This is my second story in FFn. Rasanya benar-benar aneh. Kenapa aku hobi sekali membuat cerita sadis tentang pembunuhan ya? Mungkin sudah karakterku yang membuatku hobi menuliskan sesuatu yang berbau kematian.

FF ini kudedikasikan untuk Shen Mei Leng yang mengharapkan FF GaaIno dengan tema Spionase. Kalau ditanya mengapa aku memilih latar Rusia untuk kisah ini, jawabannya karena masih kebawa aura saat nulis novel dan baca novel Bumi Cinta. Lagipula sudah sejak lama aku ngidam pingin sekolah di Rusia.

Selamat membaca!

Disclaimer: Masashi Kishimoto

Rated: M for gore not for sex

Summary: Kranyy Volk, pembunuh bayaran yang selama beberapa bulan ini terus menghantui Rusia. Apakah Ino mampu membongkar sosok misterius di balik topeng hitamnya?

Malam yang sunyi. Hanya hembusan angin yang berani mengusik ketenangan sang Diana yang tengah merajai bagian bumi utara ini. Kepingan-kepingan awan yang jatuh menghujani kota Saint Petersburg ini membuat pemandangan malam terlihat sempurna dengan warna putih monoton meskipun termometer menunjukkan suhu minus lima terajat celcius di tubuhnya.

Namun tampaknya suhu ekstrem sama sekali tak membuat sang pemuda berjulukan Kranyy Volk atau serigala merah itu mengurungkan niatnya. Dengan mengantongi Mark 23 di balik jas tebal berwana hitam yang melindunginya dari udara dingin, pemuda itu melangkah pasti ke arah sebuah bangunan mewah dengan penjagaan yang sangat ketat.

Jangan tanya dari mana sang pemuda bermata jade itu bisa mendapatkan senjata buatan Amerika-Jerman yang seharusnya hanya dimiliki untuk Pasukan Khusus Amerika. Berterima kasihlah kepada sang sepupu yang memiliki mata serupa dengannya yang telah berbaik hati memberikan pistol dengan kotak peluru dua belas putaran yang dapat dilepas itu kepadanya.

Jaringan gelap yang ditekuni sang gadis bersurai merah muda itu memang sangat mengagumkan.

"Gaara, kau lihat dua penjaga di gerbang itu?" suara seorang gadis terdengar dari headset yang digunakannya. "Mereka adalah orang-orang terbodoh yang bertugas menjaga mansion milik Konan Kornilof. Nama mereka adalah Tobey Sariaidi dan Kakuzu Struve."

Mendengar penjelasan kakaknya membuat Gaara mendengus. "Kita ubah saja rencananya. Tampaknya akan lebih mudah memasuki mansion ini melalui pintu depan."

"Janganberani melakukannya, Sabaku Gaara. Kita masih belum tahu pasti kemampuan beladiri mereka dengan pasti. Lakukan seperti rencana, maka kau akan tetap hidup!"

Mendengar kata-kata kasar dari kakak perempuanya sudah menjadi makanan sehari-harinya, dia tak pernah lagi menganggapnya serius sejak usianya enam tahun. Namun Gaara menurut saja dengan kata-kata sang kakak. Bagaimanapun juga dia tak mau menerima sebuah jitakan dari kakaknya menggunakan kipas cendana raksasa yang dipajang gadis itu sebagai hiasan kamarnya.

Meskipun begitu, pemuda pemilik kantung mata yang menyerupai bulu panda itu mengagumi bagaimana cara kakaknya menyembunyikan sifat aslinya sehingga dapat memanipulasi masyarakat dan membuat mereka memujanya sebagai salah seorang model terkemuka.

Satu hal lagi yang sampai saat ini masih merupakan misteri baginya. Tak ada satu orangpun yang tahu bagaimana cara wanita pirang itu berhasil menaklukkan hati seorang jenius bidang komputer yang kini menjabat menjadi seorang ahli IT dalam organisasi yang mereka bentuk sehingga pemuda itu mau mempersuntingnya.

"Hm," gumam sang pemuda tanpa alis sambil berjalan memutari bagian samping rumah. "Akan kuruti maumu meski menyelinap bukanlah gayaku," dia berkata dengan nada tajam sambil menyelinap di antara sesemakan yang membatasi gerbang kediaman sang konglomerat ternama dengan rimbunnya hutan buatan.

Rumah itu memiliki gaya arsitektur yang cantik. Dominasi warna hitam putih terlihat kental di sana. Rumah raksasa bergaya gothic classic dengan berbagai atribut khas yang biasanya hanya ditemui di gereja-gereja mewah di dataran Eropa menghiasi segala sudut bangunan itu membuatnya terlihat sangat artistik. Tamannyapun dibuat sedemikian rupa sehingga membuat kita merasa seolah kita tak lagi berada di dunia nyata melainkan di wonderland, tempat yang dikunjungi Alice setelah mengejar kelinci aneh yang membawa jam saku.

Tempat yang tak bercela. Namun sayang, ada satu hal yang menjadi titik mati dari bangunan itu.

Hutan buatan yang sengaja dibuat untuk menambak kesan gothic dan misterius rumah tersebut. Suasananya yang gelap dan bayang-bayang pepohonan yang menutupi cahaya bulan hingga tak pernah menyentuh dasarnya menjadikannya tempat yang sempurna untuk seorang pembunuh bayaran bersembunyi.

Tak terkecuali untuknya, sang serigala merah. Sabaku Gaara.

Saat dirinya hendak melompati gerbang berwarna putih dengan ukiran rumit itu, mata jade Gaara menangkap sebuah benda yang tak lagi asing baginya setelah beberapa tahun menggeluti profesi sebagai seorang pembunuh bayaran. Dia berdecak kesal. Ini akan memakan waktunya. Mungkin memang bukan waktu yang lama, namun cukup untuk membuat si rambut merah itu kehilangan targetnya.

"Temari, segaralah mengingkir dari sana. Aku ingin bicara dengan Shikamaru!" dengan sadisnya Gaara memerintah kakak perempuannya yang sekarang sedang merajai sistem komputeralisasi canggih yang dikembangkan oleh sang suami.

"Jangan bentak aku, bodoh! Suara keras tak baik untuk kesehatan janinku!" gadis di sebrang sana balas berteriak. "Shika! Gaara memanggilmu!"

Gaara hanya mampu berharap jika putra ataupun putri kakaknya kelak tak mewarisi sikap emosional wanita itu. Dia lebih senang memiliki keponakan dengan porsi tidur menyamai koala daripada keponakan yang membuat degradasi telinganya berjalan dua kali lebih cepat.

"Hoahm, ada apa, adik ipar? Apa ada yang tidak beres?" tanya seorang pemuda dengan suara mengantuk.

Gaara menebak pria itu baru saja menjalani sesi rehat di tengah pekerjaannya sebelum mendapatkan teriakan melengking dari sang istri. "Sensor gerak. Tampaknya baru dipasang hari ini," dengan singkat Gaara menjelaskan maksudnya.

"Hm, tampaknya sang tuan rumah sudah menyadari kedatangan kita. Orang yang tidak ramah," gumam sang pria bernama Shikamaru Nara. "Tenang saja. Aku akan segera mengatasinya." Beberapa menit berlalu dalam keheningan. Sepertinya sang pria koala itu sedang berusaha menjebol pertahan komputer sang pemilik rumah untuk mengakses sistem keamanan rumah dan mematikan segala sesuatu yang dapat merugikan adik iparnya sendiri. "Sudah selesai. Aneh sekali, kupikir akan ada sedikit tantangan untuk menjebol sistem komputer mereka. Namun ini benar-benar mengecewakan."

"Hm," Gaara bergumam singkat.

"Aku memang tak pernah berharap ucapan terima kasih darimu."

Gaara berjalan mendekati pagar itu masih dengan mengendap-endap. Dilihatnya sensor gerak itu sudah mati bersama bersamaan dengan aliran listrik dan beberapa kamera pengawas yang terpasang.

Sebuah senyum puas yang dapat membuat para wanita pingsan saat melihatnya terukir sempurna di wajah Gaara. Meskipun tak pernah mengatakannya secara langsung, dia mengakui jika Shikamaru Nara adalah koala paling jenius yang pernah ditemuinya.

Ternyata pilihannya untuk mendukung pernikahan sang kakak memang bukan merupakan suatu kesalahan.

Dengan sekali hentakan, dia melompati pagar dengan tinggi dua meter itu. Setelah masuk ke dalam taman milik sang korban, dia dengan tenang berjalan menyusuri jalan setapak dengan model geometris yang membentang di antara taman-taman bunga mawar putih.

Dia tak perlu takut jika salah satu dari penjaga yang sedang berpatroli mendapatinya di sana. Sebuah pukulan keras di rahang adalah hadiah yang akan diberikannya pada orang 'beruntung' itu. Cukup membuat orang itu mati saat itu juga tanpa merasakan sakit yang terlalu menyiksa.

Lorong-lorong panjang dengan gaya pointed arch dan pilar-pilar bergaya clustered columns ditelusurinya dengan langkah pasti. Tak ada satupun penjaga yang melintas di sekitarnya ataupun para petugas yang panik karena sistem keamanan mereka tak lagi berkerja. Ini adalah hal yang ganjil, apalagi jika mengingat betapa ketatnya sang tuan rumah terkenal sangat menjaga ketat aset dan nyawanya.

Dengan curiga dia menilik sedikit pada langit-langit bangunan. Ada beberapa kamera pegawas yang sengaja di sembunyikan di sana. Namun dia yakin kalau Shikamaru telah mengatasi benda itu. Tunggu, bukankah Shikamaru mengatakan kalau sistem pertahanan rumah ini amat mudah dijebol?

Jangan-jangan wanita itu sengaja membuatnya seperti itu.

Tapi untuk apa? Tak mungkin dia tahu bahwa malam ini Kranyy Volk akan datang dan membunuhnya bukan? Atau jangan-jangan ini adalah jebakan?

Namun Gaara tak sempat memikirkannya terlalu lama. Dia mulai masuk ke dalam bagian utama gedung. Seluruh lampu di sana telah dipadamkan. Sepertinya sengaja. Gaara mengerang kesal. Jikapun ini adalah sebuah jebakan, maka akan dia hadapi. Toh, hidupnya memang selalu berisi dengan hal-hal ekstrem.

Dilihatnya sang target yang memiliki surai biru gelap sedang berlutut di tengah aula utama. Dia mengenakan gaun klasik yang umum dikenakan pada zaman victorian berwarna biru gelap dengan aksen hitam. Baju yang tepat untuk menyongsong kematian di depan mata. Netranya yang berwarna orange tak wajar tepejam. Dan tangannya tergenggam di hadapan wajahnya. Tampaknya wanita yang menjadi targetnya itu tengah berdoa. Memohon pada Tuhan untuk tak memasukkannya ke neraka mungkin.

"Mengapa kau tak masuk, Gosphodin(tuan) Kranyy Volk. Kau pikir aku tak tahu akan kedatanganmu malam ini?" tanyanya masih dengan mata terpejam.

Gaara memasuki ruangan itu setelah menutup surai merahnya dengan jubah berpoconya dan mengenakan topeng hitam yang selama ini menutupi identitasnya yang sesungguhnya. Diamatinya ruangan yang seolah merupakan gabungan dari beberapa gereja terkenal di Eropa. Nuansa gothic terlihat jauh lebih hidup di ruang ini dengan adanya clear storey yang menghiasi jendela-jendela ruangan dan rose window tepat di atas kepala wanita itu.

"Aku tak sebodoh itu, Gosphodin Kranyy Volk. Aku tahu dia telah memintamu untuk membunuhku bukan?" tanya wanita itu dingin. Setelah jawaban yang ditunggunya tak kunjung tiba, wanita itu kembali melanjutkan, "Tenang saja. Aku tak akan mengelak dari takdir kematianku. Seperti yang telah kau lihat. Aku sengaja melonggarkan sistem pertahanan rumahku dan hanya memasang dua orang penjaga tak berguna di luar sana. Sebenarnya aku ingin meliburkan seluruh penjagaku sekaligus, namun pasti ada di antara mereka yang curiga dan memutuskan untuk berjaga tanpa sepengetahuanku."

Sang pembunuh mengamati wanita di hadapannya. Wanita itu cerdas, buktinya dia dapat memprediksi kedatangan Gaara dan bahkan membuatkan sebuah penyambutan untuknya. Namun yang paling mencolok dari sosok wanita itu adalah ketegarannya.

Tak banyak orang yang bisa bersikap seberani itu menghadapi kematiannya, apalagi seorang wanita. Untuk hal ini, Gaara memberinya sebuah apresiasi khusus.

"Sejak kecil aku bercita-cita untuk menikah di rumahku sendiri. Bukan di gereja ataupun tempat lain yang bisa digunakan sebagai tempat prosesi pernikahan. Oleh karena itu setelah selesai kuliah di jurusan arsitektur, aku memutuskan untuk membangun rumah yang cocok untuk pernikahanku kelak. Namun suami pertamaku menolaknya. Dia memutuskan untuk menikah di sebuah gereja. " wanita itu kembali berkata dengan wajah yang amat sedih. Dia membuka matanya dan menatap patung Bunda Maria yang diletakkan di ujung ruangan. "Setelah dia meninggal, kini aku memiliki seorang tunangan yang kuharapkan dapat mewujudkan impianku. Namun tampaknya aku tak akan pernah menjalankan pernikahan idamanku itu. Tak akan pernah lagi."

Diterangi cahaya rembulan yang menerobos rose window, wanita itu tampak diselimuti oleh ribuan warna-warna suram yang seolah mengingatkannya akan kepedihan hidup. Kaleidoskop indah yang tercipta di siang hari kini berubah menjadi warna-warna kematian yang menggetarkan jiwa akibat malam yang suram.

Konan Kornilof menghela nafas panjang. "Aku benar-benar menyesal telah jatuh cinta padanya. Aku benar-benar menyesal telah menutup batinku akan sisi gelapnya. Dan yang paling aku sesali adalah, ketidakbisaanku untuk menolak apapun keinginannya. Termasuk kematianku," bisik wanita itu lelah. Setetes air mata jatuh di pelupuk matanya. "Orang yang memintamu untuk membunuhku adalah dia bukan?! Tunanganku sendiri! Pein Kotelnikov!"

Gaara masih tetap membisu. Dia tak boleh bicara meski dia menginginkannya. Siapa tahu di ruang ini telah dipasangi alat penyadap. Hanya dengan sepatah kata yang keluar dari bibirnya, polisi akan langsung dapat mengetahui siapakah Kranyy Volk sebenarnya.

"Kranyy Volk, bunuhlah aku secepatnya. Bebaskan aku dari jerat duri Pein. Tembaklah aku tepat di jantung agar sang maut dapat menjemputku dalam ketenangan," pinta wanita itu sambil bangkit berdiri dan menghadapa Gaara dengan pandangan memohon. "Bunuh aku!"

'Ternyata lebih mudah dari yang kubayangkan,' pikir Gaara sambil mengambil Mark 23 yang ada di balik jubahnya. Dengan sebuah senyum sadis yang tersembunyi di dalam topengnya, dia mengarahkan moncong senjatanya tepat ke dada kiri sang wanita.

'Selamat tinggal, Konan Kornilof!'

BAM!

Pintu utama tempat Gaara masuk langsung terbuka lebar. Di sana berdiri dua orang penjaga yang tadi ada di luar bersama tiga orang penjaga lain yang sebelumnya tak dilihat Gaara.

"Gosphoza Kornilof!" teriak mereka panik melihat sang Nyonya telah terbaring di tengah ruangan dengan nafas yang tersenggal-sengal menghadapi kematian. Tampaknya Gaara sedikit meleset karena terkejut oleh kedatangan mereka tadi.

"Gaara! Keadaan darurat! Tampaknya ada beberapa penjaga lain yang meski sudah diliburkan oleh Konan Kornilof datang karena merasakan keanehan wanita itu!" suara Shikamaru terdengar dari dalam heatset.

Andai saja Gaara bisa menjawab, maka dia akan berkata. 'Sudah terlambat, Koala! Aku sudah melihatnya!'

"Arahkan kamera pengawas pada wajah mereka. Aku akan mengidentifikasi siapa saja kah mereka."

Sang pemilik mata panda itu hanya bisa menuruti perintah dari sang kakak ipar. Diarahkannya sebuah bros kecil bergambar mawar merah yang disematkannya di kerah jas yang ia kenakan ke arah para penjaga tersebut.

Ya, di dalam benda itulah tersembunyi sebuah kamera pengawas dan penyadap suara dengan ukuran mini yang langsung tersambung ke komputer Shikamaru. Dengan itulah dia dapat memantau segala pergerakan Gaara.

Gaara sendiri telah mengetahui seberapa berbahayanya tidak mengenal sosok atau kemampuan sang lawan. Andai saja mereka memiliki kemampuan khusus yang tak dapat diatasinya. Dia sendiri tak mau mengambil resiko terluka atau tertangkap karena melawan dengan membabi buta.

"Cukup berbahaya tampaknya. Mereka adalah Hidan Langsdorf, Zetsu Zander dan Sasori Akasuna. Tiga orang paling berbakat di jajaran penjangan Konan Kornilof yang bisa dikatakan sangat luar biasa. Bahkan salah satunya adalah keluargamu juga."

Andai saja ia boleh bicara, saat itu juga ia pasti akan berkata dengan nada sinis, 'Jadi aku harus bagaimana? Tak mungkin aku diam saja membiarkan diriku diringkus oleh orang-orang itu kan?'

Seakan tahu apa yang dipikirkan Gaara, Shikamaru kembali berkata. "Kau tak perlu khawatir. Aku telah mengirim kakak laki-laki tercintamu ke sana. Jika tak ada masalah maka dia akan datang beberapa saat lagi."

Kankuro.

Semoga saja si maniak boneka itu tak terlambat. Tak tahukah dia bahwa nyawa adik bungsunya sedang berada di ujung tanduk.

"Kau! Apa yang kau lakukan pada Gosphoza!" teriak Sasori sambil mengarahkan SIGP 250-nya ke arah Gaara.

"Ja…jangan, Sa..sasori…" Konan berkata lirih dengan sisa-sisa tenaganya. "I…ini keingi…nanku…"

Sasori menatapnya tajam, masih dengan tangan yang bersiap menarik pelatuk, dia berkata. "Kranyy Volk, aku tak akan membiarkanmu lolos untuk saat ini!"

Gaara tetap berdiri tenang dengan masih membawa Mark 23-nya di tangan kanan. Ironi baginya, bahwa sang sepupunyalah sendiri yang berniat membunuhnya. Dia ingin menggerutu. Dia tahu Kankuro memang bukan tipe kakak yang mencintai adiknya. Namun apakah orang itu tega datang terlambat dan membuat adik bungsunya mati konyol di tangan kakak sepupu mereka? Apa dia sebegitu pecundangnya hingga menggunakan cara ini untuk menyingkirkan Gaara?

BEP!BEP!BEP!BEP!BEP!BEP!

Sebuah suara yang amat keras langsung membombardir indra pendengaran mereka. Gaara tersenyum puas. Tampaknya sang kakak laki-lakinya memang tak terlalu pecundang. Gaara menoleh ke atas. Dari balik Rose Window, Gaara melihat sebuah bayangan hitam raksasa mengudara di sekitar beberapa meter di atas gedung ini.

'Selamat tinggal.' Kata Gaara dalam hati.

DUAAAAAR!

"ADA APA INI?!"

Di sekelilingnya serpihan-serpihan kaca patri dengan berbagai warna menghujaninya. Helicopter hitam milik pribadi yang dibelinya dari pasar gelap tampak mengudara di langit malam dengan sebuah tangga tali terjulur hingga ke dekatnya.

Sebelum meraih tangga itu dan kabur dari rumah sang target, Gaara menyempatkan diri untuk berlutut di samping wanita cantik itu dan berbisik kecil. "Bye…"

Seorang wanita tangguh memang pantas mendapatkan penghargaan sebelum tangan-tangan Hades meraihnya. Dan menjadi orang pertama yang mendengar suara pembunuh bayaran kelas kakap seperti Kranyy Volk adalah suatu kebanggan tersendiri.

Konan tersenyum kecil mendengar sepatah kata yang diucapkan Gaara. Dia memejamkan matanya dengan tenang. Saat itulah nafasnya terhenti.

Konan Kornilof, seorang gadis anggun dan tegar yang merupakan wanita terkaya nomor tiga di Rusia setelah kematian suami pertamanya yang memiliki usia terpaut jauh, Orochimaru Kornilof. Wanita tegas dengan hati seputih kapas, mati di tangan Kranyy Volk atas nama sang kekasihnya sendiri.

'Semoga setelah ini dia dapat menemukan kekasih yang baik di alam sana. Bukan seorang suami tua bongkotan yang menjijikkan. Yang menikahinya karena hawa nafsu. Dan bukan pula seorang kekasih yang haus akan harta kekayaannya sehingga tega membunuhnya. Semoga dia bahagia di surga.' Pikir Gaara sambil meraih tangga tali itu dan mendakinya sementara helicopter menambah ketinggiannya meninggalkan para penjaga yang masih memaki mereka di bawah sana.

Setelah masuk ke dalam helicopter, Gaara mendapati seorang pemuda yang mengenakan jubah merah darah dan topeng putih yang sama dengan topengnya sedang mengemudikan helicopter itu.

"Merasa kasihan pada targetmu, heh?" ejek pemuda itu sinis saat Gaara melepas jubah dan topengnya.

"Dia wanita yang baik. Dia pantas mendapatkan pria baik yang mencintainya juga. Apa aku salah jika berfikir seperti itu?" balas Gaara sambil merebahkan pantatnya di kursi helicopter.

Kankuro melepaskan topengnya dan melemparnya ke belakang. "Well, tak biasanya kau bersikap sensitif seperti ini. Jangan-jangan kau sedang jatuh cinta ya?" goda sang kakak.

"Kurasa aku akan lebih senang jika Temari yang melakukan ini seperti dulu. Menghabiskan waktu bersamamu dapat membuatku gila!" dengus Gaara sambil memejamkan matanya. "Aku yang telah membunuh hatiku untuk melakukan pekerjaan ini, tak bisa lagi merasakan perasaan sensitive semacam cinta?"

Kankuro menoleh pada sang adik bungsu dan mengerutkan alisnya tak mengerti. "Menurutku hatimu belum sepenuhnya mati, Gaara. Buktinya kau masih memiliki simpati untuk wanita itu."

…*…

"Un. Lagi-lagi Kranyy Volk beraksi, un," gumam seorang pemuda bersurai pirang dengan poni menutupi sebelah matanya. "Tampaknya polisi tak akan bisa mengatasinya jika harus bergerak sendiri. Apa ini sudah saatnya untuk memanggil para intelegent, un?"

Pemuda bersurai merah dengan wajah kekanak-kanakan. "Kau MEMANG harus memanggil mereka, Deidara. Aku sudah lelah kau jadikan mata-mata ilegalmu!"

"Jangan marah dong, Sasori," kata si pirang sambil tertawa kecil. "Aku akan membahasnya besok dengan mereka. Dan kurasa aku sudah mendapatkan calon sempurna untuk memata-matai sang Kranyy Volk, un."

"Jangan-jangan… kau akan memakai dia?" tanya Sasori dengan raut wajah serius.

Deidara terkekeh melihat reaksi sang sahabat yang memiliki kemampuan beladiri di atas rata-rata itu. "Tak perlu sepanik itu, un. Sudah seharusnya dia mengembangkan bakatnya lebih jauh lagi kan? Dan kurasa kasus ini adalah bahan pembelajaran yang sangat baik untuknya."

"Kau tega sekali, Deidara. Bagaimanapun dia adalah adikmu sendiri! Apalagi dia adalah seorang perempuan level atas yang selama ini hanya menerima tugas sebagai mata-mata untuk kasus-kasus white colar chrime! Bukankah kau tahu dia tak menyukai hal-hal yang berbau barbar dan kekerasan!"

"Dia harus mulai belajar jika intelegent tak hanya bergerak di pesta-pesta mewah dan mengorek keterangan dari para petinggi negeri, un."

Sasori hanya menggeleng kesal saja. "Kau sangat keras kepala, Deidara. Jika kau telah memutuskan sesuatu, bahkan aku sendiripun tak dapat membuatmu membatalkannya."

"Kita nikmati saja bagaimana reaksi Ino besok."

Sasori hanya mengangguk saja, mengacuhkan sang sahabat yang sedang mengatur rencana-rencana sadis untuk adiknya tercinta. Di lehernya terkalung sebuah rantai dengan bandul batu rubi yang amat indah. Sayang dia tak menyadari bahwa di dalam kalung dengan liontin rubi pekat pemberian sepupunya itu tersembunyi sebuah kamera pengintai mini dan alat penyadap.

Dan jauh dari tempat itu, seorang pemuda bersurai nanas sedang menyaksikan pembicaraan mereka.

…*…

Temari berdiri di belakang suaminya sambil menonton sebuah layar yang menampilkan sosok sang sepupu sedang bicara dengan salah satu petinggi kepolisian di Moskwa. Sebuah senyum cantik namun mengerikan tersungging di wajahnya saat melihat kakak sepupunya itu sedang membahas sesuatu yang penting.

"Wah, wah, wah. Tampaknya idemu untuk meletakkan Sasori-niisan di dekat petinggi kepolisian memang tak salah, Shikamaru. Kini aku tak meragukan lagi hasil tes psikologi yang menyatakan IQ-mu mencapai digit dua ratus," kata wanita dengan rambut pirang dikucir empat itu puas. "Apa yang sedang mereka bicarakan?"

"Ino."

Temari mengerutkan dahinya tak mengerti. "Ino? Babi? Apa sih, yang sedang kau bicarakan?"

"Ino Ivanovka Sholokov."

"Model peranakan Rusia-Jepang yang sedang naik daun itu? Huh! Kupikir mereka sedang membicarakan hal serius. Tak tahunya mereka hanya membicarakan hal-hal tak penting seperti gadis labil yang baru saja naik daun itu. Mengecewakan!" gerutu wanita itu sambil memeluk leher suaminya mesra.

Shikamaru tetap berkutat dengan komputernya dan mengacuhkan wanita yang telah setahun diperistrinya itu. "Ya, kau benar. Dia hanya seorang gadis labil. Seorang gadis labil yang telah sukses menemukan bukti real untuk memejarakan lebih dari sekitar dua pelas petinggi negeri yang terkait dengan penggelapan uang."

"Oh, intelegent rupanya. SVR kah?" tanya wanita itu di telinga suaminya. "Tak kusangka dia cukup berbakat juga."

"Ya. Dan dialah lawan Gaara berikutnya."

…*…

Yeee! Chap pertama bisa selesai juga. Tapi agak kecewa karena aku nggak boleh buat pembunuhan yang lebih sadis lagi. Jadi akhirnya Cuma BAM! Ditembak doank. Maunya sih, disayat-sayat gimanaaa gitu #PLAK sadisnya kumat.

Mei-san, gimana ceritanya? Mengecewakan ataukah sangat mengecewakan?

Tolong kasih komentarnya ya!

Baiklah, akhir kata aku mau tanya:

1 suara tembakan itu gimana?

2 suara helicopter gimana?

Ok, sekian aja. Makasih sudah mau baca cerita buatanku. Nanti review ya!