Two Boyfriends
By:
Pattesa Oddes
Disclaimer: Naruto belongs to Masashi Kishimoto.
Genre: Friendship and Romance.
Warning: Cerita Pasaran, Typos, OOC, AU, Shonen-ai, fluff, and many mores.
Rate: Teen.
Pair: tebak? #smirk
Pattesa Note: Hai, lama tak nongol saya malah buat cerita baru...emang author gaje. Gomen, tapi tangan Pattesa gatel buat nulis fik laen...hehe.
Ok, Update ngaret untuk fic saya yang laen–klo saya emang punya fic laen sih. Tapi kayaknya cerita saya udah end semua dehXDD.
.
.
Don't Like? Don't Read!
.
"Aku menyukaimu, Namikaze Naruto. Maukah kau menjadi kekasihku?"
Mata seorang Namikaze Naruto membulat lebar—selebar yang ia bisa—mendengar pernyataan cinta dadakan dari seorang pemuda. Pemuda jangkung berambut merah, bermata hijau, tanpa alis. Dan satu lagi, flat face-nya jangan ketinggalan.
Di tengah hiruk-pikuk ratusan saksi mata yang menyaksikan acara pernyataan cinta sesama cowok—cowok keren menembak cowok: kuning, berisik, ramen-holic, dengan gurat-gurat kucing di pipinya— Naruto (sang korban) hanya bisa bereaksi: berkedip, melebar, kedip, melebar, kedip, melebar—dan seterusnya.
Harusnya, saat istirahat yang berharga ini dilakukan untuk menghadapi seporsi besar makanan ber-lemak—bernama ramen— segelas jumbo jus jeruk, bercanda dengan Kiba, serta Shikamaru yang lebih sering tidur mati (dan baru bangun kalau Kiba menciumnya) sepanjang umur hidupnya. Serta me-natapi siswi-siswi kelas sebelah yang imut-imut.
Tapi kenyataannya, ia malah menghadapi lamaran 'menjadi seorang kekasih'. Yang bahkan lebih berat dari pada Ujian Nasional tahun depan.
Demi Guru Guy yang dipuja sepanjang masa oleh anak muridnya! Naruto itu cowok—yeah, sudah diketahui dari deskripsi di atas—dan, yang 'bilang cinta' adalah: pemuda terkeren di sekolah, anak konglongmerat yang punya fans cewek yang luar biasa banyaknya.
Dan ternyata pemuda itu menyukai—
DIRINYA!? Haah, mimpi apa semalam hingga ada seorang jejaka tampan melamar dirinya?
Setelah harus berpikir sepuluh kali (tambah enam, kali tiga), akhirnya si pirang manis—yang sedari tadi menganut sistem mingkem is gold—itu pun me-remove 'Naruto mode offline-nya.'
Dan dengan jeniusnya, ia kemudian menggunakan Jurus: one hundred step— milik masyarakat umum di dunia ini kalau sedang terdesak. Secepat guntur, Naruto pergi dari hadapan si cowok ber-eye liner. Tanpa menjawab pertanyaan miliknya yang kadar kerumitannya sangat susah dipecahkan.
Naruto tidak hanya minggat dari hadapan si surai merah dan dari tatapan berbagai murid-murid yang melihat adegan langka tersebut.
Tapi ia juga kabur dari sekolah.
Jujur, ia tak sanggup menjalani sisa sekolah hari ini. Ia butuh menghilang sejenak. Dan bolos adalah kata yang tepat.
Yeah, akhirnya seorang Naruto bolos sekolah.
Bagaimana kalau Kaa-san si pirang nanti marah?
Ne, cukup salahkan pemuda jangkung bernama Gaara. Bermarga Sabaku. Anak kelas 2 IPA 1. Yang tiap hari mengendarai Lamborhgini merah.
Kepada pemuda tampan itulah semua ini harus ditimpakan!
.
.
.
Keesokan paginya, di hari Selasa cerah karena kemarau tengah melanda Indonesia (apa hubungan-nya?). Naruto berjalan santai memasuki gedung sekolahnya yang megah sambil menenteng Skate Board Putih miliknya. Ia menghela nafas prihatin melihat pandangan sinis para murid cewek yang berpapasan dengannya. Pasti karena kejadian kemarin.
"Cih, Si Namikaze itu sok jual mahal sekali," cibir salah satu murid perempuan.
"Kok, bisa ya... seorang Gaara-senpai beralih haluan menjadi Gay. Pasti si Naruto itu pake susuk!" sahut siswi yang lain dengan pedas.
"Apa menariknya cowok pirang berisik dan agak bodoh itu," ledek yang lainnya. "Coba kalau aku yang dilamar Gaara-kun jadi pacarnya, aahh..."
Naruto mencoba menahan emosinya supaya tidak berbuat yang tidak-tidak pada murid-murid perempuan itu.
'Sabar-sabar. Mereka itu cewek, jangan diladeni omongan cabe mereka,' ucapnya dalam hati.
Naruto sampai ke kelasnya dengan semangat separuh terbuang di udara. Sakit hati melihat cewek-cewek yang harusnya menjadi target calon pacarnya malah membencinya—Karena alasan tidak wajar; mereka menganggap Naruto saingan untuk mendapatkan hati Gaara, sang ketua basket sekolah.
"Ohayou, Minna..." Naruto berkata sembari berjalan ke bangkunya di baris paling belakang.
"Ohayou, Naruto. Ayo keluarkan semangatmu. Mari kita buka hari yang baru. Mari kita tebarkan senyum lebar ke seluruh dunia!" teriak Lee penuh semangat psikopat.
Naruto mengerutkan dahinya sambil memandang Lee, seolah ia makhluk asing dari planet terluar Bima Sakti. "Lee, kelasmu kan bukan di sini?"
"Ah, pertanyaan yang bagus, Naruto. Aku ke sini untuk bertemu sang putri, calon kekasihku." mata Lee berbinar-binar seperti lampu lalu-lintas. Ia menatap seorang gadis berambut pink yang tengah menatap cermin dari bermenit-menit yang lalu.
"Aku bukan calon kekasihmu, urakan!" teriakan yang diiringi sebuah kamus bahasa Spanyol setebal tiga ratus halaman di service ke wajah Lee.
Brakk!
Namun sayang, Lee terlalu jago sehingga dengan mudahnya ia menangkap buku yang menurutnya ringan tersebut— karena latihan privat volly(memakai barbel) bersama guru Guy.
"Kutangkap cintamu, Sakura-Hime," ucap Lee sambil mencium buku itu dengan bibir tebalnya berkali-kali. Ia juga mengendus bau harum Sakura yang seolah tertinggal di buku itu. "Harum Sakura-Hime, tak akan pernah lekang oleh waktu."
Grrr! Sakura mulai hilang rasa sabar. "Kalau kau tidak kembali ke kelasmu sekarang. Ku pastikan..." Sakura menggantung kalimatnya, tapi gesture tangannya sudah bersiap untuk mengangkat meja miliknya.
Tanpa perlu perintah orang ketiga, keempat dan keenam, seorang Rock Lee paham bahwa UKS tengah menantinya kalau ia terus berlama-lama di kelas Bahasa. "Bye, My Baby... Sayonara panas!" Lee melambai-lambai, sambil pergi dari situ dengan setengah hati. Ia hendak menangis karena sedih diusir calon kekasihnya itu. Tapi mau apa lagi, ia juga tidak mau berakhir di toilet... ehem, di UKS maksudnya.
Kelas Bahasa kembali tentram seperti sedia kala; Sakura kembali melanjutkan aktifitas bercermin, Shikamaru masih saja setia dengan tidur matinya, Shino masih mempererat hubungannya dengan serangga, Chouji masih meyakinkan perutnya bahwa ia masih bisa melahap tiga bungkus keripik kentang ukuran satu kilo, serta beberapa siswa lain yang masih sibuk dengan urusan duniawi lainnya. Dan jangan amnesiakan Naruto yang menghela nafas sepanjang yang ia bisa.
Duduk di bangkunya, Naruto kemudian berkomat-kamit sendiri, "Kuharap aku tak akan bertemu si rambut merah saat jam istirahat nanti. Kuharap ia tidak dendam denganku. Kuharap ia amnesia dan lupa perihal kemarin. Kuharap gadis-gadis itu berhenti memandang sinis padaku yang ganteng ini. Kuharap..." Naruto terus menghaturkan harapan-harapannya, meskipun jelas harapan itu tak akan terkabul.
Jelas, karena takdir tak akan setuju dengan harapan-harapan yang dipinta si pirang. Takdir punya alurnya sendiri, yang pasti lebih mengasyikan untuk disimak.
.
.
.
Iruka-sensei berjalan masuk ke kelas Bahasa diiringi seorang pemuda jangkung di sampingnya—sepertinya banyak sekali pemuda berpostur jangkung yang sekolah di sini.
Para murid perempuan terpekik histeris, ada yang terkikik tidak jelas, mengeluarkan lenguhan aneh yang absurd dan berkedip puluhan kali saat menatap pemuda super awesome pangkat perfect di depan kelas tersebut.
Bahkan sampai-sampai Sakura hampir membanting cermin sakral peninggalan neneknya saking kegirangan.
"Ehem! Baiklah, sebelum Sensei memulai pelajaran. Sensei akan memperkenalkan murid baru di kelas ini," Iruka-sensei menjelaskan sejenak. "Teman kalian ini pindahan dari London. Nah untuk lebih jelasnya, Uchiha-san, silahkan perkenalkan diri."
"Namaku Uchiha Sasuke." hening cukup lama, semua orang di kelas tersebut membatu sejenak. Apakah perkenalan Pemuda berambut Raven itu hanya sebatas nama saja— Padahal para gadis lajang tersebut ingin tahu: Nomor telepon, alamat Facebook, twitter, hobi, makanan kesukaan, jenis underwear yang sering digunakan si pemuda yang masih berstatus rahasia tersebut.
Sedangkan sang pemuda yang membuat penasaran tersebut malah menatap figur di bangku paling belakang—yang menatapnya balik dengan wajah masam, semasam jeruk nipis— sepertinya pemuda berambut kuning jeruk itu gerah ditatap se-seduktif itu oleh seorang yang akan menjadi teman barunya.
Sasuke menyeringai sedikit, dan kemudian melanjutkan, "Dan aku menyukai pemuda pirang yang duduk di bangku paling belakang. Ia harus menjadi kekasihku!" Sasuke dengan entengnya menunjuk Naruto. Membuat yang ditunjuk terperangah.
Murid perempuan membuka mulutnya tanpa suara, ditambah ekspresi histeris. Murid lelaki hanya bisa menghela nafas dan berkata, "Oh, Jashin-sama!"
"E—Ehh, pe-perkenalan ya-yang ba-bagus, U-uchiha-san," Ucap Iruka-sensei dengah patah-patah sambil tertawa hambar, ia menyeka keringat di pelipisnya. Tak menyangka harus bertemu murid aneh lainnya sepanjang menjadi seorang guru SMA. "Si-silahkan, du-duduk di ba-bangku yang disediakan."
"Hn."
Naruto mengangkat tangannya, menginterupsi. Ia ingin memberitahukan sesuatu pada sang guru, "Ya, Naruto, ada apa?" tanya sang guru sambil mencoba untuk tersenyum normal.
Sasuke menyeringai sambil berkata dalam hati, 'Jadi nama Si Blondie itu Naru-chan, yaa.'
"Sepertinya saya sakit, Sensei. Bolehkah saya ke UKS?" Naruto melirik Sasuke yang menyeringai tidak jelas, dan kemudian ia berkata lagi, "a-atau langsung saja saya minta ijin untuk tidak sekolah hari ini."
Dan sepertinya... Namikaze Naruto berniat kabur lagi.
.
.
.
Akhir kata... TAMAT—
.
.
.
.
—PLAK!
.
.
.
.
.
Oke, deh... To be Continued ajahh XD.
Pattesa Note: Gomen, yaa. Kalau ceritanya rada pasaran dan membosankan. Salahin tangan Pattesa yang gatel untuk nulis cerita baru XDD.
Review yaaa, para Senpai, Kohai, reader. Sumbang ide boleh, sumbang duit, makanan, Uke, sumbang Fanfic. Kirim aja post burung hantu ke author newbe bin gaje ini.
