Kuroko no Basuke © Fujimaki Tadatoshi
Authors and Authoresses of Kuroko no Basuke fandom proudly presents;
M . V . P
(Most Valuable Presents)
1 of 2
.
Features: 17 drabbles, collaboration, hint of shonen-ai, randomness.
.
Hadiah ulang tahun untuk Akashi Seijuurou—sosok merah yang begitu dicintai oleh banyak orang.
.
.
.
Akashi dan Takao – Kotak Merah dari Sinterklas
Oleh Authorjelek (ID: 2705607)
.
Hentakan kaki menimbulkan salju-salju berbekas jejak. Salah satunya milik seorang pemuda bersurai hitam.
"Dingin," Takao berkata; monolog. Di sekitar bibirnya kepul uap putih hasil kedinginan di Desember—awalnya musim salju.
Tangannya menggenggam sebuah kantong; isinya kotak-kotak merah berpita khas natal. Kostumnya tak kalah 'ramai' dari nuansa dan bulu-bulu putihnya. Rambutnya masih hitam, sih.
Pada akhirnya, setelah anak-anak itu berpencar semua, sepi berdua dengan kantong saja. Ia duduk bosan di tangga itu—setidaknya sampai ia mendengar suara orang lain mendekati taman tersebut.
"Kapten tim Rakuzan... Akashi Seijuurou, eh?"
Hawk eye-nya bekerja lagi.
Ada yang duduk di kursi dekat tangga taman ternyata. Rambutnya merah, irisnya saling berbeda warna. Sesaat setelah mendengar namanya disebut, ia langsung menoleh ke tempat Takao Kazunari yang sekarang tengah berdiri... entah sejak kapan di depannya. Bahkan segera duduk dengan kasual.
"Yo, sendirian?"—dan memang cuma berdua hingga beberapa meter jangkauan pandang Takao.
"Kau berkeringat dingin," seringai tipis, "aku bukan setan, Takao Kazunari. Kalau takut, tak usah sok akrab." Itu ledekan.
"Hei, hei—kautahu kalau di mataku Kiseki no Sedai itu semuanya—kalau bukan monster—setan," balas ledek. Bonus tawa jahil a la Takao.
Sayangnya, sebelum jawaban, telepon tiba-tiba untuk Akashi mengganti mood sedikit—karena hawa serius dan entah-apa-tapi-seperti-pekerjaan dibalik teleponnya.
"Kau serius sekali. Seperti orang dewasa, pfft," kata-kata pertama setelah teleponnya selesai berasal dari Takao Kazunari yang berposisi begitu, terlalu akrab.
"Hm, kukira ini bukan urusanmu?"
"Tapi bisa-bisa nanti masa remajamu membuatkan penuaan dini, kau masih SMA 'kan?" Tawa.
"Kau mencoba mengaturku,"
"Heh? Hanya masukan, ko—"
"sayangnya aku yang absolut dan berhak memerintah."
Ah—ternyata egonya selevel lebih tinggi dari teman setimnya itu.
"Pfft, Kiseki no Sedai memang mirip semua, ya?" Berdiri, "ah, sudah waktuku balik ke tempat kerja..." Takao mulai berjalan sambil menyeret kantongnya... dan ternyata belum kosong.
"Ah, ah, masih sisa satu," ucapnya lalu melirik ke arah pemuda satunya, "untuk kau sajalah." Cengir dan kotak yang dilempar bebas ke arah Akashi. "Yah, kalau begitu, selamat natal... untuk lima hari ke depan, sih. Sampai ketemu lagi...?" Walaupun agak ragu, Takao coba mengucapkannya.
Oh iya, sekarang hari H-5 Natal—
(Hanya Akashi yang sadar—tahu hari ini hari apa.)
—atau disebut juga hari ultah Akashi Seijuurou.
.
.
Akashi dan Furihata – Kacamata Hitam Tanda Cinta
Oleh d'Rythem24 (ID: 4392483)
.
Pemuda itu mengerjapkan matanya—lagi, jari telunjuknya ia letakan di ujung dagunya dan tangannya yang lain bergerak, namun tak lama didiamkannya kembali.
"Arggh! Bagaimana ini?" kedua tangannya mengacak kasar surai kecoklatannya, sembari mengucapkan sumpah-serapah yang ia tujukan untuk dirinya sendiri
"Sebaiknya warna apa yang kupilih?" gumamnya lemah. Tangannya bergerak lagi, kali ini mengambil satu benda berwarna hitam. "...dia tidak akan marah kan jika aku memberikan ini?" Kembali bermonolog. Ia menerawang jauh ke suatu tempat...dimana orang yang ingin ia berikan benda di tangannya ini, sedang menunggunya.
.
"Kouki, kau lama,..." itulah kata pertama yang Kouki dengar dari pemuda yang berdiri di hadapannya. Pemuda itu mengenakan kaus sewarna rambutnya, dirangkap jaket yang sesuai dengan ukuran tubuhnya. Jangan lupakan sepasang sapatu sport dan jeans abu-abu yang terpasang di kakinya, menambah keindahan penampilan pemuda bermanik heterochrome yang kini menatapnya.
Furihata tersenyum canggung, sebisa mungkin menyembunyikan benda yang tersemat di belakang punggungnya. "Ma-maaf, Sei, tadi...errr,..." Furihata bingung, jawaban apa yang ingin dia berikan untuk Sei—Akashi Seijuurou—nya. Tidak mungkin dia menjawab; 'Aku tadi sibuk mencarikan hadiah untukmu,'. Ugh...
"Kouki?" terlalu lama menunggu jawaban dari kekasihnya, Akashi pun memanggil namanya. "...tadi kau apa?" tanya Akashi pelan, namun terdengar cukup menuntut di telinga Furihata.
Tangan kanan Furihata—yang menyembunyikan hadiah untuk Akashi gemetaran di belakang punggungnya. Tak ada cara lain, Furihata pun mengeluarkan benda yang sudah terbungkus kotak itu, yang langsung disodorkannya secara mendadak di depan wajah Akashi—
"Selamat ulang tahun, Sei! Ini hadiah dariku untukmu!"
—membuat Akashi terlonjak, dan wajahnya terasa menghangat, malu. Tidak, Akashi tak mau mengakui hal kedua tersebut.
Akashi menghela nafasnya perlahan. Diterimanya hadiah yang Furihata sodorkan. Dia menilik setiap sudut kotak yang ukurannya tak lebih dari 20 centimeter itu, tersenyum tipis dan bersiap membuka penutup kotaknya—
"Jangan dibuka dulu!"—namun Furihata menahannya. Sebulir keringat dingin menetes di pelipis point guard Seirin itu.
"Memangnya kenapa?" tanya Akashi, mulai merasa jengah.
"I-itu,..." Furihata mengerling kesana-kemari, gugup. "...aku khawatir, kau tidak akan menyukai hadiah dariku,"
"Kalau kau sampai khawatir, lalu untuk apa kau memberikannya?"
"Karena itu benda yang paling ingin kuberikan padamu, tapi kurasa kau tak akan menyukai—"
"Kouki," Akashi menyela. "...apapun itu, selama itu pemberianmu, aku pasti akan menyukainya, mengerti?" ujar Akashi, menatap manik coklat Furihata. Furihata mengangguk sembari mengalihkan pandangan. Tersenyum, Akashi memutuskan untuk membuka penutup kotak bercorak coklat polos di tangannya. Begitu isi kotak itu terlihat, senyum Akashi tergantikan oleh kernyitan tebal pada keningnya.
"Kouki, ini...kacamata...hitam?" tanya Akashi ragu-ragu seraya menatap Furihata. Wajah Furihata sedikit merona, dia maju selangkah lebih dekat, mengambil kacamata hitam yang berada dalam kotak yang masih Akashi genggam lalu memasangkannya untuk Akashi. Di balik lensa hitam pemberian Furihata, manik dwiwarna itu mengerjap. Furihata menunduk dalam diam, canggung.
"Kouki, kenapa—"
"Karena aku terlalu menyukai matamu, jadi aku memutuskan untuk memberikan ini untukmu," Furihata memotong pertanyaan Akashi, memberi penjelasan.
"Hmm?" Akashi masih belum sepenuhnya paham. Furihata mengangkat kepalanya, kedua manik coklatnya menatap tepat ke arah kacamata yang ia pakaikan untuk kekasihnya.
"Sei, kau tau,..." Furihata menghela napas, "...aku terlalu menyukai matamu, sampai-sampai tak berani untuk...melihat ke dalamnya, jadi...jika kau menggunakan kacamata ini...aku rasa,..." rona merah di pipinya semakin jelas. "...aku bisa melihatmu seperti ini." kemudian, Furihata tersenyum.
Akashi terdiam. Hanya beberapa saat saja, karena setelah itu ia memajukan wajahnya dan memberikan kecupan untuk kelopak mata Furihata yang refleks terpejam saat itu.
"Se-Sei?" Furihata tergagap, Akashi kini memeluknya.
"Kau memang menyebalkan, Kouki," komentar Akashi, namun dia tersenyum. "...menyebalkan, karena kau...selalu semanis ini." lanjutnya yang sukses membuat Furihata menenggelamkan wajahnya di ceruk lehernya. Furihata membalas erat pelukan Akashi.
"Terima kasih."
.
.
Akashi dan Kise – Majalah Kinclong
Oleh dat. lost. panda (ID: 1859451)
.
Akashi hanya bisa bengong menatap benda yang baru saja disodorkan Kise Ryouta kepadanya. Itu adalah sebuah benda berukuran 210.5mm x 270.5mm, tebal kurang-lebih 74 halaman, dan sampul terbuat dari art paper yang licin mengilap dan sangat kinclong.
Tepat sekali, saudara-saudara sekalian. Itu adalah majalah. Gambar di cover-nya adalah Kise—yang berpose di depan background langit musim panas ala ABG gaul jaman sekarang; tangan menyibak poni, senyum terentang lebar ke kamera. Dia mirip Joker yang lagi iklan Pepsodent, kalau Akashi boleh jujur.
"Ryouta," muka Akashi tampak lempeng, "ini apa?"
"Majalah, ssu! Hadiah untuk ulang tahun Akashicchi!" Kise menjawab riang seperti anak gembala. "Akashicchi senang, 'kan?"
"…"
"Majalah ini sebenarnya baru terbit besok lho, ssu! Tapi karena jadi model sampulnya, aku dikasih lebih cepat dan gratis."
Gratis. Free. Akashi baru saja dikasih barang gratisan. Kise Ryouta cari mati.
"Ah, kalau Akashicchi mau sekalian minta tanda tangan, aku bisa berikan―"
"Ryouta."
"Ya, Akashicchi?"
Akashi Seijuuro tersenyum simpul, kemudian melempar pemuda pirang tersebut dengan gunting sakti. "LATIHANMU DITAMBAH LIMA KALI LIPAT!"
.
.
Akashi dan Aomine – Kado Paling Absolut Sedunia
Oleh The Fallen Kuriboh (ID 2139926)
.
Lima hari menjelang natal dan udara terasa makin dingin saja. Aomine menggigil di atap sekolah Touou sambil memeluk tasnya untuk mencari kehangatan. Salahnya sendiri, niat menghindari latihan klub basket tak tahunya malah terdampar di tempat tanpa penghangat ini.
Aomine makin menggigil. Ih, ngomong-ngomong kok dingin banget sih? Ah… andai saja ada Sinterklas kepagian yang datang dan menghadiahkan penghangat padanya—
'—brakk!'
Aomine (yang tadinya tersungkur karena nyaris mati kedinginan) menolehkan kepalanya.
Ada merah-putih bawa karung besar.
Hanzer, ada Sinterklas nyasar beneran—
—pikir Aomine. Nyatanya yang ia lihat saat ini adalah helaian surai merah yang tertumpuk salju, jersey putih dari sma Rakuzan, serta sebuah karung goni yang entah isinya apa. Sepasang mata heterokromatis menatapnya tajam. Bulu kuduk Aomine meremang seketika.
"A-akashi—!" Ngapain dia ke sini!? Gue kan bolos latihan tapi dianya bukan kapten gue? Untuk apa gunting itu—!
Tanpa peduli pada suara batin Aomine, Akashi tetap melenggang maju saja. Kalau saja tidak sedang dilanda kengerian, pasti Aomine akan menertawai cara berjalan Akashi yang terseok-seok itu. Rupanya dia kesusahan karena berjalan sambil memanggul karung raksasa. Karungnya kegedean mas, ditaruh dulu aja kalau mau jalan.
"Daiki," sebilah gunting teracung tepat di depan (lubang) hidung Aomine, "kado."
Bentar. Kado? Memangnya untuk apa? Tanggal berapa sekarang—
—20 Desember.
Sejak SMP, para GoM punya tradisi untuk saling memberi hadiah pada yang berulang tahun.
'ANJROT GUE LUPAAAAAA!' Dalam batinnya, Aomine menjerit kalap. Duh, bagaimana bisa ia lupa pada hari ulang tahun si kapten cebol yang paling keji sedunia ini? Bisa mati dia kalau Akashi yang absolut itu sampai tahu!
Bunyi 'Ckris' dari gunting Akashi membuyarkan ilmu kebatinan(?) Aomine. Si pemuda navy itu makin kalap saja. Aduh, gimana ngelesnya coba—
Aomine menatap karung goni raksasa yang dibawa Akashi. Heh, coba yang bawa orang lain gitu pasti udah dikira pemulung.
"…Eh Akashi, itu karung isinya apaan?" ngeles.
"Kadonya anak-anak. Semua anak Teikou ditambah dengan tambahan lain." jawab Akashi sekenanya,
Buset gila! Niat banget ini kapten boncel keliling Jepang buat ngambil (paksa) hadiah ulang tahun dari kenalan-kenalannya?
"Mana kadomu, Daiki?"
Dan kalau sudah begini, tidak mungkin Akashi akan pergi tanpa hadiahnya.
Dengan wajah keki, Aomine mengorek isi tasnya. Tidak ada barang yang berarti. Kalau dikasih isi pensil, pasti bakal dilemparin gunting. Tidak ada barang yang berguna di sini—kecuali…
Aomine mengeluarkan sebuah benda dari tasnya dan bertaruh.
Akashi melihat benda yang ia yakini sebagai kadonya itu dan terdiam.
Itu sebotol sabun, kawan-kawan. Sabun 'Abs*lute'.
"K-kata temanku, ini produk bagus untuk merawat daerah sensitif hahahaha—bermanfaat banget deh pokoknya! E-elu kan kapten yang selalu absolut, jadi kayaknya ini pas banget buat kamu—"
(Ya. Tapi itu buat daerah kewanitaan, bukan daerah kelelakian.)
Sebilah gunting melesat di sebelah pipi kiri Aomine.
"HIIIII! AMPUNI GUE, AKASHIII!"
Setelah ini (kalau ia masih hidup), Aomine berencana untuk menjambak rambut pirang partnernya yang kurang ajar itu karena tidak memberitahukan soal tanggal ultah Akashi dan seenak jidat memberinya sampel sabun Abs*lute yang si pirang itu iklankan.
…..?
(Aomine makin bingung saja ketika ingat siapa orang yang mengiklankan sabun ini.)
.
.
Akashi dan Sakurai – Jasa Koki Sepekan
Oleh Ai Selai Strawberry (ID: 3761734)
.
Sakurai tak habis pikir. Dia masih berusia enam belas tahun dan harus merelakan nyawanya besok. Di tangannya terdapat sebuah kotak makanan yang berisi titipan dari sang manager tim basket sekolahnya yang berambut merah muda dan di belakangnya terdapat seorang pemuda denga kulit tan yang tengah membisikkan sesuatu,
"Makanan Satsuki adalah racun. Kalau kau memberikannya pada Akashi maka habislah nyawamu besok."
– Sejak sore itu Sakurai Ryo merasa hidupnya tidak tenang lagi.
.
Pagi buta tanggal 20 Desember, Sakurai telah sampai di rumah neneknya beserta orang tuanya. Dia mulai membereskan barang-barang yang dia bawa ke kamar yang akan di tempatinya yang dilanjutkan dengan membersihkan diri.
Pukul enam pagi setelah Sakurai selesai dengan acara makan pagi keluarganya, dia pamit untuk menemui temannya – yang sebenarnya bukan teman, karena Sakurai hanya mengenal sosoknya.
Sakurai berjalan menelusuri jalanan di sekitar rumah neneknya sembari melihat alamat yang dikirimkan Momoi lewat pesan e-mail. Dia melihat bahwa alamat itu tidak jauh dari rumah neneknya. Dan di perjalanan itu pula, Sakurai mulai berpikir mengenai keselamatan hidupnya.
"Sumimasen…sumimasen…sumimasen.." Gumamnya lirih entah pada siapa.
.
Sakurai Ryo, umur 16 tahun dan masih berstatus siswa Akademi Touo itu tak pernah membayangkan dirinya akan berhadapan dengan orang yang paling ditakuti para anggota Kiseki no Sedai. Mungkin dirinya sering mendengar mengenai pemuda berambut merah dengan tinggi yang tak jauh beda dengan dirinya. Bermata heterochrome dan memiliki aura mengintimidasi.
– Namun kenyataannya, dia telah masuk ke tempat tinggal sang kapten Rakuzan itu.
"Jadi Satsuki menyuruhmu memberikan ini padaku ?" Akashi yang duduk di sofa seberang Sakurai mulai membuka pembicaraan.
"I-iya, sumimasen. Kata Momoi-san itu untuk hadiah ulangtahunmu. Sumimasen."
Mata Sakurai kini sudah sedikit basah karena air matanya mulai menggenang dan siap untuk terjatuh. Dia merasa takut kalau tiba-tiba Akashi akan benar membunuhnya seperti yang dikatakan Aomine.
Sedangkan Akashi tidak berujar lagi dan berkutat dengan ponselnya, sementara Sakurai tambah merasa gusar – dia merasa sosoknya serba salah disini –.
"Satsuki memberiku pesan kalau kau pandai memasak. Itu benar kan, Ryo ?"
Sakurai mengerjap pelan. Dia memang sering mendengar kalau Akashi akan memanggil orang-orang dengan nama kecilnya. Tapi, di pertemuan pertama ?
"Sumimasen..itu benar."
"Kalau begitu masakan aku sup tofu. Satsuki hanya memberiku bahan mentah saja."
Dan untuk pertama kalinya, Sakurai Ryo ingin merutuki gadis pink itu.
.
Sakurai kini terduduk di meja makan dengan Akashi yang tengah memakan masakannya tersebut. Dia berharap-harap cemas semoga hasil memasaknya sesuai dengan lidah sang emperor.
Akashi meletakkan sumpitnya. "Terimakasih makanannya. Ini enak." Ucapnya.
Sakurai dalam hati merasa sangat lega. Setidaknya dia tidak harus mati muda di Kyoto sekarang ini. Kemudian, dia menawarkan diri untuk membersihkan alat makan milik Akashi tadi.
"Tak perlu. Aku akan membersihkannya sendiri." Balas Akashi. Sakurai hanya mengangguk dan kembali duduk. Dia ingin sekali pulang saat ini.
"Berapa hari kau di Kyoto, Ryo ?" Tanya Akashi. Dan dengan perkataan maafnya, Sakurai menjawab empat atau lima hari.
"Datanglah ke sini setiap pagi seperti hari ini. Pulanglah kalau kau ingin pulang. Anggap saja masakanmu sebagai hadiah untuk ulangtahunku."
Akashi menyeringai dan Sakurai mulai merasakan hidupnya benar-benar tak akan tenang sekarang.
.
.
Akashi dan Haizaki – Alasan
Oleh kay. kei. key. sky (ID: 2541540)
.
[Hari ini]
Suatu siang yang kelabu dan sedikit gerimis, di kediaman Akashi—lebih tepatnya di bagian ruang tamu, terdapat dua insan yang tengah bermain playstation.
Satunya berambut agak kelabu, Haizaki Shougo. Serta satunya lagi berambut merah, Akashi Seijuuro—ah, tidak, mereka tidak mewarnai rambut mereka, sungguh. Katanya sih dari lahir—ya, katanya…
"Oi," si abu-abu memulai, kedua matanya masih terpaku pada karakter yang ia mainkan.
"Hm?" balas si merah seadanya. Ia mulai melayangkan serangan pada karakter yang Haizaki mainkan.
Sebenarnya dari tadi Haizaki cuma manggil saja lantaran si oknum kalah terus—sudah yang ke Sembilan belas kali. Dan ia bermaksud untuk membuyarkan konsentrasi Akashi yang sayangnya, sama sekali tidak terpengaruh.
Haizaki berpikir keras untuk mengalahkan Akashi. Dan atas kerja keras berpikirnya(?), Kamisama menurunkan ilham(?)
"Oi, Seijuuro,"—Haizaki menekan tombol agar karakternya melakukan defense atas serangan bertubi-tubi Akashi. Hujan deras mulai turun.
Tidak ada jawaban, Haizaki melanjutkan, "Bisakah kau menghitung jumlah rintik hujan di luar?"
"Jangan bercanda Haizaki, dan diamlah."—Akashi defense.
Haizaki menyeringai, sepertinya ia dapat membuat Akashi buyar meski sedikit, "Asal kau tahu saja, jumlah rintik hujan diluar itu setara dengan jumlah cintaku padamu~"
Akashi membatu—oh gawat, Haizaki melayangkan serangan fatal! Nyawa karakternya tinggal sedikit karena Akashi melepaskan tombol defense-nya.
Tiba-tiba, Haizaki teringat salah satu channel televisi Indonesia.
"Seijuuro, kau tahu perbedaan antara dirimu dengan Tr*ns TV?"
"Haizaki, aku tidak tahu jadi diamlah-"
Haizaki mengeluarkan jurus pamungkas karakternya dengan damage yang besar, "Tr*ns TV milik kita bersama, kau hanya milikku seorang~"
Karakter Akashi mati.
Akashi mangap.
Haizaki mencium pipinya sesaat, "Tanjoubi omedettou."
.
[Besok]
"Loh? Si abu-abu sialan itu mana?" Tanya Aomine penasaran.
"Aku mengeluarkannya." ujar Akashi singkat, "Lupakan orang itu, hari ini regular string satu mendapatkan anggota baru."
-dan begitulah kira-kira bagaimana Kise bergabung.
.
.
Akashi dan Midorima – Permen pun Ada yang Tsundere
Oleh Anonymous – Login (ID: 2508212)
.
Pintu kelas terbuka perlahan, memperlihatkan seorang pemuda bersurai merah dengan iris dwiwarna. Matanya menatap langit yang berwarna kemerahan dari jendela. Latihan basket kali ini berakhir dengan cepat. Biasanya klub basket Teikou bisa berlatih hingga larut malam.
Kakinya melangkah perlahan ke arah satu-satunya meja yang di atasnya terdapat sebuah tas. Ujung bibirnya tertarik ke atas ketika ia menemukan sebuah kejanggalan di atas mejanya. Sebuah plastik berisi permen warna-warni yang seharusnya tak ada di sana, tergeletak di samping tasnya.
Akashi mengabaikan tasnya dan meraih plastik dengan hiasan pita hijau tersebut. Seringaian di bibirnya semakin lebar. "Kupikir kau tahu kalau aku tidak suka permen—"
Suara langkah kaki terdengar dari luar kelas. Seorang pemuda yang lebih tinggi dari Akashi berdiri di ambang pintu.
"—Shintarou."
"A-aku hanya ingin memberimu hadiah ulang tahun, nanodayo," Midorima menaikkan bingkai kacamatanya. Semburat merah tipis menjalar di kedua belah pipinya.
"Aku tidak suka makanan manis," Akashi mengambil tasnya dan menyampirkannya di bahunya. Tangannya masih menggenggam plastik berisi permen warna-warni pemberian Midorima. Ia melangkah ke arah Midorima yang masih menunggunya di pintu kelas.
Midorima memalingkan wajahnya dari tatapan Akashi yang melangkah ke arahnya. "Benda keberuntungan sagitarius hari ini permen warna-warni, nodayo."
"Aku tidak butuh permen ini," Akashi menyodorkan plastik berisi permen itu kepada pemberinya. Kemudian ia menarik dasi Midorima dan membuatnya agak menunduk. Sebuah kecupan ringan menempel di pipi Midorima. "Karena kau lebih manis dari permen-permen itu."
.
.
Akashi dan Ogiwara – Lemparan Gunting Berbalas Kecupan
Oleh Sukikawai-chan (ID: 4191214)
.
"Ah, ternyata di sini,"
Akashi Seijuuro mendecakan lidahnya kesal lalu mendongak dengan malas dari beberapa tumpukan kertas yang memenuhi mejanya. Sepasang iris dwi warnanya memicing sebentar, setelah itu berubah menjadi tajam begitu mendapati seseorang berjalan menuju mejanya. Oh, andaikan tatapan bisa membunuh, Akashi ingin mengenyahkan senyuman lebar yang terlukis di wajah orang itu. Terlihat bodoh dan konyol.
"Ada apa kemari, Shigehiro?" tanyanya, sinis juga dingin.
"Hei…hei…" Ogiwara Shigehiro mengangkat kedua tangannya, berhenti tepat di depannya—yang hanya terpisahkan oleh meja—setelah itu meletakannya di atas meja. "Aku hanya mencarimu,"
Sebelah alis Akashi terangkat, "Mencariku?" setelah itu mendengus angkuh, "Kau tentu tahu orang yang bukan anggota OSIS dilarang masuk ke ruang ketua OSIS, 'kan?"
Ogiwara meringis. Benar-benar dengan kapten klubnya itu. "Aku tahu, aku tahu. Tapi setidaknya…" pemuda itu berhenti sebentar. Ia menatap tumpukan kertas-kertas di meja kerja Akashi. "Tidak bisakah kau mengambil waktu untuk istirahat sejenak?"
"Tidak ada kepentingan lain," Akashi kembali terpaku pada pekerjaannya yang sempat tertunda. "Kau boleh pergi sekarang Shigehiro."
"Hei, Akashi—"
"Pintu keluar ada di belakangmu,"
"Aka—"
"Sekarang,"
Ogiwara terdiam. Ia mati kutu. Oh, orang bodoh macam apa yang mau mati di tangan sang emperor's eye hanya karena membantah perintahnya? Ogiwara bergidik ngeri ketika memikirkannya. Tapi…jika ia tidak membantahnya, Ogiwara tahu kalau Akashi tidak akan ingat pada waktu. Baru ketika tubuhnya sudah pingsan, Akashi akan ingat. Merepotkan!
Ogiwara menarik napas panjang, lalu mengembuskannya perlahan. Dipandangnya kembali Akashi yang masih tetap sibuk dengan kertas-kertasnya. Ooh…rupanya orang itu mengacuhkan kehadirannya. Bagus sekali, Akashi Seijuuro.
"Kau benar-benar keras kepala, Akashi."
Satu panggilan kecil, Akashi kembali menoleh. Kedua matanya berkilat tajam ketika menatap Ogiwara. Disimpannya kertas yang tadi dibacanya, mendesah keras, setelah itu bertopang dagu dengan kedua tangannya.
"Apa maksudmu tadi, Shigehiro?"
Ogiwara menelan ludah. "Aku hanya bilang…Kau. Benar-benar. Keras kepala."
Criss!
Oh, dear. Lagi-lagi benda laknat itu yang dikeluarkannya.
"Shigehiro," Akashi bangkit berdiri, tersenyum mengerikan, lalu mengarahkan gunting di tangannya ke depan wajah Ogiwara. "Kau tentu tidak ingin merasakan tajamnya guntingku, 'kan? Sekali lagi kau bilang—"
"Kau…" Ogiwara menyela, memiringkan kepalanya, setelah itu tersenyum manis. "Keras kepala, Akashi Seijuuro."
Menggeram kesal, tangan Akashi berayun bebas dengan cepat. Namun secepat apapun Akashi, kecepatannya terpaksa dijatuhkan dengan kelincahan Ogiwara. Karena tepat pada saat itu, satu tangan Ogiwara yang refleks menangkap pergelangan tangannya. Nyaris. Ujung gunting itu nyaris mengenai wajahnya.
"Tch!" kesal karena tidak berhasil, Akashi kembali menarik tangannya. Namun kesepuluh jari Ogiwara yang mencekal pergelangan tangannya tidak mau melepaskan. "Shigehiro, aku bilang lepaskan,"
Bukannya melepaskan, Ogiwara tersenyum semakin lebar. "Tidak. Sebelum aku memberikan hadiahnya,"
"Hah? Jangan bercan—"
Dan semuanya terjadi dengan cepat. Ogiwara mencondongkan tubuhnya sedangkan satu tangannya yang bebas bergerak ke belakang kepala Akashi, menariknya mendekat, setelah itu mendaratkan satu kecupan singkat di kening pemuda bersurai merah itu.
Akashi mematung.
"Nah…" tepat ketika ciuman itu terlepas, Ogiwara menyentuhkan keningnya dengan kening Akashi. Sepasang matanya menatap Akashi lekat-lekat. "Ada hadiah lain yang kau inginkan, Seijuuro-sama?"
Akashi mendecakan lidahnya. "Kau menyebalkan,"
"Sama-sama," Ogiwara tertawa renyah, lalu menambahkan. "Dan selamat ulang tahun."
.
.
Akashi dan Murasakibara – Hadiah Rahasia di Barisan Belakang
Oleh Shiori Kurotsu (ID: 4620782)
.
Hari ini akashi merasa sangat jenuh. Seharian dikerumuni siswi-siswi Teiko dari baru saja tiba di sekolah dan tidak ada habis-habisnya itu membuatnya ingin berteriak sekarang juga. Tapi tentu saja ego dan reputasinya sebagai orang yang baik di mata warga Teiko tidak mengizinkan itu.
Pada saat sedang latihan di gym pun pintu masuk penuh dengan segunung siswi-siswi Teiko yang memaksa Akashi untuk menerima hadiah dari mereka. Dengan cara yang berbeda-beda, tentu saja.
"Akashi-sama! Terimalah hadiah yang berlimpah dengan cinta iniii!"
Masih normal.
"Akashi-chan! Terimalah kado dari daku yang daku buat sendiri dengan penuh ciuman ini! TERIMALAH!"
Masih tergolong normal tapi di pojokannya.
"Sei-chaaaan! NIKAHI AKU SEKARANG!"
Mulai masuk golongan nista.
"SEI! INI IBUMU! KU PERINTAHKAN KAU UNTUK MERAEPKU SEKARANG JUGA!"
Krik krik krik.
Nah, tadi itu contoh orang yang sarafnya putus semua- uhuk.
Bahkan rekan-rekan setimnya tak luput memberi ucapan selamat dan kado- yang sebenarnya tidak ia butuhkan, begitulah menurut Akashi.
"Selamat ulang tahun, Akashi-kun. Semoga semakin tinggi ya. Doakan aku juga," yang pertama mengucapkan selamat-diantara makhluk warna-warni itu- adalah seorang uke sejagat yang sampai mati pun statusnya tidak akan berubah, Kuroko Tetsuya.
Ucapannya sopan namun agak beracun untuk Akashi. Maksudnya, dia tersindir.
"Terimakasih, Tetsuya. Dan ya, nanti ku doakan kau agar lebih tinggi," balas Akashi seadanya.
"Akashicchi! Selamat ya-ssu! Ini ku beri kado, semoga suka! Ohiya, isinya jangan di buang ya," si kuning kebanyakan gula memberi selamat, kado, dan harapan sekaligus. Memang benar-benar maruk orang satu ini.
Namun Akashi tidak menghiraukan ucapan Kise dan ia langsung membuang kado itu ke tempat sampah terdekat.
Pasti isinya nista- begitu pikir Akashi tanpa mempedulikan tangis buaya Kise.
"Yo, Akashi! Selamat tambah tua ya! Dan semoga makin tinggi! Hahaha!" Aomine mengucapkan itu dengan separuh- sepenuhnya mengejek.
Dengan secepat kilat, Akashi melempar gunting sakralnya dan NYARIS mengenai Aomine. Dan Aomine pun bungkam seribu bahasa. Nyawanya hampir saja melayang.
"Selamat ulang tahun, Akashi. Aku tidak mengatakan ini karena peduli. Tapi hari ini ucapan selamat adalah lucky item-mu. Dan ini, lucky item-mu yang satu lagi, gantungan kunci-nanodayo," dan megane tsundere itu berlalu pergi begitu saja.
Dasar tsundere akut.
Akashi terdiam. Ia seperti tidak terlalu peduli dengan hari lahirnya sendiri. Tapi sebenarnya dia menunggu seseorang mengucapkan itu padanya.
Sesorang yang diam-diam mengisi hatinya.
.
Pulang sekolah, kisedai bergerombol pulang bersama. Ajaibnya, Akashi ikut pulang bersama mereka. Hadiah-hadiahnya?
Ia suruh supirnya mengambilnya.
Penyalahgunaan kekuasaan.
Dan lagi, sekarang ia dan orang itu berjalan berdampingan di belakang yang lain. Hanya suara kunyahan yang mengisi keheningan di antara mereka. Sampai ada yang memulai pembicaraan.
"Aku ingin memberi hadiah pada Aka-chin."
Akashi bungkam.
"Aku tidak mau yang susah atau yang terlalu sederhana."
Lagi-lagi Akashi memilih diam.
"Tapi tadi saat sedang latihan, aku mendapat ide-"
Chu~
"-seperti ini."
Akashi mematung di tempat selama beberapa detik sebelum seringai terukir di wajahnya yang agak merona.
"Karena kau telah mencurinya dariku, kau adalah milikku."
Murasakibara hanya tersenyum dan mengangguk, kemudian angkat bicara, "untung kita terpisah dari mereka. Aku tidak mau mendengar ocehan mereka yang membuat kepalaku jadi sakit."
Dan mereka resmi menjadi sepasang kekasih dengan cara yang ajaib.
.
.
A/N: Eiits, fanfiksi ini belum selesai sampai di sini. Silahkan klik tombol next untuk melihat drabble-drabble yang lebih greget lagi~! XDD #apasih
