Raining Day
(Chapter 1)
Setiap ucapan yang dilontarkan Ochi-sensei seperti sebuah lagu klasik yang entah kenapa bisa membuat mataku ingin sekali terpejam. Tidak heran memang, didetik-detik jam terakhir dalam pelajaran seperti ini memang saatnya tenaga yang dimiliki berada dalam titik darah penghabisan. Semua tulisan angka dipapan bagaikan gambaran imajinasi indah saat aku berada disetengah tidurku.
Ku coba bangun kembali dengan cara menegakkan punggungku yang sudah membentuk huruf C. Sial sekali, kenapa aku bisa mengantuk seperti ini? Padahal ini adalah pelajaran yang sangat berharga. Tapi apa daya, keadaan di luar ruangan yang sedang sejuk karena hujan sebentar lagi datang membuat suasana semakin rileks lagi untuk tidur.
Mulutku menguap dengan sendirinya. Mataku sudah benar-benar tidak bisa ditahan lagi untuk tetap terbuka. Dengan sendirinya punggungku kembali melengkung lagi. Saat kepalaku sudah berada diatas meja, kesadaranku hilang sepenuhnya. Ini tidak bisa ditahan lagi. Maafkan aku pelajaran yang berharga, aku tidak bisa menerimamu untuk saat ini.
-o0o-
Perkenalkan. Namaku Rukia Kuchiki. Seorang gadis pindahan yang baru pindah sekitar sebulan yang lalu. Aku bersyukur sekali karena dalam pindahan kali ini aku mendapatkan teman-teman yang sangat baik dan perhatian kepadaku.
Sejak datang di Karakura high school, aku duduk di kelas 1-2 sampai sekarang. Beruntungnya lagi, disekelilingku dikelilingi teman-teman perempuanku yang baik kepadaku. Apalagi si Inoue Orihime. Temanku yang paling polos itu sangat peduli sekali dengan orang-orang disekelilingnya. Meski terkadang kepolosannya itu membuat emosi orang meledak-ledak.
Bel tanda jam pelajaran berakhir berdenteng dengan kerasnya membuat sebagian murid yang sudah bosan berseru senang. Wajah-wajah mengantuk mereka hilang digantikan dengan wajah sumringah. Tak lain halnya dengan teman yang berada disamping kiriku. Sebut saja dia Tatsuki Arisawa.
Kepalanya yang sepanjang jam terakhir tadi berada diatas meja sekarang sudah bangkit kembali. Senyum manisnya tersungging indah dibibirnya ketika melihat guru pengajar sudah melangkah keluar dari kelas.
"Yeiiiy, waktunya pulang. Istirahat sebentar dan pergi latihan. Rukia, Orihime, aku pergi duluan yaaaa~!" teriak Tatsuki berlari cepat keluar kelas.
Aku dan Orihime sendiri hanya datar. Seperti tidak heran atau tidak menghiraukan kepergian Tatsuki. Kami masih anteng-anteng saja sambil memasukan buku kami kedalam tas. Bahkan mataku atau mungkin juga mata Orihime tidak sedikitpun melirik untuk melihat kepergian Tatsuki.
"Nee, Kuchiki-san, aku pergi dulu ya. Sepertinya aku harus pergi ke super market untuk membeli bahan makanan," ucap Orihime stand by disamping bangkuku.
Bibirku menyunggingkan sebuah senyum kecil, "Douzo, Orihime. Aku juga harus pergi ke perpustakaan untuk mengembalikan buku-buku yang ku pinjam."
Orihime mengangguk, "Aku pergi dulu ya. Jaa ne, mata ashita." Orihime berlalu.
Tak lama setelah Orihime berlalu, ku lihat keadaan kelas yang sudah sepi. Koridor sekolah pun terdengar sepi tanpa ada suara langkah kaki sama sekali. Ini memang kebiasaanku saat pulang. Aku selalu menunggu sampai semua orang pergi dan aku baru keluar.
Jujur saja, aku tidak suka dengan keramaian. Karena memang keramaian membuat keadaanku tidak tenang. Entah karena apa. Memang tidak ada trauma tersendiri tentang ini, tapi inilah aku.
Segera ku langkahkan kakiku untuk bergegas. Karena memang keadaan di luar ruangan sekarang sudah gelap. Sebut saja langitnya sedang mendung sekarang. Memang, bulan ini sudah waktunya musim penghujan.
Aku sangat berharap sekali hari ini hujan tidak turun sebelum aku berada di rumah. Alasannya karena hari ini aku lupa membawa payung. Dan itu karena tadi pagi aku bangun kesiangan. Karena kesiangan ujung-ujungnya aku melupakan barang-barangku yang tidak aku siapkan sejak tadi malam. Sudahlah, jangan pikirkan itu sekarang. Yang terpenting sekarang adalah segera kembalikan bukunya dan pulang.
-o0o-
Mataku menatap setiap tetep air hujan yang jatuh dengan cepat keatas tanah. Sebuah kebenaran yang tidak aku sukai. Kenapa harus hujan ketika aku sudah berada di lantai bawah. Padahal aku cukup menyeberangi lapangan itu dan masuk kedalam perpustakaan.
"Kalau begini, lebih baik hujannya turun saat aku sudah berada di perpustakaan saja."
Dalam hatiku sudah mengumpat habis-habisan. Kalau sudah begini aku harus melakukan apa? Apa perlu aku kembali lagi ke kelas untuk menunggu hujan reda? Bodoh sekali jika aku melakukan hal itu. Kalau memang begini, baiklah, aku akan menunggu dulu disini.
Tiba-tiba, dari ujung koridor terdengar suara langkah kaki yang melangkah mendekat kearahku. Langkah ini sepertinya masih berada di tangga yang menghubungkan lantai satu dengan lantai dua. Ternyata masih saja ada orang di sekolah ini selain aku. Padahal, ku pikir hari ini tidak ada ekstra hari ini.
Dan benar. Dari ujung koridor sana, ada seseorang yang sedang berjalan dengan santai menuju kearahku. Apaan itu? Ada apa dengan rambutnya? Sangat menyilaukan dunia. Aku tidak bohong, itu terlalu nyentrik untuk rambut orang Jepang.
Mungkin saja dia orang luar. Tidak heran, sekolah ini memang sekolah internassional. Tidak hanya orang Jepang saja yang sekolah di sekolah ini. Jadi mungkin, si orang berambut nyentrik itu adalah orang luar Jepang.
Entah apa yang membuatnya tiba-tiba berhenti dibelakangku. Padahal yang terakhir ku lihat dari ujung mataku tadi, matanya menatap lurus ke depan. Ku kira dia tidak mengetahui adanya keberadaanku.
Aku jadi agak merindingan. Habisnya, selain rambutnya yang nyentrik, wajahnya juga menakitkan. Alisnya terlihat menyatu seperti itu. Hiii, dasar maniak. Pasti dia anak brandal. Dilihat dari gayanya juga terlihat sekali. Tidak bisa dipungkiri lagi.
"Kau sendirian?" tanyanya setelah lama hening.
Sial! Kenapa tiba-tiba dia bertanya seperti itu? Aku jadi takut. Apa-apaan coba? Bulu tanganku jadi berdiri semua karena ini. Auranya kuat sekali. Aku tidak pernah merasakan ada aura yang sekuat ini. Ku harap wajahku tidak terlihat seperti orang ketakutan.
Ku lirikkan mataku untuk melihatnya, "Sejauh ini aku sendirian, tapi untuk saat ini aku sudah tidak sendiri."
Hening kembali. Namun, tanpa aku tahu, dia bergerak dan berhenti tepat disampingku. Kedua tangannya sudah dari awal berada didalam saku celana panjangnya. Ekspresi wajahnya masih belum berubah. Pandangannya lurus menatap kedepan.
"Kuchiki, itu kan namamu?"
Nani wo are? Kenapa dia bertanya seperti itu? Darimana dia bisa tau namaku? Reflek saja aku mengalihkan pandanganku kearah pemuda aneh ini.
"Eh? Sumimasen, darimana kau tau namaku?"
Ini asli ataupun bukan aku tidak tau. Penglihatanku yang salah atau memang benar-benar terjadi didepanku. Pemuda nyentrik itu tersenyum. Meski hanya sedikit tersungging, tapi entah kenapa wajahnya menawan sekali.
"Hanya tau saja. Anak pindahan yang baru sebulan lalu pindah kesini. Berada di kelas 1-2. Anak pendiam yang jarang keluar dari kelas kalau tidak bersama Tatsuki dan Orihime."
Dasar maniak. Mulutku hampir saja terbuka lebar kalau saja aku tidak secepat mungkin menangkan pikiranku yang masih shock dengan pernyataannya barusan.
"Kenapa kau bisa tau sedetail itu?" mungkin sekarang wajahku sudah memerah, "jangan bilang kau sengaja mengikuti aku diam-diam untuk mendapatkan informasiku?" jangan salahkan aku jika aku menjadi percaya diri seperti ini.
Terdengar suara decakan dari pemuda itu. Senyumnya semakin tersungging. Namun jika seperti ini senyumnya bukan menawan seperti tadi. Tapi senyum kali ini seperti senyum licik yang biasa dipakai anak-anak berandal di sekolah ini.
Aku baru menyadari kalau bola matanya berwarna coklat saat matanya terarah kearahku, "Maaf, aku tidak mempunyai waktu untuk melakukan itu. Hanya saja temanku sering membicarakan dirimu."
Satu lagi rahasia besar tentang orang yang membicarakan aku dibelakang. Aku hampir saja terduduk karena lemas mendengar ini semua. Pada kenyataanya, aku tidak begitu suka jik a ada orang yang membicarakan aku diam-diam. Meski omongan itu tentang sesuatu tentang aku yang bagus.
"Nani? Jangan bercanda padaku, siapa namanya?" seruku tanpa sadar langsung mencengkram lengan bajunya.
Pemuda itu kaget. Seperti tidak menyangka aku akan melakukan itu, "Dia, Abarai Renji. Teman sekelasku yang punya rambut merah. Mungkin kau tidak mengenalnya karena memang kau jarang keluar kelas. Tapi sebenarnya, aku dan Renji adalah teman Tatsuki dan Orihime juga."
Mulutku terbuka lebar seperti orang bego yang baru saja mengetahuo sesuatu yang paling rahasia. Kalau memang mereka berteman, kenapa aku jarang melihat mereka bersama?
Si pemuda itu mengalihkan pandangannya kearah lain, "Sudah saatnya aku pergi, sepertinya kau sudah bisa ke perpustakaan itu," ucapnya dan langsung melangkah menjauh.
"Matte, sebelumnya siapa namamu?" sepertinya aku sudah kehilangan kendali, kenapa juga aku bertanya seperti itu?
Kakinya berhenti melangkah. Tanpa menatap kearahku dia menjawab, "Namaku..." hening sesaat, dan, "Kurosaki Ichigo, dari kelas 1-1."
Setelah pemuda yang mempernalkan diri itu berlalu, aku baru sadar kalau hujan sudah berhenti sejak tadi. Setidaknya aku harus segera bergerak agar Nii-san tidak mencari aku karena hari sudah sore. Tapi, entah kenapa aku masih saja diam. Bingung dengan apa yang barusan aku lewati. Sebenarnya, tadi itu mimpi atau bukan. Dia nyata atau hanya sekedar mahluk halus?
Tapi..., "Kurosaki—ichigo?"
TBC
-o0o-
A/N:
Yosh!
Inilah cerita pertamaku setelah lama aku tidak aktif di FBI ini. Sebenarnya sih aku ingin sekali mengepost sebuah cerita. Tapi apa daya, selalu saja ada halangan yang ku terima *curcol dadakan*. Baiklah, tidak usah banyak curcol lagi, demikian cerpen yang ku posting. Semoga menghibur. Don't forget to review this story. I'm very wish. Once again—
! Review !
I I
I I
I I
V
