Hawk Eye Falcon presents
AKASHI & TAKAO CHANGE !
Genre : Humor, Supranatural (?), Mystery (?), Friendship
Rate : K or K+
Fanfic ini terinpirasi dari OA LINE KnB yang adminnya nanya, kalau seandainya Akashi dan Takao bertukar akan jadi apa ?
Juga sekalian mau nistain orang, mumpung baru selesai ujian /ketawa bahagia/
Enjoy the Story~
Beberapa saat yang lalu, tempat ini benar-benar ribut. Penuh dengan teriakan, sorak-sorai, seruan-seruan disana-sini. Kata-kata mendukung, kata-kata pujian, semuanya, bercampur aduk. Membuat atmosfer yang amat bahagia.
Atas kemenangan Vorpal Swords terhadap Jabberwock.
Sekarang, tempat ini kembali sepi. Para penonton dan pendukung sudah tak ada, kembali pulang. Yang tersisa hanyalah om-om berseragam petugas cleaning service yang sedang mengepel lapangan, serta para anggota Vorpal Swords, pemain cadangan Takao, Hyuga, dan Wakamatsu, serta dua orang gadis—Momoi dan Riko. Tak lupa para pemain Seirin yang ikut serta.
"Hoi, Takao—"
"Takao-san, boleh ikut aku sebentar ?"
Takao menatap bergantian pada Midorima dan Akashi. Bingung. Lho, kenapa mereka serempak memanggil Takao ? Ada urusan apa mereka dengan Takao ? Ah, kalau Midorima sih pasti kalian bisa menebaknya. Kalau Akashi ?
Demi menghormati lawan bicara—yang bukan tiap hari dia bisa bertemu dengannya—akhirnya Takao pun menyahuti Akashi. Mengikuti pemuda berambut merah itu. Midorima makan hati karena panggilannya tak disahuti. Duh, sabar ya mz.
"Takao-san, aku minta maaf karena sudah memakai teknikmu tanpa izin,"kata Akashi to the point.
"Eh ? Teknikku ?"Takao berusaha nggak pasang muka bego di depan Akashi. "Oh, yang tadi—"
"—karena itu aku mohon maaf, mungkin kau kecewa padaku."
"Haha, tak apa, taka pa,"Takao melambaikan tangan. "Yang penting menang, bukan ? Tapi kau hebat sekali, bisa meniru gerakanku. Seperti Kise-kun saja."
"Aku melihat Midorima berpose(?) seperti itu jadi aku reflex saja."
"Hahaha,"Takao berusaha nggak canggung. Akashi saja nggak canggung hello, untuk apa dia canggung ?
"Karena itu—"
BRAK !
Om-om cleaning service tadi, karena asyik berjalan mundur (sedang mengepel), nggak sadar ada Akashi dan Takao. Lalu dia nabrak Akashi sampai Akashi jatuh, nubruk Takao. Jadilah keduanya jatuh berbaring di lapangan. Suara jatuhnya cukup keras. Membuat anggota lain rusuh. Ingin membantu.
"Maafkan saya ! Maafkan saya !"om-om tadi minta maaf sambil membungkukkan badannya berkali-kali, mirip Sakurai. Akashi segera bangkit dengan gaya elegannya.
"Tidak apa-apa om, harusnya om hati-hati,"kata Akashi dengan suaranya yang lembut. Karena nggak dimarahi, om tadi langsung ngacir pergi.
Kemudian, saat berbalik, terlihatlah para anggota menatapnya bingung. Dan, saat Takao bangkit, barulah keduanya menjerit.
"KENAPA DENGAN TUBUHKU !"
Jadi, secara ajaib mereka bertukar tubuh setelah terjatuh tadi. Takao di tubuh Akashi dan Akashi di tubuh Takao. Takao nangis kejer muterin lapangan, minta tubuhnya dibalikin. Yang terlihat, Akashi-lah yang sedang nangis kejer muterin lapangan.
Sungguh penistaan yang hakiki.
Akashi duduk kalem, dalam hati berjanji akan menyiksa Takao yang sudah menistakan dirinya sehina itu. Takao teriak-teriak, membuat suaranya yang biasanya lembut jadi cempreng. Riko dan Momoi sudah pingsan melihat penistaan itu. Anggota lain sedang mengecek apakah jantung mereka masih berdetak atau tidak, melihat Akashi masih guling-guling di lapangan atau Takao yang menadak kalem dan mempesona.
Karena geram, Midorima mengambil bola basket dalam keranjang—yang belum dirapikan oleh om-om tadi—dan melemparkan sekuat tenaga ke kepala Takao. Membuat Takao langsung tepar di tengah lapangan.
"Midorima ! Itu tubuhku !"seru Akashi kesal. Menatap tajam Midorima. Midorima mendadak ciut nyalinya setelah melihat tatapan mata super tajam dari iris silver Akashi.
"Sebenarnya apa yang terjadi-ssu ?"tanya Kise histeris. Melihat Akashi yang tepar di tengah lapangan saat ini membuat pikirannya teraduk-aduk.
"Kalian bisa membuatku mati muda, tahu !"omel Kagami yang sedetik lalu bersyukur karena jantungnya masih berdetak.
"Tenanglah, semuanya !"suara unyu Kuroko menggema. "Tolong semuanya tenang ! Kita harus memastikan dulu apa yang terjadi. Aku tahu melihat semua ini membuat kita tak percaya atau nyaris mati, tapi tolong tenang dulu. Murasakibara-kun, bisa tolong aku ? Tolong bawa Takao-kun kesini."
Sungguh ajaib pula, Murasakibara menuruti Kuroko. Lalu menyeret Takao ke mereka. Akashi menatap tajam Murasakibara, memasukkan namanya ke daftar orang yang akan terkena siksaannya.
"Akashi-kun, kini kau di tubuh Takao-kun ?"
"Ya,"jawab Akashi pendek.
"Takao-kun, kini kau di tubuh Akashi-kun ?"
"Hmm…"
"Saat kalian terjatuh tadi, apa yang terjadi pada kalian ?"
"Yang terjadi ? Tentu saja sakit, namanya juga terjatuh !"Takao menampilkan wajah begonya. Membuat Momoi yang baru siuman langsung jatuh pingsan lagi (dikiranya Akashi yang masang muka bego begitu. Kan out of character sekali).
Midorima nyaris nabok Takao kalau aja tatapan Akashi tidak mengarah padanya.
"Biar kuperjelas,"Akashi angkat suara. Berusaha menyamankan diri dengan tubuh barunya. Berdeham sedikit, agar suaranya jadi lebih ngebass, padahal tak ada efek apapun. Secara, suara Kamiyan kan beda sama suara Tattsun. Jadi dia berusaha membuat suara Tattsun jadi suara Kamiyan, padahal udah jelas nggak bisa.
"Saat kami terjatuh, selain sakit, aku sempat merasa pusing, lalu tubuhku seperti diangkat. Tapi kukira itu adalah halusinasiku saja,"
Midorima nyaris nangis terharu melihat Takao mendadak pintar (padahal Akashi).
"Itu saja ?"
"Iya."
"Apakah kau bisa menebak apa yang terjadi hingga kalian bertukar tubuh ?"
Akashi menggeleng. tahu apa yang harus dilakukan. Kalau Akashi yang pinternya gak ketulungan pasrah, Takao yang butiran debu bisa apa ?
"Kuharap, kami bisa segera kembali. Karena, beberapa hari lagi aku harus kembali ke Kyoto dan ada pertemuan bisnis dengan perusahaan—"
Takao terperangah.
"—menyelesaikan laporan keuangan selama sebulan ini—"
Akashi terlihat santai, seolah itu bukan hal biasa baginya. Takao sudah hampir pingsan.
"—menyambut tamu ayahku, gala dinner dengan salah satu perusahaan—"
"Akashi-san—"
"—juga menyelesaikan tugas OSIS Rakuzan yang menumpuk."
Mampus. Mampus. Takao bergumam mampus. Kalau sampai hari itu mereka belum kembali juga, alamat Takao harus menggantikan Akashi mengerjakan itu semua.
Riko yang sudah siuman duluan mencoba ikut nimbrung. Sedikit risih dengan aura gloomy yang di keluarkan Takao. Lihatlah, Takao sedang duduk, memeluk lutut, bibirnya dimajukan, pipinya digembungkan, ada air mata di sudut matanya. Kawaii, pikir Riko. Ah, ternyata ada untungnya juga. Dia bisa melihat sisi imut seorang Akashi Seijuurou.
"Emm…bisa tidak jika Akashi-kun saja yang pulang ke Kyoto, dan Takao-kun tetap disini ? Aku khawatir tugas itu semua akan hancur jika Takao-kun yang mengerjakan,"kata Riko, berusaha mengalihkan pandangan dari Takao.
"Itulah masalahnya, Riko-san,"Nada bicara Akashi melembut. Menatap iris cokelat Riko intens."Aku tentu saja tidak bisa pulang ke Kyoto dengan tubuh Takao-san. Ayahku akan bingung, dan resiko paling besar adalah aku tidak diakui di keluarga Akashi lagi. Takutnya, kami terjebak disini selamanya."
"AKU TIDAK MAU ITU TERJADIII !"Takao berteriak seriosa. Air mata sempurna lolos dari matanya.
Kagami, Aomine, dan Kise kejang-kejang mendengar teriakan Takao memakai suara Akashi.
"Takao-san, duduk dan diam !"perintah Akashi. Takao sesenggukan, menangis memeluk lutut.
"Jadi, solusi terbaik untuk sementara adalah aku tetap disini, dan Takao-san pulang ke Kyoto."
Kali ini, Midorima ikutan kejang mendengar solusi itu.
"Sementara aku disini, aku akan memikirkan bagaimana caranya agar kami bisa kembali. Tentu dengan bantuan kalian semua. Jadi, Takao-san, bagaimana ?"
"Tidak bisakah aku ikut tinggal disini ?"tanya Takao penuh harap.
"Tidak bisa. Ayahku akan murka jika aku tidak di Kyoto dua hari lagi, dan konsenkuensinya, aku tidak boleh ke sini lagi,"
Midorima sekuat tenaga menahan emosinya.
Takao sudah pasrah. Mengusap pipinya.
"Ingat, jika ada kesulitan selama disana, hubungi aku."
Takao mengangguk lemah.
Selamat datang, dunia yang asing.
"Shin-chan, maafkan aku !"seru Takao lirih. Menatap iris emerald Midorima. Sekuat tenaga menahan tangisannya. Berusaha menormalkan suaranya yang bergetar.
Sebenarnya, selain mereka berdua yang menderita karena saling bertukar tubuh dan bertukar kehidupan, Midorima juga menderita. Menderita karena tidak terbiasa dengan suara Akashi yang memanggilnya 'Shin-chan'. Menderita karena tidak terbiasa dengan aura Akashi yang seperti ini. Menderita karena tidak terbiasa dengan sikap Akashi yang berubah 1800.
"Jadi siapa yang akan membantuku mencari lucky item, nodayo ? Siapa yang akan menarik rickshaw ? Akashi ? Malah aku yang disuruh menarik rickshaw, nanodayo !"kata Midorima jengkel. Walaupun dia tahu, ini bukanlah salah Takao. Sebenarnya dia juga nggak sampai hati ngebentak Takao, tuh lihat, dia 'kan barusan nangis, sekarang hampir nangis lagi.
Tiba-tiba Takao malah bersujud. Membuat Midorima kaget setengah mampus. Baru kali ini dilihatnya Akashi sudi merendahkan dirinya, sampai bersujud pula. Kalau Akashi tahu Takao sedang berbuat seperti ini…
"APA YANG KAU LAKUKAN, NANODAYO ?!"teriak Midorima. Sungguh, hari ini dia banyak sekali mengalami tekanan jantung. Entah jantungnya masih bisa berfungsi normal atau tidak mulai sekarang sejak mendapati perubahan drastis macam ini. Kalau dia akan mati muda karena gagal jantung, dia ikhlas.
"Aku bersyukur, Shin-chan !"seru Takao. "Akhirnya aku bisa duduk di gerobaknya, bukan di sadel sepedanya !"kata Takao membuat Midorima makin tak karuan hatinya. Lihatlah, Takao sedang bersorak, memuji-muji dirinya yang akhirnya bisa merasakan duduk di gerobak. Bukan di sadel sepeda yang membuat bokongnya kapalan.
Haah, Midorima menghela napas. Sebenarnya sedikit sedih. Tadi itu akal-akalannya saja biar Takao tetap disini.
"Akhirnya aku bisa menjadi orang kaya, hahahaha,"Takao berpose meletakkan dagu di antara ibu jari dan jari telunjuk. Menyeringai lebar. Midorima ingin sekali menabok Takao sekarang, tadi sedih, sekarang senang. Gaje.
"Sudahlah,"kata Midorima, meraih tasnya. Memasukkan remote tv, mengeluarkan handphonenya. Berbalik, memunggungi Takao, meninggalkan Takao.
"Shin-chan, tunggu !"Takao berlari menuju si pangeran lumut. "Kau marah ?"
"Untuk apa aku marah ?"tanya Midorima dingin. Mencoba mengalihkan pandangan. Pikirannya melayang, akan jadi apa hidup tanpa Takao, ya ?
"Aku akan ke Kyoto, Shin-chan ! Kau dengar itu ?"
"Lalu ? Aku harus kesana juga ?"
Takao bingung sekali, kenapa Shin-chan jadi dingin ? Salahnya apa ?
"Kau mau pulang, tidak ? Kalau mau, cepatlah."
Takao tersentak. Segera diambilnya tasnya dan berlari menyusul Midorima.
"Midorima, Takao, mau kemana kalian ?"suara itu membuat langkah mereka terhenti. Dilihatnya Akashi menatap mereka tajam, tangannya bersedekap.
"Takao, kau pulang ke Kyoto, bukan ?"suara Akashi terdengar berbahaya. "Ikutlah bersama Murasakibara, pulang ke apartemen. Kemaskan segala peralatanku. Dan ikut pulang ke Kyoto naik helikopter pribadiku, besok, pukul sembilan di bandara Nakita."
"Ta-Tapi Akashi-san, aku harus membawa beberapa barangku, 'kan—"
"—Barang apalagi ? Semua keperluanmu tersedia di mansionku, Takao-san. Cepat masuk, supir pribadiku dan Murasakibara sudah menunggumu. Berikan tasmu padaku. Midorima, tunjukkan padaku dimana rumah Takao-san."
Midorima dan Takao terdiam lama. Menghela napas, saling bertatapan, Takao memamerkan senyumnya, Midorima membalasnya dengan tatapan sedih, akhirnya Takao memberikan tasnya pada Akashi.
"Nama adikku Takao Kazuna. Hanya sekedar memberitahu, agar kau tak kesulitan, Akashi-san."
Kemudian Takao berjalan gontai masuk lagi ke tempat tadi.
Midorima menelan ludah. Meskipun berjalan bersama Takao, tapi auranya berbeda. Aura berbahaya yang dia kenal dulu. Kenapa hidup jadi serumit ini. Entah kenapa hatinya ikut sakit.
"Dimana rumah Takao ?"tanya Akashi. Midorima berjengit, dan menyuruhnya mengikutinya.
"Kazu nii-chaaaan !"seru adik perempuan Takao—Kazuna—saat melihat mereka berdua sampai di depan gerbang rumah Takao. Kazuna berlari, melompat memeluk Akashi. Akashi mendadak kikuk, tidak tahu harus berbuat apa. Membalas pelukan erat adiknya.
"Gimana ? Gimana ? Gimana ?"Kazuna melonjak-lonjak dalam gendongannya, menatap mata sang kakak intens.
"Uhm, Kazuna, biarkan Takao masuk dulu. Dia kelelahan setelah bermain tadi,"kata Midorima mencoba membantu. Kazuna menurut, turun dari gendongan Akashi, menarik-narik tangannya.
"Shin-nii-chan jangan lupa istirahat juga ! Terima kasih sudah mengantarkan Kazu nii-chan !"balasnya senang, sebelah tangan menarik tangan Akashi, sebelah tangan melambai pada Midorima, lalu menghilang di balik pintu.
Sunyi setelah itu.
Midorima merasakan napasnya tercekat.
"Selamat datang kembali, Tuan. Kenapa dengan wajah anda, terlihat begitu sedih,"supir pribadi Akashi membukakan pintu untuk Takao. Takao kikuk, tidak tahu harus menjawab apa. Sementara Murasakibara di belakang, sibuk mengunyah keripik, tidak peduli.
"Aku tidak apa, Takeda-san,"jawab Takao lembut, untung saja dia cepat membaca nametag yang tersemat di baju supir itu. "Hanya sedikit sedih dengan kepergian temanku…besok."
"Aka-chin butuh istirahat, Takeda. Dia kelelahan~"
"Oh, benar, maafkan saya ! Silakan masuk, Tuan !"
Takao dengan canggung masuk, duduk di jok empuk mobil, yang berlapiskan kain sutra. Wow, pikir Takao. Bahkan jok mobil saja dilapisi kain sutra ? Seberapa kaya keluarga Akashi ? Seumur-umur hidupnya, Takao nyaris nggak pernah pakai sutra, paling pas dia pakai hakama, itupun hanya di upacara adat keluarganya.
"Tuan, besok saya akan menjemput anda pukul setengah sembilan. Tuan Besar sudah mengkonfirmasi, Tuan Besar bilang akan pulang dua hari lagi."
"Siapa itu Tuan Besar ?"ringis Takao. Berjanji akan menanyakannya pada Akashi nanti.
Sepanjang perjalanan, lampu-lampu jalanan Tokyo redup. Beberapa rumah dan gedung sudah menghentikan aktivitasnya. Sekarang menginjak pukul sebelas malam. Dengan semua kejadian hari ini, Takao merasa amat lelah, lelah fisik dan mental. Ingin tidur. Bahkan Murasakibara sudah tertidur pulas di sebelahnya. Kepalanya bahkan jatuh ke bahunya.
Begitu sampai di apartemen, Takao sebetulnya ingin sekali langsung rebahan, dan ngorok. Tapi dia inget, masih banyak hal yang harus disiapkannya untuk kepulangannya besok. Aaah, kira-kira pukul berapa lagi dia harus tidur ?
Begitu masuk, dirinya dikejutkan dengan beragam perabot super mewah di ruangan itu. Sofa merah yang terlihat lembut dan empuk sekali, tatanan gelas dan piring kaca yang tampak mahal, televise berukuran super, mirip bioskop mini, serta home theatre. Tunggu sampai dia masuk ke kamarnya nanti.
"Selamat datang kembali, Tuan Seijuuro,"seorang mbak maid cantik melangkah anggun, menyambut Takao. "Saya sudah mempersiapkan segala keperluan anda untuk besok, Tuan. Koper-koper anda sudah saya siapkan, saya letakkan di kamar anda. Saya sudah merapikan tempat tidur anda, juga sudah mempersiapkan peralatan mandi anda. Saya sudah membuatkan sup tofu kesukaan anda, juga sudah menyiapkan pakaian anda. Ada lagi yang perlu saya siapkan, Tuan ?"
Ah, ternyata segala sesuatunya sudah disiapkan. Enak ya, jadi orang kaya.
"Tidak. Terima kasih, ya,"Takao tersenyum. Membuat maid tadi sedikit tersipu.
"Kalau begitu, saya pulang dulu, Tuan. Sampai jumpa lagi di kunjungan anda yang berikutnya. Jangan lupa kunci apartemen anda sebelum anda pulang."
"Jangan. Seorang wanita tak boleh pulang sendirian malam-malam begini. Menginap saja dulu,"kata Takao.
"Ta-Tapi, saya sudah terbiasa—"
"—aku tidak mau kau kenapa-napa. Menginap saja dulu,"
Maid tadi terpesona pada kebaikan hati Takao, mengangguk, tersenyum.
Takao berjalan gontai ke kamarnya. Lihatlah, benar 'kan dugaannya, kamarnya juga super mewah. Ukuran kamarnya dua kali lebih besar dari kamarnya. Ranjang besar yang terlihat empuk sekali. Menggodanya untuk segera merebahkan diri disitu. Wangi tercium. Menahan diri untuk tidak melemparkan diri ke ranjang itu dengan wajah bodoh. Mencoba menelusuri seisi ruangan, kira-kira ada hal apa lagi yang mampu membuatnya melongo.
Ah, tadi mbak maid bilang kalo peralatan mandinya sudah disiapkan. Mencari-cari dimanakah gerangan kamar mandi. Ketemu. Wow, pintunya saja penuh ukiran, dibuat dari kayu berkualitas tinggi. Kamar mandinya ? Jangan dibandingkan. Engsel pintunya nyaris copot akibat sering berebut mandi sama adiknya, dan sering dibanting-banting. Takao jadi segan mau megang pintunya aja.
Begitu masuk, Takao melongo. Lebar banget. Luas kamar mandinya seluas kamarnya. Di sudut, ada bathtub mewah dengan air hangat, menebarkan aroma harum dari aromatherapy yang dipasang. Sabunnya sabun mewah, coy. Buat masuk ke bathtubnya saja ada tangganya. Nggak Cuma bathtub, ada shower, wastafel, serta rak yang dipenuhi produk mandi mahal.
Ingin sekali segera menceburkan diri ke bathtub itu. Merilekskan tubuh setelah kejadian aneh ini.
Oh ya.
Apakah Takao harus memakai sikat gigi Akashi juga ?
TO BE CONTINUED
Hahaha, rasanya enak bener nistain orang/hush
Selamat udah selesai UTS yey
Bentar lagi jadi kakak kelas/hoy
Bagi para readertachi yang mau berasal dari Batam, berniat masuk ke SMAN 1, sampai jumpa di sana, ya ! Aku jadi kakak kelas kalian lho~ Cari saja !
