Disclaimer: Punya diri mereka sendiri
Rated: T
Genre: Family
Cast: YunJae, Changmin, Jessica (Jung Sooyeon)
Warning: BL, typo(s), alur kecepetan, OOC
Ket:
Yunho: 40 tahun
Jaejoong: 29 tahun
Changmin: 18 tahun
Jessica: 16 tahun
Don't Like Don't Read
.
.
Be A Good Mother
By: Misa Yagami Hitsugaya
.
.
Pagi hari yang cerah di rumah sederhana milik keluarga Jung. Terlihat seorang namja berwajah cantik tengah menyiapkan sarapan untuk porsi empat orang. Sedang seriusnya ia memasak, tiba-tiba ia dikejutkan oleh sepasang tangan kekar yang memeluk pinggangnya dari belakang.
"Pagi, Boo~"
"Pagi, Yun. Cepatlah duduk, sarapan sudah hampir siap."
"Baiklah, tapi morning kiss dulu~" ujar sang namja bermata musang manja.
Jaejoong berbalik dan mencium cepat bibir suaminya. "Sudah kan? Sekarang duduklah."
Namja tampan bernama Jung Yunho itu menuruti perintah istri tercintanya. Ia duduk manis sambil menunggu sarapannya siap.
Tak lama, dua orang remaja turun dari lantai dua, dan menuju ruang makan.
"Pagi appa, eomma." Jung Changmin, anak sulung keluarga Jung itu menyapa kedua orang tuanya.
"Pagi, Min. Duduklah. Sarapan sudah siap." Jaejoong tersenyum menyambut kedua anaknya itu.
Sementara si bungsu hanya diam, dan malah meninggalkan ruang makan itu.
"Sooyeon-ah, kau mau kemana? Tidak sarapan dulu?" Yunho menghentikan langkah putri bungsunya itu. Jung Sooyeon.
"Appa, sudah berapa kali kukatakan, aku tidak suka nama itu. panggil aku Jessica!" ucap si bungsu marah.
"Tapi namamu memang Sooyeon kan? Lagipula untuk apa kau berangkat sekolah sepagi ini? mau membantu penjaga sekolah, hm?"
Sooyeon menatap dingin ke arah appanya.
"Lebih baik aku membantu penjaga sekolah, daripada aku harus melihat wajah namja itu lebih lama."
Jaejoong yang telah duduk di kursinya hanya menunduk. Dia tahu, bahwa namja yang Sooyeon maksud adalah dirinya.
"Sooyeon! Jaga bicaramu! Bagaimanapun juga, ia adalah ummamu sekarang!"
"Aku tidak sudi punya umma seperti dia!"
"Jung Sooyeon!"
Yunho menatap putrinya marah. Namun Sooyeon hanya diam dan mengatur emosinya.
"Aku pergi!" terdengar suara Changmin yang sedari tadi hanya diam menukmati makanannya. Changmin mengambil tasnya, kemudian melangkah keluar rumah.
Sooyeon menatap tajam Jaejoong sekilas, lalu pergi mengikuti oppanya pergi.
Tinggalah Jaejoong dan Yunho yang masih diliputi keheningan. Yunho menatap cemas ke arah istrinya yang masih diam.
"Boo, jangan terlalu memikirkan perkataan Sooyeon."
Jaejoong mengangkat kepalanya, dan bertemu pandang dengan Yunho.
"Aku mengerti, Yun. Mungkin Sooyeon masih sulit menerimaku sebagai ummanya. Lagipula, aku ini-"
"Hentikan, Boo. Aku tidak ingin membahas hal itu lagi."
Keheningan meliputi kedua namja itu. mereka terlarut dalam pikiran masing-masing.
.
.
.
*JJ POV*
Setengah jam yang lalu, Yunnie berangkat kerja. Sedangkan aku masih diam di meja makan. Entah kenapa perkataan Sooyeon masih membekas di pikiranku.
Aku memang bukan umma kandung mereka. Umma mereka meninggal dunia dua tahun yang lalu.
Kurapikan peralatan makan yang ada diatas meja makan, kucuci mereka hingga bersih. Sementara itu, pikiranku terus saja melayang ke masa-masa saat aku bertemu dengan Yunho di kedai es krim.
*Flashback*
Aku tinggal sebatang kara di Seoul ini, kedua orang tuaku telah meninggal sejak aku masih kecil. Aku diasuh oleh bibiku di Chungnam, namun aku pindah ke Seoul, bertekad untuk mencari pekerjaan yang lebih baik. yah, itu hanya niat. Ternyata mencari pekerjaan di kota besar seperti Seoul tidak mudah. Sebisa mungkin aku harus membiayai diriku sendiri. Dan akhirnya aku bekerja di kedai es krim ini. memang gajinya tak begitu besar. Namun cukup untuk biaya hidupku.
Hari itu, aku tengah mengelap meja. Dan kurasakan sebuah tepukan di bahuku. Saat aku berbalik, aku tersentak melihat seorang lelaki tampan dan gagah di hadapanku. Entah kenapa dadaku berdebar kencang.
"Permisi, apakah ini kedai milik Kim Junsu?" tanya lelaki itu.
"I-iya. Ini kedai milik Junsu-ssi."
"Ah, syukurlah, aku sudah mencarinya kemana-mana. Apakah Junsu ada disini? aku ingin bicara padanya."
"S-sebentar, saya panggilkan."
.
"Ah! Yunho-yaaaaa!" bosku itu memang sangat aneh. Ia seorang namja, tapi bisa memiliki suara secempreng itu.
"Ya! kau mau membuat telingaku rusak, bebek?!"
"Hehe, aku kan senang sudah lama tidak bertemu denganmu~"
"Iya iya, aku juga kangen padamu. Hei, aku sudah datang, ayo berikan aku es krim!" perintah lelaki bernama Yunho itu.
"Cih, inginnya gratisan saja! Jae, berikan es krim vanilla untuk beruang ini. dua scoop saja, jangan banyak-banyak."
"B-baik." aku menyiapkan gelas, dan mengambil dua scoop es krim vanilla, sambil telingaku tetap terpasang untuk mendengarkan pembicaraan Junsu-ssi dan lelakin tadi.
"Jadi, bagaimana Amerika?"
"Baik saja, hanya lebih banyak orang bule."
'Ish, maksudku, bagaimana keluargamu?"
"Aku tak ingin membicarakannya."
"Yun, kau tahu sendiri kalau kau tidak mencintai Ahra. Kenapa masih menikahinya?"
"Aku juga tidak mau. ini semua karena dia menjebakku! Aish, aku jadi kesal kalau memikirkannya!"
"Salah sendiri kau mau saja ditipu olehnya. Sudah tahu dia itu seperti ular berbisa."
"Yah, semuanya sudah terjadi. Aku tak bisa apa-apa."
"Lalu bagaimana dengan Changmin? Apa dia sehat?"
"Ya, dia sehat. Tapi dia sedikit pendiam. Adiknya juga."
"Hah? Adiknya?"
"Aku dan Ahra punya anak lagi disana."
"Ck, kau aneh, kau tidak menyukainya tapi menghamilinya lagi?!"
"Itu juga karena ia menjebakku lagi, Su! Dia memasukkan obat perangsang ke dalam kopiku!"
"Jadi, sekarang bagaimana?"
"Aku sedang kabur. Aku lelah hidup dengannya. Aku ingin menenangkan diri."
Aku tersentak saat mendengar bahwa Yunho-ssi sudah punya istri dan anak. Mungkin bukan jodohku.
Aku membawa semangkuk es krim ke meja mereka.
"Maaf, ini es krimnya."
"Ah, terima kasih ya, Jae." Junsu-ssi menyerahkan es krim itu pada lelaki di depannya.
Aku memandang sekilas ke arah Yunho. Tampan. Tampan sekali.
Ah, rasanya aku sudah jatuh cinta~
*Flashback end*
.
Kejadian itu sudah hampir lima tahun yang lalu. Setiap hari, selama Yunho berada di Korea, ia selalu datang ke kedai, membeli es krim dengan rasa yang sama. Dan aku terkejut ketika ia menyatakan cinta padaku. Ya Tuhan, ia sudah beristri, namun aku tetap menerima cintanya!
Ini memang gila, tapi aku sudah jatuh terlalu dalam. Setiap tiga bulan, selama satu minggu ia pulang ke Korea. Untuk bertemu denganku. Dan hubungan kami tetap berlanjut, hingga saat ini. berujung pernikahan yang mengejutkan setahun lalu.
*JJ POV END*
.
+misamisa+
.
Sooyeon menatap malas ke arah pintu rumahnya. Sungguh, ia tidak mau pulang dan bertemu dengan namja yang telah sah menjadi istri appanya itu.
Dua tahun yang lalu, sebelum ummanya meninggal. Ia sempat mendengar appa dan ummanya bertengkar hebat. Ia hanya bisa menangis di tangga, bersama dengan kakaknya. Dan ia mendengar bahwa ternyata appanya memiliki "seseorang" dibalik ummanya. Setelah itu ummanya pergi dari rumah.
Beberapa hari kemudian, orang tua sang umma datang. ia menangis keras dalam pelukan kakaknya, ketika mendengar bahwa ummanya sudah meninggal. Ummanya bunuh diri dengan cara mengiris pergelangan tangannya sendiri.
Sejak itu Yunho membawa kedua anaknya kembali ke Korea. Dan hidup bersama dalam satu tahun. Hingga namja itu datang dan memperkenalkan diri sebagai umma baru mereka.
Dia, Kim Jaejoong, yang telah merusak rumah tangga orang tuanya!
"Sooyeon-ah?" Soo Yeon tersentak ketika pintu rumahnya terbuka, dan menampakkan sosok seorang namja berwajah cantik yang tengah tersenyum padanya.
"Sedang apa? Kenapa tidak masuk?"
Sooyeon menatap marah ke arah Jaejoong. Sungguh, ia benar-benar membenci namja itu.
"Minggir dari jalanku! Kau menghalangi pintu!"
Jaejoong tersentak mendengarnya, kemudian beranjak dari tempatnya berdiri. Ia menatap sendu pada anak bungsu Yunho itu.
"Bersabarlah, Jae. Kau pasti bisa. Bertahanlah..."
.
.
.
Entah apa yang harus ia lakukan. Yunho malam ini tidak bisa pulang, karena dia harus menemani bosnya meeting di luar kota. Tidak jauh memang. Mungkin besok sudah pulang. tapi tetap saja, selama ini Yunho selalu jadi penengah baginya dan kedua anaknya itu. dan sekarang, Yunho tidak ada.
"Mana appa?" tanya Changmin di meja makan. Ini sudah saatnya makan malam. Namun Yunho belum juga muncul.
"U-umm, tadi appa menelpon, katanya tidak bisa pulang hari ini." jawab Jaejoong ragu.
Keheningan menguasai ruang makan itu. biasanya akan ada suara Yunho yang bertanya dan bercerita macam-macam pada keluarganya.
Jaejoong yang merasa tidak nyaman, mulai memberanikan diri untuk bicara.
"Jadi, bagaimana sekolah kalian hari ini, Changmin-ah, Sooyeon-ah?"
Changmin dan Sooyeon menghentikan gerakan tangan mereka sejenak.
"Baik-baik saja umma. Tidak ada yang spesial." Jawab Changmin.
Ya, Changmin memang sudah bisa menerima Jaejoong sebagai ummanya. Meski awalnyapun Changmin sempat menolak. Tapi ia mengerti apa yang terjadi antara appa dan umma kandungnya itu.
Berbeda dengan Sooyeon, ia yang memang tidak tahu tentang masalah antara appa dan umma kandungnya menganggap Jaejoong sebagai perusak. Sebagai orang yang menghancurkan keluarganya. Yang memang sejak awal sudah hancur, tanpa ia ketahui.
"Bagaimana denganmu, Sooyeon?"
"Apapun yang terjadi padaku, bukan urusanmu. Kau bukan ummaku. Jadi jangan bertingkah seolah-olah kau peduli padaku."
Jaejoong kembali harus menelan kepahitan dari perkataan Sooyeon. Mengapa ia begitu sulit didekati?
Tidak, ia tidak bisa menyerah. Bagaimanapun, ia ingin dicintai oleh semua keluarga Yunho. Dicintai selayaknya bagian dari keluarga Yunho.
"Sooyeon-ah, aku tahu, aku bukan umma kandungmu. Aku tidak bisa menjadi umma yang baik. tapi aku sudah berusaha. Aku berusaha menyayangimu dan Changmin seperti anakku sendiri. Dan aku bisa. Aku benar-benar menganggap kalian seperti anak kandungku. Tidak bisakah kau berusaha untuk menerimaku juga? Sebagai ummamu?"
Sooyeon menatap nyalang ke arah Jaejoong. Dengan keras ia memukul meja makan dan berdiri dari kursinya.
"Kau! Kau hanya namja jalang yang merusak keluargaku! Bahkan kau merusak appaku dengan menjadikannya gay! Menerimamu kau bilang? Dalam mimpimu! Aku tidak akan pernah menerimamu sebagai ummaku! Karena aku tidak sudi punya umma seorang namja jalang yang gay sepertimu!"
"Sooyeon!"
Sooyeon menatap tak percaya pada Changmin yang menamparnya. Sungguh, belum pernah sekalipun Changmin membentak ataupun memukulnya seperti ini.
"Kau bahkan membela namja ini, oppa? Dan kau baru saja menamparku?" Sooyeon menatap oppanya sendu.
"Jaga bicaramu! Dia adalah umma kita sekarang! Dia adalah namja yang dicintai appa setulus hatinya! Memang benar, appa adalah gay. Dia memang gay sejak awal! Bukan karena Jaejoong-umma!"
Jaejoong terdiam mendengar Changmin membelanya. Sungguh, ia ingin menangis saat ini. ia ingin melampiaskan semua yang ia rasakan pada Yunho.
"A-apa? Apa yang kau bicarakan, oppa?"
"Aku ini anak haram. Aku tahu itu. Umma menjebak appa agar bisa tidur dengannya. Lalu ia hamil, dan mengandungku. Appa yang tidak ingin lari dari tanggung jawab akhirnya menikahi umma meski appa tidak mencintainya. Ia bertahan dalam keluarga itu hanya demi kita!"
"T-tapi, kenapa appa tidak bertahan sampai seterusnya? Sampai sekarang? Kenapa ia memilih namja itu?"
"Bukankah sudah kubilang, appa mencintai Jaejoong-umma. Mungkin setelah sekian lama, akhirnya ia bisa menemukan cinta yang sebenarnya."
Sooyeon terdiam mendengarkan perkataan kakaknya.
"Kenapa, kenapa oppa bisa bicara begitu? Apa kau punya bukti?"
"Aku mendengar ceritanya dari Junsu-hyung. *Junsu yang maksa Changmin buat manggil dia Hyung, bukan Ahjussi* Dia adalah teman appa sejak SMA. Jadi ia tahu semua tentang appa."
Gadis itu kembali terdiam. Bermacam-macam hal bercampur dalam benaknya.
"Sooyeon-ah, bagaimanapun, ia adalah umma kita. Orang yang sangat dicintai oleh appa. Bisakah kau membayangkan saat appa belum bertemu dengan Jae-umma? Appa yang sering kita sebut 'beruang es' itu. yang jarang pulang ke rumah, dan selalu bertampang dingin."
Kembali ia berpikir. Sejak appanya disinyalir punya 'orang lain' selain ummanya, ia terlihat lebih 'hidup', bahkan seringkali tersenyum saat sedang bicara dengannya atau oppanya.
"Terimalah ia, sebagai umma kita. Sebagai bagian dari kita. Sebagai orang yang amat dicintai appa. Dan, dicintai oleh kita juga."
Jaejoong mengangkat wajahnya ketika mendengar perkataan Changmin. Segera saja setetes air mata mengalir di pipinya. "Changmin-ah..."
Changmin tersenyum pada ibu tirinya itu. ia ingin appanya bahagia. Dan ia tahu, namja inilah yang menjadi sumber kebahagiaan appanya. Selain mereka tentunya.
Sooyeon menutup mulutnya, menahan isakkan. Tidak, pikirannya kusut dan ia tak bisa berpikir jernih. Sedetik kemudian ia berlari ke kamarnya, dan mengunci pintu.
Ketika Jaejoong hendak mengejar Sooyeon, Changmin menahan lengannya.
"Jangan, biarkan dia sendiri, umma. Dia butuh waktu untuk berpikir."
Jaejoong menatap putra sulung Yunho dalam diam. Ya, Sooyeon pasti masih bingung dengan semua ini. Mungkin ia akan bicara dengan Sooyeon nanti.
"Changmin-ah, kenapa kau membelaku tadi? kau, tidak membenciku?"
Changmin tersenyum ke arah ummanya itu. "Tidak, bagaimana aku bisa membenci orang yang dicintai oleh appaku. Aku juga, ingin appa bahagia."
Ia tersentak ketika Jaejoong memeluk erat tubuhnya. "Gomawo, gomawo, Changmin-ah."
Tak membalas, Changmin hanya mengangguk dan membiarkan ummanya memeluknya erat.
Pelukan seorang umma yang begitu hangat
.
+misamisa+
.
Hari sudah larut malam, Jaejoong bangun dari tidurnya. Ia merasa haus. Ketika dalam perjalanan menuju dapur, ia melihat sesosok wanita di halaman belakang. Awalnya ia sempat takut dan mengira itu hantu. Namun melihat piyama bermotif kelinci itu, ia tahu bahwa itu Sooyeon.
"Apa yang ia lakukan?"
Tanpa pikir panjang Jaejoong segera menyusul Sooyeon ke halaman belakang.
.
Sooyeon mendudukkan dirinya di ayunan. Halaman belakang ini memang sengaja dibuat Yunho agar bisa dipakai keluarganya untuk bersantai atau menghabiskan waktu bersama-sama, dilengkapi kolam renang dan sebuah gazebo kecil.
Ia masih memikirkan perkataan oppanya saat makan malam tadi. yang tertinggal di hatinya kini adalah perasaan bersalah pada umma tirinya. Ya, yang dikatakan Changmin memang benar. Selama ini appanya memang terlihat sangat dingin dan sulit didekati. Namun setelah kedatangan Jaejoong di hatinya, sedikit demi sedikit appanya itu mulai meruntuhkan dinding es yang menyelimuti hatinya.
Benar-benar merasa bodoh.
"Sooyeon-ah."
Sooyeon terkejut ketika selimut hangat disampirkan di bahunya. Ia berbalik dan menangkap Jaejoong disana.
Ah, ia belum siap bertemu dengan ummanya itu. apa yang harus ia katakan.
"Kenapa kau ada disini? Cuaca sangat dingin, nanti kau bisa sakit." Jaejoong berujar lembut pada anaknya itu.
"U-umma..."
Jaejoong tersentak ketika Sooyeon memeluknya, dan memanggilnya 'umma'. Apa? Apa dia tidak salah dengar?
"M-maafkan aku... hiks... aku yang salah, aku selalu berkata buruk padamu. Maafkan aku.. hiks."
Sooyeon menangis di pelukan Jaejoong. Hanya kata 'maaf' yang terus ia ulangi dalam kalimatnya.
Jaejoong juga tak bisa menahan air mata yang keluar dari matanya.
Dan Changmin yang hanya tersenyum lembut melihat mereka berdua dari jendela kamarnya.
.
.
.
Yah, mungkin meman masih butuh waktu hingga mereka terbiasa dengan keadaan yang seperti ini. Sooyeon masih canggung, begitu pula dengan Jaejoong. Dan Changmin yang memang dasarnya pendiam itu.
Yunho masih belum pulang hingga tiga hari. Padahal janjinya hanya satu malam saja. Yunho bahkan tak membawa baju ganti. Dasar beruang.
Suasana makan malam itu sama saja seperti malam-malam sebelumnya, hening. Namun keheningan kali ini tidak terasa mencekam, hanya, yah, canggung.
"Appa pulang~"
Suara Yunho membuat ketiganya menghentikan acara makan mereka. Kemudian muncul sesosok pria gagah dengan beberapa kantong belanja di tangannya.
"Lho? Kalian sedang makan ya? ah, appa bawa oleh-oleh." Yunho mengeluarkan oleh-olehnya.
"Ini untuk Changmin, ini untuk Sooyeon, dan.. ini untukmu Boo."
Yunho memberikan tiga kantong berbeda pada mereka.
"Ya, mari lanjutkan acara makan malam~ Boo, apa masih ada jatah makanan untukku?"
Mereka kembali ke meja makan.
"Sebenarnya appa kemana saja? Sampai tiga hari membuatku, oppa, dan umma cemas." Ujar Soyeon yang membuat Yunho menoleh ke arahnya.
"Hah?" Yunho terkejut mendengar Sooyeon memanggil Jaejoong dengan sebutan "umma".
"Ne, bahkan kau tidak mengabari kami dulu. Padahal Changmin dan Sicca sudah berusaha menghubungimu."
"Mwo?" Yunho semakin heran mendengar Jaejoong memanggil Sooyeon dengan panggilan "Jessica/Sicca".
Changmin terkikik geli melihat wajah appanya yang terlihat bingung. "Sudahlah, lebih baik kita makan lagi."
Mereka bertiga kembali terkikik, dan meninggalkan Yunho dengan tampang bingungnya.
Yah, sebelumnya memang Sooyeon dan Jaejoong masih canggung. Tapi melihat wajah pabbo Yunho, membuat mereka iseng untuk membuatnya semakin terkejut. Satu hati, eoh?
Meja makan memang merupakan tempat yang hangat untuk menyelesaikan masalah
.
END
.
Hehe, apa iniiii?
Abis ga tau kenapa pengen aja bikin cerita kayak gini *plak*
Hmm, aku suka sama nama aslinya Jessica, Jung Sooyeon. Kayaknya enak didenger aja gitu :3
Yosh~ cukup sekian~
Makasih yang udah nyempetin diri buat baca XD
Setelah baca, ripiu yaa XD
