Naruto tidak jelek, hanya mungkin kurang enak di pandang. Mungkin karena dia cuma seorang kuli bangunan yang hidupnya biasa-biasa saja. Tidak ada yang istimewa. Hem. Kasihan, kasihan, kasihan. Yah, sudah lah. Bukan salah bunda mengandung, salahkan saja, ayah yang punya satu burung. Krik. Krik.

Kadang-kadang dia juga ingin berubah. Sungguh, dia ingin sukses, ingin jadi "orang". Dan seorang bermarga Teme, dengan ajaib, menyela pikirannya, "Emang elu bukan orang?"

Naruto pun menjawab dengan lantang, "Gue kartun, Bego!"

Namanya juga cuma "ingin". Dari lulus SMA sampai umur 24 tahun ini, dia cuma bisa bilang "ingin", sama sekali kagak ada usahanya. Percuma kan? Yah, apa boleh buat, Naruto kan, bukan seorang tukang bubur yang tekatnya kagak pernah luntur. Biar kata nasi sudah menjadi bubur, ntu abang tetep aja jualan. Jadi ya, begini nasibnya. Biasa-biasa saja.

Tapi, mulai hari itu, hidupnya tidak biasa lagi. Hari di mana dia menemukan seorang bayi dalam kardus bertuliskan…

"Pungut Aku, Papah!"

Oleh:

Neng Hinata

Naruto Milik Mashashi Kishimoto

Awalnya, Naruto terkejut. Pemuda berambut kuning itu pun berniat berpura-pura tidak melihatnya lalu pergi. Tapi, mata bayi itu sungguh membuatnya tidak tega melakukan hal keji itu. Mata bayi yang besar dan berwarna ungu lavender itu benar-benar mengikis hati Naruto sampai ke akarnya. Apa boleh buat, Naruto tidak punya pilihan, selain menggendongnya pulang.

Sampai di rumah, Naruto baru tahu kalau bayi itu perempuan, kagak punya burung soalnya. Mungkin usianya sekitar 7 bulanan, benar-benar masa pertumbuhan yang sedang gemas-gemasnya.

Tapi, kenapa orang tuanya bisa setega ini? Membuangnya di jalan sepi yang jarang dilewati orang. Ketika Naruto memikirkan itu, dia jadi makin simpati pada Si Bayi. Hem. Bayi yang malang.

Tapi, saat itu, Si Bayi menangis terus sepanjang malam, membuat Naruto menjambak rambutnya sendiri sampai rontok. Simpati sih, simpati. Tapi kalau seperti ini terus, setiap hari, "Mending gua mati aja dah!"

Pagi harinya, Naruto makin bingung. Abang Itachi—tukang ojek yang biasa nebengin dia ke kantor—udah dateng, tanda kalau dia harus segera berangkat ke tempat kerjanya, dan Si Bayi masih saja menangis.

"Kapan kau ngelahirinnya, Naruto?" tanya Itachi sambil nunjuk bayi yang sedang digendong Naruto. Itachi langsung mendapat tatapan membunuh dari si mata biru. "Mungkin dia lapar." Kata Itachi, mencoba mengalihkan.

Iya. Betapa begonya si Naruto ini, dari kemarin, itu Baby belum dikasih makan. Pantesannangis terus. Dan begonya lagi, setelah ingat itu, Naruto langsung lari ke dapur untuk membuat ramen. Itachi sampai menepuk jidatnya sendiri.

Sampai di tempat kerja, Naruto langsung dimarahi si Mandor gara-gara telat beberapa menit saja. "Cuma beberapa menit katamu?" tanya si Mandor dengan wajah garangnya itu. Naruto pun merinding dibuatnya. "175 menit, kau bilang CUMA?" lanjut si mandor makin garang. Bisa di pastikan, Naruto tewas di tangan pria garang itu kalau saja Naruto tidak menunjukkan muka polos Si Baby kepadanya. Iya, muka polosnya itu loh. Seperti sihir yang tidak terlihat, membuat Si Mandor diam seribu bahasa. Dan akhirnya, Naruto selamat dari maut.

Lalu, saat Naruto harus menunaikan tugasnya sebagai kuli bangunan—ceile, dia bingung lagi. Yah, mungkin bingung adalah hobi barunya. Entahlah. Dia bingung, dia harus bekerja; mengangkat bata-bata, menyusunnya, memberikan semen sebagai perekat dan lain sebagainya. Sementara, Si Baby masih ada di gendongannya.

Sasuke yang mungkin merasa jiwanya terpanggil, tiba-tiba saja muncul di depan Naruto. Membuat Naruto menjerit karena kaget.

"Anakmu?" Tanya Sasuke pada Naruto.

Naruto hanya mengerling bosan, "Kakak adik, sama saja." Gumam Naruto sambil memajukan mulutnya.

Talk less do more. Mungkin itu prinsip Sasuke. Tanpa bicara pun dia tahu apa yang dapat ia lakukan untuk membantu Naruto. Entah bagaimana Sasuke membuatnya, hingga Naruto bisa merasakan Si Bayi nyaman di punggungnya dengan ikatan jaket Sasuke.

"Sankuu." Ucap Naruto yang hanya di jawab dengan 'Hn'-nya Sasuke. Dan mereka kembali bekerja.

Pulangnya, Naruto meminta Sasuke untuk menemaninya membeli susu dan perlengkapan bayi. Tapi Sasuke menolaknya, "Emang gua suamimu?" dia bilang. Jadilah, Naruto pergi sendiri.

Sampai di rumah, Naruto langsung beringsut ke tempat tidurnya. Ia sangat lelah hari ini. Jadi ia sama sekati tidak menghiraukan tangisan bayi mungil di sebelahnya.

Naruto baru ngeh, saat terdengar ketukan atau sebut saja gebragan keras di pintu kosnya. Ketika ia membuka pintu, di situ ada ibu kos dengan wajah garang, mirip Si Mandor. Sudah pasti, dia mau menagih uang bulanan. Dan gajinya tadi sudah ia belikan susu untuk Si Baby. Bagaimana ini?

Naruto sudah menjelaskan semua situasi yang ia alami pada ibu kos, namun sayang seribu sayang, Si Ibu kos benar-benar tidak punya perasaan. Tidak punya hati nurani. Tidak punya iman. Tidak punya burung, nah loh? Tidak memperdulikan apapun yang Naruto ceritakan. Tangisan bayi dalam gendongan Naruto pun tidak dihiraukan olehnya.

Dengan itu, Naruto berakhir di jalan, dengan beberapa koper dan seorang bayi kecil yang terus menangis di gendongannya.

Bayi itu terus saja menangis. Segala cara sudah Naruto lakukan; memberinya susu, ramen instan, tapi, semuanya di tolak. Tetap tidak mau diam. Maunya apa sih?

Itu semua membuat Naruto naik pitan. Bayi menyebalkan. Pembawa sial. Sejak kemarin, Naruto selalu mendapat banyak masalah karena Si Bayi. Dari tangisannya yang cempreng, sampai gara-gara dia, Naruto hampir saja di pecat. Gara-gara dia juga, Naruto jadi gelandangan. Tangannya juga sudah lelah menggendong bayi menyusahkan itu.

Naruto sudah memperingatkan Si Bayi untuk diam. Tapi Si Bayi tetap saja menangis. Dan kesabaran Naruto sudah habis.

Naruto berpikir sejenak, "Lakukan ini?" Menguatkan hatinya, "Oke!" Kemudian ia meletakkan bayi itu di sebuah tempat yang sepi, dengan semua susu yang sudah Naruto beli, juga selimut untuk menghangatkannya.

Kali ini, Naruto bertekat tidak akan melihat mata itu lagi, agar dia bisa bebas dari Si Bayi, dari kesialannya. Dia pun menutup matanya dengan selembar kain hitam yang membuatnya tersandung berkali-kali saat berjalan menjauh.

.

Naruto sampai di sebuah halte bus. Dia duduk di sana dan menunggu. Entah ia menunggu apa. Tidak ada tujuan ke mana ia harus pergi. Dan rasa itu datang lagi. Berbagai pertanyaan muncul di benaknya. Apa bayi itu baik-baik saja? Apa sudah ada orang yang memungutnya? Bagaimana kalau dia kedinginan? Jangan-jangan dia lapar? Apa dia bisa membuat susu sendiri?

Naruto akhirnya menyerah dan kembali ke tempat tadi. Sampai di sana, Ia terkejut karena Si Bayi tidak ada di tempatnya. Kemana dia? Mungkin sudah ada orang yang memungutnya. Iya, tidak? Kalau begitu, Naruto bisa tenang sekarang.

Tunggu, tapi, banyak kemungkinan kan? Mungkin saja dia dibawa oleh orang jahat yang berniat menjualnya? Atau memakannya? Atau memutilasinya? Atau…

"Arg!" sial, Naruto harus segera menemukannya.

Ia mencari Si Bayi di sekitar sana. Bermenit-menit berlalu, sampai hujan turun. Dan akhirnya, dia menemukan bayi itu di sebuah gang. Tapi malang, hati Naruto mencelos dibuatnya. Bayi itu tergeletak di jalan, dengan cairan merah yang membungkus hampir seluruh tubuhnya, darahnya mengalir terbawa air hujan sampai ke sepatu Naruto. Dan, seekor anjing liar berdiri tegak di sampingnya.

Naruto berteriak sambil berlari mendekat, mengusir anjing liar itu, anjing dengan banyak darah di mulutnya, darah milik Si Bayi. Tapi, anjing liar itu malah mengerang kemudian menyerang Naruto.

Giginya merobek kaki Naruto. Sakit. Tentu saja. Tapi tangisan itu lebih menyakitkan, lebih menusuk menembus daging sampai ke tulangnya. Tangisan yang mengikis hati siapapun yang mendengarnya. Kadang terdengar keras, seolah dia berkata "Tolong!" Lalu terdengar lirih yang terdengar seperti, "Aku tidak kuat lagi."

Itu semua salahmu! Kau yang meninggalkannya begitu saja. Kenapa kau bisa sebodoh ini? Kenapa kau bisa sekejam ini? Di mana hatimu? Lihat itu! Darahnya menyebar terbawa air hujan, bahkan sampai ke tanganmu! Itu semua salahmu Naruto! SALAHMU!

"Arg!"

Susah payah Naruto menyingkirkan anjing itu, tapi usahanya sia-sia. Dan Si Bayi masih tergeletak di sana. Tapi, lihat! Kali ini dia diam, tidak menangis seperti beberapa saat yang lalu, tidak bergerak sama sekali. Apa mungkin?

Tidak, Naruto tidak akan membiarkan itu terjadi. Sudah cukup ia menyesal karena meninggalkannya. Ia tidak mau itu terulang lagi. Sekuat tenaga ia merayap, menggunakan segenap energi yang ia miliki, mendekat ke bayi. Kaki kirinya masih di antara deretan gigi tajam si makhluk liar. Tidak masalah, ia harus cepat. Dan entah ia dapat kekuatan dari mana, setelah Naruto mengapai Si Bayi, ia langsung berlari hingga kakinya dapat terlepas dari gigitan itu.

"Bertahanlah, kumohon!" teriak Naruto. Ia terus berlari, entah ke mana. Kakinya terasa sudah tidak kuat lagi berlari. Makin lama, makin sakit, makin perih. "Kumohon." Kata lirih Naruto saat kesadarannya mulai menghilang.

.

Membuka mata, ia langsung teringat Si Bayi. Entah di mana Naruto sekarang. Entah siapa, bagaimana atau kenapa ia ada di sini, Naruto samasekali tidak perduli. Yang ada di pikirannya hanya satu, bayi itu.

Ia pun berlari ke pintu pertama yang ia lihat, membukanya, lalu terkejut. Sangat terkejut. Karena di balik pintu itu, ada toilet jongkoknya. Oh, ternyata itu pintu toilet, dan penulis digeplak karena ini.

Masih dengan raut khawatir, takut, berharap dan sebagainya Naruto menuju pintu yang lain. Menghampiri suster yang sedang berjalan dan bertanya di mana Si Bayi. Suster itu membawanya ke sebuah ruangan dengan Si Bayi kecil di dalamnya.

"Keadaannya kritis." Ungkap dokter yang menangani si bayi.

Berhari-hari, keadaan Si Baby belum juga membaik.

Itachi dan Sasuke menjenguknya setiap hari. Mereka memang sahabat yang baik. Mereka menceritakan bahwa beberapa orang warga menemukan Naruto dan bayi itu tergeletak di jalan. Kemudian orang-orang itu membawanya ke rumah sakit ini. Itachi dan Sasuke baru tahu pagi harinya saat Itachi akan menjemput Naruto.

Kaki kiri Naruto perlahan membaik, walau dia masih harus memekai kruk.

Di hari ke lima, Sasuke datang sendiri, membawa kabar kalau Naruto dipecat.

"Tidak apa-apa." Kata Naruto. "Kenapa jam segini sudah datang?" biasanya Sasuke dating sehabis pulang kerja, sekitar pukul 5 sore, dan saat itu masih sangat pagi untuk pulang kerja.

"Dipecat." Jawab Sasuke.

"E? kau juga? Kenapa?" Tanya Naruto. Tapi, Sasuke tidak menjawab, hanya diam di kursinya.

"Kau sudah memberinya nama?" Tanya Sasuke.

Naruto tersenyum canggung karena ia baru sadar kalau ia belum memberikan nama untuk si bayi. "Belum."

"Bodoh."

"Aku tahu." Iya, Naruto tahu, dirinya benar-benar bodoh. Dalam artian yang biasa, atau yang lain.

"Hn."

Naruto memikirkan nama apa yang cocok untuk si bayi. Dan satu nama brilliant nyangkut di otaknya. "Bambang!"

Sasuke langsung melempar bantal ke muka bodoh si Dobe.

"Hinata?" Tanya Naruto dengan nada bahagia.

Bersambung..

Haha. Apaan nih? Tau ah, gelap. Terimakasih sudah membaca! ^^