Harry Potter © Joanna Kathleen Rowling

Honest? Slytherin Sabrina

Note : Yang udah mneinggal tetep gua bikin meninggal kok, tapi mungkin akan ada pengecualian untuk beberapa cast ajah :) Tapi cast utama kita tetep kok ( Dramione tercinta ).. Sebenernya pengen masukin Cedric kapan-kapan, tapi mungkin di fic yang beda ajah. Akan ada cast tambahan milik saya.. Hope you like it ! Ini chapter udah saya edit ulang, semoga tambah jelas aja yaa :) Thanks

Happy Reading !

FLASHBACK

"... Ehm…dan kali ini tidak lupa kami akan mengumumkan siapa yang akan menjabat sebagai Ketua Murid Putra dan Ketua Murid Putri di Hogwarts tahun ini…"

Ucap Professor Minerva McGonagall setelah semua pidato panjang lebarnya mengenai Ujian NEWT dan OWL yang baru saja dilaksanakan oleh murid-murid Hogwarts. Semua murid yang tadinya sibuk berbisik-bisik dan menguap menahan kantuk langsung membenahi posisi duduknya berusaha menyimak perkataan McGonagall selanjutnya.

Terutama bagi para prefek dan murid-murid yang menginginkan jabatan Ketua Murid tahun ini. Dalam sekejap suasana jadi sangat hening.

"Ketua Murid Putri kita tahun ini adalah…Miss Hermione Granger dari Gryffindor."

Semua orang bertepuk tangan. Aku bergetar saat mendengarnya dan rasa senangku meluap-luap. Ini sungguh-sungguh kejutan. Yah, memang beberapa anak memang sudah memprediksinya. Namun tetap saja, semuanya terasa sangat mengejutkan buatku. Aku ingin tahu bagaimana reaksi Mum dan Dad saat mendengarnya nanti.

"Selamat, Mione."Harry menepuk-nepuk bahuku.

"Hermione, sudah kuduga. Benar kan apa kataku ?" Ron membusungkan dadanya, menyombongkan diri. Beberapa anak mengikuti perilaku mereka. Aku hanya dapat membalas dengan senyuman atau sekedar berkata "Terimakasih."

"Sebagai pemegang predikat nilai tertinggi dalam ujian kali ini, dan dengan rekomendasi dari beberapa professor pengajar kami sepakat Miss Granger dari Asrama Gryffindor terpilih menjadi Ketua Murid Putri tahun ini. Dan kami harap dapat melaksanakan tugas lebih dari baik."

"Dan jangan lupa, pemegang jabatan Ketua Murid Putra kita tahun ini adalah…,"aku menahan napas saat Professor McGonagall menyambung kalimatnya.

"Mr. Draco Malfoy dari asrama Slytherin."sambung Professor McGonagall. Tepuk tangan serentak riuh memenuhi Meja Slytherin.

What-the-hell of this ?

Draco Malfoy ?

Malfoy ?

"Demi Merlin, Mione. Kau akan berpartner dengan si Pirang itu ?"kata Dean tidak percaya. Aku hanya dapat melongo, masih terkejut dengan perkataan McGonagall barusan.

Apa yang dapat aku harapkan dengan berpartner dengan Ferret-busuk-idiot itu ?

"Katakan bahwa pendengaranku bermasalah, Harry !"

FLASHBACK END

Oh Shit, aku sudah mengingat kejadian ini untuk yang ketiga kalinya hari ini. Ayolah Hermione, hal itu sudah berlalu kemarin, untuk apa mengingat-ingatnya lagi, racauku dalam hati.

Omong kosong ini sangat menyita pikiranku dan membuatku tidak fokus sepanjang hari ini. Aku terus melakukan tindakan yang ceroboh seperti menjatuhkan baju-baju kotor ke dalam wastafel cuci piring—dan dengan sukses mendapat omelan panjang lebar dari Ginny, membuat jubah Harry basah karena air minum yang tidak sengaja kutumpahkan karena aku terus melamun, bahkan dengan bodohnya aku melemparkan mantra muntah siput kepada Neville— seperti yang pernah dilakukan Ron kepada Draco, namun justru berbalik pada dirinya sendiri karena tongkatnya baru saja patah— secara tidak sengaja hanya karena dia menepuk bahuku.

'Aku pasti sudah sangat gila,'gumamku pada diriku sendiri. Aku melihat ke sekeliling dan menjumpai bahwa koridor ini sedikit sepi. Hanya ada beberapa murid Ravenclaw dan Hufflepuff tahun keempat yang masih bercengkarama di dekat koridor. Kemana yang lain ? Apa semua murid berada di Aula Besar ? Bukankah jam makan malam baru dimulai 2 jam lagi. Aku menggerutu dalam hati, hari mulai petang dan aku baru saja kembali dari perpustakaan karena buku yang kupinjam pun tidak benar. Seharusnya aku meminjam buku mengenai Ramuan Hellebore untuk mengerjakan essai yang ditugaskan oleh Professor Slughorn, namun justru aku meminjam buku 'Mantra Transfigurasi Pakaian'. Sepertinya Syndrom Kegilaanku hari ini sudah sangat menyesatkan.

BRUGH !

"Aww..."aku terjatuh ke belakang dengan keras. Kepalaku sedikit pening. Sepertinya baru saja membentur sesuatu. Aku meraba keningku yang berdenyut-denyut tak karuan sampai sebuah tangan terulur padaku.

"Oh Maaf Miss, aku tidak sengaja. Aku benar-benar minta maaf telah menyusahkanmu."sahut suara itu. Aku menyambut uluran tangan itu tanpa melihat siapa yang mengulurkannya dan beranjak bangun.

"Oh...tidak, tidak. Maafkan aku. Aku benar-benar ceroboh sepanjang hari ini..."aku masih mengusap-usap keningku sampai aku mendongak dan melihat ke arah seorang pemuda asing yang menatap khawatir padaku. Aku mengerutkan kening.

Pemuda itu menatapku intens. Dari jarak sedekat ini aku bisa melihat iris matanya berwana hijau terang. Hampir seperti mata Harry. Untuk sejenak, aku merasa terhipnotis oleh matanya. Sampai aku merasakan remasan kecil di tanganku. Oh, dia masih menggenggam tanganku.

"Ahh...kau bisa...melepaskanku sekarang."kataku canggung. Dia tampak tertegun kemudian buru-buru melepasku.

"Maaf, aku tidak bermaksud kurang ajar..."katanya ragu-ragu.

"Oh tidak. Tidak apa-apa. Akulah yang harus meminta maaf. Kau tidak akan percaya jika aku mengatakan berapa orang yang telah aku tabrak di koridor hari ini."aku tersenyum kecil. Pemuda itu terkekeh pelan.

"Mmm...apa aku mengenalmu ? Aku rasa aku belum pernah melihatmu disini."tanyaku pelan padanya.

Dia memandangku kemudian menepuk dahinya pelan.

"Ahh, aku lupa. Panggil saja aku Darren, Miss..."dia mengulurkan tangan dan menanti jawabanku.

"Granger. Tidak, tidak. Panggil saja aku Hermione."sahutku sambil menjabat tangannya.

"Ah ya, Hermione. Aku akan mengingatnya."katanya sambil menampilkan senyumnya yang manis. Ah betapa dia sangat menawan.

"Mmm...Hermione, sebenarnya aku tersesat disini. Bisakah kau menunjukkan padaku jalan menuju ruangan Professor Minerva McGolagan...ah tidak...siapa ya...McCullingham...bukan,bukan...,"dia terlihat berusaha mengingat-ingat.

"McGonagall maksudmu ?"aku balik bertanya.

"Ah ya itu, McGonagall. Apakah kau mau menunjukkan arah menuju kantornya ?"tanyanya penuh harap.

"Tentu saja. Ikut aku."aku mengajaknya berjalan. Hitung-hitung sebagai tugas pertamaku menjadi Ketua Murid sebelum aku disibukkan dengan berbagai kegiatan dan rapat-rapat prefek nantinya.

Dia mengikuti di belakangku. Kami tidak berjalan beriringan. Aku berjalan sedikit cepat. Lagipula, kami sudah lumayan akrab untuk ukuran orang yang baru kenal. Kami sama-sama terjebak dalam keheningan. Aku pun tidak tahu harus berkata apa. Beberapa saat kemudian, kami sudah sampai di depan ruangan Professor McGonagall.

"Aku tidak tau harus berterimakasih dengan apa..."katanya padaku. Aku hanya tersenyum kecil.

"Ucapan terimakasih saja sudah cukup."

Dia terkekeh pelan. "Kalau begitu, terimakasih banyak, Hermione." Aku mengangguk.

"Kalau kau tidak keberatan, aku harus pergi. Sepertinya ini sudah jam makan malam. Selamat tinggal, Darren."kataku cepat lalu melangkah pergi. Aku berlari-lari kecil.

"Sampai Jumpa lagi, Hermione."aku mendengarnya berteriak padaku. Aku berbalik dan hanya melambaikan tangan sambil tersenyum, kemudian meneruskan lariku. 'Apa pendengaranku yang bermasalah, atau memang dia mengucapkan sampai jumpa lagi?,'gumamku dalam hati.

-oOo-

Aku melamun. Tadi pagi, Mum mengirimkan surat secara tak terduga. Isi surat itu membuatku sangat kuatir.

Hermione dear,

Mum dan Dad sudah menerima suratmu. Kami senang sekali kau bisa menjadi Ketua Murid. Mum dan Dad juga tidak akan lagi memaksamu untuk berkarier disini— di dunia Mum dan Dad—kau tahu maksudku kan. Kami akan bahagia selama kau bahagia.

Oh ya, seminggu yang lalu Mum mengunjungi Jaden di sekolahnya. Mum pergi ke Durmstrang di Bulgaria. Kau tahu, Mum benar-benar tidak ingin mengatakan ini padamu. Tapi Jaden sungguh keterlaluan. Dia mengabaikan kata-kata Mum untuk menjaga kesehatannya dengan istirahat yang cukup dan berhenti bermain Quidditch.

Saat Mum berkunjung kesana, dia sedang terbaring di Rumah Sakit dan telah tidak sadarkan diri selama 3 hari karena dehidrasi, kelelahan dan kurang makan. Kita beruntung karena temannya menemukannya dengan cepat dan segera membawanya ke Rumah Sakit. Kalau tidak, Mum tidak akan berani membayangkan apa yang akan terjadi.

Jadi, Mum telah memutuskan. Mum akan memindahkan Jaden ke Hogwarts bersamamu. Itu lebih baik. Mum juga telah melarangnya untuk bermain Quidditch lagi. Kau bisa mengawasinya untuk Mum kan, sweetheart ? Mum sangat berharap banyak padamu. Mum harap kau senang dengan kedatangan saudaramu, dear.

Kurasa Mum sudah bicara terlalu banyak. Okay, Jaga kesehatanmu selalu sweetheart !

With Love

Mum dan Dad

NB : Jangan lupa untuk mengawasi Jaden selama bersekolah di Hogwarts. Jangan ragu untuk memberinya hukuman, sweetheart.

Demi Merlin !

Saudaraku Jaden, dia memang bukan anak yang ceroboh. Yeah, dia termasuk anak yang pandai. Sepertiku. Nilai-nilai sekolahnya cukup bagus. Hanya saja, justru karena dia pandai, akan sangat merepotkan mengurusinya. Dia bukanlah anak yang akan menuruti perkataan seseorang dengan mudah.

"Ini pasti akan sulit...,"aku bergumam sendiri.

Aku takut dia berbuat ceroboh dan belum terbiasa dengan semua hal yang ada di Hogwarts. Okay, aku terlalu berlebihan. Meskipun sihir bukanlah hal baru untuknya— mengingat aku dan Jaden sama-sama sering melakukannya— namun tetap saja kan, ada banyak orang yang perlu dihindari disini. Ada banyak mantra yang tiba-tiba saja dapat berubah menjadi Kutukan-Tak-Termaafkan setiap saat hanya dengan sebuah tongkat.

"ARGGGGHHHHH !"aku menggeram frustasi.

Dimana Jaden sekarang ? Apakah dia sudah sampai di Hogwarts ? Atau dia malah melarikan diri karena tidak mau dipindahkan ?

Berbagai pikiran buruk menghantui kepalaku. Jaden anak yang susah diatur. Bagaimana kalau dia membuat masalah ? Bagaimana kalau dia kabur ? Aku masih ingat bahkan ketika di masih berumur enam tahun, dia pernah menghilang di kereta saat kami berangkat ke London. Aku kembali menatap perkamen yang ada di tanganku. Isinya tetap sama—tidak berubah. Tanpa sadar aku kini berada di depan pintu menara astronomi. Sampai tiba-tiba...

"..."

Aku mendengar suara-suara aneh. Suara apa itu. Aku tidak bisa mendeksripsikan bagaimana suara itu terdengar. Seperti suara erangan. Dan suara itu bukan hanya milik satu orang. Aku bergidik mendengarnya. Dengan langkah ragu-ragu, aku mendekati pintu Menara Astronomi. Suara itu semakin jelas terdengar. Tak diragukan lagi, pasti berasal dari dalam sana. Tapi siapa yang berada disana ?

Aku memgang kenop pintu. Antara ragu dan tidak. Akhirnya dengan bertekad keberanian bahwa aku seorang Gryffindor, aku membuka pintu itu.

BRAKKKK !

"Malfoy !"aku terperangah.

Disana. Draco Malfoy dan seorang gadis sedang asyik ber— bercumbu. Tubuh mereka berhimpitan di dinding. Jubah, kemeja dan dasi berserakan di lantai. Tapi, apa aku tidak salah lihat...justru Draco Malfoy lah yang terhimpit ke dinding. Bukan gadis yang sedang bersamanya itu.

Aku hanya memapu membelalakkan mata melihat keadaan mereka berdua. Gadis yang merasa kegiatannya telah terinterupsi itu segera berdiri tegak dan memunguti jubah dan dasinya yang bertebaran di lantai. Gadis itu terlihat sangat terkejut melihatku. Kelihatan sekali kalau dia merasa tidak nyaman dari gerak tubunya yang terlihat gelisah. Aku masih mematung di dekat pintu. Tak tau harus berbuat apa.

Aku tau gadis itu. Dia...Astoria Greengrass. Murid kelas lima penghuni asrama Slytherin. Dan dia Pureblood.

Astoria langsung pergi. Wajahnya memerah menahan malu dan dia tidak berani menatapku. Aku masih tidak bisa mengatakan apapun, bahkan ketika gadis itu telah menghilang di ujung koridor. Kemudian aku ganti menatap Draco yang sekarang duduk di kursi yang ada disana. Memberikannya tatapan membunuh.

"Well done, Granger. Kau perusak suasana."katanya dingin.

"15 poin dari Slytherin karena melakukan hal-hal memalukan tidak pada tempatnya."kataku sedikit bergetar. Aku hendak beranjak pergi saat Draco membuka mulut.

"Mengapa tidak 20 poin saja supaya kau senang, Granger ? Aku pun tidak keberatan."katanya santai.

Kini dia tengah mengambil jubahnya yang tergeletak di dekat jendela dan berusaha mengancingkan kemejanya.

Aku memandangnya tajam. Aku benar-benar membencinya. Aku juga tidak terkejut ketika mengetahui kebrengsekan Draco yang sebenarnya. Semua anak tau itu. Dia mendapat predikat Prince of Slytherin yang sangat terkenal dikalangan gadis-gadis. Dan dia jelas menggunakan ketampanannya hingga mendapat julukan 'God of Sex'. Jadi sudah sangat jelas bukan— tiga suku kata di atas— yang menerangkan betapa brengsek nya dia.

"Kau menjijikkan, Malfoy !"sahutku dingin.

Dia ganti menatapku tajam. "Kau yang menjijikkan, Mudblood. Bagaimana rasanya memiliki darah-lumpur, Granger. Pasti menjijikkan memiliki darah yang senantiasa terasa kotor."

"Diam kau, Ferret-Brengsek-Idiot. Kau pria terbrengsek yang pernah kutemui, yang selalu berganti-ganti pasangan tidur setiap hari hingga membuat orang lain muntah."

"Apa pedulimu, Granger ? Kau iri denganku, karena aku mahir melakukannya ?"katanya sarkastik.

"Demi Janggut Merlin, mendengarnya saja aku ingin muntah."sahutku sambil memegangi perutku.

"Kau adalah Ketua Murid Putra, Malfoy. Setidaknya berikan contoh yang baik kepada murid-murid lain. Ubahlah kebiasaanmu yang menjijikkan itu. Tahukah kau apa artinya tanggung jawab yang telah dilimpahkan padamu ?"jelasku berapi-api. Aku benar-benar tidak tahan lagi.

"Untuk apa merubah kebiasaan yang sudah melekat pada diri kita, Granger. Merepotkan diri sendiri."jawabnya lagi.

Aku sudah tidak tahan lagi. Aku berbalik dan membanting pintu menara hingga menimbulkan suara bedebum yang keras. Persetan dengan Malfoy.

-oOo-

NORMAL POV

Hari ini, panji-panji berwarna hijau dan perak senantiasa menghias seluruh penjuru Hogwarts. Aula Besar, Asrama para murid dan ruangan-ruangan lain. Apalagi Asrama Slytherin. Tentu saja. Ini merupakan hari istimewa bagi mereka. Hari ini merupakan hari kemenangan mereka melawan tim Asrama Hufflepuff. Para Slytherin sangat bersemangat dengan kemenangan mereka kali ini. Bukan, bukan karena mereka menang melawan Hufflepuff saja. Mereka sudah terbiasa mengalahkan Hufflepuff dan Ravenclaw, kecuali untuk Gryffindor. Mereka lebih sering mendapat point seri atau kalah-menang bergantian.

Mereka sangat bersemangat karena taruhan yang mereka lakukan untuk pertandingan ini. Taruhannya adalah, penghuni Asrama yang menang dapat menyuruh penghuni Asrama yang kalah untuk melakukan apapun. Termasuk menjadi pesuruh selama seharian penuh. Permainan yang menyenangkan bukan ? terutama untuk para Slytherin seperti…..

"Hei, mate. Mau kemana ?"tanya Blaise Zabini sambil merangkulkan tangannya pada pundak Draco.

"Kembali ke Asrama."jawab Draco pendek.

Blaise mengernyit. "Asrama Ketua Murid maksudmu ?"

"Kalau tidak, kemana lagi, Blaise."katanya dengan ogah-ogahan.

Sebenarnya Draco sedang tidak mood kali ini. Pelajaran Ramalan bersama Prof. Trelawney sangat membosankan. Draco benci ramalan. Ramalan adalah satu-satunya cabang ilmu dunia sihir yang tidak pasti. Apalagi tadi di kelas, dia berpasangan dengan Neville Longbottom dari Arama Gryffindor sampai beberapa bulan ke depan.

Sebagai seorang Prince of Slytherin yang selalu dituruti apapun kemauannya, berpasangan dengan Neville merupakan siksaan tersendiri bagi Draco. Neville terlalu ceroboh dan tidak dapat berhenti merasa gugup ketika berada di dekatnya. Ini membuat semuanya semakin rumit. Draco cukup bersyukur, karena hari ini Neville tidak memecahkan bola ataupun salah mengucap mantra. Itu merupakan kemajuan.

"Oh, aku rasa kau sangat menikmati berbagi asrama dengan Si Granger itu, mate."goda Blaise sambil tersenyum jahil kepada Draco. Sementara yang digoda memasang tampang membunuh padanya.

"Itu tidak lucu, Zabini."

"Wow Wow, santai, mate. Aku hanya ingin mengajakmu untuk mampir ke asrama kita. Yah, untuk melepas rindu kami padamu. Kau tidak merindukan kami semua ? Bahkan Theo pernah menggigau tentang dirimu dalam tidurnya."jelas Blaise sambil memasang tampang serius.

"Oh Ayolah, Blaise. Langsung saja !"sahut Draco tidak sabaran. Dia memang tidak suka bertele-tele.

"Demi Salazar, Drake. Apa kau sudah lupa ? Kita baru saja menang bertanding melawan Hufflepuff. Apa kau tidak berniat merayakannya ? Kita sudah menang taruhan, mate. Aku tidak mau menyia-nyiakan kesempatan ini."kata Blaise berapi-api.

Draco hanya termenung mendengar perkataan Blaise barusan. Dia memang sudah melupakannya. Dia punya banyak kesibukan daripada harus sekedar memikirkan kemenangannya lawan Hufflepuff.

"Jangan bilang kau lupa, Drake. Ayolah, Goyle dan aku sudah menyelundupkan beberapa botol Wisky Api-Odgen ke asrama kemarin malam. Bukankah itu kesukaanmu. Kita harus berpesta malam ini. Aku sudah tidak sabar ingin memberi pelajaran pada murid Hufflepuff yang kolot itu."

"Kau tahu, bahkan Crabbe sudah memesan Susan Bones secara pribadi untuk menemaninya malam nanti."Blaise menyeringai.

Draco tahu akan jadi apa malam ini. Slytherin selalu pintar memanfaatkan situasi apapun.

"Baiklah, mungkin sebentar saja."sahut Draco setelah terdiam beberapa saat. Blaise menjentikkan jarinya. Senang mendengar pernyataannya.

"Aku dan gadis-gadis Hufflepuff menunggumu, Drake."Blaise terkekeh saat mengatakannya. Dia berjalan menjauhi Draco dan akhirnya menghilang di balik koridor. Draco hanya menghembuskan nafas pelan. Dia kembali berjalan menuju asramanya.

-oOo-

Hermione sedang berada di Asrama Ketua Muridnya. Berada di depan perapian, sambil membaca buku dan menikmati segelas coklat panas merupakan hal yang sangat menyenangkan untuk dilakukan. Apalagi malam ini, hujan turun dengan sangat derasnya. Udara menjadi sangat dingin. Sekarang sudah hampir Musim Gugur. Petir menyambar beberapa kali. Hermione mengeluh mengingat dia harus keluar untuk melakukan patroli. Sedikit menakutkan untuk berada di luar ruangan dalam cuaca yang seperti ini.

Malam sudah larut. Partner ketua muridnya bahkan belum kembali sejak tadi sore. Bukan maksudnya untuk peduli, tapi dia harus tetap melaksanakan tugasnya dengan baik bukan. Meskipun dia adalah Ketua Murid Putra yang merangkap Kapten tim asramanya, bukan berarti dia bisa dengan seenaknya membiarkan Hermione berpatroli sendirian. Bagaimanapun juga, dia ini hanyalah seorang gadis. Dan dia hanya punya dua mata, dua tangan dan dua kaki untuk menjelajahi Hogwarts sendirian. Dia juga merasa lelah. Bukan hanya Draco.

"Dasar Ferret-busuk-menyebalkan, kemana dia sampai selarut ini !"Hermione menggerutu. Dia meletakkan bukunya di atas meja dan beranjak mengambil mantel ke dalam kamarnya sambil terus menggerutu. Hermione berniat melakukan patroli sambil mencari keberadaan Draco.

Dia membuka pintu dan melangkah keluar. Angin malam yang dingin dan basah segera menerpa wajahnya. Hermione menghentikan langkahnya sebentar. Menyesuaikan diri dengan keadaan di luar. Hujan belum juga berhenti, malah semakin deras.

Dia dapat merasakan dinding batu Hogwarts yang sangat dingin. Dia merapatkan mantel dan merapalkan mantra penghangat pada mantelnya. Hermione sudah akan beranjak dari tempatnya, sampai pada akhirnya matanya bersirobok dengan bayangan seseorang dalam kegelapan.

Orang itu tergeletak di tanah. Dengan posisi membelakangi Hermione sehingga dia tidak dapat melihat wajahnya. Hermione sempat ragu-ragu mempertimbangkan akan menolong orang itu atau tidak. Kalau dia tidak menolongnya, bagaimana kalau orang itu terkena hipotermia dan mati ?

Kalau dia menolongnya, bagaimana kalau orang itu akan melakukan sesuatu yang buruk terhadapnya ?

Ahh, dia menepis pikirannya barusan. Itu tidak mungkin. Ini masih lingkungan Hogwarts. Dan bahkan Voldemort pun sudah berhasil disingkirkan oleh Harry. Akhirnya, dengan memantapkan hati, dia berjalan mendekat.

Semakin dekat, dan dekat. 5 meter…4 meter… 2 meter… Jubah dengan warna hijau yang menghiasi kerahnya, seragam itu, rambut pirang platina yang mencolok. Dia segera membalikkan tubuh orang itu.

"Malfoy !"Hermione terperangah.

Terkejut menyadari bahwa yang ada di hadapannya sekarang ini benar-benar Draco Malfoy. Sang partner yang beberapa saat tadi dia lontarkan berbagai macam sumpah serapah.

Hermione meraba keningnya dengan panik. Draco tidak sadarkan diri. Dan badannya panas. Bibirnya juga membiru. Apa dia sudah lama berada disini ?

"Malfoy, bangunlah. Bangun. Ayolah, jawab aku, Malfoy !"Hermione berusaha membuat Draco sadar. Namun, dia tak kunjung membuka matanya.

Hermione panik dan tidak tahu harus melakukan apa. Dia berusaha mengangkat tubuh Draco. "Arggghh…Demi Merlin, kau sangat berat, Ferret."

Dia bingung harus membawa Draco kemana. Akhirnya dia segera membawa tubuh Draco kembali ke dalam asrama ketua murid. Membawanya ke Hospital Wings hanya akan membuat Hermione semakin memperparah keadaan karena harus menyeret Draco kalau sudah tidak kuat lagi mengangkat tubuhnya.

Hermione membawa Draco yang tidak sadarkan diri ke kamar dengan susah payah. Apalagi saat menaiki tangga, kakinya sempat terkilir dan dia hampir saja menjatuhkan Draco kalau tidak segera berpegangan pada titian tangga.

"Haaahhh…"Hermione menghela nafas panjang.

Meskipun dia membenci Draco, sejenak dengan melihat wajah sang musuh bebuyutan yang terlihat tidak berdaya dan polos, Hermione sedikit merasa kasihan. Entah darimana rasa itu muncul.

Hermione duduk di samping Draco setelah mengambil handuk kecil dan baskom yang berisi air hangat. Dia meletakkan handuk kecil pada dahi Draco. Berharap hal itu dapat menurunkan panas tubuhnya. Ini sudah larut dan dia tidak yakin kalau Hospital Wings masih buka.

Kalau sampai besok panasnya tidak juga turun, dia berniat akan membawanya pada Madam Pomfrey. Tanpa sadar, Hermione memandangi wajah Draco yang kelihatan damai. Apakah matanya mengalami gangguan, atau memang Draco kelihatan tampan ?

Ah, tidak. Pasti Hermione sedang meracau. Mana mungkin Ferret-Pirang-Jelek sepertinya tampan ? Tapi, kalau dia tidak tampan, bagimana mungkin dia mendapat julukan Prince of Slyhtherin. Dia juga seorang cassanova. Dan ketampanan, merupakan hal utama yang selalu melekat dalam diri Cassanova manapun.

Draco tidak seperti biasanya. Yang selalu menampilkan tampang datar, tatapan membunuh dan seringai yang sangat menyebalkan. Dia kelihatan seperti bayi. Damai dan tenang. Tangan Hermione sudah akan mengelus pipi Draco, kalau saja akal sehatnya tidak bicara.

'Apa yang akan kau lakukan, Mione. Kau benar-benar bodoh. Dia itu musuhmu.' Suara hati Hermione bergaung dalam pikirannya.

Dia buru-buru menarik tangannya kembali. Merutuki diri sendiri karena akan melakukan hal yang memalukan. Dia segera beranjak dari ranjang Draco. Berdiri menjauh dan kemudian duduk di kursi di dekat meja belajar Prince of Slytherin itu.

-oOo-

Draco terbangun perlahan. Matanya terasa sangat berat untuk terbuka. Akhirnya dia membiarkan matanya beradaptasi sejenak. Namun, buru-buru dibukanya matanya saat ingat bahwa hari ini ada pelajaran Arithmancy yang menunggunya pagi-pagi sekali. Dia bisa mendapatkan detensi dari Professor Vector kalau tidak bergegas.

Jendela kamarnya tetap tertutup. Dia melirik cuaca di luar yang kelihatan mendung. Sedikit merasakan kejanggalan pada dirinya sendiri. Draco mengeliat sedikit kemudian menyibakkan selimut yang menutupi sebagian tubuhnya. Dia duduk dan kemudian…

PLUKK !

Sebuah benda kecil basah jatuh ke pangkuannya. Benda yang ternyata adalah handuk kecil itu diambilnya. Draco memegangi kepalanya yang terasa berat dan sakit. Rasanya seperti dihantam beribu-ribu palu. Dengan masih terheran-heran dia memandang nakas di samping tempat tidurnya yang disana terdapat baskom kecil berisi air. Dia merasa bingung.

Apa Granger yang melakukan semua ini ? Rasanya hal itu sangat mustahil. Mana mungkin Granger mau menolong dirinya yang jelas-jelas adalah musuh besarnya sendiri.

"Apa yang terjadi semalam ?"dia bergumam pada dirinya sendiri.

Hal terakhir yang dapat diingatnya adalah dia minum bergelas-gelas Wisky Api karena taruhan dengan Malcolm Baddock. Dan sudah dapat ditebak kalau Draco lah pemenangnya. Dia berpesta bersama teman-teman Slytherinnya dan menolak ajakan beberapa gadis Hufflepuff yang menawarkan malam yang panas dengannya. Lalu selanjutnya, dia sudah tidak dapat mengingatnya lagi.

Maka dengan berat, Draco berjalan mengambil perlengkapan mandinya dan turun ke ruang rekreasi. Saat melewati meja di dekat sofa, langkahnya terhenti. Disana. Di atas meja. Ada berbagai macam makan. Ada sandwich tuna, pancake dan bacon, steak dan sosis panggang, dan beberapa macam buah-buahan. Disampingnya ada jus labu dan beberapa botol yang sepertinya berisi ramuan, serta catatan kecil di sampingnya.

Draco meraih catatan tersebut.

Makanlah apapun yang kau mau dan minta peri rumah melayanimu kalau kau tidak merasa lebih baik. Aku sudah membuatkan izin tidak masuk kelas selama beberapa hari untukmu atas saran Madam Pomfrey. Aku juga telah memberi beberapa ramuan yang harus kau minum. Kau harus menghabiskannya. Dan jangan salah paham dengan semua ini, aku hanya bersikap professional sebagai Ketua Murid Putri yang baik.

Kau-Tahu-siapa-aku

NB : Kau harus segera sembuh, Malfoy. Aku tidak mau direpotkan dengan berpatroli sendirian.

Benarkah yang menulis ini adalah Hermione Granger ?

Si Putri Gryffindor itu ?

Partner Ketua Muridnya ? Rasanya ini seperti mimpi.

-oOo-

HERMIONE POV

"Hermione !"

Aku mengalihkan pandangan dari buku yang sejak tadi menjadi fokusku dan menoleh ke arah sumber suara. Harry Potter. The-Boy-Who-Lived melambaikan tangan dan berlari-lari kecil ke arahku.

Aku menutup bukuku sejenak dan memutuskan untuk menunggunya sampai di tempatku duduk. Setelah sampai, Harry memgangi lututnya dengan terengah-engah. Aku hanya memandanginya.

"Mi…Mione…Ka...kau..hhh…"dia masih kesusahan mengatur nafas. Aku menaikkan alis mendengar perkataannya yang tidak jelas.

"Mione, kemana saja kau ? Kami mencarimu kemana-mana."kata Harry beberapa saat kemudian. Yang dimaksud dengan 'kami' pastinya adalah Harry beserta Ron dan Ginny tentunya.

"Aku hanya membaca buku disini, Harry."jawabku pendek. Dia memicingkan mata. Tampak tidak puas dengan jawabanku. Namun, kelihatannya dia memilih untuk mengacuhkannya.

"Ikut aku. Semua orang tengah berkumpul di Aula Besar sekarang ini."perintah Harry kepadaku.

"Adakah sesuatu yang penting ?"

"Ini sudah saatnya makan malam, Mione. Kau saja yang terlalu asyik dengan buku-bukumu itu. Sudahlah, jangan membantah dan ikut saja." Dia menarik tanganku dan memaksaku untuk berdiri. Aku menurutinya. Harry menggandeng tanganku menuju ke Aula Besar dengan tergesa-gesa.

Kami segera duduk di Meja Gryffindor. Aula Besar riuh dengan celotehan anak-anak dari berbagai asrama. Aku masih heran dengan ini semua. Ada apa sebenarnya ?

"Ginny. Apa ada sesuatu yang telah tejadi disini ?"bisikku pada Ginny. Ginny memandangku dengan heran.

"Kau belum tahu, Mione ?"tanyanya balik. Aku menaikkan alis.

"Tau apa, Gin ? Apa Professor Slughorn diturunkan jabatannya dan menggantikan Filch ? Apakah semua anak Slytherin dikeluarkan dari sekolah ? atau akan diadakan Turnamen Triwizard lagi tahun ini ?"cerocosku tanpa henti.

Semua hanya melongo menatapku. Tawa mereka meledak beberapa saat kemudian―ah atau dapat kusebut bahwa hanya Harry, Ginny, Seamus, Dean dan Lavender saja yang tertawa. Hanya Ron yang tidak.

"Bloody Hell, Mione. Tidak bisakah kau rasional sedikit saja !"Ron menanggapi dengan mata terbelalak setelah mendengar perkataanku. Aku menatapnya bosan.

"Mana mungkin ada Turnamen Triwizard lagi setelah insiden Cedric Diggory pada tahun keempat kita, Mione. Kau sudah lupa ya..."Seamus menimpali. Dia berusaha bicara sepelan mungkin. Takut menyinggung Harry.

"Memangnya kenapa ? Bukankah Voldemort-si Kriminal-Botak-Tanpa-Hidung sudah berhasil dijatuhkan oleh Harry Potter, The-Boy-Who-Lived kita. Untuk apa merasa kuatir lagi ?"sahutku santai.

"Oh, Ayolah Hermione. Mungkin saja Voldemort bangkit dari kuburnya untuk mencari hidungnya kembali. Kau harus berhati-hati Mione, mungkin saja hidungmu jadi sasaran berikutnya."kata Ron. Yang lain tertawa mendengarnya.

"Kau lupa ya ? Ini merupakan acara penerimaan murid baru tahun ini. Bagaimana bisa kau dengan mudah melupakan ujian yang baru saja kita lalui minggu kemarin, Hermione. Padahal kan ujiannya sangat sulit."sahut Lavender.

Tiba-tiba, pintu Aula Besar terbuka dan menimbulkan suara berderik yang keras. Otomatis seluruh anak menolehkan kepala menuju ke satu-satunya sumber suara yang paling berisik. Terlihat Professor McGonagall masuk ke dalam Aula Besar. Dan dia tidak sendirian. Ada dua orang pemuda yang mengekor di belakangnya. Aku memicingkan mata dan memfokuskan pandanganku.

Demi Merlin, Syukurlah. Aku bernafas lega. Salah satu dari pemuda itu tampak tidak asing bagiku. Mereka berdua tidak mengenakan seragam resmi Hogwarts. Tapi mengenakan seragam sekolah sihir Durmstrang dari Bulgaria.

Semua anak sibuk berbisik-bisik begitu kedua orang yang tengah menjadi sorotan itu memasuki Aula Besar. Bisik-bisik murid perempuan semakin riuh, karena banyak yang berkomentar bahwa mereka berdua…well, tampan.

"Demi Celana Merlin, Mione. Mereka berdua benar-benar tampan !"Ginny berbisik sambil menyenggol lenganku. Takut ketahuan Harry. Aku hanya balas mendengus kesal.

"Mereka siapa ya ? Tampan !"Lavender juga ikut berteriak kecil. Disambut dengan gumaman dari hampir seluruh siswa yang juga mengatakan hal yang sama.

'Oh, ayolah kawan-kawan. Itu hanya Jaden dan…Siapa yang satunya lagi ? Sepertinya dia juga tidak asing bagiku,'aku bergumam dalam hati.

Pemuda itu memiliki tubuh yang tinggi, dia mengenakan jubah juga sehingga tampak lebih kekar, wajahnya tampan, dan dia juga murah senyum. Satu-satunya yang tidak kusukai ketika melihatnya adalah rambutnya. Rambut itu, seperti rambut seseorang…pirang-platina. Tapi siapa ya ?

Pemuda itu melewati Meja Gryffindor dan mengerling sejenak padaku. Aku tertegun. Sebentar, sebentar, iris mata itu...aku seperti pernah melihatnya. Hijau terang seperti mata Harry. Aku seperti pernah bertemu dengannya. Aku memutar otak. Kemudian menanjamkan penglihatanku, bukankah itu...

Darren ?

What the hell, apa tujuannya kemari ?

Professor McGonagall berdiri di podium. Semua anak menghentikan kegiatannya masing-masing dan memandangnya dengan penuh tanda tanya. Akupun begitu.

"Semua murid harap memperhatikan. Disini dengan bangga, kami seluruh Professor pengajar Hogwarts menyatakan kalian semua telah lulus ujian ― baik NEWT maupun OWL dengan nilai cukup memuaskan sehingga tidak ada murid yang dinyatakan tidak lulus ujian dan harus mengulang tahun ajaran kemarin sehingga dapat melanjutkan ke tingkatan yang lebih tinggi."

"Dan sekarang, mari kita sambut murid-murid baru Hogwarts tahun ini. Silahkan masuk semuanya…"

Pintu Aula Besar kembali terbuka dan masuklah gerombolan anak-anak tahun pertama yang masih kecil-kecil. Mereka tampak sangat gembira. Tipikal anak umur 11 tahun. Ah, aku jadi ingat saat-saat pertamaku bersekolah di Hogwarts.

Topi Seleksi— atau Sorting Hat pun diambil dan satu kursi disediakan di tengah podium. Satu-persatu anak dipanggil untuk diseleksi oleh Topi Seleksi yang lusuh. Lalu dalam sekejap, ruangan pun dipenuhi dengan riuh rendah anak-anak dari berbagai asrama yang nama asramanya disebut. Professor Slughorn yang membacakan daftar nama anak yang akan diseleksi.

"Jennifer Louna Petterden" Hening sejenak.

Topi Seleksi menjerit "Ravenclaw…"

Sorakan dan teriakan pun terdengar dari meja Ravenclaw. Kami pun ikut bertepuk tangan.

"Anthonius George Dunkinn",

"Hufflepuff", Tepuk tangan meriah dari Meja Hufflepuff.

"Mariah Joanna Duff",

"Gryffindor". Sekarang ganti asrama kami meriah dengan sambutan dan tepuk tangan.

"Johannef Douglas Hillary." ,

"Slytherin".

Begitulah seterusnya hingga semua murid-murid tahun pertama telah duduk di bangku asrama masing-masing. Sampai kemudian Professor Snape berkata dengan ragu-ragu.

"Tahun ini, ternyata Hogwarts mendapatkan dua penghuni baru yang tidak pernah kita duga sebelumnya. Jenius dan punya kemampuan ya..."Professor Slughorn menahan nafas.

"Aku harap, kau memiliki kemampuan yang sama dengan saudaramu…Jaden Terence Granger",sekarang giliranku yang menahan nafas.

Kulihat Jaden berjalan dengan santai menuju ke arah Professor Slughorn. Bahkan ekspresi wajahnya sangat datar. Aku memandangnya penuh harap.

"Mione, bukankah itu saudaramu ?"tanya Harry padaku. Aku hanya mengangguk kecil, sebagai jawaban. Ronald terbelalak melihatku mengangguk.

"Mengapa adikmu bersekolah disini, Hermione ?"tanya Ginny tidak percaya.

"Apa dia memiliki masalah sosial di Durmstrang ?"

"Atau, pembelajaran sekolah itu yang terlalu keras dan membuat adikmu tidak betah ?" Ginny terus memberondongiku dengan pertanyaan-pertanyaan gila. Aku menghela nafas.

"Ginny, please. Aku akan memberitahumu nanti, okay ? Aku merasa begitu stress saat ini."

"Hey, kenapa kau tegang, Mione ? Bukankah kau seharusnya senang dia akhirnya pindah ke Hogwarts ?"Ginny kembali bertanya padaku.

"Kau belum tau, Gin. Dia adalah anak pemberontak yang susah diatur. Yeah, meskipun dia cukup pintar, aku tidak yakin kalau dia akan masuk Ravenclaw. Aku takut kalau orangtua ku akan mendapat masalah karena dia adalah tipe anak pembuat masalah."jelasku panjang lebar. Harry dan Ron terkekeh mendengar penjelasanku yang katanya tidak masuk akal itu.

Aku memandang takut-takut ke arah seorang pemuda dengan rambut kecoklatan yang tengah duduk dengan santai di atas kursi. Dia duduk dengan pembawaan yang tenang. Terlampau tenang malah untuk ukuran orang yang sedang dipertaruhkan harga dirinya akan masuk ke asrama mana. Topi Seleksi pun dipasangkan di atas kepalanya. Aku meliriknya. Memberinya isyarat untuk memberitahukan keberadaanku. Jaden hanya menaikkan alis dan kembali mengacuhkanku.

"Kau murid yang pintar sama seperti saudaramu. Hanya saja, kau memang anak yang berjiwa bebas..."Topi Seleksi bergumam. Aku mendengarnya dengan penuh minat. Dimana anak itu akan ditempatkan.

"Slytherin...,"jerit Topi Seleksi.

Aku langsung lemas.
"Jaden…"

Jaden berjalan dengan santai menuju meja Slytherin. Para Slytherin menyambutnya dengan antusias. Aku tahu bahwa sekarang memang tidak ada perbedaan darah Mudblood-Halfblood-ataupun Pureblood. Hanya saja, dia masuk Slytherin.

SLYTHERIN !

Bagaimanapun juga, semua orang tahu bagaimana penghuni-penghuninya terkenal dengan kelicikan dan kecenderungannya dalam melanggar aturan. Dengan kepribadian Jaden yang tertutup, ini akan semakin melengkapi penderitaan batinku.

"Baiklah, selanjutnya."perintah Professor Slughorn. Semua anak terdiam.

"Tidak pernah memiliki masalah ataupun memiliki catatan pelanggaran, berbakat dalam pelajaran Transfigurasi dan Ramuan, serta termasuk dalam murid yang jenius―"gumam Professor Slughorn yang terlihat sambil membaca sebuah perkamen lusuh, "Ah, disini juga untuk melanjutkan tahun ketujuh…bukan begitu, Mr. Malfoy ?

"Malfoy ?"

TBC

Note : Yeaaaahhh ! Akhirnya publish juga. Mohon maklum kalao salah-salah yay ? This is my First fic :D Hope you like it, guys ! MOHON REVIEW YAHHH :)