YOU'RE GRANGER!

.

.

Draco Malfoy mencoba untuk mengedipkan matanya berulangkali tidak peduli jika kelakuannya dapat membuat imej-nya sebagai Malfoy luntur akibat sosok perempuan muda 3 meter darinya yang pura-pura tidak mengenalnya? Dan, apa-apaan itu? Kemana rambut semak belukar dan wajah Sok-Tahu-Segala miliknya itu pergi? / "Granger? Hermione Granger?"/ "—Maaf? Kurasa Anda salah orang."

Tokyo, 20 Desember 2008

Hiruk pikuk kegiatan orang-orang dalam menjalani aktivitas di negeri Sakura ini benar-benar menjadi salah satu kesenangan bagi seorang Hermione Granger. Hampir lima tahun yang lalu dia mencoba untuk pergi dari dunia Sihir tapi apalah daya, teman-temannya tidak pernah benar-benar berhasil meninggalkannya sendiri. Di manapun dirinya pergi tetap saja mereka tahu meskipun dirinya kabur ke dunia Muggle sekalipun. Ia berniat untuk kembali ke Australia, ke tempat di mana kedua orangtuanya dia tinggalkan setelah menghapus ingatannya. Tapi, rencananya gagal total ketika Ron Weasley dengan seenaknya mengikutinya. Dia benar-benar tidak bisa hidup seperti ini. Dia ingin 'Hidup Seorang Diri' tanpa ada yang mengenalnya sebagai seorang Penyihir atau lebih parahnya lagi sebagai Trio Emas Gryffindor yang berhasil menyelamatkan Dunia Sihir dari Voldemort. Dia benar-benar trauma jika masih harus bertemu dengan teman-temannya, dia tidak ingin ada seorangpun yang mengenalnya. Pada akhirnya, di sinilah aku. Ucap Hermione riang. Negeri Sakura yang tidak ada seorangpun yang mengenalnya sebagai penyihir.

Namun, ini bukanlah hal yang mudah. Dia jago dalam berbahasa Prancis, German, bahkan Spanyol! Tapi Nihon? NO!

Dia harus mengurung diri selama 3 bulan demi mempelajari bahasa Jepang dari mulai pelafalan huruf hingga menulis Kanji yang notabane orang Jepang asli sana 'pun sulit untuk memmempelajarinya. Tapi, bukan Hermione namanya jika dia tidak bisa mempelajari hal seperti ini. 'Hanya bahasa.' ucapnya Sombong.

Dengan berbekal kecerdasan otak dan kekayaan yang tidak seberapa yang ditinggalkan oleh orangtuanya, Hermione mencoba untuk hidup di Jepang sebagai Warga Negara Asing selama 1 tahun siapa sangka dia akan begitu 'betah' berada di negeri Sakura ini hingga pada tahun selanjutnya dia menyihir beberapa dokumen dan memalsukan identitasnya untuk menjadi Warga Negara Jepang dengan mengubah namanya menjadi Sakura Granger. Hermione tertawa terbahak dengan pilihan nama Jepangnya itu. Entahlah, dia sangat suka bunga Sakura setelah bunga Lily. Tidak mungkin 'kan dia mengubah namanya menjadi Lily? Sangat tidak Jepang mengingat kebanyakan warga sini sulit melapalkan huruf "L"

Hermione membereskan beberapa buku berbahasa Jepang miliknya kedalam tas ransel miliknya. Dia bersyukur tinggi badannya tidak begitu jauh dengan teman-teman yang lainnya, mengapa demikian? Haa, Hermione membuat data falsu jika dirinya adalah keturunan Jepang. Kakek dari kakek kakeknya adalah orang Jepang pada masa Perang Dunia ke-2 tentu saja hal itu dipercayai oleh kebanyakan orang. Pada jaman Perang Dunia ke-2 di mana Jepang yang dipimpin oleh Hirohito yang menjadi sekutu dari Adolf Hitler pemimpin terhebat dan terberani dari German mengalami kekalahan dan dengan itu Jepang berada di bawah pengawasan yang sangat ketat oleh pihak Liberalisme (Inggris, Prancis, dan Amerika) sehingga tak ayal banyak dari mereka yang menghasilkan keturunan darah campuran—blasteran antara Inggris Jepang atau sebaliknya. Hal tersebut cukup masuk akal dan diterima dengan tangan terbuka oleh masyarakat Jepang yang begitu hangat. Hermione mencintai negeri ini seperti dia mencintai Inggris—dan negeri Sihir tentunya.

Hermione Pov

"—kura? Sakura? Oh ayolah sampai kapan kau akan melamun terus?" Aku mengernyitkan alisku, aku melamun? Oh baiklah, bagus sekali. Briliant!

"Ma-maaf. Kurasa aku terlalu kelelahan, kenapa Hinata-san?" tanyaku sebisa mungkin. Dia perempuan yang baik dengan model rambut lurus hitam legam, mengingatkanku pada pasangan Harry di tahun ke-empatnya—Cho Chang. Aku tertawa pelan.

Hinata menatapku terheran-heran lalu menggelengkan kepalanya. "Mau sampai kau berada di sini? Kau tahu, kau sudah berjanji akan ikut bersama kita malam ini." Aku menghela napas berat, "Baiklah kali ini saja. Kau tahu, minggu depan ujian akhir semester 6 dan aku tidak ingin menghabiskan waktuku sampai semester 8 untuk lulus dari sini." Rutukku kesal. "Oh ayolah Sakura. Kau itu pintar, tidak perlu menyiksa dirimu dengan buku-buku tebal berbahasa inggris itu." Aku memutar bola mataku. "Well, aku tahu aku pintar, tapi tetap saja akan sangat menyeramkan jika dosen pengujiku A-sensei yang kita semua bahkan tidak tahu nama aslinya siapa." Kali ini terdengar suara merdunya tertawa terpingkal pingkal, apanya yang lucu sih? Aku menggaruk rambut ikal tebal milikku yang kali ini sudah tidak terlalu mengembang ikal seperti biasanya. Aku terpaksa mengikuti semua peraturan teman-temanku di sini yang mulai mengubah penampilanku yang kutu buku. Bahh, mereka sama sama seperti Ginny! Ahh, ngomong-ngomong aku merindukan mereka.

"Di mana Ino?" tanyaku, Hinata menggendikan bahunya. "Sepertinya sedang bersama Cherry." Ucapnya tanpa melihatku dan sibuk dengan ponselnya. "Hey lihat! Naruto membalas LINE-ku!" Aku mengernyitkan alisku, Naruto? Ah, pria Inggris berkulit tan bermata biru dengan rambut pirangnya. Pemain basket popular di kalangan para perempuan dan tentu saja pria idaman Hinata. Aku mengulum senyum terbaikku. "Memang apa balasannya?" Tanyaku mencoba untuk membuat Hinata senang, "Dia bilang mau ikut dengan kita malam ini. Tentunya dengan Uchiha-san." Jantungku serasa berhenti, bukan, bukan aku menyukainya seperti mereka yang menjerit-jerit, bukan! Tentu saja aku tidak akan merebut Uchiha dari Haruno Cherry, perempuan blasteran Prancis Jepang pemilik warna mata sehijau milik Harry dan warna rambut yang tidak lazim—Pink! Hell NO! Untung saja rambutku warnanya cokelat agak keemasan meskipun selalu mengembang menyebalkan. Ah, tentu saja aku tidak menyukai bungsu Uchiha itu. Dia selalu menatapku tajam seakan-akan dapat membunuhku hanya dengan tatapannya, ekspresinya selalu dingin, tidak pernah sekalipun tersungging senyuman dimulutnya selain seringai jahat. Aku bergindik ngeri ketika pikiran gilaku melayang kesosok yang sangat mirip dengan Uchiha itu—Tom Marvolo Riddle. Hell! Bahkan ada rumor bahwa dialah yang mengakibatkan kecelakaan maut kedua orangtuanya karena ayahnya ketahuan selingkuh dan ibunya memaksa kakak tercinta, satu-satunya kakak miliknya untuk dijodohkan dengan 'satu-satunya' anak perempuan dari keluarga Uzumaki. Karin.

Normal pov

Kenapa rasanya dia begitu banyak tahu tentang Uchiha? Oh ayolah, kalau sifat dan segala tek tek bengek miliknya setidaknya berbeda jauh dengan Pangeran Kegelapan yang berhasil dikalahkan olehnya dan teman-temannya tentu saja Hermione tidak akan peduli. Yang dia takut, bagaimana kalau Pangeran Kegelapan benar-benar belum bangkit? Yeahh, Pangeran Kegelapan yang sesungguhnya.

Hermione memijit pelipisnya yang terasa nyut-nyutan jika memikirkan tentang spekulasinya yang teramat jauh dan mustahil itu. Tapi, sekali lagi, Uchiha Sasuke benar-benar menyeramkan! Dia seperti Reinkarnasi dari seorang darah dingin Tom Marvolo Riddle. Segalanya sangat mirip dengannya, well. Mungkin nasib kelahiran mereka yang berbeda, di mana Tom harus hidup dalam jerat kemiskinan di dalam Panti Asuhan sedangkan Uchiha Sasuke dengan segala kekayaannya dibesarkan tanpa kasih sayang orangtua—terlalu sibuk dengan urusannya masing-masing— Setidaknya Sasuke memiliki sosok kakak yang mampu membuat puluhan juta orang iri terhadapnya. Itachi, dia pernah bertemu dengan sosok Itachi dua minggu yang lalu dan sikapnya 180° berbanding terbalik dengan Sasuke.

"Maaf kami terlambat." Ucap suara yang berhasil membuyarkan lamunannya tanpa dia sadari bibirnya tertarik membentuk lekukan senyuman pada mereka, "Tak apa, Sakura, Ino." bibirmya terasa kelu memanggil Cherry dengan Sakura, ya nama Jepang mereka memang sama tapi entah kenapa karena mereka tidak tahu nama asli—Inggris—nya jadi mereka memanggil Hermione dengan Sakura dan memanggil Sakura dengan Cherry agar mereka tidak tertukar. Haha, yeah Hermione tertawa jika mengingatnya. Bagaimana mungkin tertukar? Ciri-ciri mereka sangat jauh berbeda!

Sakura Haruno tertawa terbahak-bahak. "Hey apa yang lucu?" tanyanya tidak suka. "Kau yang lucu, Sakura Granger!" Jawab Sakura Haruno. Sulit memang hingga akhirnya mereka berhenti bertengkar dan memasuki mobil milik Hinata untuk ketempat tujuan.

.

.

Hermione Pov

.

Sudah kuduga mereka akan membawaku ketempat seperti ini. Musik keras dengan lampu warna warni yang redup nyala bahkan suarapun tidak akan terdengar jika kita tidak berbisik. "Kau mau minum apa, Sakura?" tanya Ino padaku. Aku menggeleng, "No drinking." Ino mendengus, seolah mengatakan 'kau payah' dan sejenisnya. Aku pasrah hingga akhirnya menerima segelas minuman tidak berwarna itu. Aku meneguknya, aneh rasanya seperti Fire Whiskey namun lebih panas ditenggorokan dan aku kembali mengisi gelasku dengan minuman itu, lagi dan lagi.

"Wow, seorang Granger minum Vodka seperti kecanduan." Aku memicingkan mataku, rambut hitam legam, mata hitam sinis, bibir dengan seringai menyeramkan, kulit pucat, "—Uchiha?" tanyaku agak ragu, sejak kapan Uchiha berbicara lumayan panjang. "Efek vodka apa kecerdasan otakmu mulai lenyap, eh? Berniat untuk berhenti menjadi sainganku?" Ucapnya tepat ditelingaku. Grr, aku mendorong tubuhnya lumayan keras berusaha untuk tidak mengeluarkan tongkat sihirku yang selalu ada dalam saku bajuku meskipun aku menggunakan dress. "Get out of me, Uchiha!" Desisku tajam, namun ketika aku mulai melangkah tubuhku goyah. Bukan lantai dingin yang aku rasakan namun tangan hangat putih pucat dalam keremangan lampu disko berhasil menahan tubuhku ambruk ditempat. Aku melihat Uchiha pergi begitu saja hingga hilang dari pandanganku berbaur dengan lautan manusia yang mulai terbuai dengan lantunan musik keras di lantai dansa. "Granger? Hermione Granger?"

Deg! A-apa apaan ini? Kepalaku berputar lambat dan aku melihatnya. Lelaki yang pernah menjadi cinta pertamaku sejak di Hogwarts dulu yang berubah menjadi musuh bebuyutanku dan Harry dkk. "—Ma-maaf, kurasa Anda salah orang." Ucapku gugup, dengan gemetar aku mencoba untuk melepaskan diri dari rengkuhan lelaki pirang ini. Merlin, kenapa dari sekian banyak kenalanku di Hogwarts harus dia yang kutemui untuk pertama kali setelah berhasil kabur hampir 5 tahun ini? Kenapa harus dia—Malfoy. Ya, Draco Malfoy!

Aku mencoba 'kabur' dari seorang Malfoy yang masih terbengong di belakang sana. Tidak memperdulikan apa apa selain aku harus segera kembali ke Apartmentku dan menghilang dari siapapun terutama Malfoy. Ah, aku lupa. Bukankah sekarang Draco Lucius Malfoy sudah berteman baik dengan Harry James Potter? Bagus! Briliant! Tinggal tunggu saja kedatangan Harry bersama teman-teman dan keluarga berambut merah Weasley menjemputnya ke sini.

"Granger!" Tangan Malfoy. Aku menghela napas dan membalikan badanku untuk menghadapnya. "Well, apa maumu, Malfoy?" tanyaku sinis. Dia mengernyitkan alisnya,

"Aku hanya ingin tahu—well, apa kabarmu?" Aku membelalakan mataku tidak percaya. Seorang Malfoy menanyakan kabarnya! Demi Salazar! Apa yang terjadi dengannya?

"—A-aku baik. Seperti yang kau lihat." Ucapku ragu. Dia menarik tanganku dan membawaku kedalam mobilnya. WAIT! MOBIL? Demi demi demi demi apapun itu, SEJAK KAPAN SEORANG MALFOY YANG ANTI MUGGLE MENGENDARAI BENDA MUGGLE?! Batinku histeris.

"Err.. Kurasa ada baiknya kita berbicara di dalam, Granger." Aku menurutinya dan masuk kedalam mobil yang 'sangat' mewah milik Malfoy, mungkin setara dengan milik Uchiha Sasuke.

"A-apa kabarmu?" tanyaku mencoba mencairkan suasana. Dia menatapku dalam, "Kurang baik." Aku menatapnya kuharap dia mengerti dengan tatapanku dan syukurlah, "—Ayahku menderita kejiwaan di Azkaban hingga akhirnya dia dibebaskan. St. Mungo tidak bisa merawatnya dengan alasan ayahku mantan pelahap maut dan itu akan mengakibatkan banyak kontra dari berbagai pihak. Kami buntu, hingga akhirnya aku memutuskan untuk membawa ayah dan ibuku kemari—" napasku tercekat mendengarnya, ganguan kejiwaan? Seorang Lucius Abraxas Malfoy? Aku menatap Draco dengan entahlah aku tidak tahu, antara sedih, khawatir, dan.. Entahlah..

"—Kenapa kemari? Kau tahu, perawatan di Amerika atau di Inggris jauh lebih baik." Ucapku tanpa mengalihkan pandanganku dari mata abu-abu miliknya. "Kau tahu, Jepang jauh dari kekacauan penyerangan yang dilakukan oleh peperangan sihir beberapa tahun silam. Dan, di sini alamnya masih asri, sangat baik untuk perkembangan kejiwaan ayah dan ketenangan ibuku." Aku mengangguk paham.

"Kau?" Aku mengernyitkan alisku tidak paham. "Apa maksudmu?"

"—Apa yang membuatmu pergi jauh seperti ini? Aku tidak paham, kau meninggalkan dunia sihir setelah kau berjaya di sana. Kukira kau akan melanjutkan tahun ke-7 mu di Hogwarts." Malfoy dia tertawa ringan, seolah bebannya yang baru saja diucapkan padaku tidak pernah terjadi dalam hidupnya. Aku menghela napasku berat.

"Aku tidak tahu apa aku harus mengatakannya padamu, Malfoy. Mengingat kita tidak pernah akur selama di Hogwarts dan kau sangat membenciku yang notabane seorang Muggle-Born. Kau tahu? Peperangan memang sudah berakhir tapi 'dampak' dari peperangan itu sendiri tidak benar-benar berakhir bagi sebagian orang termasuk aku. Tidak ada alasan bagiku untuk tetap bertahan di sana. Aku ingin kembali ke orangtuaku tapi.. Mereka terbunuh. Aku hanya ingin menjauhi dunia sihir." Draco tertawa entah apa yang membuatnya lucu dari ceritaku. Aku menggendikan bahu dan melirik jam tangan, 01.15 dini hari. Sial, aku bisa telat kekampus besok apalagi efek vodka belum sepenuhnya hilang! "Aku turut berduka untuk orang tuamu. Maaf harus membuatmu mengingat kembali masalalumu." Terdengar pernyataan yang tulus dari bibirnya yang biasanya selalu mengejek dan melemparkan kutukan hitam. "Itu bukan salahmu, aku sendiri yang menceritakannya padamu tanpa paksaan sama sekali 'kan." Jawabku santai. Dia menatapku, "Kau bilang ingin menghilang dan melupakan dunia sihir? Tapi pada kenayataannya kau masih membawa tongkatmu kemanapun kau pergi, eh?" Aku mendengus kesal. Well, kali ini seringai dan ejekan seperti kami seharusnya mulai keluar dari mulutnya. "Ck! Ini bukan urusanmu!" Aku hendak membuka pintu mobilnya sebelum dia menahanku dengan mengunci mobil miliknya. "Apa maumu?" tanyaku kesal.

"Biar aku yang antar kau pulang, Granger."

"Tidak usah, Malfoy!"

"Kau tidak akan menemukan kendaraan umum di daerah sini. Ini sudah lewat dini hari." Ucapnya lantang dengan nada sombong 'khas Malfoy. "Kurasa kau akan keberatan jika darah-lumpur sepertiku pulang bersamamu, Malfoy. Aku akan ber-apparition!" Malfoy tersenyum mengejek ketika aku gagal untuk melakukan Apprate. Apa yang terjadi? Gumamku. Jangan bilang kalau— "—Yes Granger. Anti dissappration." Aku menggeram kesal.

"Jadi?" Hingga akhirnya dengan kesal aku mengatakan alamat tempat tinggalku.

"Jangan katakan pada Harry ataupun keluaga Weasley kalau aku ada di Jepang. Aku tidak ingin pindah sebelum mendapatkan gelar kedokteranku." Ucapku dengan nada sedikit mengancam. "Kau kuliah?" Aku menatapnya tidak percaya, bagaimana mungkin seorang Malfoy yang Anti Muggle tahu begitu banyak tentang Muggle. Aku hanya mengangguk sebagai respon. "Sekarang 'buka pintu mobilmu' Malfoy!" Dia menggendikan bahunya acuh. "Tinggal buka saja." Jawabnya enteng. Aku merasa malu juga mual diperutku tiba-tiba muncul. Dengan cepat aku membuka pintu dan muntah tepat di atas rumput samping mobil mewah milik Draco. "Kau oke?" tanyanya menghampiriku. "Y-yeah Mal—"

Hoekk..

.

.

.

Draco pov

Aku tidak tahu apa yang membuatku seperti ini. Tapi tubuhku bergerak tidak sesuai dengan perintah kerja dari otakku. Sudah kuingatkan berulangkali 'DIA GRANGER! Musuh benuyutanmu sejak tahun pertama di Hogwarts. Nona Sok-Tahu-Segala yang pernah membuatmu tertarik bahkan sampai sekarang, eh? Aku menggelengkan kepalaku. Gila! Mana mungkin aku tertarik dengan—Seharusnya aku jijik tapi tidak. Aku malah merasa khawatir dengannya. Segera aku menghampirinya dan mengusap punggungnya pelan, "Kau oke?" tanyaku berusaha sedatar mungkin. Tapi sepertinya gagal..

"Y-yeah Mal—" ucapnya terputus karena dia kembali muntah ketika menjawab pertanyaanku dan menghadapku—

Hoekk..

Aku menatapnya datar, "So-sorry Malfoy.." ucapnya penuh penyesalan. Dia menatap blazer abu milikku yang kini sudah terkena muntahan miliknya, memang hanya berupa cairan tanpa gabungan dari makanan karena kuyakin dia hanya minum saja hari ini. Lagi-lagi aku tidak merasa jijik dan hanya menggelengkan kepalaku, "Sudahlah tak apa, kurasa kau tak enak badan. Biar aku antar kedalam." Aku menuntunnya untuk memasuki apartment miliknya. Ketika memasuki lift tanpa banyak bicara Granger mengucapkan lantai 28 nomor 127. Aku membawanya dalam diam hingga kami sampai tepat di depan pintu apartment milknya. "Ikut masuk dulu, Malfoy. Biar aku keringkan pakaianmu." Ucapnya. Aku menaikkan alisku, mendadak pikiran jahil bersarang diotakku, Granger~ sudah lama sekali tidak adu mulut dengannya kurasa jika besok pagi dia terbangun dengan aku berada di sampingnya, dia pasti sangat terkejut. Bisa saja ada adu mantra dipagi hari, ah menyenangkan sekali. "Baiklah jika kau memaksa, Granger." Ucapku. Aku tahu dia masih ada dalam keadaan mabuk, alkohol yang diminumnya belum 100% hilang. Dia tersenyum riang dan bergumam 'Alohomora' dan kedua pintu terbuka. Pintu apartment 127 dan pintu nomor 128 yang berada tepat di depannya, kami melihat pria setinggiku dengan rambut acak-acakan berwarna hitam, mata hitam serta kulitnya yang lebih pucat dari milikku. Dia memandang kami dingin,

"Uchiha Sasuke—" Ucap Granger kaku, apa mereka saling kenal? Pikirku. Dia berdecih pelan dan bergumam "—Granger." sebelum melengos pergi dengan tangan yang di masukkan kedalam saku celana.

Aku membawa Granger masuk kedalam apartmentnya seletah menggumamkan kata alohomora dan pintupun kembali terkunci rapat. Granger meminta blazer yang kukenakan untuk di masukannya kedalam mesin cuci miliknya. "Apa kau merasakannya? Aura orang itu berbeda, aku justru merasa sedang berada dekat dengan Tom Riddle jika berpapasan atau satu mata kuliah dengannya." Tom Riddle? Voldemort?

"Kau tahu, sepertinya dia tahu kalau aku bukan manusia biasa. Kurasa dia tahu kalau aku.. Penyihir." Aku menahan napasku mendengar perkataan Granger.

"Sudahlah kau tidur, kurasa kau terlalu banyak mabuk dan kelelahan." Granger mengangguk setelah berucap 'kau juga.' dan kami sama-sama tertidur di atas ranjang yang sama.

Bersambung

Err—Apa menurut kalian aku harus mengubahnya menjadi Crossover antara Harry Potter dan Naruto? Tapi, pairingnya tetap DraMione jadi bagaimana bagusnya ya?

Sejujurnya ini FF pertama milikku untuk Harry Potter. Selama jni hanya menulis tentang Naruto, jadi—yeahh..

Aku rasa masih banyak yg harus diperbaiki. Mohon bantuannya, terima kasih