Disclaimer: tentu saja punya Yana Toboso, karena saya nggak pernah bisa ngegambar orang #ketahuandeh. Cover fanfic juga bukan punya saya, saya nyolong dari google, as usually XD
Warning: bisa jadi spoiler, apalagi yang belom baca komik ketiga.
.
.
.
"Ah – hari ini kau tampil sangat menawan…"
.
Kicauan burung mencoba memotong suasana
Namun, mereka takkan dapat memotong helaanku
Hela yang berefek kaku pada tubuhku
Tanpa linu tulang atau pegal otot
Merdu musik mencoba mengalihkan pikiran
Namun, ia tidak akan menang melawan perasaanku
Perasaan jujur sekaligus bohong yang melekat
Menjadikanku patung saat cincin menjuntai
.
"… benar kataku. Kau hanyalah si merah yang begitu manis…"
.
Tanpa tahu diri kau ulurkan tanganmu
Meraih tanganku yang masih bergetar
Memutar pergelangan, isyarat tari telah dimulai
Berputar, mendekat, menjauh…
Apakah dansa adalah sindiran hidup?
Di mana dunia selalu berputar,
Mendekatkan hal-hal yang tak lazim,
Lalu menjauhkannya ketika itu semua dapat diterima
Ah – ke manakah kewarasanku yang biasa?
Apakah generasi terus berganti dengan dasar kegilaan?
Umpatanku tertuju pada logika, yang melayang entah ke mana
.
"Hei – kau bukanlah kutu buku yang jelek. Kau adalah pendansa yang cerdas…"
.
Berhenti. Tolong berhenti!
Berhenti membuatku menikmati ketidakwarasanku.
Berhenti membuatku merasa cantik, menawan atau apalah itu
Berhentilah berbicara, tolong rasakan isyarat
Yang selamanya takkan kau mengerti…
.
"Dansa yang sangat menyenangkan. Terima kasih, Adikku…"
.
Cantik – cita-cita konyolku sejak aku mengenal pria,
Dengan mudahnya kau menggeser itu dari presepsiku
Membuatku berdamai dengan merahnya tubuhku
Mengetahui kecantikan yang siap tumbuh di dalamnya,
Bahkan…
Menyadarkanku bahwa kecantikan bisa berarti luka…
Andai rambut merahku ini tercabik,
Make-up sialan ini luntur,
Serta gaun ini penuh dengan sobekan,
Masihkah kau menerbangkanku pada kegilaan,
Hai kau yang diam dalam bawelnya matamu?
(Mata keparat yang begitu rupawan...
Biarkanlah aku menatap erat padanya sekarang,
Karena esok hari, tatapan itu akan beradaptasi dengan hidup barumu)
.
"Oh ya – terima kasih telah hadir untukku dan dia. Dan maaf, aku hampir lupa mengatakannya."
.
(Tangan kananmu yang lembut sekaligus kuat,
Biarkanlah tanganku bertumpu di atasnya.
Atau kalau kau yang mau bertumpu, aku takkan (bisa) melarangmu)
Bumi terus berputar, membawa tanah yang kupijak pada sisi Barat
Matahari yang perlahan menghilang, langit yang makin lama makin gelap
Siluetmu yang semakin lama semakin jauh
Tubuhku yang berbalik, mengerang marah sekaligus bersorak bahagia
Jatuh dalam kursi sofa yang sewarna dengan rambutku...
Merah – warna yang pada akhirnya identik dengan birunya dirimu
.
"Kakak Ipar!"
.
Hai kau, yang tak pernah mengerti bahasa isyarat
(atau mengerti tetapi memilih untuk diam?)
Yang mampu memaksaku untuk terus berpijak di saat bumi telah berputar
Berdiam di sini, menatap siluetmu yang sudah lama lenyap,
Menikmati fatamorgana yang selamanya bukanlah kenyataan,
Karena aku tahu, perasaanku terlalu lekat untuk dilepaskan…
Bahkan sampai ketampananmu bermetafora menjadi abu
Dan tubuhku bermandikan darah
Perasaan itu tetap mengkristal…
.
.
.
Selesai
Author Notes:
Ini repost dari notes akun FB saya. Jadi, mungkin beberapa orang sudah pernah baca ini. Dan entah mengapa, sore menjelang malam ini saya berkeinginan untuk mempost ini di ffn...
Puisi yang terinspirasi dari macam-macam lagu angst yang gelayutan di earphone, akhirnya menjadikan ini tribute untuk couple-yang-sebenernya-saya-suka-tapi-tidak-mungki n-terjadi. Tentu saja ini mengambil sudut pandang Madam Red, disaat pernikahan Vincent dan Rachel, dan Vincent mengajak adik iparnya itu berdansa... cukup lumrah jika disesuaikan dengan timeline, bukan?
Dan, apakah rated K+ tepat untuk fanfic ini? Atau saya harus menaikkan ratingnya ke T? Jujur saja, saya kebingungan menentukan genre dan rating...
Baiklah, sekian saja author notes ini. Makasih yang udah mampir... dan setiap review akan diterima dengan senang hati. ^w^
