Number
a naruto fanfiction by Pearl
Dedicated to Sasuke & Naruto Shrine's Bloody Valentine; When Darkness Meets Romance,
Prompt: Salju
Hidup ini dimulai dengan angka, dijalani menggunakan angka dan berakhir dengan angka.
Tidak masalah, kebetulan Naruto suka menghitung.
Ia mulai menghitung ketika usia balita, jari tangan dan kakinya adalah media pertama ia belajar urutan angka. Kemudian, ia belajar menghitung berapa banyak mainannya. Satu, dua, tiga, empat, lima dan seterusnya. Saat masuk di taman kanak-kanak, ia belajar cara menghitung jam. Satu jam sama dengan enam puluh menit, satu menit sama dengan enam puluh detik.
Kadang, jika ia sedang tidak melakukan apapun. Naruto menghitung detak jantungnya, atau hembusan napasnya.
Naruto suka menghitung.
Oleh karena itu, dia diikutsertakan oleh wali kelasnya untuk mengikuti olimpiade matematika.
Ia mampu mengerjakan soal-soal yang tidak mungkin diselesaikan oleh teman-temannya. Baginya angka hanyalah sebuah simbol yang bisa ia permainkan, ia kuasai dan tertawakan karena ketidak konsistenannya. Hingga pada suatu hari, ketika Naruto mengerjapkan kelopak matanya di pagi pertengahan bulan Januari, ia melihat angka. Melayang-layang di atas kepala ibunya.
Ia pikir hanya berhalusinasi karena kemarin malam sebelum tidur Naruto sempat bermain game matematika di komputernya. Seharian ia memandangi angka imajiner di atas kepala ibunya yang semakin lama semakin terlihat angka itu benar-benar ada, bukan hanya bayangan yang muncul karena ia terlalu fokus dengan game-nya.
14:02:13
Naruto berpikir. Mungkin saja itu tanggal.
Ia beranjak dari kursinya menuju meja kecil di sudut ruang tengah, kemudian meraih kalender meja dan membuka satu halaman.
14 bisa dianggap hari, maka 02 adalah bulan―Februari―lalu 08 mungkin saja tahun.
14 Februari 2008.
Secara tak sadar Naruto menahan napasnya. Di dalam kepalanya, ia berpikir: ada apa tanggal 14 Februari?
Hampa.
Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Yang bisa ia lakukan hanyalah menunggu datangnya tanggal itu.
Rasa penasarannya memuncak, remaja yang belum genap berumur 17 tahun itu berlari ke kamar mandi untuk melihat cermin. Ada sebuah cermin besar berbingkai kayu jati yang tergantung di dekat kamar mandi, cermin tersebut memantulkan bayangan Naruto dengan rambut pirang berkulit coklat, tapi bukan itu yang ia cari. Angka. Di atas kepalanya tidak ada angka seperti yang ia lihat pada ibunya.
Ketika ia berada di sekolah, angka yang sama melayang-layang di atas kepala semua orang yang ia temui. Beberapa dari mereka memiliki angka―yang jika benar deretan angka tersebut menunjukkan tanggal―yang tidak terlalu jauh dengan hari ini. Kadang ia melihat dua huruf terakhir berupa belasan, kadang duapuluh atau tiga puluh.
Tapi Naruto tak mengerti apa maksudnya. Mengapa angka itu terus mengikuti kemanapun pemiliknya pergi, entah sedang duduk, berdiri, berlari, atau tiduran, bayangannya tak pernah hilang.
Waktu terus berjalan, ia masih bisa melihat angka-angka itu di atas kepala semua orang. Kadang Naruto iseng menanyakan apa yang terjadi pada tanggal yang tertera di atas kepala mereka. Namun tidak ada yang tahu. Tentu saja. Yang bisa melihatnya hanyalah Naruto. Yang tahu apa yang akan terjadi harusnya Naruto juga.
Pada hari Senin―ia baru keluar dari kelas Matematika―Naruto bertemu dengan Kiba. Secara reflek ia melirik angka di atas kepala Kiba, kebiasaan barunya yang selalu dilakukan ketika bertemu dengan teman-temannya.
11:02:08
Naruto terkesiap. Ia tidak pernah melihat orang dengan angka yang dengan dua digit terakhir 08. Dirinya mulai membayangkan sesuatu yang tidak-tidak.
"Sekarang tanggal berapa?" Tanyanya tiba-tiba, digenggamnya tangan Kiba sekuat mungkin hingga empunya mengernyit kesakitan.
"Sepul―sebelas, memang kenapa?"
"Tidak…" Ia menggeleng, melepaskan genggamannya perlahan. "Tidak ada apa-apa."
Anak lelaki dengan sepasang tattoo merah di pipinya menatap Naruto heran. Sedikit takut karena tiba-tiba seseorang menggenggam tangannya dengan kuat, bertanya padanya sesuatu yang aneh, dan kini orang itu menatapnya dengan pandangan kosong.
Kiba beranjak, menjauh dari Naruto. Namun sebelum sosoknya hilang, Naruto memanggilnya lagi.
"Kiba…" Naruto menahan napasnya. "Cuaca tidak cerah, hati-hati…"
"Iya…" pemuda berambut cokelat itu mengangguk. "Terima kasih." Ia pun berlari menuju jalan raya dan hendak menyeberang.
Naruto baru saja akan meninggalkan tempat ketika mendengar suara keras: besi beradu dengan tulang, jeritan ketakutan dari seseorang, langkah kaki yang tergesa setelah bunyi rem mobil yang diinjak tanpa ampun.
Naruto berbalik, berlari ke sumber suara dan menemukan tubuh kawannya tergeletak bersimbah darah. Matanya terbuka, mulutnya menganga, seolah mencabut nyawanya dengan cara yang amat menyakitkan.
Kedua lutut Naruto lemas, ia terduduk di aspal tak jauh dari tubuh tak bernyawa Kiba.
Sekarang ia tahu apa arti dari angka yang ia lihat.
Tanggal kematian. Hari. Bulan. Dua digit Tahun.
Sisa hari itu dihabiskannya dengan mengunci diri di kamar. Tak membiarkan seorangpun masuk atau berkomunikasi dengannya melalui telepon atau media apapun. Ia hanya ingin sendiri. Mengucek-ucek, menyembunyikan dua pasang bola mata biru langit di bawah kelopaknya. Berharap jika ia membukanya setelah itu, maka semua akan kembali normal. Tidak ada angka. Tidak ada tanggal kematian. Ia tidak ingin mengetahui apa yang orang lain tak tahu. Malam itu Naruto pergi tidur dengan perasaan gelisah luar biasa.
Keesokan paginya ia terbangun karena guncangan pelan di bahu oleh ibunya. Ketika ia menggerakkan kelopaknya, lensa matanya menangkap bayangan angka di atas kepala wanita itu. Naruto menatap hampa kepada angka 14, yang berarti tinggal dua hari lagi. Jika 14 adalah tanggal kematian ibunya, maka hanya tinggal dua hari ia bisa mendengar suara wanita yang amat disayanginya.
Naruto tak bisa menahan air matanya untuk tidak terjatuh. Ibunya bertanya dengan kawatir, namun ia hanya menggeleng.
Naruto tahu bahwa dunia yang ia lihat tak akan sama lagi.
part I end.
Part 2 akan di upload jika sudah selesai mengedit~ maafkan sayaaa nggak sempat ngedit soalnya barengan dengan tugas KTI yang hampir 70 halaman dan dikumpulkan besok *die*
Terinspirasi dari Death Note. No warnings. Suka? Tidak suka? Silahkan review, concrit, flame.
