A non commercial use fiction. All casts were taken from Harvest Moon: Boy and Girl by Natsume. I owned nothing but the stupidness in my head. Enjoy :)
Autumn Breeze
kangyeongsuk © 2012
We love. We cry. Then we suffer. Together.
Ada pendatang baru di desa. Seorang gadis. Stu bilang, Zack menemukannya terdampar tak sadarkan diri di pinggir pantai. Walikota membawanya ke peternakan tak terurus di dekat rumah Saibara dan membiarkannya tinggal di desa asalkan ia mau mengelola peternakan itu kembali—dan tentu saja ia harus memelihara hubungan baik dengan penduduk desa.
Kata Lillia, gadis itu manis sekali. Memang, ia sedikit pemalu, tapi ia adalah tipe orang yang akan mudah akrab dengan siapapun. Menurut cerita Mary, gadis itu bagaikan tokoh Mary Sue yang terjun keluar dari cerita-cerita dongeng. Manis, ramah, cerdas, dan kuat. Meskipun ia seorang wanita, kabarnya ia mengelola peternakan tak terurus itu dengan baik.
Dokter juga memuji-muji gadis itu. Ia mulai membanding-bandingkan aku dengan gadis itu, menyayangkan parter kerja yang agak pendiam sepertiku. Sejak kedatangan gadis itu, Dokter selalu berpenampilan lebih baik di hari Selasa, hari dimana gadis pendatang baru itu datang dan melakukan pengecekan kesehatan rutinnya. Kunjungan itu hanya berlangsung selama 15 menit, tetapi itu cukup untuk mempertahankan senyum lebar idiot—yang membuatnya terlihat seperti orang gila—di wajah Dokter selama satu minggu.
"Ellie, kan?"
Aku mendongakkan kepala dari meja kerjaku, menatap wanita pemilik suara yang baru saja menyapaku. Gadis pendatang baru itu tengah berdiri di hadapanku dengan senyum lebar terpatri di wajahnya dan sepiring sandwich di tangannya.
"Hm?" tanyaku, kembali mengalihkan pandanganku pada kertas-kertas berisi daftar pasien yang tersusun sesuai abjad di atas meja, sama sekali tidak tertarik dengan apa yang membawanya saat ini kehadapanku. Dari ujung mataku, aku bisa merasakannya tersenyum kembali, kemudian sepiring sandwich menghalangi pandanganku dari daftar pasien-pasien di mejaku. Aku mendongak, mendapati gadis asing itu memang tengah tersenyum padaku.
"Aku Claire. Maaf karena baru memperkenalkan diri sekarang."
Aku menaikkan salah satu alisku, mencoba memasang wajah setidak tertarik mungkin, berharap ia akan mengerti tatapan aku-tidak-peduli yang kulemparkan padanya. Aku sama sekali tidak penasaran—ataupun tertarik dengan lanjutan kalimat yang akan ia ucapkan. Tapi nampaknya ia tidak mengerti pandanganku—atau berpura-pura tidak mengerti arti tatapanku. Ia kembali melanjutkan kalimatnya.
"Aku selalu memperhatikanmu bekerja begitu keras. Mmh, mungkin ada baiknya kau beristirahat sejenak. Ini...aku membuatkanmu beberapa sandwich. Mungkin rasanya tidak begitu enak—yah kalau tidak enak kau bisa memakan kejunya saja, hanya itu yang kurasa enak. Eh, pokoknya kalau kau punya waktu, makanlah. Itu akan menambah sedikit tenagamu, kurasa. Hehe," ujarnya. Gila, agak pemalu bagian mananya? Lillia pasti sedang tidak sehat saat membuat kesimpulan itu. Gadis asing ini baru saja berbicara padaku selama dua menit tanpa henti.
"Tidak suka sandwich ya?" tanyanya, mungkin khawatir karena aku tidak memberikan respon apapun pada perkataan panjang lebarnya. Aku menyunggingkan senyum tipis, kemudian menarik piring berisi sandwich itu mendekat padaku. Mata gadis asing itu membulat, terlihat senang dengan tindakanku. Aku mengambil salah satu sandwich yang terlihat meyakinkan kemudian menggigitnya.
Oh tidak.
Ini tidak enak.
Aku mengernyit, ekspresi yang terlalu gamblang untuk mengkritik masakan seseorang. Gadis asing itu ikut mengernyit, tampak merasa bersalah dan malu karena telah memberikan masakan gagal untuk memperkenalkan diri pada seseorang. Tanpa sadar, aku terkekeh, geli.
"Mau kuajarkan cara membuat sandwich?"
Gadis itu segera menatapku dengan mata berbinar. Ia mengangguk dengan bersemangat—tampak berlebihan. Gadis aneh itu terlalu tidak terduga, ekspresinya mudah sekali berubah dan sulit untuk diketahui. Tapi satu hal yang aku ketahui—dan itu membuatku senang.
Ia bukan Mary Sue yang melompat keluar dari buku.
Ia tidak pandai memasak.
-autumnbreeze-
"Claireee~!"
Gadis berambut pirang kecoklatan itu menghentikan ayunan tangannya dan menoleh ke asal suara yang memanggilnya. Begitu melihat si pemilik suara, ia tersenyum kecil, menurunkan tangannya dari posisi siap mencangkul dan berdiri dengan tumpuan pacul di sampingnya.
"Ada apa, El?"
"Kau terlihat berantakan," jawab lawan bicaranya, yang bukan jawaban atas pertanyaan gadis berambut pirang itu. Claire menyeka keringat di dahinya dengan lengannya, meninggalkan lapisan tanah tipis di pipinya. Beberapa helai rambut pirangnya yang tidak terikat menempel di dahinya, memperkuat kesan berantakan yang baru saja diberikan padanya.
"Pekerjaan pagimu belum selesai, ya?" tanya Ellie seraya berjalan pelan menghampiri Claire. Claire mengangguk singkat, kemudian melanjutkan aktivitasnya yang sempat terhenti.
"Kan musim baru. Kau libur ya hari ini?" ujar Claire, sambil melakukan perkerjaannya menanami lahan pertanian dengan tanaman-tanaman baru. Ellie meraih semprotan air, kemudian menyiram satu per satu petak tanah yang telah ditanami bibit baru oleh Claire. Claire menggumamkan terimakasih pelan yang dijawab anggukan ringan oleh Ellie.
"Yaah, sebenarnya tidak sih. Penyakit bodoh dokter sedang kambuh. Kali ini ia meringkuk di pantai dan menyuruhku untuk berlibur hari ini."
Claire menyelesaikan bibit terakhir dari kantong yang digenggamnya kemudian menyingkirkan pacul dari lahan pertaniannya. Ia memetik sebutir apel dan melemparkannya pada Ellie yang hampir saja tidak dapat menangkap apel tersebut. Ia kemudian mengambil alih semprotan air dari Ellie dan membereskan perkerjaan menyiram bibir tersebut.
"Mau berendam?" ajak Claire pada Ellie yang sedang asik mengeksperimenkan cara-memakan-apel-dengan-lahap-tanpa-terlihat-rakus. Claire terkekeh kecil ketika Ellie mulai menggerogoti sedikit demi sedikit kulit apel di tangannya yang dibalas dengan lirikan sebal dari Ellie.
"Aku belum menjual telur pagi ini, lho," akhirnya Claire mengeluarkan jurus saktinya untuk menarik perhatian Ellie dari apelnya. Ellie mendongak, tersenyum senang, tapi sedetik kemudian mengerucutkan bibirnya, sadar dirinya terjebak dengan perkataan Claire.
"Ke gunung saja yuk? Bunga-bunga pasti terlihat indah hari ini..."
Claire memutar bola matanya yang membuat Ellie menghentikan perkataannya dan kembali berkutat dengan apelnya. Kali ini, Ellie memakan apelnya seperti orang normal pada umumnya, tidak peduli cara makannya terkesan elegan atau tidak.
"Aku benar-benar belum menjual telur pagi ini, lho," gumam Claire pelan. Ellie memejamkan matanya, kemudian meringis pelan.
"Oke, kita berendam. Jangan lupa telurnya! Kalau tidak ada telur, kau berendam sendirian, Claire," ancam Ellie.
"Oke, El! Tunggu aku membereskan ini semua ya!" ujar Claire ceria. Ellie mendengus, kesal karena sekali lagi ia dengan tidak berdaya terjebak dalam perangkap telur Claire.
-autumn breeze-
Ann berjalan mendekat dengan seloyang pie apel di tangannya. Wajahnya tampak khawatir, sekaligus—eerh, aku tidak tahu. Ekspresi lain di wajahnya agak absurd, sedikit kesal, peduli, atau ... ah entahlah. Yang jelas, kali ini ia tidak menyajikan pie di tangannya dengan ikhlas.
"Claire, Ellie..."
"Ayahmu memperbolehkan tidak?" tanyaku penasaran. Aku sedikit melirik ke arah kasir dan mendapati ayah Ann tengah mengamati kami dengan tatapan curiga.
"Ayah bilang, aku boleh bergabung dengan kalian pada jam makan siang," jawab Ann dengan suara putus asa. Ia terlihat seperti ingin menagis. Aku menatap El yang sedang menatap arlojinya. Tapi El seperti tidak merasa sedang diamati, ia tetap asik menatap arloji yang melingkar di pergelangan tanggannya. Aku mengalihkan padanganku pada Ann dan mengelus-elus bahunya.
"Yang berarti ... 3 ... 2 ... 1 ... Oke sekarang sudah jam makan siang," kata El tiba-tiba. Aku dan Ann menoleh ke arahnya dan segera menyadari apa yang sedang terjadi. Aku menjejalkan sepotong pie apel dengan gemas ke mulut El yang disambut dengan geraman kaget El.
"Kau ketularan bodohnya dokter ya?" ujarku sambil tertawa kecil. El hanya memasang wajah tak mengerti dan baru akan meminta penjelasan ketika tiba-tiba seseorang menyentuh bahu Ann.
"Ann, makan siangku dimana?"
Aku menoleh kepada pemuda pemilik suara itu. Ia berpostur sedang-tidak terlalu tinggi. Rambutnya berwarna coklat tua dengan highlight coklat terang. Kulitnya putih pucat yang akan memerah saat bertemu dengan terik matahari. Ia terlihat sopan, meskipun kesan pemalu tidak melekat padanya. Aku segera menoleh pada El dan mendapati El juga tengah memandangi pemuda itu.
-autumnbreeze-
Ada pendatang baru di desa. Seorang pemuda. Ann bilang, pemuda itu sering berpindah-pindah tempat tinggal selama hidupnya. Saat pertama kali datang ke Inn, pemuda itu benar-benar telihat seperti atlit sepakbola, dengan keringat sehabis berolahraga bercucuran di wajahnya, lengkap dengan sebuah bola bertengger manis di salah satu tangannya. Pemuda itu tidak memberikan kesan pemalu pada siapapun yang melihatnya, bisa dibilang ia terlalu supel untuk disebut sebagai pendatang baru.
Carter bilang, pemuda itu sering mengunjungi gereja untuk berdoa atau sekedar duduk di pojok gereja. Ia sering bermain sepakbola dengan Stu, mengajari Stu beberapa teknik bermain sepakbola layaknya pemain bola profesional. Beberapa kali ia juga menawarkan diri untuk menjadi petugas pada misa di hari minggu.
Ann bilang, namanya Cliff. Pemuda itu bernama Cliff.
-autumnbreeze-
will be continued
a/n: haloo~ ini pertama kalinya saya berpijak pada fandom ini hehe. mungkin ada banyak kesalahan dan kekeliruan dalam pengejaan, mohon dimaafkan dan kalau berkenan mohon masukannya. Terimakasih :)
