The Broken Wings Dragon and The Fairies
Chapter 1
Ini seperti mimpi buruk. Mimpi yang sangat buruk, yang terulang-ulang terus dalam tidurnya. Tapi Toushiro Hitsugaya memahami satu hal, bahwa bahkan ketika dia terjaga, otaknya masih memikirkan tragedi itu, jadi jelas itu bukan mimpi. Itu kenyataan. Dan telah terjadi. Dan konsekuensi yang muncul sekarang membayanginya, menghantuinya. Lebih mengganggu daripada luka tusukan yang berdenyut menyakitkan di perutnya, yang sekuat tenaga ia abaikan rasa sakit dan nyerinya.
Toushiro tak pernah mengira bahwa misi pengawalan Segel Raja atau Ouin yang dipimpinnya berakhir dengan kacau. Dua Arrancar perempuan itu menyerang mendadak, dan ia tak bisa memastikan berapa jumlah anggota Divisi 10 yang ikut dalam misi itu yang terluka atau tewas, atau berapa jumlah anggota arak-arakan yang meninggal. Ia kehilangan fokusnya saat melihat siapa yang bersama dua Arrancar itu, yang bertanggung jawab dengan semua kekacauan itu, yang mencuri Segel Raja. Sosok itu harusnya sudah mati berdekade-dekade lalu. Sosok yang ingatan tentangnya tak pernah ingin dibuka lagi oleh Toushiro, sosok yang membuat ia membangun tembok tebal yang dingin yang membatasinya untuk menjalin ikatan bernama persahabatan. Sosok yang membuatnya bertekad menjadi shinigami yang tak mengedepankan emosi pribadi.
Toushiro menyeka keringat yang bergulir di pelipis kanannya, sembari mendesis kesakitan. Shinigami muda bertubuh kecil itu menunduk, melihat bercak merah gelap yang telah kering kembali dibasahi lapisan darah yang baru dari lukanya yang membuka. Bagian depan shihakuso hitam dan obi putih yang melingkar di pinggangnya telah dikotori darahnya sendiri. Tapi Toushiro tak berminat menyembuhkan lukanya itu, walau kemampuannya sebagai salah satu komandan 13 Pasukan Pelindung Komunitas Roh yang menguasai empat teknik dasar shinigami-kidou, houhou, hakuda, dan zanjutsu-memberinya bekal yang cukup, terutama dalam bidang kidou penyembuhan. Kesakitan dari luka fisiknya tidak ada apa-apanya dibandingkan apa yang dirasakan Kusaka. Kesakitan dari luka hati yang mungkin sama besarnya dengan Toushiro, walau dengan alasan yang berbeda.
Toushiro menghirup udara dengan berat, memejamkan matanya sejenak. Ia lalu membuka matanya, menghadapi matahari senja dari tepi sungai berkerikil di bawah kakinya. Toushiro mendudukkan diri, merasakan kelelahan menggayutinya. Istirahat sebentar, sebelum berjalan lagi... atau pasukan Onmitsukido dari Divisi 2 akan menyusulnya. Ia tak ingin itu terjadi. Ia tak ingin kembali ke Seireitei, tidak sampai ia menyelesaikan urusannya dengan Kusaka. Merebut kembali Segel Raja, mengembalikannya ke Seireitei. Lalu... mungkin ia akan menghadapi vonis matinya, karena ia telah meninggalkan tugasnya sebagai seorang komandan, sebagai seorang shinigami.
Menggunakan zanpakutounya, Hyourinmaru, Toushiro menarik dirinya untuk berdiri. Ia berhenti sejenak, menyentuh pangkal bilah katananya yang berbentuk bintang empat titik. Hyourinmaru, zanpakuto tipe hyousetsu-es dan air-terkuat se-Komunitas Roh ini menjadi awal bencana ini. Setidaknya itulah dugaannya setelah ia tahu siapa sosok di balik topeng itu. Pemilik Hyourinmaru yang lain yang mendendam pada Komunitas Roh yang mengakhiri hidupnya sebagai calon shinigami, dan kembali dari kematian rohnya-entah bagaiana caranya. Mencengkram Hyourinmaru lebih erat, Toushiro mulai berjalan, dengan langkah terseok-seok. Ia tahu pasukan pengejar Seireitei akan mencapainya, cepat atau lambat. Jubah-penyamar-reiatsunya tak menjaminnya aman selamanya. Ia hanya bisa berharap ia bisa segera menemukan Kusaka, dan Seireitei tidak mengirimkan shinigami level komandan sekaliber Kenpachi Zaraki atau Byakuya Kuchiki. Keduanya memang punya watak yang berbeda, tapi jika menyangkut masalah eksekusi, maka negosiasi dan kata 'tunggu dulu' hanya ilusi.
'Master.' Suara Hyourinmaru bergema dalam kepalanya. Toushiro mendesah dalam hati. Suara berat sang naga es sedikit membuatnya gelisah. Ia tak menyalahkan Hyourinmaru atas kejadian ini, walau dua roh zanpakutou bernama Hyourinmaru itulah awal prahara ini terjadi. 'Maafkan saya, Master."
'Ini bukan salahmu,' sahut Toushiro datar.
'Maka ini juga bukan kesalahanmu,' timpal Hyourinmaru berat.
Toushiro memejamkan matanya, memasuki inner world-nya. Hyourinmaru berdiri di dekat salah satu pilar es dalam wujud manusianya. Pegunungan es yang membentang di belakangnya masih sama tak terukur jangkauannya, berlatar langit gelap. Angin dingin dan bersalju yang berhembus membuat rambut hijau Hyourinmaru sedikit tersibak, walau yang empunya menatap sang Master yang berdiri di hadapannya dengan tatapan prihatin.
'Anda sudah menempuh jalan yang jauh. Master akan butuh bantuan.'
'Aku masih punya kau,' kata Toushiro datar. 'Lagipula aku tak mau melibatkan orang lain. Ini tanggung jawabku. Kau tahu itu, Hyourinmaru.'
Hyourinmaru menatap Toushiro lebih intens, dan Toushiro bisa membaca apa yang dipikirkannya lewat mata abu-abu itu. Ada kecemasan dan keprihatinan disana.
'Anda memaksakan diri,' kata Hyourinmaru pelan.
'Hm.' Hanya itu sahutan Toushiro.
Hyourinmaru menghela napas. Ia mengenal watak master mungilnya itu. Dingin dan keras kepala. Adu argumen dengannya hanya buang-buang waktu dan tenaga. Bicara soal tenaga...
'Tidakkah anda menyembuhkan luka itu dulu. Luka itu melemahkan anda,' kata Hyourinmaru, menatap bercak darah di bagian depan shihakusou Toushiro.
'Kau bagian dariku,' kata Toushiro, berbalik untuk pergi, 'kau tahu apa jawabannya.'
Toushiro jelas bermaksud meninggalkan inner world-nya. Ia berjalan menjauhi Hyourinmaru yang terdiam di tempat. Hyourinmaru menghela napas lagi, menatap punggung kecil masternya yang menjauh. Ia bisa merasakan beban berat tak kasat mata disana, dan ia merasa sedikit kecewa. Bahkan pada dirinya, zanpakutounya sendiri, Toushiro enggan berbagi beban itu.
Sosok pria jangkung berambut hitam sebahu itu berdiri di puncak salah satu gedung pencakar langit di Kota Karakura. Jubah coklat sewarna pasirnya berkelebat ditiup angin sore. Wajahnya yang tertutupi topeng berwarna putih tulang dengan enam lubang mata yang berada dalam dua vertikal menghadap ke semburat jingga matahari terbenam di ufuk barat, sehingga sulit menafsirkan emosi di baliknya. Pria itu tak mempedulikan hingar-bingar penduduk kota yang bergerak lalu lalang di bawah sana. Ia hanya berdiri diam, sampai dua orang gadis muncul begitu saja, dan langsung berlutut di belakangnya.
Kedua gadis itu nyaris serupa. Ramping dan rupawan, walau ada kesan buas pada wajah mereka. Keduanya memakai pakaian berwarna putih, dan bagian depan kepala mereka tertutupi sebentuk rahang atas hewan entah apa yang berwarna putih tulang dan ada senjata seperti belati di bagian belakang kepala mereka. Gadis pertama, yang berlutut paling dekat dengan si pria memiliki rambut merah pendek, dan gadis yang satu lagi berambut biru sedikit lebih panjang dari yang satunya.
"Tuan Kusaka," kata si gadis berambut merah. "kami berhasil melacaknya. Toushiro Hitsugaya bergerak ke selatan."
"Begitu," ujar pria itu-Kusaka. "Kerja bagus, Yin, dan kau juga Yang."
"Maaf, Tuan," kata gadis berambut biru, Yang. "tidakkah sebaiknya kami langsung menangkapnya?"
"Semua akan berjalan sesuai dengan rencana, Yang," kata Kusaka tenang. "Toushiro Hitsugaya sudah dicap sebagai pengkhianat oleh Seireitei. Dia tak akan punya pilihan atau tempat untuk kembali, kecuali bergabung denganku."
"Bagaimana jika pengejar Seireitei menemukannya lebih dulu dan menahannya?" tanya Yin.
"Jangan cemas," kata Kusaka dengan nada geli. "Aku kenal dia, dia tak akan dikalahkan semudah itu. Lagipula aku punya rencana baru yang menarik."
"Rencana baru, Tuan?" tanya Yin dan Yang bersamaan.
"Ya. Rencana yang sangat bagus untuk teman lamaku yang manis," kata Kusaka dengan nada sarkastik.
Kegelapan awan kumulonimbus yang turun di salah satu sudut Kota Karakura membuat penghujung hari itu terkesan suram. Dan Toushiro ada di sana, di sebuah kuil tua yang terbengkalai, bersandar di salah satu dinding kayu di dalamnya. Tak ada penerangan di dalam ruangan kuil yang terselubung debu tebal itu, yang semua perabotannya berserakan dimana-mana. Sinar bulan sabit yang menantang awan hujan-lah satu-satunya sumber cahaya yang menembus masuk lewat petak-petak ventilasi di dinding. Toushiro sedang berusaha memejamkan matanya, meringankan kelelahannya, saat ia merasakannya.
Toushiro bergerak pelan, menatap keluar lewat petak di dinding. Ia memicingkan matanya, dan mencengkeram Hyourinmaru lebih erat. Paling tidak duapuluh sosok gelap bergerak cepat mengepung tempat itu. Para pengejar Gotei 13 menemukannya.
Toushiro berdiri. Ia tahu tak ada satupun dari pasukan pengejar itu adalah anggota Onmitsukido dari Divisi 2. Dan ia juga tahu, ia tak bisa berdiam diri terus.
Shuuhei Hisagi, Letnan Divisi 9 bersama Kira Izuru, Letnan Divisi 3 mendapat tugas tak menyenangkan ini, memimpin pasukan pengejar di dunia manusia untuk menangkap Toushiro Hitsugaya sebagai tahanan Komunitas Roh. Mereka memang berhasil menemukan jejaknya setelah berputar-putar selama berjam-jam di Kota Karakura, namun itu tak menyurutkan ketidakenakan mereka mengemban tugas yang satu ini. Keduanya sepakat, tak menyangka bahwa Komandan Divisi 10 itu sampai meninggalkan tugasnya dan memilih mengejar si pencuri Segel Raja seorang diri, membuat dirinya sendiri dicurigai. Sejauh yang ia tahu, Toushiro Hitsugaya adalah shinigami yang berdedikasi pada tugasnya, dengan kecenderungan menjunjung tinggi hukum dan peraturan yang ada. Saat mendengar Rangiku Matsumoto menceritakan detailnya pada mereka, awalnya mereka menganggap Letnan Divisi 10 itu mabuk berat. Tapi fakta justru mengatakan sebaliknya. Dan perintah dari Komandan Tertinggi adalah mutlak, sekalipun ia tak menyukai perintah itu. Ia masih menyimpan rasa hormat dan kagum pada komandan termuda dalam sejarah itu. Ia yakin Toushiro Hitsugaya berbeda dengan tiga komandan pengkianat itu. Ada alasan tertentu kenapa ia meninggalkan Seireitei dan kewajibannya, dan itu bukan untuk berkhianat. Ia memang tak tahu alasan itu. Tapi, tetap saja, ia tak bisa mengesampingkan kewajibannya sebagai shinigami dengan ego pribadi, yang mungkin saja inilah alasan Toushiro.
"Komandan Hitsugaya!" teriak Hisagi lantang, ke arah pintu depan kuil yang telah rusak itu. "Ini perintah dari Komandan Tertinggi Yamamoto. Anda harus kembali ke Seireitei, segera!"
Mereka semua menunggu, menahan napas. Beberapa detik kemudian, pintu kuil terbuka pelan, dan sosok mungil Komandan Divisi 10 itu melangkah keluar. Hisagi bisa melihat wajah itu pias, tapi tak terlihat tanda-tanda kecemasan atau ketakutan. Hisagi menahan gidikan, menyadari betapa mata turquoise itu berkilat dingin penuh otoritas.
"Aku," kata Toushiro dingin, "tak tertarik melakukannya!"
Mendadak saja Toushiro bergerak,mencabut Hyourinmaru. Para shinigami langsung siaga, dan Toushiro melesat ke arah Hisagi. Menyadari datangnya serangan, Hisagi menahan hunusan Hyourinmaru, di tambah Wabisuke milik Kira mengunci gerakan zanpakuto milik Toushiro itu.
"Jangan lakukan ini," bisik Kira. Hisagi tahu Kira sedikit cemas, ditambah dengan kondisi Toushiro jelas dalam keadaan yang buruk, dengan napasnya yang terengah-engah hanya karena serangan pertamanya. Tidak adil duapuluh orang melawan satu shinigami muda yang dalam keadaan begitu, sekalipun dia level Komandan. "Anda membuat diri anda terancam dipenjara!"
"Mundur kau Izuru!" gertak Toushiro keras, membuktikan bahwa ia benar-benar tak peduli dengan ancaman itu. "Kau juga, Hisagi!"
"Maaf. Tapi kami diperintahkan untuk menahanmu," kata Hisagi tanpa nada.
"Kalau begitu," kata Toushiro, mengeratkan pegangannya pada gagang Hyourinmaru, "kau akan mati!"
Dengan kekuatan tak terduga, Toushiro menendang Hisagi, membuatnya kehilangan keseimbangan sesaat. Toushiro menyentakkan Hyourinmaru, dan tenaganya yang besar membuat pegangan Kira pada zanpakutounya terlepas. Mengayunkan zanpakutounya lagi dalam gerakan menebas, Toushiro membuat gelombang energi tak kasat mata yang melempar Hisagi sampai sepuluh meter. Mengambil Wabisuke kembali, Kira menyerang sang komandan berambut putih bersama beberapa shinigami lain. Sementara itu, Hisagi melompat ke atas gerbang kuil. Ia tak menyangka Toushiro akan melawan begitu. Ia tahu, ia salah menilai Toushiro. Sekalipun ia tidak dalam kondisi prima, dia tetap seorang komandan, dan bukan tipe yang akan menyerah begitu saja. Kalau begini, terpaksa...
"Bakudou ke-62," kata Hisagi, merapal mantra, "Hyapporankan!"
Toushiro menyadari datangnya mantra itu. Ia mengayunkan zanpakutounya, membuat Kira dan seorang shinigami lain terdorong mundur, lalu ber-shunpo menghindari tombak-tombak reiatsu itu. Tapi ia tak cukup cepat. Satu tombak reiatsu itu mematahkan gerakan shunpo-nya, menembus dada kanannya dari punggungnya. Toushiro tertelungkup di tepi meja altar di bagian depan kuil itu. Dengan napas tersengal-sengal, Toushiro menjadikan Hyourinmaru sebagai tumpuan, lalu mencabut tombak reiatsu itu.
Hisagi menghela napas muram, lalu ber-shunpo di depan Toushiro, bersama Kira. Hisagi menatap sang komandan muda yang tampak lelah luar biasa, tapi tak ada tanda-tanda ia akan menyerah, justru yang ada hanyalah kekeraskepalaaan.
"Sudah cukup, Komandan Hitsugaya," kata Kira menyesal.
Tapi Toushiro mengangkat pedangnya, merapal mantra pelepasan shikai-pelepasan tahap pertama zanpakutounya, "Bertahtalah di surga beku, Hyourinmaru!"
'Tidak menyerah juga!' desah Hisagi gelisah. 'Bahaya jika dia menggunakan shi-!'
"Bankai : Daiguren Hyourinmaru!"
"Cela-!"
Semburat warna jingga mulai muncul di ufuk timur, walau sebagian besar permukaan langit di atas sana masih didominasi warna biru gelap. Angin awal musim dingin berhembus, menggoyangkan daun-daun di cabang pepohonan, angin yang sama dengan yang menyibak jubah-penyamar-reiatsu yang dikenakan Toushiro Hitsugaya. Ia sudah meninggalkan kuil tua tempat ia nyaris tertangkap para pengejar Gotei 13 sejak beberapa jam yang lalu. Mereka semua memojokkannya, yang membuatnya terpaksa melepas tahapan bankai-nya agar bisa lolos. Hal itu menyebabkan ia bertanggungjawab untuk semua anggota pasukan pengejar yang pastilah mengalami luka yang lumayan parah dan kena hipothermia. Konsekuensi dari melepas bankai-nya juga dialami oleh dirinya sendiri. Ia telah memaksa dirinya sampai di luar batas, sehingga sekarang tubuhnya gemetar tak terkendali. Luka di tubuhnya bertambah, tapi ia harus menambah jarak yang jauh untuk menjauh dari kawasan itu segera. Ia tahu pelepasan bankai-nya tadi membuat dirinya terdeteksi oleh Ichigo Kurosaki. Shinigami pengganti berambut jingga itu pastilah tak menyerah juga untuk mengejarnya, menuntut penjelasan lagi, dan Toushiro tak ingin bertemu dengannya. Ia tak mau melibatkan siapa-siapa.
Toushiro menghentikan langkahnya. Langit sudah semakin terang, dan sosok itu muncul di hadapannya, hanya berjarak sepuluh meter darinya.
"Perlu waktu juga untuk menemukanmu, Hitsugaya," kata sosok itu dengan nada licin.
Toushiro menegakkan dirinya, bertekad tidak menunjukkan kesakitan, kelelahan, kelemahan, apalagi emosi pada Soujiro Kusaka. Saat ia bicara, nadanya sedingin es, "Akhirnya kau menunjukkan dirimu tanpa topeng itu."
"Hmph." Kusaka mendengus geli. Ia bergerak beberapa langkah lebih dekat dengan teman lamanya itu, yang tetap diam di tempat. "Kau tak banyak berubah."
"Begitu juga denganmu," kata Toushiro pelan. "Tapi aku tak tahu, apa yang ada dalam hatimu."
"Hatiku?" Kusaka berhenti berjalan, menatap Toushiro dengan seringai melebar. "Shinigami tak akan bicara tentang hati, Hitsugaya! Tapi jika kau menginginkan jawaban, maaf mengecewakanmu. Hatiku sudah mati saat mereka menyuruh kita saling bertarung, dan itu membunuhku!"
"Apa rencanamu dengan Segel Raja itu?" tanya Toushiro dingin. "Benda itu bukan milikmu. Tak ada yang tahu apa kekuatannya."
Seringai Kusaka bertambah lebar. "Tak ada yang tahu," katanya licin, mengeluarkan artifak bersepuh emas itu dari balik jubahnya. "kecuali aku, heh? Jangan tanyakan apa rencanaku, teman lama, kau tahu itu, kan?"
"Balas dendam?" ujar Toushiro tajam. "Hanya untuk hal itu kau melakukan ini-"
"Hanya?" potong Kusaka kasar. "'Hanya' yang kau anggap itu telah membunuhku! Semua keinginanku untuk menjadi shinigami yang melindungi Seireitei lenyap, bahkan sebelum aku jadi shinigami! Dan sekarang aku punya kesempatan untuk membalas orang-orang tolol itu! Dan kau, Hitsugaya," Toushiro mengernyit pada pemuda berambut hitam di depannya. "kau akan ambil bagian dalam rencana ini."
"Hentikan itu, Kusaka!" teriak Toushiro "Kau-"
"Ara, tapi ini bukan waktunya," kata Kusaka licin. "Peranmu belum masuk dalam babak ini, temanku."
"A-apa?" Toushiro menatap Kusaka dengan mata melebar kaget. Kusaka menyeringai ganjil, mengangkat Segel Raja ke udara. Toushiro mundur selangah, saat cahaya keemasan yang terang muncul dari sana, dan cahaya itu meluas, bersamaan dengan reiatsu ganjil berkekuatan dahsyat menerpanya begitu kuat. Dan mendadak saja ia merasa sepeti ditarik mundur dengan paksa, dengan angin kencang menampar-nampar seluruh tubuhnya dan gemuruhnya menulikan pendengarannya. Pusaran warn-warna yang berkelebat cepat di sekitarnya membuat kepalanya seperti di serang vertigo hebat. Dan kemudian ia merasa terhantam keras ke tanah berlapis kerikil. Ia mendengar suara gemericik air, tapi tak lama ia bisa menerima pesan sensorik dari panca inderanya. Yang terakhir yang ia tahu setelahnya hanyalah bau karat yang tajam dari lukanya yang terbuka, menggenggam gagang zanpakutounya dengan erat, dan menyerah pada kegelapan yang menariknya ke kedalaman.
