Italia's POV

Kemeja putih? Udah. Jas hitam? Udah. Badge merah Hetalia High School? Udah. Celana hitam? So pasti. Lengkap dengan boxer baru. Oke! Gue berlari keluar kamar asrama dan sukses tubrukan dengan Jepang,cowok berkulit putih dan berambut hitam dengan ekspresi polos,teman seasrama gue. "Selamat pagi,Jepang!" Sapa gue ceria. Jepang mengangguk. "Selamat pagi,Italia-san," *peluk* "a-a-a-apa yang kau lakukan?" Gagap Jepang pas gue peluk dia dengan segenap kekuatan.

"Salam selamat pagi,"

Skipskip

"Ve~selamat pagi semua!" Teriak gue ketika memasuki kelas 3-1. "Selamat pagi,Ita!" Balas Indonesia,cewek berkulit coklat dan berambut hitam sepunggung ini temen ribut gue dari kelas satu di sini. Dia sangat ramah,sangat galak,sangat jahat,dan sangat-sangat lainnya. "Heh,ngapain lu sama cewek gue?" Netherlands nyamperin dengan gaya yang nggak nyante dan muka yang minta dicium dengan mesra. Si pirang jabrik satu ini ganteng,nyeremin dan badannya tinggi banget,tipe orang yang sekali liat lo gak bakal mau cari masalah sama dia. FYI,dia cemburuan banget. "Nethere! Jangan gitu dong sama Ita! Ayo minta maaf!" Bentak Nesia galak. Mukanya Netherlands nunjukin kalo dia lebih rela masuk ke kandang singa laper daripada minta maaf,tapi akhirnya sih,dia minta maaf juga. "Hei! Ayo diem! Pak Jerman dateng!" Teriak Amerika,ketua kelas berambut coklat muda dan wakil ketua osis berkacamata terberisik yang pernah gue temui dari seluruh penjuru dunia. Selain gue sendiri tentunya. Tapi masalahnya adalah,gue bukan wakil ketua osis dan ketua kelas. Gue cuma anggota perkumpulan pecinta seni dan anggota osis paling gak penting. Dan ngomong-ngomong,pak Jerman lagi liatin gue. Dan semua orang juga. Ada apa? Apa karena gue lagi pose ala patung pancoran? Itu biasa. Apa karena gue lagi teriak 'pastaaa' karena inget pasta enak yang dibuat si om kantin?( siapa ya namanya? seinget gue namanya Prancis. Ah,siapa tau dia ganti nama semudah ganti celana dalam).Itu mah hobi. "Feliciano,apa fungsi telinga?" Wah,si pak Jerman mulai berkobar. Guru biologi satu ini emang segalak tampangnya. "Eng,buat mendengar,pak!" Jawab gue ceria. "Dan apa fungsi mulut selain berbicara dan perasa?" Waduh. Rada keder. Mikir dulu ye. Biasanya kalo mikir gue ke wc dulu,dan tanda ide ketemu adalah bunyi 'plung!' Tapi berhubung gue nggak bisa time-out ke wc sebentar di saat seperti ini,gue putusin buat jongkok di atas meja. Aha! "Buat ciuman!" Sahut gue bangga. Alhasil,gue ditimpukin sama anak sekelas dan ditendang keluar sama pak Jerman. Hiks. Pas lagi diluar,gue ngeliat Inggris. Dia cowok pirang beralis tebal bermata hijau,dan dia ketua osis. Bah,mau nyapa,dia nengok aja kagak. Dan lewatlah si Cina,cowok berambut coklat panjang yang dikuncir nggak kuda. Walaupun mukanya begitu,dia pinter,lho. Dia ikut klub cinta hewan karena naksir berat sama panda. Oh iya,gue belom kenalan sama si panda. Cina melambaikan tangan ke gue. Ya iyalah,kalo melambaikan kaki kan nggak sopan. Tiba-tiba pintu di sebelah gue terbuka,dan muncullah wajah pak Jerman yang sebenarnya ganteng. Banget. Asal dia nggak cemberut kayak gitu. Tapi,selain hidung, mata, alis, bibir dan pipi, cemberut adalah bagian dari wajah pak Jerman. Jadi gue udah terbiasa. Karena selama tiga tahun ini gue selalu kena dampratan dia. Dia memperlakukan gue seperti gue ini virus berbahaya dan parasit merepotkan."Italia,ke kantor saya," kata pak Jerman tegas dan dia langsung jalan sambil buang muka. Untuk nggak ada tukang sampah,bisa-bisa mukanya ilang. Gue mengikuti langkahnya sampai ke kantor itu. Dan begitu memasukinya,BEH! Biasa aja. Kayak kantor guru biasa. Cuma di belakang mejanya ada senapan yang digantung. Kasihan,ya si senapan. Digantung begitu. Memangnya senapan salah apaaaaa?

"Jadi,ini sudah kesekian kalinya kamu mengacaukan kelas saya," pak Jerman ngomong dengan nada bicara yang bisa membuat para wanita dan bencong copot high heels,angkat rok dan ngibrit ke Afrika Selatan. Mungkin karena itulah,dia tetap single di usia 22. Masih muda kan? "Dan saya peringatkan,jika kamu masih terus menganggu di kelas saya,saya akan melaporkannya pada kepala sekolah."

Wtf! Nehi! Itu kan kakek gue! "Jangan paaaaak! Saya nggak mau kakek Roma kecewa sama sayaaaa!" Gue mengeluarkan jurus puppy eyes gue yang mampu melelehkan salju di antartika. Tapi tetep aja nggak mampu meluluhkan hati guru yang satu ini. "Sekarang cabut rumput di halaman sekolah,dan jangan pulang ke asrama sebelum kamu selesai." Kata pak Jerman kejam,dan dia langsung beresin buku tanpa peduli sama gue yang terhenyak di kursi. Wadezing! Halaman sekolah? Rumput? CABUT? Halaman yang luasnya lebih dari halaman kantor presiden itu? Gue pergi nyabut rumbut dengan setitik air mata mengalir.

Skipskip

akhirnya selesai juga. Gue meregangkan badan dan langsung terdengar bunyi kretek mengerikan. Yah,pokoknya langsung pulang deh. Langit udah mau gelap. Mana mesti jalan lagi ke asrama. Kaki gue berasa jadi bubur kacang ijo. Gue ngambil tas dan berjalan (lebih tepatnya menyeret diri sendiri,) ke gerbang sekolah. Dan kejutan! Pak Jerman dengan motor harley davidson-nya yang berwarna cobalt blue udah menunggu gue. Oh iya, guru kan tinggal di asrama murid cowok. Tapi ngapain dia nungguin gue? "Ayo naik," kata pak Jerman pendek. "Hah?saya?" Gue nunjuk diri gue sendiri,ngirain dia lagi ngomong sama kucing di sebelah gue. Pak Jerman mengangguk,"iya,kamu. Yang tampangnya paling tolol," tuh kan,ngatain gue adalah salah satu hobi terfavorit pak Jerman. Untung gue udah nggak mempan dicerca sama dia. "Bapak nungguin saya?" Kata gue tercengang. Pak Jerman menghela nafas,"iyalah,kalo dibiarin mungkin kamu udah tepar sendirian di sekolah. Ayo cepet naik,apa kamu mau jalan kaki?" Gue menggeleng. "Nggak,nggak!" Dan langsung naik ke belakang pak Jerman. Selama beberapa saat gue ngerasa risih sendiri dan agak mundur. Tapi pak Jerman bilang,"pegangan yang kuat," bikin gue mesti maju lagi dan meluk pak Jerman. Hangat. Gue nengok ke pak Jerman yang lagi nengok ke gue. Waw,mata kita bertemu. Gue senyum lebar seperti biasa dan gue yakin dia juga senyum. Setelah sampai di gerbang asrama,dia markir motor dengan selamat. "Makasih,pak!" Kata gue ke pak Jerman yang lagi ngelepas helm. Pak Jerman naruh helm itu di motornya dan nepuk kepala gue. Sekaligus ngacak-ngacak rambut gue. Dengan sayang.

What the pasta!

"Sama-sama," pak Jerman ngomong dengan nada gay yang bikin gue geli luar-dalem dan lari ke kamar. Sampai di kamar,gue langsung ambruk di tempat tidur. Oh,tidak. Jangan bayangin gue nangis dengan lebay dan ber galau-ria karena gue baru aja ditaksir sama guru killer. Gue ambruk dan tepar. Gue bisa mikirin pak Jerman besok. Selamat tidur!