Rak-rak tua itu berderik. Lelaki berambut hitam itu mendengus pasrah setelah melihat hasil kerjanya. "Payah." Ia berdiri dan membersihkan sisa-sisa debu di celemeknya. Wajahnya masih menyunggingkan senyuman –yang aneh.
"Hah... Sai, kau menakutiku, kau tahu?" Sai, lelaki berambut hitam tersebut, menoleh ke kanan. Di sebelah tubuhnya, sesosok bertubuh ramping seperti permen lolipop telah berdiri menantang. "Setidaknya hentikan senyum konyolmu itu."
Sai tertawa kecil lalu mengusap lembut puncak kepala pirang sosok itu. "Sebentar lagi aku selesai kerja, Ino. Tunggulah diluar, tolong sekalian jaga Naruto."
Sosok ramping bernama Ino tersebut mengangguk cepat dengan wajah polos. "Baiklah, Kak Sai. Aku tunggu di depan perpus, ya."
Sai hanya tersenyum kecil menanggapi Ino lalu kembali berkutat dengan debu perpustakaan yang masih dibersihkannya. "Sedikit lagi." Lidahnya menjulur lalu ia membersihkan debu di rak paling tinggi dengan lap kotak-kotak putih.
Tanpa sengaja, kulit pucatnya menyentuh sebuah buku tua besar yang lusuh bersampulkan kulit sapi merah tua. Ia terkejut saat bunyi berdebam memenuhi rak yang ia bersihkan. Debu yang susah payah ia kumpulkan kembali buyar dan membuatnya terbatuk.
"Uhuk! Uhuk!" Buku itu jatuh tepat di sebelah kakinya. Dengan takut-takut, tangan kanannya terjulur untuk mengambil buku berat setebal tiga sentimeter itu. Sampulnya kekuningan dengan tulisan aksara zaman dahulu. Rentetan tiga kata itu terjiplak di bola mata obsidiannya.
Langit Tak Berujung.
.
.
.
caramelion presents...
The Legend of The Endless Sky
Naruto belongs to Masashi Kishimoto
M for some gore, theme and language
SasuSaku;NaruHina;SaiIno;NejiTen;ShikaTema and another pairings
Fantasy;Horror;Family;Romance;Supernatural;Sci-Fi
AU, OOC, GORE, little bit Cinema-Loves, Mature-theme, Future-Past-Plot
Don't like don't read!
.
.
.
Satu lagi burung berkicau, menandakan pagi menyongsong di sebuah lapisan langit yang berarak. Lapisan itu berarak menutupi bumi dari pancaran sinar matahari yang menyengat kulit bermacam warna di bawah mereka. Jika dilihat lagi, suasana lapisan langit ketujuh ini adalah suasana pagi tenang dengan sinar matahari lembut yang menembus masuk melewati lapisan langit yang berada di atas.
Hei, langit ketujuh bukanlah sebuah khayalan melankolisme seseorang yang (menganggap) dirinya pernah mati suri. Semuanya nyata, lengkap dengan sebuah kerajaan mungil bertajuk sebuah ketenangan langit tak berujung.
"Sakura." Merasa namanya dipanggil, seorang gadis berambut merah muda dengan mahkota perak di atas kepalanya menoleh. "Ayo, kita sarapan bersama Ayahanda."
Sakura, nama sang putri muda itu mengangguk setelah seorang ratu besar menghampirinya. Mereka berjalan menembus awan-awan kecil di halaman istana besar yang menjulang.
Di ruang makan, terletak meja panjang untuk puluhan orang yang hanya ditempati oleh dua orang sesama jenis yang masih menunggu mereka berdua. Setelah Sakura dan sang Ratu mengambil tempat, sang Raja yang duduk di tengah membuka pembicaraan. "Selamat pagi, semuanya."
"Selamat pagi, Ayahanda." Balas semua yang ikut sarapan hari itu, kecuali sang Raja tentu saja. Mereka pun mulai makan dengan anggun -bagi yang wanita, yang pria makan dengan sopan dan penuh tata krama.
Makan berlangsung damai. Hanya terdengar dentingan alat makan yang sesekali disambut dengan jelitan sang raja. "Itu tidak sopan bagi ukuran seorang keluarga kerajaan," alasannya. Merasa sudah selesai, sang Raja meletakkan pisau makannya dan mengambil serbet untuk mengelap wajahnya.
"Sakura, Sasori," panggil sang Raja yang memasang wajah serius. Mendengar nama mereka disebut, dua sosok muda langsung menoleh dengan penuh perhatian. "Dengar, kalian hari ini akan tetap berada di istana."
"Ada apa, Ayahanda?" tanya Sakura. Sasori hanya mengernyitkan dahinya bingung. "Bukannya kami hari ini bertugas membuat awan?"
"Kita tiadakan untuk hari ini." Sang Raja menatap keduanya lekat-lekat. "Kalian harus berhati-hati, hari ini ada perang di lapisan langit kelima antara lapisan langit ketiga dengan lapisan langit keenam."
"Kerajaan Uchiha dan... Inuzuka?" tanya Sasori memastikan. Sang Raja mengangguk. "Bukannya mereka berhubungan baik?"
"Kerajaan mereka yang berhubungan baik," ralat Sakura, "bukan para raja barunya." Sasori menoleh ke arah Sakura. "Raja baru mereka yang baru diangkat sebulan yang lalu hanya memperparah keadaan."
"Itachi dan Kiba?" Sakura mengangguk. "Mereka perang karena apa?"
"Memperebutkan wilayah." Sang Raja kembali bersuara. "Kali ini lapisan langit kelima akan direbut oleh Uchiha, padahal kerajaan Uzumaki sudah jatuh ke tangan Inuzuka."
"Mi-Miris sekali," decak sang Ratu yang baru selesai makan dengan wajah terkejut. "Di sana ada Kushina, kan, Ayahanda?" Sang Raja mengangguk.
"Ia dan Karin, yang menjadi kandidat ratu untuk minggu depan sampai beberapa tahun ke depan, berada dalam bahaya. Sebenarnya klan Inuzuka tak melakukan hal buruk dengan kerajaan mereka, hanya saja kerajaan Uchiha –kalian tahu sendiri." Sang Raja memijat pelipisnya. "Belum lagi, hubungan kerajaan Namikaze dengan Uzumaki dipaksa diputus oleh kerajaan Uchiha."
"Heh? Tidak bisa dibiarkan!" Sakura membentak meja. Ketiga orang itu memandang Sakura heran dan membuat Sakura terdiam sendiri. Menyadari kesalahannya, ia kini menggaruk kepalanya yang tidak gatal dan menyampirkan senyum bersalah. "Ma-Maaf. Sakura hanya kelewat emosi. Apalagi, hubungan Yang Mulia Minato dengan Yang Mulia Kushina harus diputus begitu saja."
"Benar sekali." Sasori menimpali. "Aku jadi berpandangan negatif dengan Uchiha." Sakura mengangguk setuju.
"Sudahlah, itu bukan urusan kalian." Sang Ratu menengahi. "Lebih baik kalian ke kamar masing-masing, ya?" Keduanya mengangguk setuju lalu pergi. "Ayahanda, cegah mereka berdua agar tidak ikut dalam perang."
"Tentu saja." Sang Raja pun berkemas dan berlalu, meninggalkan sang Ratu yang menatapnya sendu dari kejauhan. "Aku akan melindungi kalian," desisnya.
oOo
"SERAAAAANG!" Terompet perang telah dibunyikan. Pasukan mereka berimbang. Kedua kerajaan yang arogansinya sama-sama tinggi itu mulai saling mengerahkan tenaga masing-masing dalam instruksi para pimpinan mereka.
"Lini kanan, maju ke depan!" perintah raja kerajaan yang banyak menggunakan bala bantuan binatang langit, Kiba Inuzuka. "Lini kiri, lepaskan Werewolf!" Perang kembali berkecamuk.
Pimpinan pasukan perang dengan sayap-sayap hitam, Itachi Uchiha, hanya berdecak. "Lini depan membentuk garis lurus, dengan tengah sebagai pusat! Di belakang pusat, buat garis lurus!" Ia mengatur dengan suara melengking rendah yang sepertinya terdengar agak redup.
"Di belakang garis lurus, buat lagi garis lurus yang membentuk garis sejajar di belakang lini depan!" seru Itachi. "Hati-hati Werewolf, lini kanan! Lini garis lurus di belakang garis kedua, buat segitiga sama kaki!"
"Lini kanan, lepaskan Wereowl!" Kiba berseru. Di lini kanan barisannya kini terlepaslah beribu burung hantu hitam yang sigap mengecoh pertahanan musuh. "Belakang, selamatkan lini kanan dari serbuan tombak!"
"Sekarang, tumpu kekuatan lini depan dan lini kedua dengan tengah sebagai tumpuan! Buat sebagai bentuk segitiga sama kaki!" Itachi menyeringai. "Sekarang, arahkan seluruh senjata kalian ke depan!"
Pasukan Inuzuka kini terdesak dengan formasi tiga segitiga milik Itachi yang kondang. Kiba mendengus melihat banyak lini terdepannya yang dilarikan ke lini belakang untuk diobati oleh Werelf. Itachi tersenyum senang dan dengan santainya duduk di singgasana setelah menghabiskan suaranya untuk menyerukan siasat.
"Barisan cadangan, dilepas!" Itachi kini optimis. "Kau pasti bisa, Sasuke." Sasuke, adik dari Itachi yang merupakan pemimpin sebenarnya kini mengangguk cepat dan menyeringai keji. Inilah saat pembalasan, batinnya.
Ia menyelinap di lini musuh yang mulai kalang kabut, meski sering kali hewan-hewan ajaib yang aneh menghalangi jalannya dengan berbagai metode. Beruntung, pasukan cadangan yang hanya ada empat orang ini melindunginya dengan formasi segitiga sama sisi.
"Segitiga melawan garis lurus," Sasuke bergumam sambil terus menerobos pertahanan lawan. "Terlihat." Ia menyeringai senang. Menit berikutnya, singgasana merah tua dengan Kiba yang berdiri beringas hampir jatuh ke medan perang pun terlihat. Sasuke menggerutu dengan banyaknya Werelf yang berjaga di belakangnya.
Ia mengeluarkan senjata pelontar kembang api yang baru saja dibelinya dari negara Adikuasa di Bumi beberapa hari lalu. Dengan sigap, dilontarkannya kembang api dari senjata itu –yang mengalihkan perhatian para Werelf dan pasukan lain yang kalang kabut- dan langsung menyelinap masuk.
"Nah, Kiba." Dalam beberapa menit, ia telah berdiri bebas di belakang Kiba yang tercekat di dalam lengan Sasuke yang mengaitnya erat dari belakang. "Waktunya pembalasan. Ayo ikut aku."
Kiba ingin memberontak, kalau saja ia bisa, sementara Sasuke menariknya melewati lini pertahanan lawan dengan mudah. "Strategi mematahkan semangat berperang musuh, sukses." Ia mendongak, menatap Itachi dengan tatapan puas, lalu kembali menyeret sosok Kiba menuju sebuah kubah gelap dekat tenda khusus kerajaannya.
BLAM!
Pintu tertutup dan Sasuke menatapnya penuh nafsu. Seakan pendar bola mata gelap itu nampak memerah kala tubuh Kiba dibantingnya dengan kasar. Sebelah lengannya mulai menyusup di balik jubah hitam yang ia kenakan, diambilnya sebuahpedang panjang dari sarungnya di sana, lalu diacungkannya tepat di depan wajah Kiba yang sedang mencoba bangkit berdiri.
Sontak Kiba bersiaga, ia pun hendak mengambil pedangnya jika saja Sasuke tak terlebih dahulu menebas lengan yang ia gunakan untuk mengambil pedang itu. Kini ia hanya mempunyai sebelah tangan saja! Matanya membola, namun tidak terdengar teriakan keluar dari mulutnya, karena Sasuke lekas menyumpal mulutnya dengan sebuah kain seusai menebas sebelah lengannya tadi. Dan di tengah kekagetannya, Sasuke bergerak cepat dengan kembali menebas satu-satunya lengan yang dimilikinya. Gila! Kiba berteriak dalam hati.
"Ayo...," Sasuke berdesis pelan sambil menatap datar darah yang menghias ujung pedang miliknya. "Kita selesaikan dengan cepat." Setelah berkata demikian, Sasuke segera menerjang tubuh Kiba, namun Kiba telah lebih dulu menghindar dengan menggelindingkan tubuhnya.
Sasuke mendengus kesal, lekas dihampirinya tubuh Kiba. Dihunuskannya lagi pedang miliknya, hanya tinggal beberapa sentimeter saja maka pedang itu dapat mengenai kaki Kiba. Mengabaikan nyeri akibat hilangnya kedua lengannya tadi, Kiba lantas menendang pedang itu, berharap benda laknat yang telah merenggut kedua lengannya itu dapat terpental jauh, namun sayang nasib berkata lain. Pedang tersebut memang terpental, namun jatuh tepat menembus perutnya. Spontan kepalanya terangkat, bentuk lain dari menyuarakan rasa sakit yang sedang ia rasakan, mengingat mulutnya masih tersumpal kain.
Dengan susah payah Sasuke menahan untuk tertawa. Segera dicabutnya dengan paksa pedang miliknya dari perut Kiba setelah sebelumnya ia mengoyak-oyak isi perut Kiba, membuat luka menganga di sana –dengan usus-usus berhamburan keluar tentu saja. Kiba menatapnya jijik namun matanya masih menahannya untuk mengeluarkan air mata.
Jika ini saat-saatnya terakhirya, hanya satu permintaan Kiba. Ia ingin lekas mati saja ketimbang merasakan sakit yang luar biasa mendera tubuhnya seperti sekarang ini. Terlebih beberapa saat lalu Sasuke dengan kegilaannya mencongkel sebelah matanya, hingga telihat jelas saluran uraf saraf yang menghubungkan mata dengan otaknya. Hei, ia melihatnya dengan mata sebelah!
"Sasuke!" Suara Itachi, batin Sasuke menebak saat mendengar namanya dipanggil. Sepasang bola mata hitamnya secara bergantian menatap tubuh Kiba yang telah tak berbentuk dan pintu tenda saat mulai terdengar suara langkah kaki mendekat. Khawatir Itachi masuk ke tenda dan mengetahui apa yang dilakukannya pada Kiba, Sasuke lalu berbalik beranjak mecengah Itachi masuk.
Tanpa sepengetahuan Sasuke, Kiba yang tengah merenggang nyawa itu mengambil sebilah kapak yang tergeletak di sebelahnya dengan menggunakan mulutnya. Ia perlahan bangkit dan merayap mengenaskan tanpa suara mendekati punggung pemuda gila di depannya. Ia lalu menghunuskan kapak tersebut tepat mengenai pundak Sasuke dari belakang. Sebuah senyum puas tersungging di bibir Kiba kala tubuh Sasuke perlahan limbung dengan darah mengucur deras dari sebelah pundaknya.
Selesai. Darah bercipratan. Dan tanpa sengaja, seorang gadis bermata hijau menatap darah itu dengan tatapan bersalah sambil terbelalak; melihat seorang pangeran kerajaan yang ia lihat negatif kini bercipratan darah dan menjadi seorang korban.
Salah paham, salah paham terjadi dengan seorang putri klan Haruno yang melarikan diri dari istananya –dan dalam sekejap, ketenangan langit ketujuh akan ditanyakan kebenarannya.
.
.
.
To Be Continued
.
.
.
AN : Fict khusus fantasy di akun collab, dan pertama kalinya SasuSaku di akun collab woohoo~ /heh/ Setelah sebelumnya dirundingkan dengan hangat (dari alur sampai siapa yang lebih pantas kawin sama Itachi*?*), akhirnya fict fantasy yang mengacu ke gore ini jadi juga. Karena K gak bisa bikin gore, jadinya A yang bikin :3
Sebelumnya, telah diperingatkan untuk DLDR, jadi kami tidak menerima flame apapun! Terserah mau flame, tapi setidaknya dijadikan concrit(?) #plak. Menerima saran untuk fict fantasy ini, di tengah-tengah kesibukan masing-masing yang membuat fict ini akan ngaret update #plakplakplak.
Sebenarnya A juga gak bisa bikin gore, tapi dipaksa K! Uh-huh! *dirajamK* Jadilah seperti itu, masih butuh banyak kripikkripik-kritik pedas :3
Dan, maaf banget buat K yang gorenya malah diubah seenak hati #dibuang. Oke lihat kata di bawah!
Akhir kata, Review?
K – Caramelion – A
