BLIND

Disclaimer: Kishimoto Masashi | Author: KuroYupi

Genre: Romance, Tragedy | Rating: T | Pair: Sasuke U. Sakura H. |

Warning: Typo (palingan ada), alur pasaran, EYD keseleo & beberapa keanehan lainnya.. kalau ada kesamaan ide, harap maklum~ ini fic pertama Yupi, jadi gomen kalau bnyak kekurangan. Masih butuh pengalaman ^^

Summary:

Sakura ingin menyelamatkan Haruno Corp dari ancaman Fugaku yang mengancam hubungan kerja sama antara Uchiha Corp dengan perusahaan orang tuanya yang baru saja meninggal. Disatu sisi, misteri pembunuhan orangtuanya justru membuat ia terjebak hubungan aneh dengan Sasuke.

.

.

.

Don't Like Don't Read

.

.

Enjoy it ^^

Blind bagian 1: A Snare.

Keheningan menyelimuti kediaman keluarga terhormat Uchiha. Meskipun mereka kini tengah berkumpul bersama-sama di ruang makan, namun tak ada satu pun yang berniat membuka pembicaraan. Keluarga Uchiha sangat menjunjung tinggi tata krama saat sedang di meja makan.

Biasanya hanya sang ibu dari dua lelaki Uchiha yang merupakan calon penerus Uchiha Corp- perusahaan yang dikelola oleh keluarga Uchiha yang kejayaannya jangan ditanya lagi- yang sesekali menyakan apakah sang suami ataupun kedua putranya mau menambah makanan. Namun kini sang ibu tak terlihat karena sedang pergi bersama Kushina, salah satu kerabatnya pergi berbelanja.

"Itachi, aku mau besok kau pergi ke Sunagakure. Gantikan aku bertemu dengan Kazakage, rapat tentang proyek baru yang kau usulkan kemarin itu."

Sang ayah- Fugaku Uchiha- akhirnya membuka pembicaraan ketika makanan di piringnya sudah habis. Ia menyuruh Itachi, putra pertamanya, tanpa sedikitpun pandangannya lepas dari tab yang setia beradu dengan jari-jarinya yang besar.

"Baiklah. Aku akan pergi."

Itachi tersenyum tipis, mengingat ini adalah tugas pertamanya dari sang presiden direktur langsung, yang tak lain adalah ayahnya sendiri. Melihat senyum yang terpampang di wajah sang kakak, sang bungsu- Sasuke- hanya berdecih pelan yang nyaris tak terdengar. Ya, kelihatannya bungsu Uchiha itu tidak suka dengan kakaknya karena selalu mendapat perhatian lebih dari sang ayah.

"Aku selesai."

Tak ingin berlama-lama menonton pemandangan yang membuat hatinya kesal itu, Sasuke kemudian beranjak dari tempatnya duduk dan pergi meninggalkan meja makan. Kepergian sang bungsu Uchiha itu bahkan tidak mendapat respon dari sang ayah yang terlihat lebih memilih untuk menyelesaikan pekerjaannya di tab. Hanya iris onyx Itachi yang perlahan bergerak mengikuti arah perginya sang adik.

"Hm. Itachi, kau tahu Haruno Corp, kan?"

Pemuda yang memiliki rambut sebahu yang diikatnya rendah itu hanya bergumam kecil merespon pertanyaan sang ayah.

"Haruno Corp itu yang membeli sekitar lima puluh persen saham kita, kan?"

"Ya, kau benar. Aku baru saja melihat beritanya di internet, kemarin pemimpin Haruno Corp itu tewas."

Itachi nampak agak terkejut mendengar berita yang baru saja disampaikan ayahnya. Ia mengingat padahal baru kemarin pagi mereka masih bertemu untuk membicarakan saham, namun hari ini ia sudah mendengar kabar duka itu.

"Katanya semua aset perusahaan itu akan jatuh pada ahli warisnya yang sah, anak perempuannya. Aku rasa akan ada peluang untuk kita."

Fugaku kembali menyambung pembicaraannya tadi yang sempat hening sejenak. Tab yang tadi terlihat di tangan kini tengah berada di atas meja. Tatapan matanya berubah menjadi serius ketika ia mulai membicarakan tentang bisnis. Ada seringaian kecil yang terlihat di wajah Fugaku.

"Maksud ayah?"

"Mengambil alih Haruno Corp."

.

.

-BLIND-

.

.

"Sabarlah Sakura, pasti orang tuamu akan sedih melihatmu begini."

Pemakaman menjadi pelampiasan kesedihannya yang amat mendalam. Kedua orang tuanya kini tengah beristirahat dengan tenang di alam sana. Tak sedikit air matanya yang menetes karena luka yang mengiris hatinya. Kedua orang tuanya telah meninggalkannya selamanya saat ia pergi bersama-sama dengan Ino- sahabatnya- ke perpustakaan kota untuk mencari tugasnya yang menumpuk.

Ketika ia datang bukanlah ucapan 'selamat datang' yang ia terima, melainkan pemandangan mengerikan yang membuatnya hampir pingsan. Kedua orang tuanya dibunuh dengan cara yang cukup sadis. Bagian tubuhnya sebagian besar sudah tak berbentuk lagi. Yang tersisa hanyalah setengah bagian wajah dan satu pergelangan kaki dari masing-masing mereka. Gadis bersurai soft pink itu hanya terisak meratapi kesendirian yang menunggunya saat ini.

"Seandainya, hiks- saat itu aku tidak pergi, mungkin semuanya tidak-"

Tangisan Sakura kembali pecah ditengah kerumunan orang berpakaian serba hitam yang hari itu turut mengantar jenazah kedua orang tuanya. Sedikit demi sedikit orang-orang yang merupakan kerabat dari orang tuanya itu mulai meninggalkan pemakaman dengan tatapan empati pada Sakura. Gadis beriris aquamarine yang adalah sahabat karib dari putri pemilik Haruno Corp itu hanya bisa meninitikkan air mata melihat sahabatnya yang baru saja menerima sebuah kenyataan yang pahit. Tangan putihnya merangkul tubuh sahabat pinkynya itu seraya menghiburnya.

"Sumisasen."

Seorang pria berpakaian jas formal dengan kacamata hitam menghampiri Sakura dan Ino yang masih terduduk tepat di samping makam orang tua Sakura. Kehadiran pria itu sontak membuat Ino heran, karena yang ia tahu pria itu bukanlah pegawai perusahaan Haruno Corp.

"Bukannya saya tidak mengerti posisi anda saat ini, tapi besok tuan Fugaku Uchiha-sama ingin bertemu dengan anda."

Raut wajah Ino berubah mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh pria berambut hitam itu. Emosinya tidak menerima apa yang baru saja ia dengar.

"Beraninya kau! Kau tidak tahu bagaimana perasaan Sakura saat ini! Kau seenaknya saja-"

"Sudahlah Ino. Kau tahu sekarang aku yang memegang perusahaan. Ini tanggung jawabku."

Sakura menghentikan kata-kata Ino yang membentak Shikaku, orang kepercayaan seorang Fugaku Uchiha. Pria itu kemudian memperbaiki letak kacamatanya.

"Sumisasen. Saya hanya menjalankan perintah untuk memberitahu anda."

Ino yang saat itu menolak apa yang dikatakan Shikaku seolah tidak mau sahabatnya menerima perintah untuk menemui sang pemimpin Uchiha Corp itu, karena ia tahu sahabatnya itu tidak akan bisa cepat melupakan kepergian kedua orang tuanya yang pergi dengan menyisakan misteri tentang pembunuhan mereka.

"Tapi-"

"Jangan khawatir. Aku pasti bisa melewati semua ini. Kau tahu aku kuat, kan?"

Sakura tersenyum pahit menanggapi protes Ino. Ia tak ingin membuat sahabatnya itu cemas, apalagi ia juga mempunyai masalahnya sendiri. Ia tak ingin membuat satu-satunya orang yang dekat dengannya saat ini repot dengan urusannya sendiri. Ya, Sakura sudah mencoba menjadi pribadi dewasa. Meskipun ia masih menduduki bangku SMA namun ia sudah menjadi seorang remaja yang tidak bergantung pada orang lain lagi.

"Arigatou gozaimasu. Tuan Fugaku menunggu anda besok pagi jam sepuluh di Uchiha Corp."

Setelah beberapa kalimat terakhir yang di ucapkan oleh Shikaku, pria setengah baya itu pergi meninggalkan Sakura dan Ino yang masih dirundung duka. Tak jauh dari pemakaman, Shikaku menerima telepon. Tanpa menunggu lebih lama, handphone silver yang berada di saku celananya itu segaera ia jawab.

"Moshi-moshi Fugaku-sama."

Sang penelepon itu kemudian bertanya sesuatu pada Shikaku.

"Ya, semuanya sesuai rencana."

Kemudian sang penelepon itu kembali berbicara namun kali ini memberikan perintah pada Shikaku.

"Ha'i. Wakarimashita."

Percakapan singkat itu kemudian berakhir ketika sang penelepon itu menutup teleponnya. Handphone silver itu kembali ke dalam saku Shikaku. Setelahnya kemudian pria setengah baya itu masuk ke mobil hitam yang sudah terparkir di depan pintu gerbang pemakaman. Tak lama mobil itu sudah terlihat meninggalkan pemakaman dengan kecepatan sedang.

.

.

-BLIND-

.

.

Langkah kaki putih gadis bersurai soft pink itu terlihat lesu. Ia masih amat berduka namun ia harus mulai mengerjakan tanggung jawabnya sebagai pemegang perusahaan Haruno Corp. Sebenarnya ia belum siap menanggung tanggung jawab yang begitu berat diusianya yang masih sangat muda untuk mengelola perusahaan. Namun bagaimana lagi, Haruno Corp yang baru berdiri sekitar satu tahun itu hanya menyisakan dirinya seorang untuk melanjutkan hidupnya perusahaan itu.

Setelah begitu lama rasanya bagi Sakura untuk tiba di ruangan sang presiden direktur Uchiha yang terhormat itu, dengan hembusan napas panjang nan berat Sakura mengetok pintu dihadapannya. Tak lama terdengar suara berat khas pria berusia separuh baya yang menyuruhnya untuk masuk.

"Masuk."

Sebelum membuka pintu itu, Sakura membenarkan sedikit rambutnya yang tadi agak berantakan. Ia kembali menghebuskan napas panjang seraya mengambil keberanian untuk berhadapan dengan sang pemimpin Uchiha Corp. Sakura memperlihatkan senyumnya yang manis, namun sayang wajah cantik itu tak dapat menyembunyikan kesedihan yang ia rasakan.

"Sumisasen Uchiha-sama. Apa yang akan anda bicarakan?"

Senyum tipis terlihat di wajah Fugaku. Ia memperhatikan penampilan Sakura dan menilainya. 'Cantik dan sopan' batinnya. Tangan Fugaku bergerak memberi isyarat pada Sakura untuk duduk berhadapan dengannya di meja kerjanya yang saat ini tempat ia berada. Sakura menurut. Ia duduk dengan perlahan di atas kursi putar yang berada tepat bersebrangan dengan Fugaku.

"Untuk usia seperti ini kau cukup profesional, Sakura. Tidak melibatkan masalah pribadi dengan pekerjaan."

Dengan nada datar Fugaku memuji Sakura. Sakura hanya tersenyum tipis menerima pujian yang hambar dari seorang pemimpin Uchiha Corp itu.

"Arigatou gozaimasu."

"Langsung saja, aku tidak punya banyak waktu. Aku ingin membicarakan hubungan kerja sama antara perusahaan kita sekarang."

Sakura seketika terlihat serius. Ia tidak akan bermain-main jika ini menyangkut perusahaan keluarganya. Fugaku memberikan jeda yang cukup lama, membuat gadis pinky itu semakin tidak tenang.

"Aku ingin menarik saham yang ada di Haruno Corp."

Jedaar.

Langit seakan Runtuh bagi Sakura. Iris emeraldnya yang indah itu membulat seketika mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh Fugaku. Hal terburuk yang pernah terlintas dalam benaknya semenjak orang tuanya meniggal menjadi kenyataan yang memperburuk suasana hatinya.

"K-kenapa anda ingin menarik kembali saham anda?"

Dengan seringaian tipis yang bahkan hampir tak terlihat itu, Fugaku memutar bola matanya seakan memandang remeh Sakura.

"Sekarang orang tuamu sudah meninggal, dan perusahaanmu mengalami penurunan..."

Fugaku kembali memberikan jeda pada Sakura. Ia ingin melihat ekspresi Sakura saat itu. Apa yang dikatakan oleh Fugaku memang benar. Penghasilan perusahaan menurun sejak orang tuanya meninggal dan Sakura tengah berusaha untuk memperbaiki hal itu.

"Dan kini Haruno Corp dipimpin oleh seorang bocah yang bahkan tidak mempunyai pengalaman sama sekali."

Fugaku dengan tatapan tajamnya menatap Sakura. Sakura hanya tertunduk mendengar perkataan Fugaku yang seolah menamparnya. Ia memang bahkan tidak punya pengalaman sama sekali untuk menjalankan Haruno Corp. Entah apa yang akan ia lakukan sebenarnya, ia sendiri tidak tahu. Yang terburuk adalah kehilangan saham yang sudah dimiliki berkat kerja keras orang tuanya.

"A-aku akan berusaha melakukan yang terbaik. Tolong jangan tarik kembali saham anda."

Dengan penuh harapan Sakura berusaha meyakinkan Fugaku untuk mempertahankan kerjasama antara perusahaan mereka yang baru menginjak lima bulan itu. Namun pendirian Fugaku yang terkenal keras itu tidak mudah untuk diubah, bahkan oleh istrinya sendiri.

"Itu tidak akan terjadi. Ini sudah menjadi keputusanku."

"T-tolong Uchiha-sama, berikan aku kesempatan. Aku akan berusaha memperkecil kerugian perusahaan, jadi anda tidak perlu khawatir akan mendapat kerugian."

Fugaku melipat kedua tangan kekarnya di depan dada sambil menatap tajam Sakura. Iris emerald itu berusaha untuk tetap bertemu dengan tatapan iris onyx Fugaku yang sejujurnya membuatnya takut. Sakura menggenggam erat roknya. Ia mencoba untuk berani menghadapi situasi seperti ini.

"Percuma."

Sakura yang mulai putus asa meminta kebijakan dari Fugaku kemudian berdiri sambil terus membalas tatapan Fugaku. Tangan putihnya ia gunakan untuk menopang tubuhnya yang mulai bergetar. Matanya mulai berkaca-kaca menahan tangis akan beban yang harus ia tanggung sekarang.

"Ku mohon, Uchiha-sama. Aku akan melakukan apa saja untuk mempertahankan saham anda."

Fugaku menyeringai mendengar perkataan Sakura. 'Apa saja' adalah kata-kata yang ia tunggu keluar dari mulut ahli waris Haruno Corp itu. Ya, dengan kata lain Sakura telah masuk dalam perangkap yang dibuat oleh Fugaku.

"Baiklah. Aku hanya memberikan satu pilihan untukmu. Kalau kau ingin menyelamatkan perusahaanmu, kau harus melakukannya."

Mata Sakura seolah memperlihatkan cahaya harapan yang ia tunggu-tunggu sejak tadi. Bibir Sakura mengembangkan senyum tipis yang jelas terlihat di mata Fugaku. Namun pilihan yang diberikan oleh Fugaku adalah sebuah jebakan.

"Lepaskan Haruno Corp."

.

.

-BLIND-

.

.

Sebuah mobil sedan berwarna silver berhenti tepat di depan gerbang bangunan mewah yang merupakan kediaman keluarga Uchiha. Ketika pintu mobil terbuka, seorang gadis berambut soft pink terlihat terkesima dengan bangunan yang ada di hadapannya saat itu.

Perhatiannya sempat tercuri oleh indahnya arsitektur yang sangat-sangat berkelas itu. Jendela mobil itu kemudian terbuka dan menampakkan seorang pria yang agaknya berumur dua puluh lima tahun memanggil namanya.

"Sakura-san, apa kau yakin?"

Sakura menoleh dan mengembangkan sebuah senyuman manis di bibirnya yang mungil. Ia menatap pria berambut silver itu dengan hangat. Ia menunjukkan sebuah sorot mata yang seolah memberikan keyakinan penuh akan keputusan yang ia buat.

"Kakashi-senpai tidak usah khawatir. Ini sudah menjadi keputusanku untuk menyelamatkan Haruno Corp."

"Kita bisa cari cara lain kalau kau mau. Tidak perlu mengambil keputusan ini."

Pria yang sudah menjadi orang kepercayaan keluarga Haruno itu kemudian memasang wajah cemas, meski wajahnya sendiri tertutup yang entah apa alasannya. Pria itu sudah Sakura anggap sebagai seniornya karena Kakashi sudah banyak membantunya selama ini, baik dalam study maupun perusahaan. Sakura kembali tersenyum seraya membenarkan letak syalnya yang perlahan mulai turun dari tempatnya semula.

"Ya, aku tahu. Tapi aku tidak ingin mengecewakan apa yang sudah menjadi keinginan ayah dan ibu."

"Sudahlah, jangan menatapku seperti itu. Aku baik-baik saja."

Sakura kembali menyambung pembicaraannya ketika masih melihat sorot mata Kakashi yang memancarkan kekhawatiran. Kakashi kemudian menghembuskan napas berat saat kembali menerima jawaban Sakura yang masih sama dengan lima hari yang lalu. Ia tahu tak ada gunanya meminta gadis itu untuk membatalkan niatnya, karena walau bagaimana pun juga pendirian gadis pinky itu sangat kuat.

"Hhh, baiklah. Hubungi aku kalau kau membutuhkan bantuanku, Sakura-san."

Pria itu mengucapkan kalimat terakhirnya yang dibalas dengan anggukan dan senyum yang mantap dari Sakura. Tak lama kaca jendela mobil itu menutup dan mulai meninggalkan Sakura yang tengah memandang mobil itu hingga lenyap di perempatan jalan.

Sakura kembali menghadap bangunan megah di depannya. Ia akui, rumahnya tidak sebanding dengan rumah, emh- istana yang menjadi tempat tinggal keluarga Uchiha ini, meskipun rumahnya sendiri sudah tergolong rumah mewah. Emeraldnya memandangi sebuah papan nama yang terpampang di samping gerbang yang bertuliskan 'Uchiha' sebelum kaki-kaki mungilnya memasuki pekarangan luas rumah sang Uchiha.

Sakura butuh waktu lima menit untuk sampai di teras rumah itu. Ia menarik napas panjang sebelum ia menekan bel yang berada di samping pintu. Tak butuh waktu lama untuk menunggu pintu itu terbuka. Seorang wanita separuh baya dengan rambut panjang hitam kelihatannya agak terkejut melihat kehadirannya. Sakura menatap matanya yang sama persis dengan mata Fugaku yang kelam, namun wanita ini memancarkan kehangatan dari sorot matanya. Berbeda dengan sorot mata Fugaku yang membuat gadis pinky itu takut.

"Sakura?"

Wanita itu menyebutkan nama gadis pinky itu dengan ragu, takut kalau nama yang ia sebutkan tidak sesuai dengan nama gadis itu. Ya, ini kali pertamanya bertemu dengan Sakura dan begitupun sebaliknya. Sakura kemudian menyunggingkan senyum tipis saat wanita itu menyebutkan namanya.

Ia mengangguk untuk membenarkan panggilan wanita itu padanya. Seketika wanita itu tanpa disangka-sangka memeluk tubuh mungil Sakura yang nampaknya terkejut dengan situasi ini.

"Akhirnya kau datang! Aku sudah menunggumu dari tadi."

Wanita itu melonggarkan pelukannya dari tubuh gadis bersurai pink itu lalu menariknya masuk ke dalam rumah dengan lembut. Sakura terpesona dengan bagian dalam rumah itu. Interiornya terbilang classic namun modern. Emeraldnya tak bisa menahan untuk tidak bergerak liar memperhatikan pemandangan disekitarnya. Sementara itu wanita itu memandangi menampilan Sakura seraya menilainya. 'Manis' batinnya.

"Oh, ya. Aku Mikoto, istri Fugaku."

Wanita itu kembali membuka pembicaraan saat mereka sudah berada di ruang keluarga yang bernuansa biru abu-abu. Sakura kemudian mengalihkan perhatiannya pada Mikoto.

"Aku turut berduka atas kematian orang tuamu. Kuharap kau tidak larut di dalamnya terlalu lama. Kau tahu, aku pun akan meninggal jika sudah waktunya."

Mikoto menatap Sakura dengan tatapan empati. Sakura yang kembali diingatkan kematian misterius orang tuanya seketika berubah lesu. Benar. Bukan hal mudah jika harus melupakan kejadian terburuk yang ia alami itu. Namun Sakura tak ingin memperlihatkan kesedihannya pada wanita itu. Sakura tersenyum, walau itu adalah senyum palsu.

"Arigatou gozaimasu."

Mikoto tersenyum. Ia memanggil salah satu pelayannya untuk mengantar Sakura ke kamarnya. Sakura kemudian menurut. Wanita tua yang sepertinya hampir pensiun itu yang mengantar Sakura ke kamarnya. Sakura cukup nyaman dengan wanita itu, karena wanita tua itu begitu hangat memperlakukannya sama seperti Mikoto.

"Ini kamarmu Sakura-san. Ku harap kau suka."

Wanita tua yang Sakura tahu bernama Chiyo itu tersenyum sambil membuka pintu kamar Sakura yang berada di lantai dua. Sakura terpana dengan penyusunan interior di dalamnya. Sangat manis. Ruangan bernuansa pink putih itu berisikan barang-barang perempuan yang feminim. Bahkan di kamar lamanya ia tidak mempunyai barang-barang sebagus itu.

"Kalau ada yang kau butuhkan, kau bisa mencariku di dapur."

Sakura kemudian mengangguk sambil tersenyum melihat raut wajah tua wanita itu.

"Iya."

Sakura merespon singkat nenek Chiyo. Kemudian nenek Chiyo mendekat pada Sakura dan membisikkan sesuatu padanya.

"Aku tak mau menakutimu, Sakura-san. Tapi kau harus berhati-hati dengan anak Fugaku."

Sakura membulatkan matanya. Ada apa dengan anak Fugaku sampai ia harus berhati-hati? Setelah mengatakan hal itu, nenek Chiyo berbalik pergi lalu menutup pintu kamarnya hingga yang terdengar hanya tinggal derap langkah kaki wanita itu yang perlahan mulai menghilang.

Satu sisi, Sakura masih belum mencerna apa yang barusan dikatakan wanita yang berumur setengah abad lebih itu. Dihari pertamanya di kediaman Uchiha ia sudah diperingatkan oleh salah satu pelayan untuk berhati-hati dengan anak Fugaku. Ada apa sebenarnya?

.

.

.

.

-TBC-

.

.

.

.


A/N: Woaaa.. Di chapter ini ceritanya masih nggak jelas, tapi Yupi berusaha perbaiki kesalahan yg Yupi buat di chapter berikutnya. Ceritanya mungkin akan mulai lbih jelas dichapter dua..

Sekali lagi, jika ada kesamaan ide, harap maklum.. Yupi masih pemula ^^a

.

.

I hope this good. Want to review?