Sasori Sendu

Disclaimer : Masashi Kishimoto

Pairing : Sasori Akasuna & Sakura Haruno

Rated : T

Genre : Romance, Drama, Friendship, sedikit garing… yaaahh

Warning! OOC dikitttss….! :D

Chapter 1

Beberapa cahaya putih dan suara gemuruh menghiasi suasana langit yang tertutupi awan kelabu, tetesan air bening pun tak berhenti berlomba untuk menghantam seluruh permukaan Bumi. Angin pun tak ingin kalah meramaikan suasana tersebut, dengan lincahnya bergerak kesana kemari melawan sang hujan. Membuat dahan-dahan pepohonan tak berdaya dengan keganasan cuaca sore ini. Jalan yang biasanya ramai dilalui oleh orang banyak terlihat sangat sepi, banyak memutuskan untuk berhenti sejenak sambil menikmati peperangan cuaca dengan menikmati secangkir kopi hangat.

Berbeda dengan suasana diujung gang sempit yang memang jarang orang melintasinya, terlihat beberapa anak sekolah bergerumul saling menyerang. 3 lawan 1. Mungkin sedikit tidak adil, tapi untuk sang pemain tunggal sepertinya sangat terlatih dalam hal bela diri, lihat saja sekarang 2 lawannya tumbang diantara jalan yang berlumpur. Nafasnya tersengal-sengal dan bertarung disaat hujan lebat seperti ini memang sangat tidak mendukung, ia tidak bisa memfokuskan penglihatannya yang selalu dihujami air langit. Untung saja kelebihannya yang bertarung dengan cara membabi buta menyelamatkannya dari serangan 3 musuhnya ini. Dengan sekali tendangan terakhir, lawan ke tiga pun ikut tumbang.

"Apa yang dia lakukan di tempat buruk seperti ini", pemuda berwajah manis namun beraura dingin itu menatap bangunan kumuh di depannya. Ia melangkahkan kaki jenjangnya tanpa menghiraukan 3 orang yang tergeletak tak berdaya. Mata hazel dinginnya menatap lurus pintu kayu yang sudah sangat rapuh dan usang, ia tidak pernah segugup ini. Jantungnya berdetak tak beraturan karena membayangkan hal yang benar-benar tidak pernah ia bayangkan sebelumnya.

Dengan hati-hati, ia memutar ganggang pintu yang sudah berkarat itu, ia melangkahkan kakinya menyusuri seluk beluk bangunan kecil yang benar-benar gelap. Bau alkohol menusuk penciumannya sehingga ia harus menutup hidung mancungnya. Matanya masih mencari-cari keberadaan seseorang yang ia yakini berada di tempat tak layak huni ini.

"Akh..hhh"

Deg!

Langkahnya terhenti dan matanya membulat sempurna, ia mengatupkan bibirnya rapat menahan emosi dan rasa penasarannya. Ia sangat mengenal suara yang sudah 2 tahun dikenalnya, dengan perasaan sakit, ia mengintip ke arah sumber suara desahan yang diiringi suara dencitan ranjang. Pemuda berambut merah pucat itu membungkukkan badannya, melihat sebuah kenyataan pahit di sebuah ruangan gelap yang hanya disinari oleh lilin kecil. Gadis dan pria yang sedang bergumal di atas ranjang sudah pasti dikenalnya, melihat ekspresi terkejut sekaligus perasaan kecewa yang mendalam. Orang yang sangat dicintainya menghianatinya dengan berhubungan badan bersama orang yang sangat dibencinya, Kabuto.

Pemuda yang biasanya tak bisa menahan emosinya itu hanya memundurkan langkahnya, bahkan untuk marah saja ia sudah tidak sanggup. Gadis yang selama ini ia nobatkan menjadi satu-satunya orang yang ia cintai ternyata mengecewakan kepercayaannya.

"Karin..", lirihnya kemudian disahuti teriakan sang petir yang mungkin menertawakan hidupnya.

.

.

.

"Sasori, astaga.. kau berkelahi lagi?", kata pemuda berambut raven itu tanpa ada ekspresi kepanikan melihat kondisi sahabatnya yang berantakan. Bukan karena ia jahat, tapi kondisi seperti ini memang sudah terbiasa, malah jika Sasori pulang dengan keadaan rapi menjadi pertanyaan heboh untuknya.

"Lawanmu berapa hari ini?", tanyanya sambil membalik lembaran bacaan novelnya. Pemuda bernama Sasori itu cuek saja sambil mengambil handuk biru di samping pintu dan bersiap-siap untuk mandi.

"Sepertinya kau kurang puas dengan pertarunganmu hari ini, ada apa?", akhirnya Sasuke menutup bacaannya dan memandang kearah sahabatnya yang jauh lebih dingin dari sebelumnya.

"Aku… belum menghajar satu orang yang ada di kamar itu"

Setelah mengucapkan kalimat itu, Sasori langsung masuk kamar mandi milik Sasuke yang memang berada di dalam kamar. Sasuke hanya menatap Sasori heran, kemudian melanjutkan aktivitasnya yang sempat tertunda. Belum tangannya meraih novel tersebut, tiba-tiba handphonenya berdering, dengan malas ia meraih handphone touchscreen miliknya. Terlihat dilayar nya 'Dobe-Calling'

"Sasukeeeee…. Hari ini hujaaaannn deraassss!"

Sasuke spontan menjauhkan handphone tersebut dari telinganya, ia lengah mengira yang akan berbicara itu adalah Naruto, ternyata teman pinky satunya yang terkenal sangat berisik.

"Hn, lalu kenapa?"

"Ini kode, Sasuke~ ~ ~", sahut suara dari seberang sana dengan nada manja.

"Aku bukan cenayang yang selalu mengerti apa yang kau maksud. Katakan saja apa maumu, jidat!", kata Sasuke ketus dengan teman sekelasnya ini.

"Naruto akan rapat dan pulang malam, lalu aku membutuhkanmu untuk mengantarkan ku pulang, karena saat ini…."

"Tidak mau", dengan nada kejam Sasuke menutup pembicaraannya dan meletakkan handphonenya sembarangan. Ia berdiri kemudian mengambil kunci mobil yang ia letakkan di meja belajar. Baru ia akan melangkah keluar, Sasori sudah keluar dari kamar mandi sambil mengusap rambutnya dengan handuk.

"Kau mau kemana?", Tanya Sasori.

"Menjemput Sakura"

"Siapa itu? Pacarmu?"

"Hanya orang-orang yang bertelinga baja yang tahan berpacaran dengannya. Yosh, aku pergi dulu. Kalau kau mau makan ambil saja di dikulkas"

Sasori hanya mengangguk-angguk saja, kemudian mengambil handphone merahnya yang merknya sama dengan Sasuke. Satu pesan belum terbaca dari Karin.

'Sasori, maaf. Aku sudah tdk bisa bersamamu, orangtuaku tdk setuju dengan pria yg selalu berkelahi. Maafkan aku'

Tanpa ekspresi terkejut, ia menghapus pesan itu kemudian meletakkannya di atas meja belajar Sasuke. Mata hazelnya memandang kosong ke depan, seperti boneka manekin yang terlihat sangat tampan. Sesekali tersenyum pahit menertawakan hidupnya yang sangat berantakan.

Diusianya yang baru menginjak usia 6 tahun, ayah dan ibunya bercerai, ia pun ikut dengan sang Ayah yang kemudian ia mengetahui penyebab kedua orangtuanya bercerai. Ibu nya mempergoki sang Ayah sedang bercinta dengan pria lain, yang merupakan sahabat ibunya. Betapa hancur hati Sasori ketika ayahnya membawa pria itu ke dalam rumahnya dan menjadi salah satu keluarganya. Entah sedikit menggelikan karena ia mempunyai 2 ayah sekarang. Mulai saat itulah, Sasori sangat uring-uringan di rumahnya sendiri, maka dari itu ia sering menginap di rumah Sasuke. Tapi, bukan berarti ia mengikuti jejak ayahnya.

1 jam berlalu

Sasori menyibukkan dirinya membuat beberapa makanan di dapur Sasuke, rumah itu sangat sepi karena kedua orangtua Sasuke sedang pergi keluar negri dan Itachi sudah memiliki keluarga dan memiliki rumah sendiri. Sasori memang memiliki kepribadian buruk karena selalu bertingkah kasar dengan orang-orang yang mengusiknya. Ia memang doyan berkelahi dan tidak takut akan bahaya di depannya, seperti menanti maut. Tapi beruntungnya, ia memang belum waktunya mati. Meskipun kasar, ia sangat terlihat manis jika bermain di dapur, tangannya dengan lihai memainkan seluruh peralatan memasak dan Sasuke akui makanan Sasori itu memang enak.

"Kau ini membuang-buang bensinku saja, cepat cari bukumu"

Suara Sasuke terdengar sangat sebal dari arah luar, Sasori hanya mengangkat lehernya tinggi melihat kejadian apa yang terjadi di luar sana. Sepertinya Sasuke membawa seseorang yang sekarang berteriak histeris karena lupa menyimpan buku tugas Biologinya.

"Wah, kau memasak ini semua. Hebat!"

Suara cempreng itu mengagetkan Sasori yang baru saja ingin mengangkat telor gorengnya, ia melengah dan melihat sosok gadis berwajah lebih manis darinya menatap hasil masakannya dengan tatapan kelaparan. Sasori kemudian melanjutkan aksinya memasak tanpa menghiraukan celoteh gadis yang merupakan temannya Sasuke.

"Sekarang kau malah muncul di dapur. Cepat cari bukumu", kata Sasuke menarik ujung kerah belakang Sakura dan dibalas dengan jeritan meminta untuk dilepaskan.

"Namaku Sakura Haruno, senang bertemu denganmu. Arrgh, Sasuke… kau bisa lembut sedikit tidak", teriak Sakura yang suaranya sayup-sayup menjauh, namun Sasori masih mendengar celoteh gadis itu bertanya tentang dirinya kepada Sasuke.

"Berisik", guman Sasori.

Pemuda itu meletakkan piring yang berisi 3 telor setengah matang ke atas meja makan, kemudian menarik kursi dan duduk di atasnya. Baru saja ia memulai makannya, dua orang barusan muncul lagi di ruang makan.

"Sasu, aku numpang makan, ya", kata gadis itu tersenyum manis. Sedangkan Sasuke membalas dengan ekspresi sebal.

"Dasar melarat"

"Yah, hanya 2 mangkok sup saja?"

"Itu tandanya kau harus makan di rumahmu sendiri"

Sasori memandang sekilas wajah Sakura yang terlihat sangat memelas meratapi sup ayam buatannya. Entah kenapa ia sangat iba jika ada seseorang yang sangat ingin menyantap masakannya.

"Ini untukmu", kata Sasori menyodorkan mangkuk miliknya.

"Eh, lalu kau bagaimana?", Tanya Sakura.

"Aku bisa membuatnya lagi", Sasori pun beranjak dari tampat duduknya dan berkutat lagi di dapur, membuat Sakura jadi merasa bersalah.

"Tuh, kan, kau jadi merepotkan orang"

"Setidaknya dia baik daripada kau", dengus Sakura sambil menyantap sup nya.

"Kita bisa makan ini bersama-sama"

"Saling berbagi makanan itu menjijikkan"

Sakura mengerucutkan bibirnya, ia melirik sendok dan gelas yang tertulis nama pemuda itu. "Bahkan ia menamai gelas dan sendoknya, seberapa pembersihnya sih dia?"

"Lebih baik kau makan saja", sahut Sasuke. Sasori hanya terdiam dan mengepalkan tangan kirinya kuat.

.

.

.

Suasana sore di tepi sungai terlihat sangat suram di mata hazel pemuda berkulit pucat itu. Sesekali ia melempar beberapa kerikil ke dalam sungai untuk melampiaskan kekesalannya, namun karena tidak berekspresi, ia tidak seperti terlihat orang yang sedang kesal. Ia kadang mendengus kesal karena masih belum menerima keputusan sepihak dari Karin yang sangat tidak berperasaan. Setidaknya Sasori ingin perempuan itu bahwa beberapa hari yang lalu Sasori melihatnya berbuat hal menjijikkan di tempat yang sama menjijikkannya. Mungkin memang tidak tahu diri, ya.. wanita itu.

"Sasori"

Suara lembut itu menyadarkan Sasori dari lamunannya, ia tidak perlu melengah untuk mengetahui siapa pemilik suara itu. Karena akhir-akhir ini orang itu sering merecoki rumah Sasuke, ya, siapa lagi kalau bukan gadis berambut gulali pink ini.

"Kau tidak punya teman selain Sasuke, ya?"

Sasori memiringkan bibirnya, kenapa gadis ini langsung menohok pertanyaan seperti itu tanpa basi-basi dengan orang yang baru saja dikenalnya?

"Menurutmu?", Sasori kembali melempar kerikil kearah sungai.

"Wajahmu memang selalu datar seperti itu, ya? Kau ada masalah?"

Sasori diam saja dan enggan menjawab pertanyaan gadis aneh disampingnya, lagipula jika ia menceritakan masalahnya, tidak mungkin gadis itu mampu menyelesaikannya. Biarlah ia menyimpan sendiri dan tidak ingin orang lain mengetahuinya, ia benci dikasihani.

Sakura mendesah panjang, ia tidak bisa mengajak Sasori mengobrol tentang masalahnya. Ia memang sudah mengetahui dari Sasuke, bukannya Sasuke itu sahabat yang berkhianat, tapi Sasuke sudah mempercayakan Sakura untuk mendukung Sasori yang seperti mau mati besok. Kini mata emeraldnya memandang jauh air sungai yang mulai tampak keorangean karena tertimpa cahaya matahari.

"Kalau begitu, apa kau mau mendengar masalahku?", kata Sakura, Sasori mengalihkan pandangannya kearah gadis berambut soft pink lembut di sampingnya.

"Aku mempunyai banyak impian, aku ingin jadi koki meskipun aku tidak pandai memasak, aku ingin jadi penyanyi meskipun suaraku sumbang, aku ingin jadi atlet meskipun fisikku lemah, aku ingin menjadi guru meskipun aku tidak sepandai Sasuke. Semua itu adalah cita-citaku yang aku yakin salah satunya bisa ku raih, tapi…. Ada satu hal yang tidak pernah dan tidak ingin ku impikan", Sakura menutup matanya. Lama ia menghirup udara senja itu dalam-dalam, kemudian melepasnya dengan sebuah senyuman manis. "Menikah"

"Eh?", Sasori sedikit terkejut dengan apa yang dikatakan Sakura. Bukankah itu impian paling utama seorang wanita? Sasori menatapnya lekat, sepertinya ia tertarik dengan jalan pembicaraan gadis ini.

"Aku tidak bisa melahirkan", wajah Sakura sendu, ia perlahan membuka matanya dan menatap lurus ke depan. Sasori tertegun, apakah gadis ini akan menangis? Oh, jangan, Sasori tidak tega melihat anak perempuan menangis karena tidak tahu harus berbuat apa.

"Wanita memang ingin menikah, tapi hal paling membahagiakan adalah mampu membawa sebuah cahaya baru ke dunia ini", Sakura menatap Sasori kemudian memamerkan barisan giginya yang rapi. "Aku kan tidak bisa, makanya aku benci dengan kata menikah"

"Kenapa kau bisa sebahagia itu menceritakannya?", Tanya Sasori heran.

"Memangnya aku harus menangis? Mencapai umur 20 tahun saja aku tidak mungkin mampu aku pasti sudah ma…"

"Hentikan"

"Ehhh?"

Sasori terdiam sejenak, ia menatap Sakura dengan sorot matanya yang tajam, siluet cahaya senja menampilkan wajahnya yang terlihat semakin tampan. Rahang bawahnya mengeras.

"Kau berkata seperti itu malah membuat masalahku semakin banyak"

Sakura menaikkan sebelah alisnya. "Apa hubungannya denganmu?"

"Itu dia!"

Suara keras itu mengagetkan Sasori dan Sakura, sontak saja membuat keduanya langsung melengah kebelakang. Sasori membulatkan matanya kaget karena ia sangat mengenal 3 orang yang pernah dihajarnya sebelumnya, kemudian 1 orang lagi yang belum sempat ia pukul. Sakura hanya menampilkan mimik kebingungan karena saat ini ia berada dalam situasi yang tidak bersahabat, seakan peka dengan keadaan, Sakura memundurkan tubuhnya dan bersembunyi di punggung tegap Sasori. Sasori melengah sedikit kebelakangnya dan langsung menggenggam tangan Sakura.

"Ada apa, Kabuto?", Tanya Sasori dingin. Pemuda berkacamata itu tersenyum remeh dan menepuk tangannya.

"Aku datang untuk berterimakasih kau meninggalkan Karin"

"Ya, terimakasih kembali kau menjauhkan kesialan itu dariku"

"Apa kau bilang!", teriak Kabuto marah. "kalian pernah hampir mati berhadapan dengan bayi merah ini, kan? Silahkan balas semua dendam kalian, juga kepada gadis itu"

Tanpa perintah dua kali, keempat pemuda itu langsung berlari mendekati Sasori, sedangkan Sasori langsung mendorong Sakura jauh dan menerjang 2 orang lelaki di depannya.

"Pergi, Sakura", kata Sasori dingin dan masih tenang menghindari pukulan-pukulan yang nyaris mengenai wajah tampannya. Sakura yang mengerti kehadirannya akan merepotkan Sasori langsung berlari dan dengan tanggap ia mencari no hp Sasuke.

"jangan biarkan gadis itu lari", teriak Kabuto dan pria berambut kuning dengan tindik yang menghiasi wajahnya siap-siap berlari namun dengan cepat Sasori menendang paha belakang lelaki itu.

"Sasuke, cepat datang atau bawa bala bantuan… sasori… kami diserang di sungai Hideki. Cepat!", Sakura tidak bisa mengeluarkan kalimat terbaiknya tapi ia yakin Sasuke cukup pintar mencerna kalimatnya barusan. Suara pukulan demi pukulan itu membuat Sakura menghentikan larinya dan memberanikan dirinya untuk menengok kebelakang.

"Sa..sori…", Sakura terbelalak melihat Sasori telah dipegang oleh dua anak buah pemuda berkacamata itu, sedangkan yang lainnya menghajar Sasori dengan membabi buta. Sakura bergerak cepat mengambil sebongkah kayu besar dan berlari menuju kearah Sasori berada.

"Suntikkan racunnya, pein!", teriak Kabuto. Pemuda itu membongkar tas kecilnya kemudian mengambil suntikan yang sudah mereka beri racun mematikan, tanpa melihat suntikan tersebut, Pein menusukkannya ke lengan kiri Sasori dan membuat pemuda itu berteriak kesakitan dan penuh amarah.

"Baka, bukan yang itu! Warna cairannya bening! Kuso, cari lagi…. akhhh!"

Bhuaaaghh!

Sasori sedikit terkejut melihat Sakura terengah-engah memikul kayu seberat itu dan sukses membuat jidat Kabuto mengalami pendarahan parah.

"Bodoh, jangan ke sini!", teriak Sasori marah dan menyadari pegangan kedua orang dibelakangnya sedikit melonggar, ia langsung menyikut keduanya dan menendangnya dengan membabi buta. Otak cerdasnya bekerja langsung merampas tas milik pein dan memukul tengkuk belakang Pein dengan keras hingga pingsan. "Syukurlah aku tidak luka-luka, sial"

"Beraninya kau memukulku, pelacuuur!", teriak Kabuto dan langsung mencekik leher Sakura. Sakura memekik kesakitan dan berusaha menggapai wajah Kabuto. Kabuto mendorong Sakura hingga terbaring ditanah dan semakin mengencangkan cengkraman tangannya yang besar ke leher Sakura.

"Pacarmu itu yang pelacur, BRENGSEEEKKK!", hantaman mematikan langsung mendarat di pipi Kabuto dan pemuda itu terjungkal jauh kebelakang akibat menerima serangan itu.

Sasori melengah dan menghela nafas lega melihat Sasuke datang disaat yang tepat. Tidak, bukan hanya Sasuke, tapi beberapa orang polisi yang langsung berlari kearahnya. Ia langsung berlari terseok-seok kearah Sakura yang masih terbaring di sana.

"Hey", Sasori sedikit panik karena gadis itu tidak sadarkan diri, ia mengangkat pelan kepala Sakura dan jarinya menempel ke leher Sakura yang memerah. Kemudian ia bernafas lega. "Hhh, syukurlah", ia tidak berniat menyadarkan gadis yang ada dipangkuannya, biarlah gadis ini terlelap karena pasti sangat shok dengan kejadian ini.

"Sakura, hehh bodoh, bangun. Ck, kau ini memang suka merepotkanku. Sasori, kau baik-baik saja? Ayo ke ambulance", Sasuke dengan sigap mengangkat Sakura dan menunggu Sasori yang kelihatannya susah sekali berdiri. Kedua pemuda itu berjalan menuju ambulance dan membiarkan para polisi menangkap 4 orang tersebut. Meskipun Sasori belum puas karena ia merasa kalah total hari ini.

.

.

.

"Kenapa kau selalu membuntutiku?", Tanya Sasori malas. Ia menutup bukunya dan menatap sinis gadis manis yang duduk di sampingnya.

"Menemanimu"

"Aku tidak keberatan sendirian. Apa kau tidak bosan menungguku?"

Sakura menggeleng. "Hmm, iya sih aku bosan. Tapi pasti Sasori juga bosan, kan?"

"Aku sudah terbiasa"

"Ngomong-ngomong soal kemarin, hebat juga kau tidak luka sama sekali dihajar mereka"

"Aku memang benci darahku sendiri, makanya tidak kubiarkan mereka keluar"

"Kenapa? Kau takut luka, ya"

"Kau banyak tanya", Sasori membuka bukunya dan melanjutkan bacaannya. Tidak, dia tidak membaca kalimat-perkalimat di bukunya, melainkan memikirkan sesuatu yang berusaha ia lupakan, tapi ada saja yang membuatnya teringat.

"Kau jangan menggangguku, aku muak denganmu", Sasori langsung beranjak dari duduknya dan tidak mempeerdulikan Sakura menatapnya dengan penuh kekecewaan. Ya, sebaiknya gadis itu tidak perlu mendekatinya, suatu saat nanti pasti ia akan meninggalkannya. Seperti Karin, yang berjanji menerima dan akan menyemangatinya setiap hari, namun sekarang meninggalkannya.

Tuk!

Sakura membungkuk mengambil sesuatu yang jatuh dari kantong jaket Sasori.

"AZT?", kata Sakura membaca bungkusan putih itu. Sasori menghentikan langkahnya dan matanya membulat kaget. Ia mengigit bibir bawahnya yang tipis dan mengepalkan kedua tangannya yang gemetar.

"Ini apa, Sasori?"

Sasori langsung berbalik arah dan merampas bungkusan itu dengan kasar sehingga membuat Sakura meringis karena gelang yang Sasori pakai menggesek keras dipergelangan tangannya. Sasori melemparkan tatapan tajam kearah gadis itu, kemudian meninggalkan Sakura begitu saja.

"Sasori, kau sedang menyembunyikan apa?", guman Sakura dengan mimik sedih.

.

.

.

"AZT….", tangan lincah Sakura mengetik keyboard laptopnya, tampak dilayar monitornya sudah terbuka laman pencarian. Jarinya sedikit gemetar untuk menekan tombol ENTER. Dalam hati ia sudah merasa tidak enak dengan 3 huruf yang membuatnya penasaran beberapa jam yang lalu. Bahkan ia tidak tau apa yang ada di dalam bungkusan plastik putih itu, sudah pasti itu obat karena Sakura sempat membaca nama Rumah Sakit itu.

Tap!

Sakura menekan ENTER dan matanya melotot membaca judul-judul yang berkaitan dengan 3 huruf itu. AZT (Zidovudine), Fakta-fakta obat HIV (AZT), Profil obat-obat HIV, Efek samping obat HIV (ARV) Zidovudine (AZT).

"Kenapa semuanya tentang HIV?", guman Sakura dengan nada gemetar. Kemudian mengklik salah satu website mengenai AZT.

"AZT adalah obat pertama yang disetujui untuk mengobati HIV. Obat ini termasuk golongan analog nukleosida atau nucleoside reverse transcriptase inhibitor…", mata Sakura menyendu dan menghempaskan punggung kecilnya ke kursi. Kenapa Sasori memiliki obat itu? Apa dia…? Sakura menggelengkan kepalanya. Tidak! Mungkin dia membelikan obat untuk orang lain. Biasanya orang yang memiliki penyakit tersebut pasti malu membeli.. tunggu, itu kan tidak mungkin dijual di apotek-apotek biasa.

"Arrghhh!", Sakura mengacak rambutnya frustasi. "Sasori…", lirihnya. Apa benar ia harus menjauhi lelaki itu, tapi Sakura harus mengetahui kebenarannya. Jika itu memang benar, kenapa Sasori bisa mendapatkan penyakit itu, apa dia orang selalu melakukan hal….?

TBC

Belum nyelesaian yg satu, malah buat yg baru… author ini memang kbnyakan ide #dibom. Gak tau kenapa wktu lagi asik dengar lagu Letto-Menyambut Janji, author lagi membayangkan video klip berdasarkan imajinasi yg sudah tertera di certa ini. Tp lirik am idenya nyambung darimana, y? Author jg bingung. Hehehehe. Sebenarnya yg mau author pake itu si Sasuke #dichidori. Memang sih wajahnya dingin, cocok kayak org punya masalah besar, tapi…. Sasuke itu tipe sadistic, matanya terlalu tajam. Kalau Sasori kan berwajah imut dan tatapannya itu lohh sayu-sayu sendu, jadi cocok kayak org sakit. Khikhikhiiii…

Thanks utk yg baca apalagi ngeriview.