasa sangat jauh, hambar, datar.

"Sasuke-kun?" jemari Sakura membelai lembut pipi Sasuke, "Kau tak apa? Kau sakit?"

"Hn. Aku baik-baik saja. Hanya sedang mencoba untuk fokus pada ulangan Fisika nanti siang."

"Oh."

"Sakura."

Sakura kembali menatap mata onyx Sasuke, "Ada apa?"

"Pulang sekolah, ada hal penting yang ingin aku bicarakan."

Meskipun sedikit bingung, Sakura mengangguk, "Baiklah."

"Ayo kita ke kelas."

.

.

Bel menandakan jam pelajaran terakhir sudah usai, membangkitkan kembali semangat siswa-siswi yang sempat drop. Setelah mengucapkan salam kepada sensei yang mengajar, satu persatu dari mereka berhamburan keluar. Ada yang memutuskan untuk pulang ke rumah, mengikuti les atau kegiatan ekstrakulikuler, atau hanya nongkrong-nongkrong dan cuci mata di mall.

"Sakura, ayo."

Jemari Sasuke bertautan dengan jemari Sakura. Lalu mereka melangkah meninggalkan kelas sambil bergandengan tangan diiringi tatapan iri dari para gadis seantero sekolah. Sakura hanya tertawa kecil. Tentu saja, mendapatkan lelaki terpopuler di sekolah adalah sebuah kebanggaan.

"Kau mau bicara apa Sasuke?"

Sasuke berbalik. Mata onyx-nya menatap mata emerald Sakura, tajam.

"Maafkan aku, Sakura..."

"Hmm?"

"Aku pikir, lebih baik kita putus saja."

...

Hening. Sakura terlalu shock untuk mengutarakan ketidaksetujuannya. Hatinya terlalu hancur demi mendengar satu kalimat yang diutarakan pria itu. Jantungnya terasa berhenti berdetak. Begitupun seluruh organ dalam tubuhnya.

Dan perlahan, air mata mulai jatuh menganak sungai di pipi Sakura yang memucat.

"Kenapa..."

...

"Lebih baik seperti ini."

"Tapi kenapa Sasuke?"

Sasuke terdiam. Tampak ragu untuk memberikan alasan.

Air mata Sakura semakin mengalir deras. Mata emerald yang selalu bercahaya itu terlihat redup.

"Apa aku membuat kesalahan yang tidak bisa kau maafkan? Atau kau berpaling demi gadis lain?"

"Bukan begitu. Mungkin ini hal yang sepele, tapi sangat prinsipil."

Sakura menatap Sasuke tak mengerti, "Apa hanya karena itu?"

"Tapi justru karena ini benar-benar nyata, maka kita harus berpisah. Kalau tidak, kita bisa mengecewakan banyak pihak."

"Kita bisa bicarakan..."

"Mungkin kita memang tidak ditakdirkan untuk bersama."

Mata onyx itu tak berani lagi untuk menatap sosok gadis di hadapannya.

Sasuke berbalik, melangkah perlahan—namun pasti, menjauh.

"TERIAKAN NAMAKU, SASUKE! DAN KATAKAN KALAU KAU SUDAH TIDAK MENCINTAIKU LAGI!" raung Sakura.

Langkah Sasuke terhenti.

Lelaki itu menoleh, dan senyum sinis terukir di wajah tampannya. "You're annoying."

Dan sedetik kemudian, Sasuke benar-benar melangkah pergi, meninggalkan Sakura yang semakin menangis histeris.

Dan tanpa Sakura ketahui, betapa sulit kalimat itu meluncur dari bibir Sasuke. Betapa berat langkahnya pergi meninggalkan tempat itu. Betapa dia tidak mampu menatap wajah gadis yang dicintainya menangis karena dirinya. Betapa hatinya juga hancur, remuk.

...Toh, cinta memang tak selamanya harus memiliki, 'kan?

.

.

Langkah gadis berambut merah muda itu terseok-seok. Orang yang melihatnya pasti menyangka gadis itu akan segera tidak sadarkan diri. Ia terus menyusuri jalan setapak taman Konoha. Terluntang-lantung tanpa tujuan.

Otaknya belum mampu merekam apa yang sebenarnya terjadi. Terlalu menyakitkan untuk diingat.

Dan kini ia benar-benar kehilangan kekuatannya. Bahkan kehilangan semangat untuk hidup. Tubuhnya merosot, jatuh di atas jalan setapak. Terduduk lemas di sana, dan melanjutkan kembali kegiatan sebelumnya : menangis. Menumpahkan segala emosi dan rasa sakit yang ada dalam dirinya.

"Tidak baik seorang gadis menangis di tengah jalan seperti ini."

...

Tangan pucat terulur. Menawarkan selembar kain putih polos—saputangan pada gadis itu.

Mata emerald Sakura melirik sosok di hadapannya—takjub.

'Apakah ini yang disebut dengan malaikat penolong?'

"Mengapa wanita merasa mereka terlihat cantik saat menangis? Padahal itu sebuah kesalahan besar."

"Hwaaa...!" Sakura menangis makin histeris. Mengundang banyak perhatian orang-orang di sekitar situ, menimbulkan bisik-bisik dan tatapan aneh dari mereka.

"Sepertinya ada sepasang kekasih yang sedang bertengkar..." "Lelaki macam apa dia yang membiarkan wanitanya menangis seperti itu..."

Ups! "Ah, ini tidak seperti yang kalian kira," sosok yang berdiri di hadapan Sakura mencoba menjelaskan. Tubuhnya yang tinggi tegap sedikit membungkuk; seperti sedang memohon maaf.

"Ku mohon, jangan menangis. Mereka bisa mengira kalau aku memukulmu..."

"Hiks... Hiks..." Sakura masih terisak. Namun setidaknya, ia sudah lebih tenang sekarang.

"Ini. Ambilah. Kau sangat membutuhkannya saat ini," tangan sosok itu terjulur, meraih tangan Sakura, lalu meletakan sapu tangan di genggaman gadis itu.

"Terima kasih," gumam Sakura.

Sosok itu berbalik, siap melangkah pergi.

"Tunggu! Ini, saputanganmu."

Sosok itu tersenyum tipis, menambah nilai plus wajah tampannya, "Untukmu."

Sakura menatap sapu tangan di tangannya. Sudah basah oleh air matanya sendiri. "Tunggu sebentar. Aku bahkan belum mengenalmu. Siapa...?"

Kini senyuman di wajah tampan sosok itu melebar. Sorot mata dingin tapi menyentuh. "Kalau kita bertemu lagi, aku akan memberitahumu. Ja matta!"

Dan dengan kalimat perpisahan itu dia benar-benar menghilang dari pandangan Sakura.

Tanpa disadari, jemari Sakura menelusuri setiap inci sapu tangan putih polos itu. Sampai akhirnya jemarinya menemukan sesuatu yang tak biasa. Rajutan.

"H NJ..."

.

.

"Nee-chan! Aku berangkat!"

Terdengar suara mobil dihidupkan, lalu digas. Dan sejurus kemudian, Ferrari berwarna hitam itu melesat pergi, mengarungi jalanan mulus yang cukup ramai.

"a shiwioon maeum in gul a shiwioon maeum in gul

gyutteh issuhdo unjenah geulioon gul

Hey my girl

yoori chulum negen boolanhan meum in gul

a shiwioon maeum in gul a shiwioon maeum in gul

gyutteh issuhdo unjenah geulioon gul

Hey my girl

idehro nul poomaneh damgo shippuh"

Ferrari hitam terus meluncur di atas aspal.

Mulut sang pengemudi tampak komat-kamit mengikuti lirik lagu yang diputar di I-pod-nya. Kepalanya terangguk-angguk—ia sangat menikmatinya. Untung saja matanya tak ikut terpejam. Karena kalau sampai hal itu terjadi, bisa gawat.

"hessal dalmeun nuh eh geu miso

barameu dalmeun ni hyanggi ddaddeut han soomgyul

shinggeu luh oon nuh eh nootbit chi jowa

hengbokeh hanaleum chwihan

sarangi ggoomi dwelggabwa da sarajil ggabwa

gyutteh itneun ni soneul ggok jabgeh dweh

(shashala shalallala hey my

shashala shalallala hey my girl

shashala shalallala in my heart)

Youngwonhi muhmoolluh jwo"

Rambut merahnya berkibar-kibar tertiup angin. Menampakan sebuah tatoo yang terukir di keningnya. Ai.

"a shiwioon maeum in gul a shiwioon maeum in gul

gyutteh issuhdo unjenah geulioon gul

Hey my girl

yoori chulum negen boolanhan meum in gul

a shiwioon maeum in gul a shiwioon maeum in gul

gyutteh issuhdo unjenah geulioon gul

Hey my girl

idehro nul poomaneh damgo shippuh"

Dan sebuah nama yang tertera di jas hitamnya : Sabaku no Gaara.

.

.

"Neji-nii, kau baru pulang?"

Lelaki berambut coklat panjang yang baru saja tiba di rumahnya disambut sapaan sebuah suara lembut.

"Oh, rupanya ada kau. Kenapa tidak menghubungiku kalau kau mau datang? Jadinya aku bisa pulang cepat."

Gadis yang menyapa lelaki itu—Neji, tersenyum manis. "Hanya tidak ingin merepotkan Neji-nii."

"Apa ada hal yang penting?"

"Tidak juga." Sejenak, gadis itu terdiam sebelum melanjutkan perkataannya, ragu. "Aku dipanggil Hizashi-sama untuk membicarakan soal pertunangan kita," suaranya terdengar melemah.

Neji menatap gadis itu. Tangannya mengangkat dagu gadis itu; yang sedari tadi menunduk. Lalu menatap mata gadis—sepupunya. Sekaligus calon istrinya. Lekat-lekat.

"Kau yakin, Hinata?"

"Aku rasa, aku memang mencintai Neji-nii."

Neji melepaskan dagu Hinata, lalu mengangguk samar. "Kalau itu sudah menjadi keputusanmu."

Tak ada jawaban dari gadis itu.

"Jika tak ada yang perlu kita bicarakan lagi, aku permisi dulu. Aku mau istirahat."

Hinata mengangguk, lalu dilihatnya Neji yang berjalan menuju kamarnya di lantai 2.

Gadis itu bergumam, "Dan ku harap, kau juga memiliki perasaan yang sama denganku."

.

.

"Aku udah putus, Ino," bisik Sakura lirih.

Seperti yang sudah Sakura duga sebelumnya, Ino—sahabat karibnya sejak di taman kanak-kanak pun langsung heboh sendiri. "Serius, lo?" pekik gadis berambut pirang itu.

Sakura mengangguk. Lalu tertawa getir.

"Tapi kenapa...?"

"Dia bilang, karena kami mungkin tidak ditakdirkan untuk bersama. Konyol sekali 'kan, alasannya."

Ino mengangguk-angguk, entah tanda mengerti atau setuju. Mata biru shappire-nya menatap Sakura prihatin. Mencoba mengerti situasi sahabatnya. Ia mendekati Sakura dan mendekap sahabatnya itu, mencoba menenangkan.

Untuk beberapa saat, keduanya terdiam, sibuk berkutat dengan pikiran masing-masing.

"Kemarin, aku kacau sekali. Jauh lebih buruk dari kondisiku saat ini. Aku terlalu shock untuk menerima semua kenyataan ini. Tapi..."

Ino mendongak. Sakura menatap Ino, "...aku bertemu dengan seorang malaikat penolong."

Sakura mengeluarkan sesuatu dari balik saku jaketnya.

"...Sapu tangan?"

Sakura mengangguk lalu tersenyum. Dibukanya lipatan sapu tangan itu, membuat sehelai kain itu tampak lebih lebar, dan memperlihatkan rajutan di pojok kanan bawah. Sepertinya dibuat dengan sepenuh hati, melihat rajutan itu terlihat rapi dan begitu indah.

" ...H NJ...?" Ino menatap sapu tangan itu, lalu Sakura, lalu kembali ke sapu tangan itu. "Punya siapa?"

Mata emerald Sakura menerawang saat mengatakan, "Aku tidak tahu. Tapi aku berharap, aku dapat bertemu lagi dengannya..."

.

.

"Sudah kubilang, 'kan? Kau akan menyesal kalau tidak menuruti perintahku."

"Diam kau..."

"Aku sudah peringatkan kau berkali-kali, tapi kau tak mau dengar..."

"Ku bilang diam..."

"Sekarang kau rasakan sendiri 'kan? Kau kehilangan cinta sejatimu. Untuk selamanya..."

"Brengsek kau. Sebenarnya maumu apa?"

"Pertanggung jawaban darimu. Kau telah membuatku kehilangan Flying Clover berhelai empat yang sangat langka. Kau tidak tahu, betapa berharganya benda itu bagiku. Aku bahkan harus kehilangan pangeranku karena kau! Sekarang kita impas, 'kan? Hahahaha..."

"Kenapa..."

"Tapi aku masih berbaik hati padamu. Kutukanmu masih bisa dihilangkan."

"Apa...?"

"Kau harus menemukan cinta sejatimu sebelum matahari terbenam di hari terakhir musim semi. Tapi kalau tidak, kau akan benar-benar kehilangan cintamu untuk selamanya. UNTUK SELAMANYA! HAHAHAHA..."

.

.

Semenjak peristiwa yang membuat Sakura harus mengakhiri hubungannya dengan Uchiha Sasuke, gadis itu memutuskan untuk melupakan kenangannya bersama cinta pertamanya itu. Semua tentang pria itu. Termasuk dengan pergi jauh dari kehidupan Sasuke.

Dan akhirnya dia memilih untuk pindah sekolah. Masih tinggal di sekolah yang sama dengan Sasuke hanya akan membuatnya semakin tersiksa dan semakin sulit untuk melupakan mantan kekasihnya itu. Apalagi melihat Sasuke bersama gadis lain. Rasanya seperti ingin mati saja.

Dan setelah merengek-rengek pada kedua orang tuanya, terpaksa menjalankan ancaman berupa mogok makan, di sinilah ia berada sekarang.

Hi Internasional School.

Sebuah sekolah yang menurut pendapat orang adalah surganya dunia. Bahkan tak pantas disebut sekolah, melainkan sebuah istana. Bahkan pepatah mengatakan "Kalau berhasil masuk sekolah ini, niscaya kau akan mendapat kebahagiaan sepanjang hidupmu". Mungkin terdengar sedikit berlebihan. Namun jika dicermati baik-baik, ada benarnya juga.

Dan di hari pertama sekolah di sana akan menjadi hari yang tidak terlupakan bagi gadis itu.

"Kyaa! Itu 2Prince! Wah~ mereka keren sekali!"

Teriakan-demi-teriakan terdengar memecahkan keheningan di sekolah super elit itu.

Dan sumber segala keributan itu adalah 2 sosok pria yang tampak berjalan santai dari tempat parkir mobil—yang tentu saja kesemuanya adalah mobil-mobil mewah.

"Ah, maaf, saya tidak sengaja."

Salah satu dari mereka; pria berambut merah membelalakan matanya. Dilihatnya sosok yang sedang membungkuk-bungkuk memohon ampun kepadanya setelah sebelumnya tak sengaja menabrak pria itu. Tak sengaja.

"Apa kau tidak punya mata? Perlukah bantuanku untuk membuang matamu yang tidak berfungsi dengan baik itu?"

Pria di sampingnya menengahi, "Sudahlah, Gaara. Dia tidak sengaja. Lagipula dia sudah minta maaf."

"Kalau minta maaf saja berguna, untuk apa ada polisi?" pria berambut merah yang dipanggil Gaara itu tampak tak terima.

"Tapi..."

"Shut up, Neji!"

Pria berambut coklat itu langsung terdiam. Mengganggu Gaara saat sedang mengamuk adalah sebuah keputusan bodoh. Percuma.

"Kali ini kau ku lepaskan. Tapi awas, jika kau melakukan kesalahan lagi di hadapanku, ku pastikan kau bukan lagi bagian dari sekolah ini."

Sosok yang sedang ketakutan di hadapan Gaara membungkuk lebih dalam, "Terima kasih. Aku berjanji tak akan mengulanginya. Sekali lagi aku minta maaf."

Neji lalu menarik Gaara dari kerumunan, tak mau sahabatnya itu membuat keributan lainnya.

"Sudah ku bilang, Gaara. Jaga emosimu."

Pria berambut merah hanya bisa menggerutu, "Kau ini benar-benar terlihat seperti Temari, sekarang."

"Ah, kau benar. Apa kau ingin aku meminta campur tangan kakakmu?"

"Awas kalau kau berani mengadukanku pada Temari..." ancam Gaara.

"Hmm... Childish."

"KAU BILANG APA, ...Neji?"

"Bukan apa-apa."

"Hei! Neji! Awas kau!"

.

.

Suasana kantin sangat ramai, tentu saja, ini memang waktu makan siang. Tapi Sakura agak ragu menyebutnya kantin. Mungkin lebih pas rasanya menyebut tempat itu sebagai restaurant bintang 5. Akh, mungkin bintang kejora.

Mata emerald Sakura mencari-cari tempat yang sekiranya bisa dia tempati untuk menikmati makan siangnya.

"Akh, di pojok masih kosong," setengah berlari, Sakura menghampiri satu-satunya kursi yang masih kosong, tak mau orang lain mendahuluinya.

Sayang sekali, mata emerald Sakura hanya fokus pada kursi itu, sampai tak menyadari sekelilingnya.

"Akh!"

Tersandung.

Jus stawberry di gelasnya tumpah. Tepat di depan seorang pria. Berambut merah. Sama dengan warna bajunya yang berubah menjadi merah.

"Ah, gomen. Aku tidak sengaja menumpahkannya."

"Kau... Kau! Berani-beraninya..."

Geraman sosok pemuda itu membuat nyali Sakura sedikit menciut.

Hijau bertemu dengan hijau emerald.

Dan tangan pemuda itu terangkat, lalu melayang.

Sakura memejamkan matanya.

"Gaara! Hentikan!"

To Be Continued~

A/N : Hwa~ Fic baru nih! Bagaimana? Cukup pantaskah untuk menjadi sebuah karya? Ditengah kegalauan karena tak berhasil melanjutkan chapter terbaru D'KIRA, juga karena terobsesi pada Boys Before Flowers, serta kecanduan mendengarkan soundtrack drama korea, lahirlah fic ini. Beberapa scene memang saya kutip dari drama korea yang fenomenal itu. Tapi tidak semua 'kan? Disini Sakura bukan gadis miskin, bodoh, dan jelek kok. Sakura adalah gadis yang cantik (terbukti karena dia sempat berpacaran dengan pria sekaliber Sasuke), pintar dan cukup kaya (bisa masuk sekolah seelit Hi Internasional School. Kenapa genknya tidak ber-4? Jawabannya mudah saja, saya tidak ingin membuat cerita yang panjang lebar, terlalu ribet jika saya membuat 4 chara cowok sebagai pemeran utamanya.

Terima kasih telah membaca fic saia.

Keep or Delete?

Uchiha Vnie-chan