daffodil.
disclaimer: detective conan adalah hasil karya gosho aoyama. saya tidak mengambil keuntungan apapun.
warning: at, ooc, typo(s).
summary: [untuk event dmi]. at. sebenarnya kaito sudah memulai hal yang baru, hanya saja untuk masalah perasaan, dia masih belum bisa berubah.
Sudah tak terhitung berapa kali dia menghela napas berat selama perjalanannya menuju taman rumah sakit. Salah satu asistennya dirawat karena terluka tertimpa barang properti; untung bukan properti yang berbahaya. Alhasil, pertunjukan yang seharusnya diadakan hari ini pun diundur menjadi esok hari.
Dirinya sendiri, sebenarnya bukan kesal karena pertunjukan yang sudah dia nantikan lama menjadi hampir batal, tapi lebih karena kejadian itu sendiri. Sudah tujuh tahun dia meninggalkan Jepang demi meniti karir sebagai pesulap profesional di Las Vegas dan ketika kembali dia malah terkena masalah seperti ini—cukup kesal sih.
Sebenarnya hari ini dia bisa langsung pulang atau kembali ke gedung pertunjukannya untuk mengecek kembali properti yang akan dipakai, namun karena alasan yang bahkan dia sendiri pun tak tahu, dia lebih memilih untuk berdiam diri sejenak di taman rumah sakit. Toh tamannya juga bagus dan udara di sana segar.
Terlalu sibuk berpikir, tanpa terasa dia sudah mendapati dirinya berada di tengah-tengah tempat tujuannya. Tak perlu lama mencari tempat duduk, ada satu bangku kosong meski sudah ditempati oleh seorang gadis bermasker di sisi kirinya. Pemuda berusia 25 tahun itu berjalan agak cepat.
"Permisi, boleh saya duduk di sini?" tanya Kaito sopan.
"Ya, silakan," jawab gadis itu tanpa repot-repot mengalihkan pandangannya dari buku catatan kecil di tangannya.
Agak penasaran, dia menatap gadis berambut sebahu tersebut dari ekor matanya. "Mengunjungi seseorang, Nona?" ujarnya basa-basi.
"Ya—uhuk, uhuk," ah jadi ini rupanya alasan gadis itu memakai masker, sedang sakit ternyata, "dia polisi dan kemarin baru saja terlibat kasus yang cukup berbahaya. Perutnya tertembak dan hari ini aku mengosongkan jadwalku untuk menjenguknya."
Kaito menggaruk tengkuknya yang tak gatal, merasa bersalah karena sudah menanyakan hal seperti itu. "Ah begitu, aku turut prihatin. Tapi semoga teman Nona cepat sembuh."
"Hm ya, terima kasih. Kau sendiri, Tuan?" kali ini gadis itu mendongak dan menatap langsung iris biru samudra milik si pemuda.
"Salah satu asistenku terluka karena properti. Jadi aku ke sini menjenguknya."
"'Asisten'?"
"Aku pesulap, omong-omong."
Gadis tersebut menatap pemuda di sampingnya lamat-lamat, dari atas ke bawah lalu ke atas lagi sebelum akhirnya diam-diam tersenyum kecil. "Kau Kuroba Kaito-san, kan? Pesulap Las Vegas yang akhirnya kembali ke negara asalnya?" kata si gadis dengan sedikit nada sarkastis di dalamnya.
Pemuda Kuroba itu tertawa kecil. "Ah ya begitulah. Aku sudah lama ingin ke Jepang untuk berlibur, tapi terkadang susah mencari waktu kosong. Baru sekarang akhirnya aku bisa ke sini. Ya sekalian bekerja sekalian berlibur juga."
"Oh ya, kudengar katanya jadwalnya diundur tiba-tiba. Apa karena hal ini?"
"Hn," seringai tipis muncul di bibirnya. Dia menjentikkan jarinya dan muncul setangkai mawar merah tanpa duri di tangannya. "Untukmu, Nona."
Terdengar tawa geli dari balik masker. Dengan mata yang berkilat, gadis itu mengambil bunga mawar yang diberikan oleh pemuda di sampingnya halus. "Terima kasih. Tapi aku lebih suka bunga daffodil."
"Daffodil? Biasanya perempuan lebih suka mawar."
"Ya aku juga suka mawar, hanya saja daffodil lebih menarik menurutku. Kau pasti tahu arti dari bunga daffodil, kan, Tuan Pesulap?"
Kaito menatap gadis di sampingnya dengan pandangan tertarik. "Awal yang baru, ya, kan?"
"Benar sekali. Itulah kenapa aku menyukainya."
"Apa kau habis diputuskan oleh kekasihmu?" canda pesulap muda itu tiba-tiba, membuat gadis di sampingnya tertawa geli sekali lagi.
"Tidak. Aku bahkan tidak punya kekasih selama aku hidup. Aku hanya menyukai satu orang—dari ketika aku masih remaja sampai sekarang, aku masih menyukainya. Tapi karena suatu hal, hubungan kami memburuk ... dan ... yah—susah untuk kujelaskan," iris mata si gadis yang ternyata sama dengan milik Kaito menatap bunga mawar di tangannya sendu.
"Ah, begitu. Aku mengerti perasaanmu. Hubunganku dengan gadis yang kusukai juga buruk, sangat buruk malah. Tapi ini bukan salahnya sama sekali, semuanya kesalahanku. Dia membenciku karena aku membohonginya."
"Begitukah? Gadis yang kausukai pasti tinggal di Jepang, kan makanya kau pergi ke Las Vegas? Kau lari dari kenyataan?"
Kaito terkesiap mendengarnya. Entah kenapa dari nada bicaranya, gadis itu tampak seperti mengetahui seluruh cerita yang bahkan hanya dia ceritakan kurang dari setengahnya.
"Ya, seperti itu lah."
Dia pikir pembicaraan ini akan selesai, tapi tampaknya orang yang duduk di sampingnya itu benar-benar penasaran. "Kalau kau berbuat salah, kenapa tidak meminta maaf?"
"Aku sudah meminta maaf—berkali-kali tapi tetap tak berhasil. Hubungan kami malah semakin memburuk karena aku dan dia lama-kelamaan saling menjauh satu sama lain. Dan setelah aku lulus SMA, aku mengikuti saran ibuku untuk memulai karir di Las Vegas. Untuk sejenak aku berhasil melupakannya, tapi ketika aku melamun atau sendiri, aku selalu memikirkannya; bagaimana keadaannya? Apa yang dia lakukan sekarang? Dan hal lainnya seperti itu."
"Kau masih mencintainya sampai sekarang?"
Kuroba Kaito menghela napas panjang. Dia menatap udara di hadapannya kosong.
"Masih. Tak peduli sepuluh tahun berlalu pun, aku masih akan tetap mencintainya."
"Kalau ternyata dia tak menyukaimu?"
"Tidak apa-apa."
"Kalau ternyata dia bersama orang lain?"
"Asal dia bahagia, meskipun sulit menerimanya, aku juga akan bahagia. Aku selalu mendoakan kebahagiaannya."
"Kalau ternyata ...," gadis di sampingnya mengambil napas sejenak sebelum melanjutkan, "sebenarnya dia menyesal dengan apa yang terjadi di antara kalian berdua, kau akan bagaimana?"
Ujung bibir sang pemuda tertarik miris. "Kenapa dia harus menyesal? Aku yang bersalah kok. Tapi, untukku sendiri ... dia memaafkanku juga itu sudah lebih dari cukup. Tak perlu jadi temannya lagi juga tak apa-apa, aku tak berani berharap lebih; tidak setelah aku membuatnya menangis dan membenciku."
"Mumpung di Jepang, kenapa tidak sekalian menemuinya saja?"
"Aku tak tahu sekarang dia tinggal di mana, bekerja sebagai apa, dan aku sendiri tak berani untuk mendatangi rumahnya yang dulu. Tapi aku memang pengecut, secara sadar aku juga takut kalau nanti ternyata dia sudah memiliki orang lain; ah tunggu ini kontradiksi sekali dengan yang tadi," dia tertawa pahit, "tapi namanya juga hidup. Tidak mungkin diam di satu tempat, kan? Mungkin saja gadis itu sudah bahagia dengan caranya sendiri."
Kaito melirik gadis itu dalam diam. Dia penasaran kenapa pembicaraan mereka mengalir begitu saja padahal notabenenya mereka adalah orang asing bagi satu sama lain. Dan entah mengapa, dia bisa menceritakan kisah hidupnya begitu saja seperti ini—dia tidak merekam omonganku tadi, kan? Tidak akan disebarluaskan ke media, kan?
Gadis di sampingnya terbatuk kecil sebelum akhirnya berdiri dan menepuk pundak orang di sampingnya. "Aku jadi ingin memberimu bunga daffodil. Kalau dia sudah memulai awal yang baru, seharusnya kau juga, Tuan."
Kuroba Kaito mendengus geli sebelum tersenyum tipis. "Aku sudah memulainya. Menjadi pesulap seperti yang kuinginkan, berkeliling dunia menghibur orang lain, punya penghasilan lebih dari cukup, ibuku sehat; aku sudah bahagia, Nona. Tapi untuk soal perasaan, katakanlah aku orang yang egois, karena aku sama sekali tak bisa dan tak mau mencintai perempuan lain selain dia."
Gadis itu tersenyum simpul—Kaito bisa melihatnya dengan sekali lirik.
"Kalau kau mencintainya, cari dia sampai ketemu. Mungkin kau masih punya kesempatan. Mungkin dia ingin memperbaiki apa yang salah di antara kalian. Dan ah, aku permisi dulu. Kupikir aku harus kembali ke kamar temanku."
Pesulap muda itu tersenyum sopan. "Silakan—dan terima kasih untuk sarannya."
"Besok aku datang ke pertunjukanmu dan membawakanmu bunga daffodil."
Terdengar tawa renyah menggema di udara dari bibir si pemuda. "Baikklah, aku tunggu, Nona. Semoga nanti kau terhibur dengan pertunjukanku ya."
Sekali lagi gadis itu tersenyum sebelum akhirnya berjalan masuk ke dalam gedung rumah sakit, meninggalkan Kaito yang diam-diam berharap bahwa gadis tersebut menepati ucapannya.
Tsuzuku
