Naruto : Masashi Kishimoto-san

My Secret Admirer : Namikaze Asyifa

Pairing : SasuNaru

Rating : T (Maybe T+)

Genre : Romance, (sedikit) Crime, yang lain tentukan sendiri yaa…

Warning : AU (Alternative Universe), boy x boy, OOC,typo(s), NO EDIT, alur super cepat terutama di chap ini, EYD berantakan, etc

.

Fic ini khusus buat merayakan SasuNaru Days. Selamat bagi mereka berdua yang pada akhirnya tidak bisa bersatu di manga aslinya. Tapi tidak jika mereka berdua di tangan saya… Mereka pasti akan selalu bersama selama-lamanya … bwahahaha #ketawaevil Buat MK meski kecewa tapi saya pribadi berterima kasih karena sudah menghadirkan Menma di manga aslinya. Lumayan kan ada chara yang merupakan perpaduan SasuNaru…..^^

Oh~~ satu lagi Fic ini terinspirasi –atau kalian mau menyebutkan remake juga boleh–tapi alurnya bisa dijamin tidak sama–dari novel yang berjudul "Savior" karya ASHARA…

Oke cukup curcolnya,- semoga tidak mengecewakan

.

PS : Fic ini mengandung unsur BOYS LOVE, jika sudah tidak suka dengan fic YAOI silahkan tekan tombol BACK untuk kembali daripada meninggalkan jejak buruk yang menyinggung perasaan author sendiri dan seluruh fujodanshi. Terimakasih...

.

.

\\HAPPY READING/

.

\\IF YOU DON'T LIKE THIS FICTION, PLEASE DON'T READ IT/

.

.

Chapter 1 : Murid Baru

.

.

Uzumaki Naruto –pemuda tujuh belas tahun yang hidup di Kota Metropolitan Tokyo adalah seorang yatim yang bersekolah di Tokyo High School –sekolah elit yang dihuni oleh anak-anak kolongmerat. Ayahnya –Namikaze Minato telah lama meninggal akibat kecelakaan kerja yang dialaminya. Sedangkan ibunya –Uzumaki Kushina adalah seorang pegawai kantoran biasa yang memiliki gaji rendah tapi cukup untuk menghidupi keduanya, termasuk biaya sekolah Naruto.

Naruto bukanlah orang yang jenius dalam akademi seperti Nara Shikamaru –salah satu teman kelas Naruto yang selalu menduduki peringkat satu di sekolahnya. Bukan juga orang yang memiliki semangat masa muda seperti Rock Lee dan Maito Guy sensei –teman kelas beserta guru olahraga yang selalu menggembor-gemborkan idealisme mereka tentang semangat masa muda. Ia hanya seorang yatim yang sedikit sulit untuk bisa bersosialisasi dengan teman-temannya. Ia hanya sebutir debu di dalam rumah mewah bak istana. Ia hanya sebagai pelengkap. Ia hanya seseorang yang lebih senang bekerja di belakang layar. Dimana tidak ada satu pun yang akan memperhatikannya.

Sudah cukup dengan memiliki tubuh yang lebih kecil di banding teman laki-lakinya, ditambah dengan rupa yang melebihi kemanisan dan kecantikan onna manapun. Jangan salahkan dirinya jika ia memiliki feromon perempuan yang lebih dominan di tubuhnya dari pada feromon laki-laki miliknya. Belum lagi bibir plum merah alami miliknya yang selalu membuat iri kaum hawa baik yang masih muda maupun yang sudah berkepala empat.

Belajar dari pengalaman yang terjadi saat masih duduk di Junior High School, ia lebih memilih menutupi semua kecantikan miliknya. Dari pada ia mendapatkan perlakuan yang buruk –sama seperti saat ia masih di JHS, bukankah lebih baik menutupi semua penyebab yang membuatkan selalu mendapatkan hinaan, cacian, pukulan, dan keisengan lainnya?

Dengan menyandang predikat kutu buku atau istilah lain nerd di sekolahnya, tak juga membuatnya bisa menyaingi Shikamaru. Entah kenapa ia selalu mejadi yang ke sepuluh –selalu menduduki peringkat ke sepuluh di sekolahnya. Itu pun dilakukan tidak dengan cara yang mudah. Pemuda blonde itu harus belajar sangat giat agar bisa menduduki peringkat itu.

Ia berusaha mati-matian untuk menjaga prestasinya –walau tidak gemilang hanya untuk mempertahankan beasiswa yang diterima olehnya. Ia tidak memiliki keahlian apapun. Ia hanya punya satu keahlian yang sangat jarang –mungkin juga tidak pernah ditunjukkan kepada teman-temannya bahkan ibunya sendiri, yaitu menyanyi. Yeah~ siapa sangka pemuda nerd yang mengandalkan beasiswa ternyata juga memiliki suara yang cukup merdu.

Pagi ini, seperti kegiatan rutin setiap harinya. Bangun di pagi hari lalu membantu ibunya memasak, bersiap untuk melanjutkan kegiatan yang selanjutnya yaitu sekolah. Pulang sekolah lalu menuju ke café tempatnya kerja part time. Sekitar jam 7 malam ia baru selesai bekerja dan kemudian baru pulang ke rumah. Mengerjakan tugas rumah ataupun mengulang kembali materi yang telah guru sampaikan, lalu tidur. Terus~ kehidupannya akan terus bergulir seperti itu. Terdengar monoton memang, tapi itu yang disyukuri olehnya –karena itu berarti tidak akan ada masalah yang akan menimpa kehidupannya maupun mengganggu ketenangannya. Cukup hanya seperti itu, pemuda blonde tersebut sudah sangat berterima kasih.

.

"Ittekimasu," ucap Naruto pada ibunya, Kushina.

"Itterashai," sahut Kushina yang masih berkutat dengan piring-piring kotor bekas sarapan tadi bersama sang anak.

Naruto berjalan pelan menuju sekolahnya. Ia tidak perlu terburu-buru karena memang jam masuk masih tiga puluh menitan lagi. Sedangakan waktu tempuh rumahnya menuju sekolahnya sekitar dua belas atau tiga belas menitan. Seperti biasanya, ia akan menundukkan kepalanya ketika berjalan. Bocah blonde itu tidak perlu takut kalau-kalau ia menabrak sesuatu atau pun tertabrak oleh pejalan kaki lainnya karena telinganya cukup memiliki pendengaran yang tajam. Ia menunduk bukan karena tidak ada alasan –matanya, ya alasannya adalah matanya. Iris blue oceannya yang selalu bisa menarik masalah.

"Wah~ Naruto rajin sekali. Pagi-pagi sudah berangkat," sapa seorang wanita berambut hitam yang sedang menyiram tanaman di halaman rumahnya yang kebetulan salah satu tetangga Naruto.

"Ah~~ iya Kurenai-sensei," balas Naruto sambil menjawab sapaan dari wanita yang bernama Kurenai.

"Jangan panggil aku sensei, panggil saja basan. Aku sudah bukan lagi gurumu," koreksi Kurenai yang merupakan salah satu guru Naruto di Elementary School.

"Ha'I basan. Kalau begitu, aku berangkat dulu," ucap Naruto di sertai senyuman manisnya.

Kurenai mengangguk dan membalas senyuman Naruto. "Hati-hati di jalan."

"Ha'i."

"Belajar yang benar."

"Ha'i."

Kurenai terus memperhatikan punggung Naruto yang menjauh. Sampai kemudian hilang di balik tikungan. Ia lalu meneruskan pekerjaannya –merawat tanaman.

.

Tak lama kemudian, Naruto sampai di sekolahnya. Sudah banyak anak didik yang sudah berada di area sekolah. Kebanyakan dari mereka adalah adalah anak-anak pengusaha yang memiliki kantong tebal. Berangkatnya pun harus di antar menggunakan mobil ataupun membawa sepeda motor sendiri. Tak sadikit pula yang justru menggunakan mobil pribadi. Pihak sekolah juga tidak ambil pusing dengan mengendarai apa mereka berangkat.

Bel masuk berbunyi masih sepuluh menit lagi. Namun Naruto sudah duduk dengan tenang di kelasnya. Sebuah buku dengan halaman yang mencapai jumlah dua ratus itu terpampang di depannya. Iris matanya dengan cermat membaca setiap untaian kata yang ada di bukunya. Samar-samar ia mendengar suara ribut dari halaman sekolah yang luasnya tak tanggung-tanggung.

Karena dihantui rasa penasaran, Naruto menatap ke halaman lewat jendela yang kebetulan dekat dengan tempat duduknya. Sekilas ia melihat lima orang yang memiliki perawakan besar dan tinggi, menggunakan jas hitam dan kacamata hitam. Berdiri mengelilingi sebuah mobil mewah yang sepertinya berisikan orang penting. Belum lagi ratusan siswi dan siswa yang turut mengerubungi mobil mewah tersebut.

"Hey… Naruto."

Naruto mengalihkan pandangannya pada seseorang yang memanggilnya. "Ada apa Inuzuka-san?" tanya Naruto sopan pada orang yang dipanggil 'Inuzuka' –Inuzuka Kiba lebih tepatnya.

"Kenapa kau masih di kelas?" tanya Kiba penasaran.

"Memangnya kenapa?" tanya Naruto polos.

"Kau tidak tahu?" Naruto menggeleng beberapa kali. "Seluruh siswa diminta untuk menyambut kedatangan putra pemilik sekolah," jelas Kiba.

Naruto mengangguk paham. Ia menutup buku yang dibacanya setelah memberi tanda bagian mana yang sudah dibacanya dan menyimpan buku yang mungkin bisa membuat orang lain sekarat daripada harus membacanya tersebut di loker meja miliknya."Baiklah~ terima kasih informasinya Inuzuka-san," Naruto tersenyum sebagai ungkapan rasa terima kasihnya.

"Hm," gumam Kiba disusul dengan senyuman kecil miliiknya.

.

"Hei… kalian tahu tidak kalau anak pemilik sekolah itu sangat tampan."

"Benarkah?"

"Hmm," seorang gadis berambut coklat menganggukkan kepalanya tanda setuju. "Kudengar juga begitu."

"Bukankah anak pemilik sekolah menempuh pendidikannya di luar negeri?"

"Aku tidak tahu. Tapi ada kabar yang mengatakan kalau anak pemilik sekolah sedang mencari sesuatu?"

"Apa?"

"Tidak tahu."

.

Naruto mendesah lelah sudah hampir sepuluh menit ia berdiri di lapangan. Menunggu seseorang yang dikabarkan adalah anak pemilik sekolah yang berarti calon pemilik sekolah –kalau sekolah ini diwariskan padanya. Jujur saja, kalau bukan karena perintah pihak sekolah ia mana mungkin berdiri di tengah-tengah lapangan seperti ini. Belum lagi hari semakin siang, yang berarti cuacanya semakin panas. Justru ia sekarang sedang bingung. Kenapa anak pemilik sekolah yang kata salah satu senpainya tampan tidak keluar mobil? Apa karena saking sayangnya sama mobil mewahnya sehingga tidak mau berpisah sama mobil tersebut? Jika iya, lebih baik Naruto pergi sekarang.

Oh~ ayolah, Naruto tidak memiliki body sekekar para bodyguard itu, yang tahan segala cuaca. Ia memiliki fisik yang lemah, yang kapan-kapan bisa ambruk.

"Ishh… sampai kapan dia akan terus berada di dalam mobil?" tanyanya dalam hati.

Sekitar lima menit kemudian, pintu belakang mobil terbuka. Suara bisik-bisik penghuni sekolah terdengar semakin jelas. Naruto yang penasaran dengan rupa sang pembuat kehebohan ini berusaha menerobos puluhan siswi dan siswa yang masih tetap pada posisinya. Ia sangat penasaran sampai-sampai rasa penasaran tersebut mengalahkan statementnya untuk tidak peduli apapun kecuali pelajaran.

"Permisi… aku mau lewat," ucap Naruto yang masih berusaha untuk menerobos. "Permisi… permisi…" Sampai–

BRUK!

Tanpa sengaja tubuh mungil Naruto menabrak punggung seorang pria. "Apa yang kau lakukan nerd?" dan masalahnya adalah pria yang ditabrak olehnya adalah salah satu preman penguasa sekolah –Kimimaro. Kimimaro membalikkan badannya dan memandang tajam Naruto yang hanya menundukkan kepalanya.

"Gomennasai senpai. A-aku tidak sengaja," lirih Naruto ketakutan. Kedua tangannya meremas sisian celana sekolahnya, berusaha menyingkirkan getaran-getaran pada tubuhnya yang ketakutan.

"Tidak sengaja? Ha.. ha.. ha.." Kimimaro tertawa mengejek. Beberapa anak buahnya yang sadar dengan keadaan sekitar pun ikut menertawakan sang kouhai.

Naruto tidak membalas perkataan senpai di depannya. Ia hanya semakin mengeratkan genggamannya atau cengkramannya pada celana miliknya –tidak peduli kalau celana yang ia kenakan akan menjadi kusut. Belum lagi kepalanya yang menunduk membuat surai pirangnya menutupi wajah manis tan miliknya.

"Jawab aku," bentak Kimimaro.

"H-ha'I senpai," sekarang bukan hanya tubuhnya yang bergetar kini suaranya pun terdengan bergetar.

Melihat mangsanya ketakutan membuat Kimimaro dan anak buahnya tertawa puas. "Kau tahu, kau membuat punggungku kesakitan karena kau tabrak tadi," ucapnya berlebihan.

Naruto mendonggakkan kepalanya, membuat iris sapphirenya memandang iris milik Kimimaro, hanya kacamata milik Naruto yang menjadi pembatas keduanya."T-tapi senpai, tabrakan itu tidak terlalu keras," belanya.

"Yang merasakan sakit itu aku. Bukan kau bodoh," hinanya.

"T-tapi-"

"Aku tidak ingin mendengar alasanmu lagi. Sekarang kau harus bertanggung jawab karena membuat punggungku sakit."

"B-bagaiamana caranya?" seandainya bisa, ia ingin segera menghilang dari hadapan Kimimaru dan gengnya.

Melihat mangsanya yang mulai pasrah membuat Kimimaro tersenyum miring. "Well… itu tidak sulit," senyuman miring Kimimaro semakin jelas membuat Naruto bergidik ngeri. "Kau hanya harus menjadi pelayan kami sampai kami lulus. Mengerti!"

"T-tapi-"

SRAK!

"I-ittai.. senpai onegai, lepaskan rambutku," rintih Naruto kesakitan karena Kimimaro menjambak rambut pendeknya.

"Sudah kukatakan bukan kalau aku tidak terima alasan apapun."

"T-tapi-"

SRAK!

"I-ittai hiks senpai lepaskan," isak Naruto akhirnya terdengar membuat Kimimaru cs tersenyum puas.

"Suruh siapa melawan bos kami," ucap seorang anak buah Kimimaru –Sakon.

"Hiks… ittai hiks…"

BUUGHH!

Dan tanpa diduga seorang lelaki tampan berambut raven model pantat ayam memukul wajah Kimimaru. Membuat jambakan Kimimaru pada surai pirang Naruto terlepas. Kimimaru yang merasa terhina karena dipukul di depan mangsanya membuatnya menjadi geram, ia menarik kerah seragam pemuda yang memukulnya.

"Siapa kau? Berani-beraninya memukulku?" bentak Kimimaru marah.

Pemuda tersebut hanya diam, wajahnya datar tanpa ekspresi. Tapi berbeda dengan iris onyxnya yang menatap nyalang Kimimaru. Tangan kekar pemuda tersebut terangkat, melepaskan cengkraman Kimimaru pada kerah seragamnya.

"Kutanya siapa kau berani sekali mengganggu kesenanganku?" bentak Kimimaru. Dirinya mulai hilang kendali, berusaha membalas pukulan yang tadi dilayangkan oleh pemuda tersebut. Tapi beruntung si kembar Sakon dan Ukon –dua orang anak buahnya menahan pergerakan Kimimaru.

"Uchiha Sasuke," jawab pemuda tersebut dengan suara baritone miliknya. Seketika wajah Kimimaru pucat begitu mengetahui nama pemuda yang berani memukulnya.

Naruto mengernyit heran dengan reaksi Kimimaru setelah pemuda yang menolongnya itu menyebutkan namanya. Dan ia baru sadar kalau kini mereka termasuk dirinya sedang manjadi sorotan oleh sebagian besar penghuni sekolah.

'Ada apa ini?' tanyanya dalam hati.

NYUT!

"Ugghh…" Naruto meremas rambutnya, merasakan rasa sakit pada kepalanya akibat jambakan kuat dari Kimimaru tadi.

"Enggh…" pemuda blonde tersebut kini memejamkan matanya erat ketika rasa sakit yang dirasanya semakin menjadi.

SET!

Seketika mata Naruto yang menutup menjadi terbuka –membuka kelopaknya ketika menyadari ada seseorang yang kini justru menggendongnya. Garis-garis merah halus muncul tanpa diminta di bagian pipinya. Well… ia tidak masalah kalau digendong di belakang, tapi ini… 'Memalukan…' ia di gendong di depan –yang kata orang gendongan ala pengantin, istilah kerennya bridal style.

Iris sapphire miliknya mencoba mengenali pemuda yang menggendongnya, tapi sayangnya ia tidak bisa karena sinar matahari membuatnya tidak bisa melihat dengan jelas. Hanya bagian dagunya dan sebagian pipinya yang ia lihat. Putih porselen. Putih? 'Apa pemuda ini Uchiha Sasuke?' tanyanya dalam hati. 'Tapi… mana mungkin pemuda keren seperti dia mau menolongku yang seorang nerd dan miskin,' batinnya membuat hatinya mencelos seketika.

Tak ingin berpikir lebih lama lagi tentang identitas pemuda yang menolongnya, Naruto memilih memejamkan matanya. Mengusap-usap pipinya pada dada pemuda tersebut –mencoba mencari posisi yang nyaman. Dan memang, ia sangat nyaman dalam gendongan sang penolongnya.

"Tidurlah… kau membutuhkan itu," ucap pemuda tersebut.

"Terima kasih… Uchiha-san," lirih Naruto sebelum akhirnya ia jatuh terlelap.

Seandainya Naruto masih sadar, ia pasti bisa melihat senyuman miring pemuda yang dipanggil 'Uchiha-san' olehnya.

'Manis… sangat manis.'

...

#Namikaze_Asyifa#

"Enggh…" erang Naruto. Matanya mengerjap beberapa kali. Putih dan bau obat-obatan, itu yang pertama kali ditangkap oleh indra penglihatannya sekaligus indra penciumannya.

"Aku dimana?" ia mendudukkan dirinya, matanya mengedar ke segala arah. Sampai ia menemukan seorang pemuda berambut raven yang tengah tertidur di salah satu ranjang di UKS. Tepat di samping ranjangnya.

Naruto turun dari ranjang dan melangkahkan kakinya menuju ranjang di sebelahnya yang telah di tempati. Ia tidak bisa melihat dengan jelas siapa pemuda itu, pasalnya tangan kanan pemuda raven tersebut menutupi matanya. Dan kalau ia tidak salah, sepertinya pemuda itu orang yang sama yang tadi menolongnya di lapangan jika melihat bentuk dagunya. Uchiha Sasuke. Naruto belum pernah mendengar nama itu di sekolahnya. Berarti kemungkinan pemuda yang kini terbaring di hadapannya adalah anak dari pemilik sekolah.

Memikirkan hal itu, Naruto jadi senyum-senyum sendiri. Ia tidak tahu mengapa ia melakukan hal sangat jarang dilakukan ketika berada di sekolah. Tapi ia merasa ada sesuatu hal yang membuatnya merasa senang hingga menimbulkan kedutan di kedua ujung bibirnya sehingga memaksanya untuk tersenyum.

Hingga ia tersadar sesuatu, pelajaran. Ohh~ astaga… ia melupakan pelajaran. Kalau ia orang kaya mungkin bukan masalah besar untuknya, tapi masalahanya ia sekolah di sini di THS ini karena mengandalkan beasiswa. Jika ia tidak memperhatikan pelajaran, membolos, atau pun berbuat seenaknya… beasiswanya bisa dicabut, dan itu akan berdampak pada masa depannya. Ia harus focus. Untuk sementara lupakan perasaan yang bisa membuatmu buta –seperti yang dikatakan oleh teman sekelasnya. CINTA.

Dengan modal nekad, Naruto mengguncang tubuh Sasuke, berniat membangunkan sang penolong. Tidak mungkin bukan kalau ia meninggalakn orang yang menolongnya, maaf saja… Naruto bukan orang yang tidak tahu terima kasih. "Emm… Uchiha-san."

Sesungguhnya membangunkan seorang Uchiha itu bukan perkara yang sulit. Pasalnya walau hanya pergerakan kecil yang bukan berasal darinya ia akan dengan mudah terbangun. Well….. ia memang sudah terbangun beberapa detik sebelum Naruto terbangun, –pura-pura tidur lebih tepatnya.

"Hn," jawabnya ambigu.

"Eghh.. ano…," gugup Naruto. Hei… bukan salahnya jika ia gugup ataupun takut jika dipandangin se-intes itu oleh seseorang yang pada dasarnya memiliki tatapan tajam.

"Katakanlah," ucap Sasuke dengan intonasi yang lebih lembut.

"Emm… ano.. aku akan kembali ke kelas. Terima kasih sudah menolongku dua kali, Uchiha-san," Naruto membungkukkan badannya dua kali sebagai rasa terma kasihnya. Mengetahui kalau Uchiha itu irit bicara, ia berniat langsung meninggalkan UKS sekolah yang baru pertama kalinya ia kunjungi. Sampai suara baritone milik Sasuke menghentikan langkahnya.

"Tunggu."

"Ada apa Uchiha-san?" tanya Naruto sambil memandang bingung Sasuke yang kini sudah berdiri di hadapannya.

"Tidak ada apa-apa," jawabnya yang kemudian melangkah meninggalkan Naruto yang terbengong-bengong dengan tingkah aneh Sasuke.

Merasa sang blonde masih diam di tempat, membuat sang raven menghentikan langkahnya. "Kenapa masih diam?"

"Eh?"

"Kelas sudah dimulai beberapa menit. Kau tidak ingin tertinggal pelajaran bukan?"

"Ah… ya," jawab Naruto singkat. Ia mulai mengikuti bungsu Uchiha yang sudah kembali melangkahkan kakinya.

Di sepanjang perjalanan menuju kelasnya, Naruto selalu memandangi punggung lebar sang Uchiha muda dan bahu tegap miliknya. Jujur saja ia iri. Iri karena pemuda yang berada beberapa langkah di depannya itu terlihat er… manly. Sedangkan dirinya… ohh ayolah Kushina saja yang notabene ibunya itu selalu mengatakan kalau dirinya itu manis. Tak jarang pula beberapa teman laki-lakinya saat masih di Junior High School memujinya cantik. Belum lagi fakta kalau beberapa atau mungkin sebagian besar teman perempuannya saat JHS memusuhinya karena rupa elok wajahnya. Dan satu lagi… alasan mengapa ia lebih memilih mengenakan kostum nerd dari pada mengenakan seragam pada umumnya juga karena masalah wajahnya. Terkadang ia dibuat heran… sebenarnya Naruto itu bergender apa?

Larut dalam lamunannya membuat Naruto tidak sadar kalau Sasuke sudah berhenti di depan kelas. Kelas tingkat dua yang dihuni oleh siswa siswi berprestasi, yang salah satu penghuninya adalah Naruto sendiri.

"Eh… Uchiha-san. Kau berada di kelas ini?"

Kini mereka hanya berdiri di depan pintu tanpa berniat membukanya. Mungkin itu bagi Sasuke, karena sebenarnya Naruto sangat ingin cepat-cepat membuka pintu tersebut dan menyelamatkan beasiswanya. Kelas sudah di mulai, ia tahu karena terdengar suara samar-samar milik Orochimarusalah satu sensei di sekolahnya dan merupakan satu-satunya guru yang paling killer.

"Hn."

Sasuke langsung membuka pintu, meninggalkan segala sopan santun. Dan memasuki kelas dengan rasa percaya diri yang tinggi. Tidak memperdulikan raut wajah terkagum-kagum dari para siswi dan raut heran dari para siswa beserta sang guru yang kini tengah menatapnya tajam.

Beda halnya dengan Naruto yang mengekori Sasuke, ia menundukkan kepalanya dalam-dalam di bawah tatapan intimidasi dari sang guru. Ia sudah sangat pasrah dengan apa yang terjadi ke depannya. Mengingat betapa kejamnya Orochimaru, pasti beasiswanya kali ini tidak bisa ia selamatkan.

"Duduklah Naruto," perintah Sasuke tanpa melepas tatapan tajamnya pada sang guru.

"T-tapi-"

"Aku bilang duduk," perintahnya tidak mau dibantah.

"Baiklah," tak ingin menjadi musuh, Naruto lebih baik memilih menjadi anak baik. Ia menundukkan kepalanya sebagai tanda hormat pada Orochimaru sebelum melangkahkan kakinya pada mejanya yang sudah ia huni selama tiga bulan ini.

"Jadi, dimana tempat dudukku… sensei?" tanya Sasuke pada Orochimaru yang masih berdiam diri.

"Perkenalkan dirimu terlebih dahulu anak muda. Kau masih murid baru," sahut Orochimaru pada akhirnya.

"Uchiha Sasuke," Sasuke memperkenalkan dirinya dengan ogah-ogahan. Sebenarnya perkenalan seperti ini sangat tidak perlu mengingat hampir seluruh penghuni sekolah mengenalinya.

"Ada yang ditanyakan?" tanya Orochimaru pada seluruh anak didiknya.

Merasa memiliki kesempatan untuk mendekati sang pewaris Uchiha, hampir seluruh penghuni kelas mengangkat tangannya. Dan pokok dari pertanyaan mereka pun hampir sama seperti tempat tinggal sekarang, nomor handphone, tawaran menjadi teman, status hubungan sampai tipe orang disukai.

"Orang yang bisa menenangkan aku saat marah," jawab Sasuke ketika seorang perempuan berambut merah menanyakan tipe ideal orang yang disukai.

"Oke cukup pertanyaannya, lanjutkan nanti saat jam istirahat. Nah Uchiha kau bisa duduk di belakang Naruto."

"Hn."

Sasuke melangkahkan kakinya menuju meja yang ditunjuk oleh Orochimaru. Ia melayangkan sebuah seringai pada seseorang yang terdiam membeku sejak kedatangannya di sekolah ini.

"Baiklah… kita lanjutkan pelajarannya. Buka buku kalian," perintah Orochimaru yang langsung dipatuhi oleh seluruh siswa termasuk Naruto , Sasuke, dan seseorang yang masih menjadi tatapan tajam Sasuke.

'Nikmatilah hari-harimu sebelum aku melenyapkanmu,'

.

.

.

.

.

T.B.C

.

.

.

.

.

Haii…. Syifa datang dengan fic baru… fic ini di persembahkan untuk SasuNaru days^^ Maaf ya~ kalau pendek,.. chap depan diusahain lebih panjang..

Kritik dan saran masih sangat diperlukan… so, tolong ya~~