Naruto © Masashi Kishimoto
.
Insane
.
CollabFic with pororo90
Warning: Rated-M, OOC, OC AU, TypoS, Gaje, Aneh
.
.
"Hai," ucapku padanya. Kata yang selalu aku ucapkan walaupun aku tahu ia tidak akan membalasnya, "Bagaimana kabarmu, Sasuke-kun?" Lagi ia tidak membalas perkataanku.
Senyum maklum aku sunggingkan. Tenang Hinata, jangan menangis, demi Sasuke-kun. Ia akan sembuh kalau kau kuat Hinata.
"Ne Sasuke-kun... Hari ini hari yang dingin, bukan?" Tidak ada jawaban. "Salju yang menumpuk di depan rumah kita tadi banyak sekali, Sasuke-kun. Untung saja Fuku-chan mau membantuku, ia ingin aku cepat-cepat menjengukmu. Fucchan memang anak yang baik kan?"
Tidak ada jawaban, lagi.
Aku diam sejenak, bukan karena aku kehabisan bahan obrolan dengan Sasuke, namun agar aku bisa bernapas dengan lega. Entah kenapa tiba-tiba saja dadaku terasa sesak dan aku sulit bernapas, seakan semua kesalahan yang ada di bumi di timpakan padaku.
Sebuah nampan berisi sarapan di atas meja menarik perhatianku. Ah, lagi-lagi Sasuke belum memakan sarapannya. Sasuke benar-benar manja.
"Sasuke, makan yuk?" tawarku seraya mengambil nampan.
Tidak ada jawaban.
"Sasuke?" Aku menatap punggung Sasuke yang dibalut dengan pakaian rumah sakit berwarna putih. Ia duduk di atas ranjang membelakangiku dan menghadap jendela. Ia tidak bergerak.
Lagi-lagi seperti ini.
Tiba-tiba saja aku melihat punggung Sasuke bergetar. Tangan Sasuke yang sebelumnya terletak lemas di atas paha mencengkram surainya kasar. Aku meletakkan kembali nampan yang telah aku ambil lalu bergerak cepat ke arah Sasuke dan memeluknya. Sasuke masih tetap meremas rambutnya walaupun aku sudah memeluknya. Aku berharap dengan pelukan ini Sasuke bisa tenang lagi.
"Aku monster." ucap Sasuke lirih disela-sela gemetarnya, "Aku bukan manusia lagi."
Tidak.
"Untuk apa monster hidup?"
Tidak, jangan katakan itu.
"Wanita sialan, kenapa kau disini?" Tidak, jangan menangis Hinata. "Wanita cantik sepertimu tidak pantas ada di dekat monster sepertiku." Lalu Sasuke terkekeh di akhir.
Aku tetap diam dan memeluknya. Dapat aku rasakan badannya tidak gemetar lagi, ia sudah cukup tenang.
"JAWAB AKU SIALAN!" Dan Sasuke mendorongku.
Untuk sesaat yang aku rasakan adalah rasa sakit di punggung karena menghantam lantai yang dilapisi oleh karpet tipis. Mati-matian aku berusaha untuk menahan air mata yang jatuh. Tidak, aku tidak boleh menangis, setidaknya jangan di depan Sasuke, jangan disini.
Sasuke turun dari ranjang dan menghampiriku. Ia mensejajarkan tubuhnya dengan tubuhku lalu menatap aku dalam diam. Ia tidak berkata apapun. Ekspresi wajahnya pun tidak dapat aku baca. Sasuke mengulurkan tangannya dan mengambil wajahku. Aku hanya dapat memejamkan mata, takut dengan tindakan Sasuke selanjutnya yang akan menyakitiku.
Beberapa menit aku menunggu, tapi tidak terjadi apapun. Takut-takut aku membuka mata, namun yang kulihat bukanlah Sasuke dengan wajah datar melainkan wajah tampannya yang dialiri oleh air mata. Aku tidak tahu ada pergejolakan batin apa yang terjadi di dalam dirinya, tapi ia sudah terlihat tenang. Dapat aku rasakan tatapannya padaku melembut. Lalu tiba-tiba saja ia menciumku dalam. Hangat napasnya terasa lemah dipipi, aku suka yang seperti ini. Ini... sangat menyenangkan. Tapi tiba-tiba saja kesenangan itu berhenti, Sasuke sudah memisahkan dirinya dariku. Sasuke menatapku dalam, alisnya bertaut saat menatapku, seakan berusaha mengingat sesuatu.
"H-H-Hi... Hi..." Sasuke mengucapkan namaku dengan terpatah-patah dengan alis yang masih bertaut. Aku menunggu ia melanjutkan kata-katanya, tapi sepertinya ia tidak bisa melanjutkannya. Aku hanya bisa tersenyum.
"Sasuke-kun."
Dan dia menciumku lagi, lebih dalam dari sebelumnya. Tubuh Sasuke menindihku, sedikit berat, namun aku suka. Tangannya menyelinap memasuki baju kemejaku lalu menarik tubuhku agar lebih dekat dengannya.
"S-Sasuke-kun..." Napasku semakin memburu.
Bibirnya kini tidak berada di atas bibirku lagi. Bibir Sasuke menyusuri mataku, berlanjut ke garis rahangku dan berakhir di pipi. Sasuke mengecup pipiku kemudian kembali ke bibirku lagi. Sasuke memperlakukan aku sangat lembut. Aku terpesona lagi olehmu, Sasuke.
Bibir Sasuke masih memanjakanku. Tatapannya sayu saat melihatku. Tangan Sasuke mulai aktif, perlahan ia membuka kancing bajuku satu persatu. Lambat, tenang, tidak terburu-buru. Setelah sepenuhnya kancing baju kemejaku terbuka, ia membenamkan wajahnya di dadaku. Sebelah tangan Sasuke aktif di sana sementara yang lain membelai bagian tubuhku yang lain.
Sasuke. Sasuke. Sasuke.
Nama itu seperti sebuah mantra yang sanggup membuatku melakukan apa saja untuknya.
Sasuke. Sasuke. Sasuke.
Apakah kau senang membuatku tergila-gila padamu, Sasuke?
Tanganku yang sebelumnya hanya meremas rambut Sasuke mulai ikut aktif entah bagaimana. Namun tanganku tidak bergerak lembut seperti Sasuke, aku malah membuka pakaian Sasuke cukup kasar. Melepaskannya cepat. Aku tidak mau membuang waktuku hanya untuk memikirkan pakaian Sasuke, aku bisa memintanya lagi pada perawat.
Aku tidak peduli dengan yang lainnya. Yang penting adalah aku dan Sasuke, untuk sekarang.
Aku dan Sasuke.
Ah, aku lupa memasukkan nama Fuku. Fuku-ku, Fuku kami.
Permainan kami mulai sampai pada puncaknya. Helaan napas Sasuke semakin memberat dan memburu, begitu pula aku. Aku dapat mendengar suara angin musim dingin yang masuk melalui celah-celah jendela, tapi entah bagaimana aku tidak merasakan sedikit pun dinginnya. Tubuhku panas, begitu pula Sasuke. Pelukanku pada tubuhnya semakin kencang, begitu pula dengan gerakannya yang semakin cepat.
Suara geraman yang keluar dari mulut Sasuke menandai akhir dari kegiatan panas kami. Sasuke tetap berada di posisinya selama beberapa menit, menikmati sisa-sisa yang ada. Ia menatap aku saat pelukan yang kuberikan terurai. Seperti biasa, aku memberikannya senyuman dan menunjukan tatapan aku senang.
Ini memang menyenangkan, bukan?
Senyumku itu bertahan selama beberapa menit, sebelum akhirnya luntur dan di ganti dengan kekecewaan yang menyelimuti wajahku.
Sasuke menangis. Sasuke menangis sehabis kami bercinta.
Apa dia menyesal?
"S-S-Sasuke..." Aku meraih pipinya lalu menghapus air mata yang mengalir di sana, "Ada apa?" Aku berusaha untuk berkata selembut mungkin dan berusaha menutup rasa cemas dan kekecewaanku.
Sasuke tidak menjawab pertanyaanku, seperti biasa.
Memang ini bukan kali pertama kami berhubungan intim saat Sasuke 'sakit'. Kami melakukannya hampir setiap hari, sejak tiga bulan yang lalu, saat Sasuke diketahui sakit. Aku tidak tahu apakah para perawat dan dokter di sini mengetahuinya atau tidak, aku tidak peduli. Sudah aku bilang sebelumnya bukan?
Namun, baru kali ini Sasuke menangis selepas kami bercinta. Apa yang terjadi padanya?
"Sasuke..." Aku kembali memasukkan Sasuke ke dalam pelukanku, membenamkan wajahnya di leherku. Wangi sampo bercampur keringat membelai penciumanku, aku suka. "Sudah... Tidak apa, Sasuke-kun."
Aku masih memeluk Sasuke, sesekali aku mengelus punggung telanjangnya dan membelai rambutnya. Deru napas Sasuke yang tenang perlahan mulai datang. Aku tersenyum.
Walaupun aku tersenyum, tapi dipikiranku masih terganjal akan sesuatu.
Benarkah Sasuke menyesal telah melakukannya?
Entah bagaimana kini giliranku yang mengeluarkan air mata.
.
.
"Hinata."
Suara wanita memanggilku. Aku menoleh ke arah wanita yang memanggilku. Mikoto-san, mertuaku ada di sana, dengan mantel coklat kesayangan. Tas coklat mudanya sedikit bergoyang saat ia berjalan ke arahku.
"Bagaimana keadaan Sasuke, Hinata?" ucap Haha-ue berbasa-basi.
"Seperti biasa, Haha-ue."
Seketika raut wajah Haha-ue berubah, "Sepertinya tidak ada perubahan, ya?"
Buru-buru aku menimpalinya, "T-tapi Haha-ue, Sasuke sepertinya mulai mengingatku."
"Benarkah?" Ada harapan dibalik kata itu, aku tahu.
"Iya. Sasuke tadi sempat menyebutkan namaku, walau hanya 'Hi' saja."
"Baguslah..." Haha-ue menyatukan kedua tangannya sambil tersenyum bahagia. "Sepertinya ada peningkatan ya, Hinata."
"Ya, Haha-ue." Ada jeda sejenak diantara kami, "Kalau begitu saya permisi dulu."
"Tunggu!" Haha-ue memegang pergelangan tanganku, mencegahku pergi, "Tolong berikan ini ke Fuku-chan ya?" Haha-ue memberikan sebuah amplop ditanganku, lalu menuntun tanganku untuk menggenggamnya.
"Baiklah, sampai jumpa Haha-ue." Dan aku benar-benar pergi dari sana.
Aku tahu, sebenarnya Haha-ue tidak benar-benar memberikan amplop itu untuk Fuku. Ia sebenarnya memberi itu padaku namun atas nama Fuku, seperti biasa. Amplop yang berisi uang itu untuk biaya hidup kami, aku dan Fuku, sedangkan biaya pengobatan Sasuke, keluarga Uchiha yang menanggung.
Sasuke sebenarnya tidak sakit secara fisik, ia sakit secara psikis. Dia... berubah. Sasuke yang dulu adah Sasuke yang dingin diluar namun hangat di dalam. Walaupun Sasuke merasa terganggu dengan pertanyaan orang lain, ia pasti akan menjawab. Berbeda dengan Sasuke yang sekarang, ia tidak akan menjawab pertanyaan yang orang lain ajukan dan hanya beberapa orang yang pertanyaannya akan dijawab, yang pertama aku, lalu Haha-ue, terkadang Itachi-san dan Fuku. Aku tidak tahu kenapa.
Awal bermula Sasuke sakit ini sekitar tiga bulan yang lalu. Saat itu Sasuke pergi bersama dua orang klien perusahaan Uchiha menggunakan mobil, hanya pergi bertiga, tanpa supir. Aku tidak tahu apa yang benar-benar terjadi saat itu, namun setelah sehari mereka pergi, aku mendapat berita bahwa Sasuke kecelakaan parah. Seorang klien diantara dua klien itu meninggal di tempat, sedangkan yang lainnya tidak ditemukan.
Hanya Sasuke yang tersisa dari kecelakaan itu. Aku bersyukur Tuhan masih melindungi Sasuke.
Tidak butuh waktu lama untuk Sasuke benar-benar pulih dari luka kecelakaan itu, hanya memerlukan waktu dua minggu lebih.
Namun disitulah mulai muncul masalah.
Sasuke yang saat aku jenguk sewaktu sakit masih baik-baik saja tiba-tiba menjerit bagai kesetanan. Ia... tidak dapat ditenangkan dan harus menggunakan obat-obatan yang tidak aku mengerti. Tangannya mencengkeram rambutnya terus lalu menarik-nariknya. Tapi kejadian itu tidak berlangsung lama, hanya dua kali. Keadaan yang lebih gawat muncul...
... Sasuke hilang ingatan.
Ia lupa padaku, pada Fuku kami yang berusia tiga tahun, pada keluarganya, pada semuanya, kecuali pada dirinya dan monster yang katanya ada di dalam dirinya.
Setelah itu, Sasuke terus berkata ia monster dan ia bukan manusia lagi. Sasuke yang sekarang juga sering berkata kasar padaku.
Tidak sampai disitu, Sasuke juga berkata kalau ia lah yang membunuh kedua kliennya.
Dan sejak saat itu, semua orang mengatakannya gila.
Haha. Sasuke tidak gila, yang gila adalah orang yang mengatakan Sasuke gila. Benar kan?
Sejak saat itu, Sasuke terus dirawat di rumah sakit, bukan di rumah sakit jiwa... aku tidak tahu kenapa bisa seperti itu, sepertinya Uchiha dibalik ini. Lagipula, aku tidak pernah berpikiran kalau Sasuke gila, ia masih Sasuke-ku. Dia Sasuke-ku.
Hanya milikku.
Hanya milikku.
.
.
Pagi yang lain kembali datang. Seperti biasa, aku menjenguk Sasuke di pagi hari dan pulang saat siang atau menjelang sore hari. Kegiatan yang tanpa aku sadari menjadi rutinitasku selama tiga bulan ini. Aku tidak bosan, selama Sasuke ada, aku akan melakukan apa saja.
Apa saja.
Aku membuka pintu kamar rawat Sasuke dan menutupnya kembali. Sesosok lelaki selain Sasuke yang cukup aku kenali menyapa inderaku. Itachi-san, berdiri menghadap ke Sasuke, membelakangi jendela kamar. Kedua tangan Itachi saling berlipat di depan dada, wajahnya pun tampak serius. Sepertinya ia membicarakan sesuatu hal yang penting pada Sasuke, namun Sasuke kelihatannya tidak memberikan tanggapan, seperti biasa.
Barang-barang yang aku bawa dari rumah kuletakkan di atas meja dekat pintu lalu menyusunnya, begitu pula dengan mantelku yang aku sandarkan pada pinggung kursi. Aku menoleh pada Itachi-san yang sedari tadi memperhatikanku dari sana, tetapi ia tidak berkata apapun. Jadi aku memutuskan untuk menyapa Itachi-san lebih dulu.
"Selamat pagi, Itachi-san," Aku mencoba ramah pada kakak iparku, "Hari yang dingin ya, Sasuke-kun. Ne... benar kan Itachi-san?"
"Ya," Itachi-san kemudian tersenyum padaku, "Hinata, bisakah kau ke sini?"
Itu... permintaan yang aneh, tapi aku tetap menurutinya. Dengan langkah yang lambat aku menghampiri Itachi-san dan berhenti saat jarak yang membentang diantara kami hanya bersisa satu meter. Aku tidak berniat untuk lebih dekat dengannya lagi, aku masih memiliki Sasuke dan dia ada di depanku sekarang walau Sasuke tidak menatapku.
Itachi-san tampak agak kesal karena pilihanku. Maka dari itu ia menarikku hingga aku membentur dadanya. Itachi-san kemudian memelukku sambil membawaku ke arah jarak pandang Sasuke.
Apa... yang direncanakannya?
Terkadang aku tidak mengerti dengan jalan pikiran kakak iparku ini. Di satu sisi ia begitu baik, namun di sisi lain ia begitu mengerikan, tidak terduga. Tapi bagaimanapun ia memang dasarnya orang baik.
Itachi-san masih memelukku dalam diam, beberapa kali aku memberontak dalam pelukkannya, tapi tidak lepas-lepas.
"Hinata..." Itachi memanggilku dengan suaranya yang terdengar serak setelah pelukan yang di berikannya terurai, "Tatap aku."
Itu bukanlah kalimat permohonan, melainkan kalimat perintah. Aku tidak menuruti kata-kata itu, pemandangan di lantai lebih menarik saat ini. Melihat aku seperti itu, Itachi-san menarik daguku tidak sabar, membuat tatapan mataku bertabrakan dengan matanya. Mata yang sama seperti milik Sasuke, hitam dan kelam.
Aku tidak tahu berapa lama waktu yang terbuang selama acara tatap-tatapan kami. Aku tidak tahu...
Aku juga tidak tahu kenapa tiba-tiba Itachi-san memcium bibirku dengan dalam dan sedikit kasar. Aku tidak tahu.
Beberapa kali aku memukul-mukulnya, memberikan perlawanan. Ia sama sekali tidak bergeming, masih tetap menciumiku. Lagipula...
Lagipula ciuman ini cukup mengasyikkan. Aku merasakan sensasi yang berbeda saat berciuman dengan Itachi.
Terasa lebih... panas?
Bukan berarti ciuman Sasuke tidak bagus, aku suka juga.
Hahaha, aku seperti jalang ya?
Tanpaku sadari aku mulai membalasnya, mengalungkan lenganku di leher Itachi-san, merengkuhnya. Itachi-san juga memelukku erat, sebelah tangannya bertengger di atas pinggulku, sementara yang lain mendorong kepalaku agar tetap berada di posisi.
Hanya sekali ini. Hanya sekali.
Sampai aku lupa kalau Sasuke, suamiku melihatnya.
BUGH!
Lalu, ciuman yang cukup nikmat itu tiba-tiba saja terputus. Begitu aku menyadari kenapa, Itachi-san sudah terjatuh di lantai dengan sebelah pipi yang memerah. Sasuke tidak lagi berada di tempat biasanya, ia berdiri di depan Itachi-san dengan napas yang terengah-engah.
Apa... yang terjadi?
Sasuke meraih kerah Itachi-san, bersiap untuk meluncurkan bogem mentah lagi. Aku buru-buru menghampiri Sasuke dan memeluknya dari belakang.
"S-Sasuke... sudahlah..." Aku takut.
Kenapa Sasuke bereaksi seperti itu?
Aku masih tetap memeluk Sasuke dan mencoba untuk menenangkannya. Deru napas Sasuke masih kencang, tapi mulai normal.
"H-Hi-Hina..."
Sasuke menyebut namaku... Ia mulai ingat padaku.
Aku tersenyum dari balik punggungnya, "Sasuke-kun."
Yang aku ingat setelah itu adalah Sasuke melahap bibirku penuh-penuh.
.
.
TBC
.
.
P/A:
Halo, apa kabar?
Akhirnya, jadi juga fic collab dengan pororo-nee xD
Fic ini terinspirasi dari ningen shikkaku.
Terima kasih yang sudah berminat untuk membaca. Silahkan berikan tanggapan anda, kritik, flame, dll di kotak review.
Terima kasih! ^ ^
Salam,
Panda
