Cerita ini original milik penulis a.k.a Chanie (chaniethor)

Cerita ini merupakan fanfiction, tidak bermaksud menjelekkan pihak manapun. I Love BTS :*

BTS Fanfiction

HUG ME

Dia cantik, indah sekali. Dia terlahir cantik, dan menawan sekali. Aku suka, aku cinta.

Tapi, siapalah aku? Hanya salah satu dari ribuan pemujanya. Salah satu, diantara segolongan yang buruk rupanya…

Dia melenggang di lorong yang sepi. Tidak ada seorang pun, kecuali seorang pemuda dengan astigmatism yang membingkai matanya. Pemuda yang duduk di kursi di depan kelasnya. Pemuda yang mendongak pelan, memicingkan matanya. Yang tengah meyakinkan dirinya, bahwa yang dia lihat bukanlah hal yang seharusnya tak kasat mata.

"Hei, boleh aku tanya?"

Apa ini tanda ajalnya sudah tiba? Dia mulai kacau pikirannya. Sehingga, matanya mulai membola, jelas sekali sedang terpana. Malaikat ini baru menyapanya..

"Hei, kau tuli?"

"A-apa? Tidak.."

"Tapi gagap." Lalu malaikatnya itu tertawa pelan.

Dia terpana lagi. Suaranya indah sekali. Tawanya ini bukan tawa menghina sama sekali. Terlalu tulus, terlalu indah untuk membuat orang yang ditertawakan sakit hati.

Dia mungkin benar-benar malaikat…

"Hei siapa namamu?"

"Taehyung," jawab pemuda itu, masih gugup. Yang di sebelahnya sepertinya menyadari itu. Dia tertawa pelan, dan Taehyung semakin gugup dibuatnya. "N-namamu?"

"Namaku Yoongi," jawabnya dengan suara indah lagi. "Hei, kenapa kau gugup sekali? Apa kau punya kelainan?"

Taehyung menggeleng, masih berjalan menuju tempat yang ditanyakan. "A-aku memang begini. Bukan kelainan.."

Tadi, Yoongi bertanya tentang ruang laboratorium baru. Melihat logo yang terpajang di almamaternya, sepertinya Yoongi bukan berasal dari jurusan yang ada di gedung ini. Pantas saja Yoongi bertanya.

Taehyung membenarkan kacamatanya ketika melihat plang hitam di atas pintu yang ada di depannya. Dia memastikan, lalu berbalik pada Yoongi yang berjalan sedikit di belakangnya. Ah, kenapa jalannya pelan sekali? Atau dia yang terlalu cepat? Tapi, melihat Yoongi seperti ini jadi tampak manis sekali.

"Sudah sampai?"

"A-ah, ya. Sudah.. Ini tempatnya." Taehyung menunjuk pintu yang ada di belakangnya. "A-aku permisi."

"Eh, tunggu dulu.."

Taehyung menoleh, tangannya ditahan Yoongi. "Aku masuk sebentar, jangan pergi. Nanti aku tersesat lagi."

"T-tapi…"

"Janji?"

Yoongi menatapnya, mengunci pandangannya. Dia sungguh indah sekali, dan Taehyung terpesona. Maka, apakah ada jawaban lain yang sanggup Taehyung ucapkan selain kata 'iya'?

Tapi, apakah boleh?

Aku terlalu buruk rupa…

Pertemuan pertama itu membawanya ke pertemuan berikutnya. Ke pertemuan yang semakin hari semakin jelas bahasannya. Ke pertemuan, yang intinya hanya tentang Taehyung dan dia.. malaikatnya.

"Hei, cupu. Kau mencari siapa?"

Taehyung terhenyak. Dia sedikit terkejut melihat barisan pemuda yang menyilangkan tangannya di dada. Tunggu, mereka siapa?

"A-aku menunggu Yoongi."

"Min Yoongi? Hah, kau bercanda, kawan." Salah satu dari pemuda itu menyahut, lalu tertawa sarkastik. Taehyung merinding, mulai tak nyaman dengan suasana ini.

Dia sudah diperingati, Jimin—sahabatnya sudah mengatakannya berkali-kali. Jangan datang ke wilayah jurusan elit ini. Apalagi berpakaian seperti sekarang ini. Terlebih, di sana ada Bobby—teman SMAnya yang sangat membencinya.

"Pergi. Kau tidak selevel dengan Min Yoongi."

Tapi, siapalah aku? Hanya salah satu dari ribuan pemujanya. Salah satu, diantara segolongan yang buruk rupanya…

"Taehyung, kenapa kau tidak ada tadi? Aku sudah mempercepat semua pekerjaanku, dan kau malah tidak menepati janji!"

Suara gerimis menyapu keheningan. Di malam yang hujan itu, Yoongi menelepon dengan nada marah sekali.

"Aku kesal sekali, Taehyung!"

"Maafkan aku, Yoongi." Dia menggumam lemah. Bibirnya gemetar, selimutnya turun ke tanah. "A-aku lupa."

Hening, tidak ada jawaban. Suara guntur memekak beberapa kali kemudian. Hujan malam ini sangat deras. Jendela kamar berkibar tirainya. Anginnya cukup kencang. Di antara tumpukan buku-buku besar itu, Taehyung menekuk lututnya. Pandangannya kurang jelas karena remang lampunya. Kacamatanya tak membantu banyak, hanya jelas setengah. Karena, kacamatanya retak sebelah.

"Kau di rumah? Kirimkan aku alamatnya sekarang.."

Apakah tidak boleh orang buruk rupa sepertiku meminta yang hampir sempurna sepertimu? Aku bisa melengkapi sisanya, meskipun sebagian besar aku adalah keburukan dunia.

Selama 20 tahun hidupnya, rumah ini adalah satu-satunya pelindung. Satu-satunya yang berdiri kokoh dari badai yang menerpa. Satu-satunya yang melindunginya, menyamarkan keberadaannya dari kejaran orang-orang yang tidak menyukainya. Karena dia buruk rupa…

Dia pernah dianggap gila karena mudah tertawa pada pemikirannya sendiri. Tidak ada yang tahu, dalam otaknya dia baru memecahkan rumus baru.

Dia pernah membuat semua orang menatapnya tak suka karena pakaiannya. Dia memang miskin, ayahnya hanya mewarisi buku. Ibunya hanya memberinya ladang yang waktu itu ditumbuhi labu.

Dia yatim piatu sejak kelas dua SD. Tidak ada kerabat yang menampungnya, karena dia pernah dianggap gila..

Dia sebatang kara…

Bobby adalah teman SMAnya yang sifatnya sama seperti Song Mino—teman SMPnya, atau Jaebum—teman SDnya. Tidak suka dia, berusaha mengenyahkannya dari pandangannya. Dia pernah berulang kali dikeluarkan pihak sekolah sebelum dimasukkan lagi karena nilai akademiknya. Dia pernah didemo, dianggap menodai lingkungan elit mereka. Dia sudah pernah diberi peringatan macam apapun oleh mereka, meski lebih seringnya dia hanya tertawa. Dia tertawa, karena lagi-lagi tidak ada yang membelanya..

Karena dia buruk rupa..

Karena dia dianggap gila..

Rumah ini satu-satunya yang ada dipihaknya. Yang menyimpankan untuknya jendela dunia, jembatan obrolan antara dia dan ayahnya. Yang menyelimuti malam-malamnya, seperti ibunya. Rumah yang berdiri di tengah ladang yang luas, di belakang kampung kecil yang damai, yang jauh dari tetangga-tetangganya.

Sebelum mengenal Jimin dan teman satu jurusannya, Taehyung sendirian.

Sendiri mengharapkan sebuah kesempurnaan…

Dia pernah bertanya pada Jimin, apakah seorang sepertinya bisa merasakan kesempurnaan? Dia mulai menahan diri untuk gamblang, mengatakan ingin pasangan yang cantik misal.

Jimin hanya menjawab bisa, tapi tidak berani menjamin. Taehyung menyayangkan itu, meskipun dia paham alasannya. Dia buruk rupa…

Dia baru merasa damai, agak damai, ketika menjadi bagian dari jurusan itu. Jurusan yang membawa dia satu pikiran dengan mendiang ayahnya, yang membiarkannya terjun pada ribuan teori dan ilmu yang menuntut dipecahkan. Dia bersama orang-orang yang berpemikiran sama sepertinya,

Segolongan Jimin, meskipun mereka semua tidak buruk rupa sepertinya…

- Hug Me-

"TAEHYUNG! BUKA PINTUNYA!"

Pintu depannya digedor keras, Taehyung terkesiap, sedikit ketakutan. Siapa yang bertamu di malam-malam berhujan ini? Siapa yang mengetahui alamat rumahnya?

"AKU YOONGI!"

Ah, apa hujan ini membuatnya dungu? Bukankah tadi dia memang memberikan alamatnya pada Yoongi? Tunggu, Yoongi di sini?!

Taehyung segera berlari menyambar kenop pintunya, tidak peduli mengaduh berapa kali karena kakinya terpantuk benda-benda rumahnya. Tidak peduli kepalanya mulai pusing karena sebelah matanya blur. Kacamatanya retak sebelah, ingat?

"Y-yoongi?!"

Taehyung membola, Yoongi kini berdiri di depan rumahnya. Basah kuyup, dan bibirnya bergetar kedinginan. Oh, astaga.

Tanpa pikir panjang lagi, Taehyung segera meraihnya, memeluknya, sebelum menutup pintu dengan menendangkan sebelah kakinya. Yoongi dia bawa masuk, masih dalam posisi dipeluk. Taehyung menarik kursi, meminta Yoongi duduk sementara dia berlari mengambil handuk.

"Kamu hujan-hujanan?" Yoongi mengangguk, Taehyung masih mondar-mandir antara ruang tamu dan dapur. Dia merebus air, dua panci. Satu untuk mandi, satu untuk menyeduh coklat untuk Yoongi.

"Aku tidak bawa payung," jawab Yoongi. Suaranya lirih, sedikit gemetar juga. "Kukira rumahmu masih di dalam perkampungan."

Taehyung berdiri di depannya, mengusak rambut Yoongi, lalu berdecak. Dia tidak berkomentar apa-apa lagi, hanya berbalik. Suara mendidih dari panci membuatnya berlari.

Kamu itu indah sekali, menyentuhmu itu seperti mimpi…

Jangan sakit, apalagi karena dekat denganku..

"Mandilah, Yoongi. Aku pinjami pakaianku. Cepat! Nanti kamu sakit!"

Yoongi merespon lamban, membuat Taehyung kesal. Taehyung berdecak lagi, tangannya reflek menyambar tubuh Yoongi untuk diangkat lalu dibawa ke kamar mandi. "Jangan lama-lama!"

- Hug Me-

Kenapa begini? Kenapa diberi harapan lagi?

Dia terlalu indah, dia teralu menawan..

Aku takut, aku takut sakit lagi..

Kenapa tak biarkan aku mencintai saja dalam diam?

Taehyung baru saja selesai menyeduh coklat panasnya ketika Yoongi selesai mandi. Yoongi berjalan ke ruang tamu, dan Taehyung menyusulnya dengan dua gelas coklat panas.

"Ini, Yoongi diminum dulu."

Yoongi meminumnya, dan bibirnya sudah tidak biru. Dia sudah lebih hangat, Taehyung senang menyadari itu. Yoongi pun tersenyum, coklat panasnya terasa enak. Yoongi tidak tahu, sekarang Taehyung sedang terpesona.

"Taehyung? Kacamatamu?"

Taehyung terhenyak, segera gagap meraba benda yang bertanggar di hidung besarnya. Taehyung mengerjap, Yoongi sudah mengerutkan keningnya tak suka. "I-ini, jatuh. Iya, jatuh. Hehe."

Yoongi tak merespon apapun, hanya mendengus sebelum kembali mencicipi coklatnya. Taehyung melihat jam dinding. Sudah hampir jam 1 pagi. Dia kembali menoleh pada Yoongi yang sedikit menguap.

"Kamu menginap kan? Aku siapkan kamar dulu. Tunggu sebentar."

Taehyung meletakan gelasnya di wastafel, segera berjalan cepat ke kamarnya. Buku-buku yang berserakan dia rapikan. Yang sudah bertumpuk dia sisikan. Dia susun lebih rapi sehingga kamarnya tampak lebih layak. Selimutnya yang bau dia letakkan di bak cucian. Taehyung menghampiri lemari besar, mengambil selimut yang lebih tebal dan lebih wangi.

Akhirnya selesai, Taehyung tersenyum lebar melihat keadaan kamar. Meskipun masih jelek, setidaknya lebih layak tinggal. Taehyung terkikik pelan, aduh kasihan sebenarnya seorang malaikat seperti Yoongi harus tidur di tempat ini. Kontras sekali, pasti.

Ini seperti mimpi..

Atau memang mimpi?

Bagaimana kalau ini memang mimpi?

- Hug Me-

Dia sangat cantik.

Dia sangat menawan.

Apakah dia masih mau tinggal? Tolong jangan buat aku begini.. aku mulai ketakutan.

Bagamana jika Yoongi yang tadi hanyalah bayangan? Bagaimana jika setelah ini Yoongi menghilang? Dia terlalu buruk, dia buruk untuk seseorang seperti Yoongi.

Taehyung menggeleng cepat, mulai ketakutan. Tidak, Yoongi tidak boleh pergi. Tapi, bagaimana jika Yoongi memang sudah pergi? Berarti ini hanya mimpi.. hanya mimpi..

"Y-Yoongi!"

Taehyung berlari ke ruang tamu, menabrak barang-barang lagi, mencari Yoongi. Taehyung mengitarkan pandangan, Yoongi sudah tidak ada di kursi, tidak juga di kamar mandi. Apakah ini benar-benar mimpi?

Aku memikirkannya ribuan kali..

Bayangannya, dalam otakku, cantik sekali.

Tatapannya yang dingin dan lidahnya yang tajam.

Dia cantik sekali..

Tolong jangan perlakukan aku begini.. jangan pergi.

Taehyung mulai panik, air mata sudah mengaliri pipi. Dia memutar pandangan, mengusak rambutnya berantakan.

"YOONGI!"

Tolong jangan pergi….

"Oi! Aku di sini!"

TBC

Mind to Review?

Regard,

Sugarsister.