Hujan turun lebat malam itu seperti menangisi kematian, petir menyambar dan gemuruh mengikuti seolah berteriak pedih. Angin bertiup kencang hingga bambu-bambu hutan mengeluarkan bunyi bersahutan-sahutan. Ranting dan dedaunan saling bergesekan, tidak ada tanda-tanda kapan hujan akan reda. Jalanan yang masih terbuat dari tanah mulai digenangi air dan membentuk kolam-kolam kecil berlumpur. Keadaan itu tidak memungkinkan orang-orang untuk melintasi bahkan untuk kendaraan beroda dua maupun empat sekalipun.

Para tetua sering mengatakan jika hujan turun seperti ini maka sebuah petaka telah terjadi. Hujan melambangkan kesedihan dan kematian.

Banyak hal mengerikan terjadi malam itu dimana gelap menyelimuti segalanya.

Samar-samar suara teriakan kesakitan bercampur gemuruh dan kilat. Tidak ada yang mengetahuinya.

Sepanjang lorong lilin-lilin kecil terpajang sepanjang dinding. Bau anyir menyeruak memenuhi ruangan itu. Dalam kegelapan malam, sesosok anak manusia terbaring diatas lantai karpet, mata terbuka lebar tanpa berkedip seakan ia sosok kaku tanpa nyawa. Petir menyambar menjadi penerang seadanya, kilaunya berpendar memperlihatkan siluet sosok lain berdiri disana, seorang dewa kematian? Segala yang ia kenakan berwarna hitam. Ia menyeringai pada sosok kaku dibawah kakinya.

Tangan bersarung hitam menarik kasar helaian sosok yang terbaring dan menyeretnya. Petir berkilat tajam, gemuruh menggelegar berteriak seolah ikut merasa kesakitan ketika tubuh itu dihempaskan ke benda keras berbatu seakan-akan raga itu adalah sebuah boneka. Tangan itu meraih benda besar diatas meja dan menghujam wajah porselen itu dalam sekali pukulan kuat.

"Pergilah menjadi iblis. Neraka jahanam adalah tempatmu, wahai wanita pendosa,"

.

.

.

.

.

.

Haunted Villa

by

Fumiko

Pair:: KrisTao (Wu Yi Fan - Huang Zi Tao)

Cast: Sophia & Zhu Yi as YifanTao's twins baby.

Genre:: Family, Horror, Supernatural.

Rated:: T

Format:: Multichapter.

Warning:: BOYS LOVE, Familylife!AU, typo sebagian dari jiwa.

Disc: I own nothing but the plot.

.

.

.

.

.

.

Sebuah Mansory Range Rover Sport hitam berhenti di depan bangunan bercat putih bergaya victorian. Sosok pria keluar dari mobil tersebut, rambutnya pirang, matanya tajam, hidungnya mancung, dan garis tegas di wajahnya menegaskan ketampanan pria itu. Tinggi tubuhnya berkisar seratus delapan puluh sembilan sentimeter dibubuhi otot tubuh yang terbentuk proposional saat kemeja biru muda membalut badannya.

Wu Yi Fan berikut ialah namanya.

Aktor tampan yang baru-baru ini menerima penghargaan sebagai aktor terbaik di China.

Sepersekian menit kemudian sosok lain menyusul keluar dari mobil itu. Wu Zi Tao, pria yang dianugerahi wajah yang manis dan tampan disaat bersamaan. Rambutnya hitam pekat bak mutiara hitam yang berkilau. Ia juga diberkahi mata yang cantik dengan bayangan hitam dibawahnya. Kelihatan lebih muda dari Yifan. Dibelakang tubuhnya, muncul dua sosok mungil, laki-laki dan perempuan yang sangat lucu, mereka ikut bergabung. Masing-masing menggenggam kedua tangan Tao tetapi berbeda-beda sisi, kuapan kecil lolos dari salah mulut dari keduanya, sang anak laki-laki nampaknya masih dalam keadaan ngantuk. Yang perempuan membuka mulut dan menanyakan keberadaan mereka. Tao menjawab lembut posisi mereka saat ini dan kemudian obrolan berlanjut perihal vila yang akan mereka tempati.

Bangunan tersebut bergaya era victorian, menarik dengan dua lantai, biru muda untuk dinding-dindingnya dan warna abu-abu untuk atapnya, dan untuk jendela kaca, pagar serta tangga diberi corak putih. Pemandangan asri dengan pohon-pohon berdaun hijau di sekitaran menjulang tinggi menambah keindahan vila. Pohon-pohon itu bisa menjadi peneduh kala sinar matahari siang mulai menyengat kulit.

Kris mengaggumi vila itu. Dirinya tidak menyangka ada sebuah vila yang masih terawat walaupun jauh dari kota. Mungkin sebuah ucapan terima kasih kepada Sehun tidak akan menyakitinya. Bagaiamana pun Sehunlah yang merekomendasikan vila ini padanya.

Pilihan untuk menghabiskan liburan musim panas kemari bersama keluarganya tidak begitu buruk, mereka bisa menikmati pemandangan yang jarang ditemukan di kota, seminggu jauh dari hiruk pikuk kota yang super sibuk dan polusi. Sekaligus melupakan pekerjaannya yang terlampau padat untuk sementara.

Kabarnya ada sebuah danau tidak jauh dari villa itu. Rencananya Kris akan mengajak Tao dan si kembar untuk memancing disana, mereka bisa mengadakan piknik kecil-kecilan atau berenang. Kris juga ingin melakukan sesuatu yang jarang terjadi di rumah, seperti bermain bersama kedua anaknya sambil menunggu Tao sehabis memasak dan mereka akan makan bersama-sama. Ataupun menikmati bintang-bintang di malam hari bukan ide buruk. Keluarga kecilnya akan menikmati liburan ini.

Memiliki banyak rencana adalah salah satu dari kebiasaan manusia, tapi adakalanya manusia itu sendiri melewatkan sesuatu bahkan terkesan melupakannya, tidak semua rencana yang dibuat dengan sangat apik selalu berjalan mulus. Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi dimasa mendatang.

Puas mengaggumi vila dan sekelilingnya, Kris beralih mengawasi si kembar dan Tao, mereka tengah tertawa riang. Si kembar melakukan pola-pola abstrak di udara menggunakan tangan mereka sembari berceloteh riang, kadang si bungsu Zhuyi diam dan ikut menimpali celotehan kakaknya, Sophia. Sementara Tao mengamati dan tersenyum mendengarkan. Tak jarang ciuman beruntun di berikan ke pipi gembil keduanya kala keimutan yang mereka pamerkan (tanpa sengaja) tidak dapat ditoleransi dan kemudian diikuti tawa menggemaskan dari si kembar. Entah apa yang mereka bicarakan Kris tidak terlalu mempedulikannya, mengamati keceriaan di wajah ketiga sosok bergarganya jadi satu kepuasaan tersendiri untuknya.

Namun sayangnya momen menggembirakan itu terpaksa berakhir saat Tao mendadak diam dengan raut kaget. Kris terhenyak dari aksi curi pandangnya. Romannya berganti heran. Ia mengikuti arah pandang Tao yang bergerak liar.

Tao mengarahkan manik hitamnya ke berbagai arah semampu matanya menggagapai, mencari sesuatu yang tiba-tiba mengejutkan dirinya. Tindakannya ikut menarik perhatian Sophia dan Zhuyi, mereka mencoba memanggil Tao namun tidak ada sahutan membalas. Tao sudah seperti orang bingung, si kembar khawatir sampai Kris mendekat dan memegang bahu Tao, menarik wajahnya agar bertemu muka barulah sosok terpenting keluarga kecil Wu itu tersadar.

Wajah Tao pucat, nafasnya berhembus agak berat.

"Ada apa? Ada sesuatu yang menganggumu?" Kris bertanya, air mukanya berubah khawatir.

"Sesuatu..." Tao menjadi bingung sendiri. Wajahnya hampa. "Suara... mengatakan... dan... menghilang." Tao mengela nafas agar kasar. Kata-kata yang coba di rangkai mendadak kosong. Menghilang bagaikan terbawa angin.

"Sayang, aku tidak mengerti maksud ucapanmu," Kris memasang wajah bingung.

Arah pandang Tao berpaling pada tempat lain sebelum balik bertatap muka dengan Kris. "Bisakah kita mencari vila lain untuk berlibur?" Tao membuat pertanyaan baru untuk Kris, ia berusaha menekan getaran dalam nada bicaranya.

"Huh?" Sebelah kening Kris terangkat. Wajahnya berubah heran. " Kenapa? Bukankah kita sudah sepakat untuk menghabiskan liburan disini?"

"Tiba-tiba aku merasa tidak nyaman dengan rumah ini." Jawab Tao lirih, ia merasa rahangnya nyilu bila menjawabnya agak keras. "Tempat ini terasa… tidak benar." katanya menambahkan.

"Tapi aku tidak merasakan apa-apa. Memangnya apa yang terjadi?"

"Ta-Tadi seseorang… aku tidak tahu siapa itu. Dia mengatakan 'pergi' dan saat aku berbalik, suara itu menghilang," Tao melapor setengah gelagapan. Kris tahu kalau Tao takut hal-hal berbau horror.

Kris tersenyum memaklumi. "Itu hanya perasaanmu saja, Zi!" Jemarinya menyapu pipi Tao sebelum mengambil jemari-jemari tangan Tao dan menggenggamnya. Mencoba menenangkannya. Ia merasakan tangan Tao gemetar halus.

Tao ingin menepis ucapan Kris tetapi ragu. Lagipula ia juga belum yakin jika suara barusan ia dengar benar adanya. "Y-Ya, mungkin saja hanya perasaanku saja," Tao mengangguk mengiyakan.

"Mommy~" Shopia dan Zhuyi memanggil bersamaan. Nadanya begitu lirih hingga membuat Kris dan Tao terlonjak. Mereka melupakan si kembar. Spontan Tao berbalik dan menghampiri kedua anaknya. Ia berlutut, mengimbangi tinggi tubuh kecil mereka, seketika Shopia dan Zhuyi melingkarkan lengan kecil mereka di sekitar leher Tao dan disusul membenamkan wajah. Tao berkali-kali membisikan 'Mommy baik-baik saja' sembari menenangkan kedua anaknya dengan menepuk lembut punggung kecil mereka.

Baru saja si kecil melepaskan pelukan mereka, sebuah suara menyapa. Tao berdiri dan Sophia dan Zhuyi bersembunyi di belakang tubuhnya.

"Selamat datang, Tuan Kris," Seorang pria berkepala empat puluhan mendekat. Ia berdiri di hadapan Kris dan mengulurkan tangannya. Sopan, Kris menerima uluran tangan itu sebelum menariknya lagi.

Mengikuti dari belakang, seorang wanita berumur sekisaran tiga puluahan, ia memiliki wajah yang cukup cantik dan agak misterius dengan mata coklat tajam. Nampaknya ia juga merawat dirinya dengan sangat baik. Penampilannya sangat modis untuk ukuran wanita yang tinggal jauh dari area perkotaan. Wanita itu mengenakan terusan coklat muda sebatas paha, dan kerah berenda sepanjang dada berwarna hitam dengan taburan blink-blink. Kontras dengan lelaki tua di depannya. Kulit wajahnya yang mulai keriput dan mengendur. Kris meliriknya sekilas sebelum beralih menatap Tuan Kim.

Tanpa Kris sadari wanita itu menyeringai penuh arti.

"Terima kasih atas sambutannya, Tuan Kim!"

"Bagaimana menurut anda tentang vila ini? Apakah anda menyukainya?" tanya lelaki Tua itu sekedar berbasa basi.

Kris mengangguk, helaian pirangnya ikut bergoyang. "Sangat menyukainya. Vilanya bagus dan saya menyukai suasananya yang tenang," ungkap Kris seadanya.

"Aku senang anda menyukainya," kata Tuan Kim berusaha ramah. Pria itu tidak menyukai Kris dan lelaki pirang itu merasakannya.

"Oh, anda datang membawa rombongan ternyata," Lelaki tua itu melirik kearah Tao dan si kembar. Lelaki tua itu tersenyum... genit... tertuju pada Tao.

Kris tidak menyukai lelaki tua di hadapannya. Sejauh mana lelaki itu mencoba berperilaku baik tetap tidak merubah pandangan Kris jika lelaki tua itu ialah pria tua yang mesum. Lihat cara dirinya menelengkan kepala hanya untuk dapat melihat Tao. Menjijikan.

Adalah seorang pria yang sangat posesif, Kris refleks menutup jarak pandang lelaki tua itu kearah Tao dan anak-anaknya. Kris mengisyaratkan Tao dan si kembar mendekat. Tao menurut dan membawa serta anak kembarnya dan Kris. Mereka berdiri dibelakang punggung Kris.

Hanya sekilas tapi Kris sempat merasakan tatapan marah lelaki tua itu kepadanya.

Mungkin hanya perasaanku.

"Ya, saya membawa istri dan anak-anak," Kris mencoba tersenyum sewajarnya tetapi rasanya gagal. Seringai tersemat di wajah tampan itu.

Roman Tuan Kim agak berubah. Senyumnya pudar bagaikan debu yang tertiup angin

Tuan Kim mencoba tersenyum paksa. "Oh ya...?" Suaranya bergetar, ia bertingkah seolah terkejut. "Jadi dia 'istri'mu? Maafkan kelancangan mulut saya, saya tidak tahu jika anda sudah menikah lagi, Tuan Wu." Bohong. Lelaki tua itu jelas tahu jika Kris sudah menikah lagi setelah menjadi duda setelah tiga tahun. Banyak media yang membicarakan pernikahan mereka kecuali jika lelaki itu tidak bisa membaca ataupun tidak memiliki radio atau televisi.

"Senang bertemu denganmu, saya Kim Joon shun." Lanjutnya dan membungkuk kecil. Senyum genitnya merekah lebar saat Tao membalas bungkukannya. Bibir merah agak kehitaman miliknya basah oleh sapuan lidahnya.

Tao bersumpah, ia tidak suka cara pria tua itu memandang dirinya. Seluruh tubuh mengigil geli.

"Wu Zi Tao, dan kembar kami, Wu Sophia dan Wu Zhu Yi,"

Tao bersikap ramah. Sophia dan Zhuyi masih bersembunyi.

Lalu lelaki tua itu mengulurkan tangannya untuk berjabatan tangan namun Tao tidak meraih tangan besar dan keriput itu.

Tao tidak bermaksud kasar, ia hanya berusaha jujur pada dirinya sendiri. Hati, pikiran serta tubuhnya bekerja sama untuk menolak keras bersentuhan langsung dengan pria tersebut, seolah-olah bila kulitnya bertemu dengan pria tua ini maka dirinya beserta keluarganya akan masuk kedalam paradigma yang rumit.

Tuan Kim memasang wajah masam saat uluran tangannya tidak bersambut.

"Ah," Kris memaksakan senyumnya. Dalam hati ia bahagia. "'Istri'ku tidak terbiasa dengan orang baru,"

"Tidak masalah," Pria tua itu mencoba mengerti. Rasanya ditolak tentu menyakitkan. "Aku suka sifat yang independent. Mereka menganggumkan,"

Senyum di wajahnya menghilang. Raut Kris berubah jadi datar bahkan bisa dikatakan sangat datar dengan sepasang iris berkilat tajam, hatinya memberontak mengambil alih kesadarannya untuk menghiasai satu pukulan di wajah tua dihadapannya namun berusaha ditekan. Lelaki tua itu masih bisa menyeringai mesum meskipun ditolak.

"Ada baiknya jika aku meminta kunci apartemen villa ini. Anak-anak dan 'istri'ku kelihatan sangat lelah, mereka butuh istirahat setelah perjalanan panjang." Kris berusaha menjaga kata-katanya agar terkesan tenang.

"Ah, benar sekali. Maaf sudah membuat kalian menunggu. " Lelaki tua menepuk kedua tangannya, bertingkah layaknya baru mengingatnya. Tangannya merogoh kantong celananya dan mengeluarkan sebuah kunci. "Ini kuncinya!" Kris mengambil alih kunci berwarna perak dari tangan Tuan Kim.

"Aku senang kalian menyewa vila ini. Vila ini akan memberikan pengalaman yang tidak akan pernah terlupakan. Semoga kalian senang tinggal disini," Kata pria tua itu ambigu. Lelaki tua itu memberikan senyum terakhir pada mereka sebelum mengundurkan dirinya dan mereka berpisah. Kris bersikap biasa-biasa saja sementara Tao mulai merasakan perasaan aneh atas perkataan itu.

Setelah Tuan Kim serta wanita misterius itu pergi, Kris mengambil langkah lebar menuju bagasi mobil dan mengeluarkan barang bawaan.

Sophia dan Zhu Yi nampak lelah, keduanya bersandar pada tubuh Tao. Kris sudah meminta Tao membawa si kembar masuk lebih dulu ke dalam vila, tapi Tao menolak. Katanya ia ingin menunggu Kris lalu mereka akan masuk bersama-sama.

Sebenarnya selain alasan itu, Tao punya alasan lain yang memperkuat ia tidak masuk. Kesan angker rumah itu. Dilihat berapa kali banyak pun dimatanya vila itu tetap menyimpan kesan menyeramkan. Vila itu seperti tengah mengawasi mereka, seolah vila itu punya mata. Ingin rasanya ia menarik keluarga kecilnya menjauh dan melupakan seluk beluk vila itu. Tetapi tidak ada yang bisa ia lakukan.

Setelah beberapa menit menunggu, akhirnya Kris selesai mengeluarkan barang yang mereka bawa. Dua koper, satunya milik Kris dan Tao dan satunya lagi milik si kembar. Dua koper itu berisikan keperluan mereka selama liburan, pakaian ganti, handuk dan masih banyak lagi. Dan berikutnya dua buah ransel kecil tak lain juga milik Sophia dan Zhuyi dan satu buah tas berisi uang, ponsel, dan barang-barang yang Kris siapkan. Persiapan yang mereka sediakan cukup untuk seminggu.

Sophia dan Zhu Yi berjalan beriringan bersama Tao sembari menggenggam tangan Tao. Walaupun kantuk menyerang mereka tetap berjalan. Sepatu yang terkantuk batu tidak mengurunkan si kembar tetap melangkah.

Kris berada di belakang sembari membawa barang bawaan.

Dan lagi-lagi perasaan tak nyaman kembali menyeruak di dalam dada Tao saat kakinya menginjak tangga pertama. Jantungnya berdetak dalam irama pelan hingga kencang setiap langkah kakinya memendek seolah ada sesuatu tak kasat mata dari jauh mendekat. Dan ketika Kris memasukan kunci ke pusara pintu, angin bertiup kencang. Pintu terbuka.

"Pergi~"

Tao terlonjak. Spontan, kepalanya menoleh. Ia mencari-cari sumber suara itu diantara pepohonan dan dimana pun matanya bisa menangkap obyek manapun yang memperkuat dirinya bahwa suara barusan hanya sebuah ilusi akibat rasa lelah yang di deritanya.

Tetapi tidak ada apa-apa. Matanya tidak menemukan obyek tersebut, hanya dedaunan gemerisik terkena sapuan sang bayu. Si kembar telah terbebas dan menerobos masuk lebih dulu tanpa sepengetahuannya.

Lagi-lagi suara itu datang dan pergi menghilang tanpa jejak. Kejadian yang sama seperti sebelumnya.

"Ada apa, sayang?"

Tao menoleh dan menatap Kris. Lelaki pirang itu menunggunya. "Bukan apa-apa," Tao memaksakan tersenyum. "Barusan aku mendengar sesuatu tapi mungkin hanya perasaanku," gumamnya.

"Oh, ayo masuk," Kris mengajak Tao. Ia berjalan di depan dan Tao dibelakang. Tiba-tiba...

Suhu mendadak terasa sangat dingin meskipun matahari tengah bersinar terik diatas. Dinginnya bak air conditioner yang sudah rusak tetapi terasa berbeda. Bulu kuduk ikut berdiri. Rasanya seperti ada seseorang berdiri dibelakang dan menatap tajam. Tao menggelengkan kepalanya, menghapus imajinasi yang bukan-bukan yang sempat melintas.

Tidak mungkin.

Kadang pikiran bertindak kebalikan dari tubuh. Pelan-pelan Tao menoleh kebelakang. Sedikit demi sedikit dan—

"Love?!" Suara berat memanggilnya dari dalam vila. Tao berjingrat lalu menoleh dengan raut terkejut.

Kris menatapnya penuh tanya.

Mendekati Tao, Kris bertanya, "Apa yang terjadi? Dahimu berkeringat," Tangannya membelai dahi Tao, menghapus jejak keringat.

Tao menggeleng pelan, rambut hitam pendeknya ikut bergoyang. "Matahari sangat panas hari ini, mungkin karena itu aku berkeringat. Dimana anak-anak?" Tao berujar tenang.

Kris menggangguk paham. Ia tidak menanyakan lebih. "Anak-anak sudah masuk lebih dulu. Mereka memanggilmu tapi kamu tidak menghiraukan mereka," Kris memberikan satu kecupan di dahi Tao.

Tao tersenyum sebagai balasan.

"Ayo, masuk."Tao mengangguk dan kemudian mereka memasuki villa itu. Pintu tertutup.

Dua pasang mata menatap tajam.

Pandangan Tao menyapu seluruh ruangan yang tengah dijajaki. Vila tua itu sangat bersih dan rapi, tampaknya Tuan Kim dan mungkin pekerjanya yang membersihkan rumah itu. Menurut yang diceritakan Kris, vila itu punya tiga buah kamar tidur dan tiga buah kamar mandi. Dua kamar tidur berada di lantai dua, memiliki kamar mandi di dalamnya sementara satunya lagi di lantai satu tetapi sudah tidak berfungsi. Tao akan menjelajahi vila itu jika ada kesempatan.

Ruangan tengah di dalam villa itu berbentuk persegi dan terbilang cukup besar, sehingga dibagi dua. Bagian kiri mengarah ke barat dan bagian kanan mengarah ke timur. Dibagian barat terdapat satu set sofa merah, lalu jendela empat pintu yang tertutup tirai coklat dan putih, salah satu jendela berbentuk pola melingkar dan jendela itu menghadap ke depan. Disamping satu set sofa merah ada empat buah kursi dari besi yang diubah kedalam bentuk yang unik dan bisa dijadikan tempat duduk serta sebuah meja kaca transparan, disebalahnya bunga mawar merah segar. Dinding-dindingnya menggantung beberapa lukisan dewi-dewi romawi yang terkenal akan kecantikannya semasa hidup. Untuk beberapa saat mengamati, Tao merasa lukisan-lukisan itu seperti hidup dan berbalik menatapnya. Tetapi, ia buru-buru menepis pikiran itu, tidak mungkin benda mati bisa hidup—meski ada kemungkinan.

Disaat Tao mengaggumi ruangan itu, Kris menghilang, menuju lantai dua.

Keadaan ruangan dibagian timur tidak jauh berbeda dari ruangan di sebelah kanan, Tao bisa melihat satu set sofa coklat muda bermotif bunga dan bangku tanpa sandaran menghadap tungku perapian dari batu bata merah yang dilengkapi televisi berukuran besar diatasnya. Tirai putih berlapis coklat membentang searah jendela kaca empat pintu disana. Lalu meja makan berada di sebelah kiri ruangan televisi dan diikuti oleh dapur dibelakangnya. Tangga menuju lantai dua berada di samping dapur. Dan sebuah lorong gelap membentang dibelakang tangga, Tao bergidik. Tempat itu satu-satunya yang paling gelap.

"Kenapa tidak ada satupun lampu disana?" Tao bertanya pada diri sendiri sebagai bentuk kebingungan. Memutar otak sekedar meraih satu jawaban yang membenarkan kemungkinan yang terlintas, tetapi tak ada satu pun yang menguatkan jawaban 'mungkin' itu.

Tao mengangkat bahunya, menyerah dan mendekati dapur, sebelum sampai di dapur ia lebih dulu melewati ruangan televisi. Iris hitamnya menangkap si kembar yang tengah terlelap diatas sofa. Kelelahan yang menyebabkan mereka bisa tertidur sepulas itu. Menunduk kecil, Tao menyimpan kecupan hangat di kepala si kembar sebelum beranjak.

Semua perlengkapan dapur ditata rapi dan sangat lengkap, bumbu dapur dan makanan seperti daging, sayuran hijau, kentang, beras dan pangan lainnya sudah disediakan. Tao mengambil beberapa bahan makanan di lemari pendingin dan pantry lalu membuatkan makan siang sekaligus snack untuk anak-anak.

"Bagaimana menurutmu tentang vila ini?" Tau-tau Kris sudah berada dibelakangnya, lelaki itu berdiri dibawah tangga setelah meletakan barang bawaan mereka di lantai dua dalam salah satu kamar. Mereka hanya akan menempati satu kamar. Tao terlalu takut meninggalkan si kembar tidur sendirian dalam kamar terpisah di vila ini.

"Sangat bagus dan terawat," jawab Tao seadanya sembari mengecap sup yang ia buat. Ia menggangguk pelan setelah merasakan sup itu pas dilidahnya.

"Semoga kamu menyukai tempat ini," Kris berucap sebelum menghampiri si kembar. Ia duduk di salah satu sofa dan memperhatikan gerak-gerik yang di lakukan Tao.

"Aku berharap demikian. Tapi aku tidak suka area gelap itu. Rasanya menakutkan." Tao menunjuk kearah tangga dengan ibu jarinya tanpa menengok kebelakang. Kris mengikuti arah tunjuk Tao dan balik menatap sang suami. "Lakukan sesuatu untuk itu. Lampu, pelita, lilin, yang bisa menerangi ruangan itu, atau beritahukan Tuan Kim soal ini." Mata keduanya bertemu. Kris bisa merasakan gelisahan disana meski jarak mereka agak jauh.

Kris mengangguk pelan sebelum netranya beralih ke lorong itu lagi.

Kris mengamati ruangan itu agak lama. "Benar ruangan itu sangat gelap. Aku bahkan tidak bisa melihat apapun di dalam sana." Ia membenarkan ucapan Tao. Lalu, "Menurutmu, apa yang ada di dalam sana,"

Tao mengangkat kedua bahunya, tidak mempedulikan apapun yang ada di dalamnya. "Aku tidak mau tahu apa yang ada di dalam sana. Aku hanya ingin ruangan itu bercahaya," Tangannya telaten memindahkan sup dari panci ke dalam mangkuk.

"Bagaimana jika—" Tangan Tao berhenti menuangkan sup. Matanya beralih menatap Kris dan memberikan tatapan paling tajam. Kalimat Kris menggantung.

"Yifan?!"

Kris terkikik, ia paling suka menakuti-nakuti Tao.

"Baiklah, aku akan membicarakan masalah ini dengan Tuan Kim,"

"Aku harap secepatnya."

...

Makan malam berakhir dua jam yang lalu. Saat ini, keluarga kecil Wu tengah bersantai diatas sofa sembari menyaksikan acara anak-anak kesayangan si kembar. Sophia dan Zhuyi berada di tengah sementara Kris dan Tao mengapit mereka. Beberapa menit kemudian, posisi berubah. Sophia bersandar pada ibunya, sementara Zhuyi duduk diatas pangkuan ayahnya. Jemari-jemari kecil mereka mencomot cookies dari toples diatas sofa dan mengunyah cookies itu nikmat. Suara tawa dari si kembar menyambut tayangan yang mereka saksikan, menimpali volume televisi.

Tak berapa lama suara salah satu karakter dari tayangan tersebut menyanyikan sebuah lagu yang menutup acara itu.

Tao berdiri lebih dulu. "Sophia, Zhuyi waktunya sikat gigi lalu tidur," Telapak tangannya terbuka dan terulur. Sophia menggapai yang kanan sementara Zhuyi yang kiri. Si kembar meninggalakan ciuman dan ucapan 'selamat malam' pada Kris sebelum pergi. Sementara Kris masih mau menyaksikan acara olahraga malam.

Tao membuka pintu dan menyalakan lampu kamar. Si kembar masuk dahulu sementara Tao berada di belakang mereka. Ketiganya menuju kamar mandi dan si kembar sangat antusias, mereka bersicepat naik diatas bangku kayu sudah disediakan supaya menjangkau westafel. Tao memberikan sikat gigi masing-masing yang sudah dibubuhi pasta gigi dan si kembar menerimanya. Kegiatan sosok gigi pun berlangsung.

Selama si kembar sibuk menggosok gigi, Tao membasahi handuk kecil dengan air hangat dan membersihkan kaki dan tangan mereka secara bergantian. Setelah Sophia dan Zhuyi menyelesaikan kegiataan mereka, Tao menyeka wajah mereka. Sesudah itu ia mengiringi Sophia dan Zhuyi kembali ke kamar dan menidurkan mereka dengan sebuah cerita dan lagu pengantar tidur. Tidak lama kantuk merayapi tubuh-tubuh kecil itu, sebab detik berikutnya Sophia dan Zhuyi sudah terbuai oleh mimpi yang mereka ciptakan. Tao mengambil kesempatan itu untuk pergi ke kamar mandi, mempersiapkan dirinya untuk menyusul si kembar.

Didalam vila yang sama tetapi berbeda ruangan, sang kepala keluarga, Kris tengah menyaksikan acara pertandingan olahraga kesayangannya dengan hikmat. Suara televisi dari narator yang menyampaikannya jalannya pertandingan dalam bahasa inggris memenuhi ruangan itu.

Kris duduk santai menikmati. Satu gelas penuh cola dan pizza yang tersisa menjadi teman nontonnya. Pertandingan berlangsung seru dan Kris serius memperhatikan. Tim kebanggannya kini menguasai bola. Sampai—

Tap tap tap!

—bunyi seperti seseorang tengah berjalan ditangkap pendengarannya. Fokusnya ke televisi beredak, Kris menoleh kebelakang namun tidak ada siapa-siapa. Diwaktu yang sama, sorak sorai melambung dari dalam televisi, Kris berbalik dan bersamaan umpatan 'sial' terlahir dari mulutnya. Ia kehilangan detik-detik dimana tim favoritenya mengisi bola ke keranjang lawan.

Pertandingan berlanjut. Giliran tim lawan yang mengambil alih pertandingan. Mereka mencetak tiga poin dengan cepat, mereka mulai mengejar angka dari lawannya. Kris menggeram. Tim kebangaannya kembali merebut bola dan—

Tap tap tap!

Suara itu lagi. Kris menengok kebelakang, kali ini ia menajamkan matanya, iris coklat madunya mengedar ke seluruh ruangan, bahkan ke lorong gelap dan lagi-lagi tidak menemukan siapapun. Suara itu juga menghilang tak berjejak. Samar-sama Kris menangkap benda putih terseret kilat menaiki tangga. Penasaran, Kris beranjak dari sofa, ia membuat langkah lebar dan berhenti di bawah tangga, kepalanya mendongak ke atas. Benda berwarna putih yang tadi sempat ia lihat berbelok ke kiri, terseret dan menghilang dari balik dinding. Kris tidak bisa menebak siapa itu karena matanya hanya menangkap ujung terbawah pakaian yang ia pakai.

"Zi? Kamukah itu?" Kris berteriak. Kakinya bergerak naik keatas, mengikuti benda putih itu. Dan ia berhenti di depan kamar mereka menginap.

Pintu tidak tertutup rapat. Segera Kris melesak masuk. Netranya menemukan ranjang besar dan diatasnya berbaring dalam posisi lucu si kembar yang tidur nyenyak, tetapi tidak ada Tao bersama mereka.

Melempar matanya kearah kamar mandi, Kris bergegas mendekat. Satu-satunya kemungkinan Tao berada di dalam sana.

"Zi?"

...

Tao membersihkan dirinya, menyikat giginya dan membersihkan wajahnya. Pada saat membasuh wajahnya dengan air, sekelebat bayangan melintas. Tao menoleh tetapi tidak menemukan siapa pun. Bahunya terangkat acuh menyebabkan helaian hitamnya ikut bergoyang lalu kembali membasuh wajahnya yang masih tersisa sabun.

Baru dua kali telapak tangan membasuh wajahnya, suhu kamar mandi tiba-tiba berganti hawa. Dingin menyengat kulit tubuh hingga masuk ke pori-pori kulit, bulu kuduk berdiri. Tiba-tiba tercium bau bunga melati yang menyengat, bercampur bau busuk yang menusuk. Spontan Tao menutup hidungnya dengan sebelah tangannya. Ia mual. Bau itu sangat busuk seperti bangkai.

Kepalanya bergerak naik perlahan-lahan, sangat lambat dan saat mendongak, tubuhnya mati rasa, membeku layaknya es balok. Matanya terbuka besar, pupil mengecil penuh ketakutan.

Tidak ada suara yang keluar dari mulutnya.

Seorang wanita dengan terusan putih agak lusuh dan kotor seperti terkena lumpur atau tanah, berdiri di belakangnya, memantul dari cermin kamar mandi. Helai rambutnya hitam panjang tergerai sebatas pinggang, matanya hitam seakan-akan terbuat dari langit malam tanpa bintang dan bulan, pipi kirinya rusak menyisakan belatung-belatung kecil memakan habis daging pipinya.

Wanita itu menatap Tao sangat tajam. Mata hitamnya mengalirkan cairan merah bernama darah, menetes hingga ke pipi.

Seluruh tubuh Tao bergetar dan membeku dalam ketakutan. Saliva tertelan kasar melewati tenggorokan, jantung berdetak sangat cepat seakan-akan melompat keluar dari tubuhnya. Ingin mata terpejam tetapi tubuh berkhianat.

Seseorang tolong aku. Yifan~

Batinnya berteriak ketakutan. Airmata mengenang di pelupuk mata, bersatu dan menerobos keluar tanpa di cegah.

"Zi?"

Suara Kris memanggil dari luar. Sedetik kemudian ketukan menyusul.

Yifan~

Suaranya hanya mampu berteriak di dalam batin. Tao menangis ketakutan.

"Tao?!"

Panggilan itu semakin keras. Bersamaan pegangan pintu bergerak kasar. Kris mencoba membuka pintu tersebut. Dorongan paksa tak terelakkan, namun tidak jua membuahkan hasil, pintu tidak terbuka, seperti ada sihir yang membentengi.

Kris terus berteriak memanggil nama Tao dan lagi-lagi kesenyapan yang ia dapatkan.

Wanita itu menyeringai dalam kebisuan.

Yifan! Tolong aku!

"Tao, buka pintunya! Apa yang terjadi di dalam. Tao?!

Kris berteriak frustasi dari luar.

Jantung Tao memburu, berdebar dalam irama cepat. Wanita itu mendekatinya dan mengulurkan lengannya. Nafas Tao tercekat, paru-parunya serasa terhimpit menyesakan dada. Tangan pucat pasi semakin dekat ingin meraihnya.

Kakinya mulai terasa lemas, pandangannya mulai berkunang-kunang dan hal terakhir yang ia tangkap adalah suara berat suaminya memanggil namanya sebelum gelap mengambil alih kesadarannya.

...

Kaki tanpa alas menuruni tiap anakkan tangga hati-hati, kepalanya masih terasa pusing akibat kejadian mengerikan semalam. Cepat-cepat ia menggelenggkan kepala, menghapus memori itu, tetapi bukan menghilang, rasa pusing dikepala malah bertambah. Tao menyerah.

Menuruni satu persatu anak tangga dengan kaki telanjang, sempat memancing rasa penasaran dalam benaknya tetapi secepat ia menduga secepat itu pula ia menampiknya, mungkin lupa adalah persoalannya.

Tao melempar pandangannya ke seluruh ruangan; ruang tamu, ruang televisi untuk mencari ketiga bayinya, seorang bayi besar dan dua bayi sungguhan, namun irisnya tidak menemukan siapapun, bahkan sekedar helaian mereka yang sering menyembul dari balik sofa atau seringai di wajah tampan.

Perasaan ganjil terlintas tetapi buru-buru ditepis. Vila terasa kosong dan berbeda, seperti bukan vila yang ia tempati meskipun dalam vila yang sama. Tao seperti berada seorang disini, sunyi dan dingin.

Kaki-kaki kosongnya memasuki dapur dan mengambil segelas air, tenggorokannya terasa kering seolah ia tidak pernah minum air selama beberapa hari. Setelah ia meneguk seluruh air yang ada di dalam gelas, ia bernafas lega, tenggorokannya tidak terasa kering seperti sebelumnya. Tao meletakan gelas diatas meja counter sebelum mengangkat kakinya dari sana.

Baru semenit meletekannya gelas, perasaan tidak enak mengusik benaknya; seperti tengah ditatap beberapa pasang mata. Melirik ke ruang tamu Tao tidak menemukan siapapun kecuali lukisan-lukisan yang dianggapnya menyeramkan. Mereka berada di dalam posisi yang sama, tidak berubah. Tao menghela nafas lega.

Kaki jenjangnya berbalik. Ketika hendak berganti menaiki tangga tiba-tiba suara senandung yang amat pelan tertangkap pendengarannya. Meneleng dari balik tangga, Tao memperhatikan lorong menuju bagian belakang, temaram dari pelita menyelimuti lorong tersebut. Ada rasa lega dalam hati karena lorong itu tidak segelap kemarin, mungkin Kris sudah memberitahukan Tuan Kim dan mereka memperbaiki lorong ini, begitu pikir Tao.

Tao mengamati lebih lama lorong itu dan ia menemukan ada sebuah cahaya keluar dari salah satu ruangan disana. Cahaya itu berbentuk panjang ke lantai hingga dinding. Menurut Kris ada sebuah kamar tidur dan perpustakaan disana. Berada sehari disini belum sekalipun Tao menjelajahi vila itu. Mungkin hari ini kesempatannya.

Setelah berdebat besar dengan batinnya antara menghampiri asal suara itu atau tidak, akhirnya Tao memilih untuk mendekat. Tapak kakinya dibuat pelan agar tidak di dengar oleh si empunya di balik lorong. Baru beberapa langkah suara itu menghilang. Walau demikian tidak memyurutkan keinginan Tao untul lebih dekat.

Benar saja ada dua buah bilik disana, letaknya bersebelahan namun agak jauh. Sumber suara tadi kembali disenandungkan dan tiba-tiba menghilang lagi seakan-akan tidak pernah terjadi, Tao mendatangi bilik yang bercahaya. Beruntung pintu tidak tertutup rapat sehingga Tao bisa mengintip.

Ia melihat sosok perempuan tengah duduk memunggunginya. Helaian hitamnya menjuntai panjang sebatas pinggang, tubuhnya dibalut terusan coklat berlipit-lipit dari pinggang hingga mata kaki. Nampaknya ia sedang menuliskan sesuatu diatas meja sebab Tao melihat tangan kanannya bergerak-gerak tengah menulis.

Tao mengasumsikan bilik itu adalah perpustakaan sebab banyak buku yang tersusun rapi di rak buku.

Tao ingin menyapa gadis tersebut dan menanyakan ada apa gerangan ia masuk villa ini, tangan kanannya sudah meraih pegangan pintu, tetapi tiba-tiba sesuatu keburu menyergap dirinya dari belakang dan suara wanita itu berteriak jadi hal terakhir sebelum matanya benar-benar tertutup dalam kegelapan.

Tao menjerit dan tersentak dari tidurnya. Matanya terbuka, nafasnya memburu tak beraturan, ekspresi wajahnya menyiratkan ketakutan. Ketika tersadar dirinya sudah berada di atas kasur, posisinya duduk berlunjur.

Di waktu yang sama pintu kamar terbuka, Kris masuk dan menghampiri Tao.

"Sudah bangun rupanya. Tidurmu pulas sekali jadi aku tidak tega membangunkanmu."

Kris mengatakannya dengan wajah penuh senyuman. Ia duduk di tepi kasur.

"Anak-anak sedang menyaksikan acara kesayangan mereka," tambahnya kemudian.

"Apa yang terjadi denganku? Seingatku, aku berada di kamar mandi dan... " Tao terdiam. Bayangan wajah wanita semalam di dalam cermin melintasi saraf ingatannya. Ia menutup matanya mungkin dengan begitu wajah wanita itu menghilang. Nafas dibuang kasar, kaki ditekuk sejajar dada, ia mencengkram selimut erat.

Sebuah tangan hangat dan besar dari miliknya menyentuh punggung tangan Tao dan menggenggamnya. Tao menengadahkan kepalanya. Iris coklat madu Kris dan hitam miliknya bertemu pandang.

"Sayang, semalam kamu pingsan dikamar mandi. Apa yang terjadi padamu?" Suara berat Kris bertanya khawatir.

Jadi semalam itu benar? Aku melihat... hantu?

Tao melompat dan memeluk tubuh Kris, kedua lengannya mengitari leher Kris, wajahnya bersembuyi diantaranya. Bahu rapuhnya bergetar dan sebuah isakan lolos.

"Aku takut," lirihnya pilu.

Kris bisa merasakan baju dipundaknya basah.

"Sst, tenanglah. Aku disini tidak ada yang bisa menyakitimu," Kris mengusap punggung Tao menenangkannya.

Pegangan Tao semakin erat.

"Ta-Tapi dia mungkin bisa menyakitiku. Dia berbeda," Tao terisak. Suaranya terbenam didalam pundak Kris.

"Tao, hey... sayang,"

Kris menarik Tao agar berhadapan muka dengannya, awalnya agak susah karena Tao tidak mau melempaskan pegangannya namun sedikit paksaan akhirnya Tao melepaskan.

"Lihat aku! Tidak ada yang akan menyakitimu, siapapun itu selama ada aku disisimu. Aku akan melindungimu dan anak-anak dari apapun yang membahayakan nyawa kalian. Kamu mengerti?"

Pipi Tao berlinang air mata. Ia menatap Kris pilu. "Tapi-"

Telunjuk Kris menyentuh bibir Tao, meminta untuk tidak berkata. "Mengerti?"

Berat hati kepalanya bergerak mengangguk. Ciuman Kris tersemat di dahi Tao, sebelum sapuan lembut jemari panjangnya menyapu jejak air mata di pipi sang kekasih. Mereka kembali berpelukan hangat.

...

Siang itu selepas makan siang Kris dan Zhuyi pergi ke gudang yang berada di belakang, terpisah dari villa. Menurut kabar dari Tuan Kim yang beberapa jam yang lalu kemari, malam ini terjadi pemadaman mati lampu sehingga Kris dan Zhuyi kecil mencoba keberuntungan mendapatkan pelita disana. Pasalnya vila besar itu tidak menyimpan pelita barang satu pun. Sementara Sophia duduk diatas sofa, tengah menonton televisi, menyaksikan kartun terbaru yang disiarkan. Gadis kecil itu tidak melakukan apa-apa karena Tao yang memintanya. Dan Tao sedang sibuk mencari lilin di dapur barangkali terselip diantara gelas-gelas ataupun benda-benda apapun yang bisa menyembunyikannya dari jangkuan mata. Tidak mungkin vila sebesar ini tidak menyediakan lilin, kan?

Tao mendesah pasrah bersamaan tangannya menutup pintu laci counter yang terakhir. Tidak ada satupun lilin yang ia temukan disana. Ia menggerutu kesal.

Kaki kanannya menghentak lantai. Jari-jari tangannya mengetuk meja counter dapur, memikirkan cara menemukan lilin, lebih tepatnya mengingat tempat mana saja yang belum datangi. Netranya mengedar ke seluruh ruangan sampai berhenti di lorong dekat tangga. Lorong itu adalah lorong yang sama yang ada di dalam mimpinya. Bedanya lorong dalam mimpinya temaram tidak segelap di hadapan matanya.

Tao meringis dalam hati.

Jangan katakan jika lilinnya disimpan di salah satu bilik dalam lorong itu?

Menggeleng keras, menampik kemungkinan bahwa lilin-lilin yang ia cari disana. Sekeras mungkin mencoba menghindar, pikiran akan kemungkinan itu kembali singgah bahkan merekat seperti lem, tidak terlepas.

Tidak. Jerit Tao dalam hati. "Aku tidak mau pergi kesana." Putusnya tegas. Ia menghindari kontak mata dengan lorong itu. Tindak tanduknya mendapat perhatian dari Sophia. Gadis mungil itu menatap Tao dengan pandangan bertanya-tanya.

Tao tersenyum membalas. Senyum kaku yang diharapkan tidak membuat si kecil bingung.

"Mommy baik-baik saja. Lanjutkan nontonnya."

Sophia menurut.

Hembusan napas kelegaan lolos dari mulut dan hidungnya, ia berterima kasih karena Sophia tidak bertanya lebih jauh. Tao kembali ke dalam pikirannya sendiri. Perasaan gundah dan gelisah berkecamuk dalam hatinya.

"Mungkin Yifan bisa membantuku," Cepat-cepat merogoh saku celananya. Belum sempat dikeluarkan, tangan itu tertarik balik dalam keadaan kosong. "Tapi dia sedang mencari pelita bersama Zhuyi. Aku akan mengganggunya. Tapi bagaimana denganku?" Arah pandangannya kembali tertuju pada lorong gelap dekat tangga. Perasaannya gelisah. "Apa aku harus masuk sendirian kesana?"

Saliva tertelan paksa. Tao bergidik ngeri. Dirinya menimang-nimang untuk memasuki ruang tergelap dari vila itu atau tidak, dan sebuah keputusan telah diambil. Ia akan memasuki lorong tersebut, menentang rasa takut dalam dirinya. Entah datang darimananya itu, Tao tidak terlalu memikirkannya, saat ini yang ia pikirkan ialah pergi mengambil lilin dan keluar. Ya, demi lilin dan keluarga kecilnya yang tidak harus tidur dalam keadaan gelap.

Sebelum pergi, Tao sudah menyiapkan snack dan minuman untuk si kembar diatas meja kaca ruang nonton, sehingga Sophia yang tengah asik dalam dunianya tidak perlu mendekati dapur yang dianggapnya berbahaya.

"Mommy tidak akan lama. Jika terjadi sesuatu atau membutuhkan sesuatu teriak saja, Mommy akan datang. Jangan pergi kemanapun dan tetap disini. Snack, minuman, ipad, dan ponsel, Mommy letakan diatas meja." Pesan yang Tao sampaikan sebelum pergi. Ada nada kelewat khawatir tersimpan di dalam. Ia juga menyiapkan alat-alat eletronik untuk berjaga-jaga. Ciuman di dahi si kecil adalah bonus.

Sophia mengangguk paham dan mengecup pipi ibunya. Tao beranjak dari hadapan Sophia.

Lelaki manis itu baru saja melewati dapur dan pada saat akan melampaui batasan ruang tengah dan lorong, kakinya mendadak berhenti. Sebuah tarikan nafas bergetar keluar dari belah bibir dan hidungnya. Setelah memantapkan hati, kakinya melangkah hati-hati. Ia sudah melewati batasan untuk lorong itu.

Keadaan lorong sangat gelap meskipun hari masih terang. Tidak ada bantuan semacam lampu maupun pelita dan lilin sebagai sumber cahaya, bahkan sekedar cahaya dari matahari. Bau pengap dari debu yang tebal menjamah penciuman Tao, sapu tangan yang ia siapkan melegakkan hati karena ia bisa terhindar dari sesak nafas dari debu-debu tak terlihat itu. Sepertinya lorong itu tidak pernah dibersihkan. Kakinya berhati-hati melangkah agar tidak salah menginjak sesuatu seperti... tikur mungkin.

Dalam benaknya, Tao bertanya-tanya mengapa hanya lorong gelap ini yang tidak di bersihkan sementara ruangan lain di bersihkan dengan sangat baik. Dari jawaban yang ia asumsikan tidak ada satupun yang membantu dalam kasus ini. Tersamar dalam tanda tanya besar.

Srek

Tao mendengar suara ganjil, seperti kain yang bergesekan dengan lantai. Jantung mulai berdebar kencang. Dan... suara itu terdengar dari arah belakang. Spontan Tao berputar. Pandangannya mengedar meski dalam gelap.

Tidak ada siapa-siapa.

Hanya cahaya terang dari arah ruang tamu dan dapur. Jika dilihat-lihat, Tao seakan-akan tertelan dalam kegelapan kontras dengan apa yang terjadi di luar.

Tao menelan ludah. Ia mencoba menenangkan debaran jantungnya. Nihil, debaran itu tidak berdetak lambat melainkan makin cepat. Kaki-kaki panjangnya mulai bergetar lemas. Ketakutan menyelimutinya.

Sebelah tangannya yang bebas ingin meraih ponsel di dalam saku dan menelfon suaminya, tapi instingnya mengatakan dia harus mengambil lilin lebih dulu. Jadi Tao tetap berjalan. Baru saja maju dua langkah, telinga Tao kembali mendengar suara yang sama.

Srek. Srek.

Kali ini suara itu lebih jelas. Seolah sangat dekat.

Tao mengeratkan kepalan tangan disisi tubuhnya. Ini baru setengah jalan.

Mungkin hanya tikus

Kata-kata penenang itu bertentangan dengan apa yang ia rasakan. Wajah wanita semalam terbayang jelas. Lekas ditepisnya.

Angin lembut meniup tengkuk dan punggungnya, rasa dingin menyapa, bulu kuduk berdiri. Tangan Tao yang bebas bergerak naik, menggosok-gosok tengkuknya.

Tubuh gemetar. Memberanikan diri diantara ketakutan, Tao menolehkan kepalanya perhahan kebelakang. Pelan seperti adegan slow motion dan saat kepalanya berputar sepenuhnya kebelakang—

"HYAAAAAAAAAAAAAA," Histeris ketakutan menggema. Seseorang... wanita yang sama seperti semalam berdiri di hadapannya. Wajah putih pucatnya nampak jelas dalam kegelapan. Bau amis mengudara.

Entah kekuatan darimana kaki Tao bergerak dan berlari meninggalkan lorong itu. Ia berlari dan tanpa sadar menabrak sesuatu yang agak keras... seseorang. Bau parfum yang familiar.

"Sayang?" Kris memasang wajah khawatir.

"Mommy?" Dua buah suara yang amat halus memanggil sama khawatirnya.

Wajah Tao pucat pasi. Lidahnya keluh dan terasa berat bahkan untuk memanggil nama Kris. Pandangannya buram dan kemudian pingsan dalam pelukan suaminya.

.

.

.

.

~To Be Continue~

.

.

.

.

A/N:: Apa ini? *dor*

Balik dengan cerita yang tidak pernah saya tulis sebelumnya. Horror. Terinspirasi dari salah satu cerita author disini, Lovara (username-nya)

Semoga readers sekalian tidak bosan dengan cerita ini. Terima kasih atas perhatian yang kalian berikan.