Hallo semuanya. (^ , ^)/
Saya Author baru. Nama saya MC Shirayuki. Baru pertama kali buat cerita kaya gini.
Karena ini fic pertama saya, jadi mohon dimaklumkan ya apabila banyak kesalahan dalam fic ini
Oh ya, ngomong – ngomong waktu saya buat cerita ini asli pake tokoh yang saya buat. Tapi karena saya mau update di fan fiction, saya cuma ngubah tokoh – tokohnya dan ciri - cirinya. Jadi, kalau sifat tokohnya beda dari aslinya atau marganya beda dan diubah dimaklumkan ya. (- . –")
Fandom :
Vocaloid
Author :
MC Shirayuki
Genre :
Romance / Hurt / Comfort
Rating :
T
Pairing :
Kagamine Len and Hatsune Miku
Warning :
AU, Typo, OOC, Gaje
DON'T LIKE ? DON'T READ !
Kagamine Len : 7 tahun
Kagamine Rinto : 15 tahun
Kagamine Lenka : 37 tahun
Haku : 15 tahun
Chapter 1 : The Shadow
Pada suatu malam yang sunyi. Tanpa disadari ada beberapa orang yang mempunyai niat buruk untuk mencelakakan anak bungsu dari 2 bersaudara yang berasal dari keluarga bangsawan Kagamine, yang diketahui namanya Kagamine Len. Mereka diperintahkan seseorang untuk membunuh anak itu. Orang dibalik layar itu ternyata ingin melenyapkan anggota keluarga Kagamine.
Rencana mereka pun dimulai, Len yang saat itu tidak bisa tidur, mencoba mencari udara segar dihalaman belakang mansionnya. Tanpa sepengetahuan Len, 2 orang penjaga dimansionnya telah dibunuh. Saat Len berjalan menuju ayunan, tiba – tiba dia dipukul dari arah belakang hingga tak sadarkan diri. Tanpa sengaja kakak Len melihat kejadian tersebut.
"Siapa mereka itu ? kenapa mereka bisa lolos dari penjagaan mansion ini ? apa yang akan mereka lakukan terhadap adikku ?. Aku harus mengikuti mereka !" Rinto berkata dalam hatinya sambil berjalan mengendap -endap mengikuti orang-orang itu.
Para penjahat itu membawa Len keluar mansion lalu memasukkannya ke dalam mobil. Tapi sebelum itu, Rinto yang sudah curiga dengan mobil asing yang ada didepan mansion, sudah masuk ke dalam bagasi duluan. Setelah 50 menit perjalanan, mobil itu berhenti di sebuah bangunan tua yang berada dipinggir jalan. Len dibawa masuk kerumah itu, tak lama Rinto mengikuti.
Rinto berjalan dengan sangat berhati-hati, dia melihat kesekelilingnya dengan cermat dan seksama. Saat ini pikirannya sedang kalut, memikirkan bagaimana caranya unttuk menyelamatkan sang adik. Rinto terus mengikuti penjahat tersebut sampai dia menapakkan kakinya disebuah lorong. Tanpa sengaja saat dia menoleh kearah kanan, dia melihat bom aktif yang akan meledak dalam waktu 15 menit.
"Sebuah bom aktif ?! sebenarnya apa rencana mereka ?" Rinto terus berpikir, tapi tetap tidak menemukan jawaban. Kepalanya mulai terasa agak pusing. "Argh…" Rinto mengacak rambutnya kasar.
Karena tetap tidak mendapatkan jawaban, akhirnya Rinto langsung berlari secepat mungkin untuk menyelamatkan adiknya.
"Aku akan mencari tahu tentang ini setelah aku menyelamatkan Len"
Len yang masih tak sadarkan diri, dibawa kesebuah ruangan besar dengan beberapa lilin sebagai sumber cahaya. Salah satu penjahat tersebut menutup pintu rapat dan sedikit menganjalnya. Len diletakkan diatas sebuah meja yang berukuran lumayan besar yang berada ditengah ruangan. Para penjahat itupun mengeluarkan pisau untuk membunuh Len.
"Tamat kau, bocah" penjahat yang memegang pisau itu menyeringai.
Ketika ingin dibunuh, Len tersadar dan terkejut-sambil terduduk- mendapati dirinya sedang berada di sebuah ruangan asing dengan penerangan yang sangat minim bersama 2 orang asing yang tidak dikenalnya. Mata Len tertuju pada salah satu orang asing yang tengah membawa pisau dan tersenyum licik.
"Siapa mereka ?! dimana aku sekarang ?! orang-orang ini…"
Keringat pun terus berjatuhan dari pelipisnya. Jantungnya berdetak lebih cepat dan tubuhnya semakin gemetar seiring bertambah dekatnya orang tersebut ke arahnya.
"S-s-si-siapa kalian ?! A-aku dimana ?!" dengan terbata-bata, Len mencoba menjauh dari para penjahat itu. Dia hanya dapat berharap semoga saja ada seseorang yang akan menyelamatkannya dari sini.
"Diam saja kau !" sambil berteriak, penjahat itu mencoba menghujamkan pisau ke arah Len.
"KAKAK !" Len memejamkan matanya dengan sangat rapat. Dirinya begitu ketakutan untuk dapat membuka matanya.
BRAKK
Tiba-tiba terdengar bunyi debuman pintu. Ketiga orang yang berada diruangan terkejut dan menoleh kearah pintu yang sudah rusak akibat ulah seseorang yang telah mendobraknya. Mata Rio membulat ketika melihat sosok tersebut. Harapannya menjadi kenyataan. Seseorang yang sangat diharapkannya telah datang.
"Hei kalian ! Jangan macam-macam dengan adikku !. Aku tidak akan membiarkan kalian melukainya sedikit pun. Len cepat pergi dari sini, biar aku yang akan mengurus mereka." Rinto langsung berlari kearah Len sambil mencoba melindunginya. Rinto memasang gaya bertarung yang pernah dia pelajari. Sedikit pun Rinto tidak fokus kepada kedua orang asing yang berada di depannya saat ini. Dia hanya fokus memikirkan cara untuk dapat menyelamatkan adiknya tanpa melukainya.
"Ho… sepertinya ada yang sok menjadi seorang pahlawan disini." sambil menyeringai kejam, penjahat itu memainkan pisau di tangannya.
"Kamu mau cari mati ? kamu tidak tahu siapa kami ?!" sahut penjahat satunya dengan sombongnya.
"Ta-tapi kak. Aku tak bisa meninggalkan kakak sendirian disini untuk melawan mereka." Len yang berada dibelakang kakaknya hanya bisa mengeratkan pegangan tangannya pada baju Rinto. Len memang berharap dapat keluar dari tempat ini. Namun, dia tidak akan mau jika kakaknya harus tinggal di ruangan ini.
Rinto menoleh kearah Len. Tangan kirinya menggenggam tangan mungil Len. Dapat Rinto rasakan tangan Len yang tengah bergetar.
"Len… jangan takut. Kakak ada disini bersamamu. Kakak akan terus menjagamu." Rinto tersenyum.
Cairan bening mengalir dari mata Len.
Rinto mengusap sudut mata Len dengan ibu jarinya.
"Cepat Len ! jangan membuang – buang waktu ! Karena di gedung ini telah dipasang bom aktif yang sebentar lagi akan meledak. Aku tidak akan membiarkanmu berada ditempat yang berbahaya seperti ini. Kamu harus berlari secepat mungkin dari sini !" Rinto berkata dengan tegas.
Len agak terkejut dengan perlakuan kakaknya terhadapnya. Perlahan dia melepaskan pegangan tangannya.
"Ta-tapi kakak berjanji akan menyusulku ya" ucap Len yang tengah menoleh kebelakang sambil berlari keluar.
Rinto memejamkan matanya sejenak, kemudian membuka kembali matanya dan menatap serius adiknya. "Ya" Setelah memastikan bahwa adiknya itu sudah aman dari bahaya, Rinto mencoba fokus terhadap para penjahat tersebut.
"Sepertinya dia sudah mengatahui tentang bom yang telah kita pasang"
"Sebaiknya kita harus cepat menyingkirkannya"
"Berjuanglah kak ! cepat susul aku" ucap Len dalam hatinya sambil berlari kencang melewati lorong hingga sampai di depan rumah tua itu. Len hanya dapat percaya dengan kakaknya. Dia percaya sebentar lagi kakaknya akan keluar menyusulnya.
Len berdiri didekat sebuah pohon dengan cemas, berharap agar kakaknya cepat keluar dari rumah tua tersebut. Entah mengapa, setiap detik yang berlalu membuat nafas Len semakin sesak. Pikirannya telah dipenuhi oleh kakaknya.
"Kakak… kenapa kakak belum keluar juga ?" Len memandang pintu keluar tersebut dengan harapan melihat sosok kakaknya.
Semakin lama waktu untuk bom itu meledak semakin tipis. Bom akan meledak 20 detik lagi….. 10 detik lagi….. 9 detik lagi, 8 , 7 , 6 , 5 , 4 , 3 , 2 , 1 …..
DHUUAAARRRRR !
Bom itupun meledak dengan suara ledakan yang lumayan besar. Mengakibatkan rumah itu hancur, Len yang saat itu sedang berdiripun terpental mengenai sebuah pohon yang berada dibelakangnya. Kepalanya terbentur keras mengenai batang pohon. Cairan kental perlahan mulai keluar dari kepalanya.
Len mengarahkan pandangan matanya yang sudah agak buram kerumah yang telah terbakar dan hancur tersebut. "Ka…kak…" dia memanggil kakaknya dengan suara yang lemah sebelum pandangannya benar-benar gelap dan dia akhirnya tak sadarkan diri.
~Keesokan paginya. Di rumah sakit.
Len yang mulai tersadar, perlahan membuka matanya. Namun hanya tatapan yang kosong yang ada dimata Len saat ini.
"Tuan muda, ternyata anda sudah sadar. Bagaimana keadaan anda sekarang ? apakah sudah membaik ?" pelayan keluarganya menyapa.
Len tidak berkata apa – apa, dia masih terdiam. Tiba – tiba kepala Len terasa sangat sakit, Len memegang kepalanya dengan kedua tangannya. Bagai potongan-potongan film yang tersusun, ingatan Len tentang kejadian yang terjadi kemarin malam perlahan telah kembali dan ketika dia teringat dengan kakaknya, dia langsung bertanya kepada pelayannya.
"Kakak… dimana kakakku ?". Tanya Len dengan spontan dan langsung mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan demi mencari sosok kakaknya di ruangan tersebut. Tapi Len tidak menemukan sosok kakaknya.
Seketika pelayannya terkejut mendengar pertanyaan Len, tapi pelayannya itu hanya bisa diam dan tertunduk.
"Kakakku dimana ?! cepat beritahu aku !" Len mulai marah dan membentak pelayannya dengan kasar.
"Kemarin malam, setelah terjadi ledakan yang besar, terjadi kebakaran di tempat kejadian. Polisi, Ambulance dan pemadam kebakaran langsung menuju tempat kejadian. Lalu anggota polisi menemukan anda sedang tak sadarkan diri didekat tempat kejadian ledakan. Anda adalah satu–satunya orang yang selamat dari kejadian itu. Sedangkan tuan muda Rinto saat ditemukan….. dia… dia dalam keadaan tidak selamat. Terdapat sebuah pendapat, mungkin sebelum ledakan itu terjadi dia sedang menuju ke luar, tapi mungkin karena ledakannya begitu besar dia juga tidak dapat mengelak. Dia juga dibawa kerumah sakit ini" pelayannya berkata dengan sedih.
Len sangat terkejut dengan penuturan pelayannya. "bo-bohong… Ti-tidak mungkin ! Kakak… kakak tidak mungkin meninggal… ini bohong kan ?! ya kan?! " Len berkata dengan mata yang berkaca-kaca kemudian air mata mulai membasahi pipinya, lalu ia meremas rambutnya.
Lalu Len memaksakan diri untuk bangun dari ranjang rumah sakit dengan fisiknya yang masih sangat lemah.
"Tuan muda, anda mau kemana ? kondisi anda masih sangat lemah. Anda masih membutuhkan banyak istirahat." kata pelayannya mencoba menahan tubuh Len agar tidak bangun dengan tubuh yang lemah seperti itu.
Namun dengan keras Len mendorong pelayannya hingga jatuh terduduk di lantai rumah sakit, tanpa memperdulikan perkataan pelayannya. Len berdiri dan dengan sekuat tenaga dia berlari keluar kamarnya untuk mencari kakaknya.
"Tu-tuan muda !" pelayannya berdiri dan mencoba mengikuti namun terlambat, ia kehilangan jejak Len.
"Kakak….. kakak tidak boleh mati !" itulah yang ada dipikiran Len saat ini.
Tubuhnya semakin terasa sakit seiring ia terus memaksakan dirinya untuk berlari. Ia sempat beberapa kali berhanti berlari dan menyandarkan pundaknya pada tembok yang berada di sampingnya. Dengan tidak memperdulikan keadaannya sekarang, Len terus berlari. Dia mendobrak dan melihat satu-persatu ruangan di rumah sakit untuk mencari sosok yang di carinya, kakaknya, ya kakaknya. Tiba-tiba langkah Len terhenti disalah satu ruang rawat VVIP yang terbuka. Dia melihat dua orang wanita yang di kenalnya. Yang pertama adalah wanita berumur 37 tahun yang mempunyai rambut berwarna pirang dan mata berwarna sapphire yaitu ibunya, Lenka dan yang kedua adalah seorang gadis berusia 15 tahun yang mempunyai rambut berwarna hitam dan mata berwarna emerald yaitu tunangan kakaknya yang bernama Haku, mereka sedang menangis.
"Rinto anakku, jangan tinggalkan ibu... Ibu sangat menyayangimu lebih dari nyawa ibu sendiri" Ibu Len berkata sambil menangis.
"Rinto… Kamu berjanji kepadaku kemarin kalau kamu ingin melamarku hari ini ? tapi mengapa…? Mengapa?! mengapa kau malah pergi untuk selamanya ?! kenapa kamu tidak menepati janjimu ?" Haku yang sangat mencintai Rinto tidak kuat melihat kenyataan yang terjadi, dia malah menangis menjerit sambil terduduk di lantai rumah sakit. Pikirannya benar-benar kalut saat ini. Dia belum siap untuk kehilangan orang yang dicintainya ini. Padahal, dia sudah memikirkan dan menyusun beberapa rencana untuk dirinya dan Rinto. Namun, sekarang rencana itu sudah tidak berguna, sudah tidak ada artinya lagi.
Perlahan Len melangkahkan kakinya memasuki ruangan itu. Ibunya dan Haku yang sedang menangis terkejut melihat kedatangan Len. Len tak percaya dengan apa yang sedang dilihatnya. Dia melihat tubuh kakaknya, yang semuanya ditutupi kain putih. Air matapun mulai jatuh dari matanya. Len berjalan perlahan menghampiri Rinto. "Kakaaak… kenapa kakak meninggalkanku ? kakak berjanji akan menyusulku bukan ? tapi kenapa kak ? kenapa ? kenapa kakak tidak menyusulku ? maafkan aku kak, kakak jadi begini gara-gara aku. Harusnya aku yang meninggal, bukannya kakak" Len berkata dengan menangis, karena dia sudah tak dapat lagi membendung air matanya yang sedang meluap-luap.
Lenka yang melihat Len menangis, tiba-tiba tersulut api amarah.
"Len ! Jangan berpura – pura lagi kamu ! kamu pikir ibu tidak tahu apa yang kamu lakukan ?! ini semua adalah rencanamu kan ?! kamu berakting seolah – olah kamu tak bersalah padahal kamu adalah pelaku dibalik semua ini. Kamu membunuh kakakmu karena iri kan ? kamu kurang dapat perhatian dan… kamu ingin menjadi pewaris keluarga ini kan ?! pergi kamu dari sini, aku tidak mau melihat wajahmu lagi diruangan ini dan tak perlu lagi berpura – pura sedih" Ibu Len berkata dengan marah dan mendorong Len menjauh dari jazad Rinto. Dia benar-benar tak habis pikir pada anaknya ini. Dia orang yang membuat Rinto meninggal harus datang kesini dengan mata yang berkaca-kaca dan air mata palsunya ? Hah, melihat wajah Len saja sudah membuat dirinya menjadi muak. Entah permainan atau sandiwara apa lagi yang sedang dimainkannya sekarang.
Len sangat terkejut mendengar perkataan Lenka. Dia tak percaya akan lebih dibenci oleh ibu kandungnya sendiri. Lebih ? ya, dari awal ibunya tidak pernah dan tidak akan pernah sayang padanya.
"Ta-tapi bu. I-ini bukan…" Len berkata pelan. Ia berusaha menyakinkan ibunya bahwa semua ini bukan perbuatannya. Semua ini bukan kesalahannya. Tapi setelah ia berpikir ulang dia tertawa miris di dalam hatinya. Bukan salahnya ? hahaha… salah. Semua memang benar kesalahannya. Semua ini dapat terjadi karena dirinya. Kakanya meninggal disebabkan oleh dirinya.
Lenka memotong kalimat Len. "Pergi sekarang ! kamu masih boleh tinggal dimansion karena permintaan terakhir ayahmu sebelum meninggal, dia ingin supaya semua anaknya tinggal dimansion dengan keadaan sehat. Tapi jangan berharap aku akan memperhatikanmu !". Lenka menatap tajam Len dengan tangan kanan yang di angkat menunjuk ke arah pintu masuk kamar tersebut.
Dengan langkah yang berat, Len pun berjalan perlahan keluar dari ruangan itu. Dia terus berjalan sampai ditaman depan rumah sakit itu. Seolah tidak kuat lagi dengan kenyataan bahwa kakaknya telah meninggal yang membuatnya sangat terpukul dan belum lagi ibunya yang belum bisa memaafkannya yang sudah menyebabkan kakaknya terbunuh. Len terjatuh dengan tubuh yang di tumpu oleh lututnya, tangan kirinya memegang kepalanya yang terasa sakit dan tangan kanannya memegang jantungnya yang berdebar kian lebih kencang.
"Mengapa….? MENGAPA INI TERJADI PADAKU ?! KAKAKK….!" Len berteriak dalam hatinya.
Tiba – tiba sepasang mata berwarna sapphire terbuka dengan cepat. Memperlihatkan pada dunia betapa indahnya mata tersebut.
"KAKAKK.…! " Len berteriak. "Hah…hah…hah…" Len mengatur nafasnya. Setelah nafanya teratur dia terdiam. Tangan kanannya memijit pelan kepalanya, kemudian memegang kepalanya yang terasa agak pusing. "Cuma mimpi rupanya. Lagi – lagi aku bermimpi tentang kak Rinto"
Len duduk diranjangnya dan memandang cahaya matahari yang masuk lewat jendelanya. Mimpi buruk itu telah mengikuti Len seperti bayangan yang tidak akan pudar.
Thanks for read.
Mind to review ?
