RUSSIAN ROULETTE
Rating : M/R21
Genre : drama, angst, hurt/comfort
Disclaimer : all characters belong to Isayama-sensei
Warning : sex scene, violence scene, OOC, typos, don't like don't read!
Chapter 1
Koridor markas besar Pasukan Pengintai di Trost terlihat sepi dan hanya diterangi cahaya rembulan. Beberapa titik obor pun tidak cukup menerangi koridor bangsal birokrasi yang kini sedang dilalui oleh Mike Zacharias. Pria bertubuh tinggi tegap itu sedang berjalan menuju ruangan Komandan Besar Pasukan Pengintai, Erwin Smith, untuk menyampaikan laporan kesiapan anak buahnya pada misi pengamanan besok pagi.
Ketika dia tiba di depan pintu ruangan kerja komandannya, dia terdiam sejenak. Matanya memandang lurus belahan pintu kayu itu. Jantungnya berdegup sedikit lebih cepat dan dia berusaha mengatur nafasnya yang sedikit memburu. Ada yang mengganggu pikirannya, sesuatu dirasa tidak nyaman di hatinya.
"Erwin?" kata Mike sambil mengetuk pintu beberapa kali. Dia mendorong buka pintu itu setelah mendapat jawaban dari dalam. Dia mendapati sosok Erwin Smith sedang duduk bersandar di kursi, menghadap jendela dan melipat kedua tangannya di depan dada.
"Aku hendak mengantarkan surat jalan ini kepadamu," Mike kemudian berjalan menghampiri meja kerja komandannya. Pria berambut pirang itu kemudian berbalik menghadap Mike.
"Bagaimana persiapanmu?" tanya Erwin sambil membaca surat yang diletakkan Mike di mejanya.
"Kami hanya tinggal menunggu perintah darimu, Erwin. Jika malam ini juga kami harus berangkat ke pos kami di selatan, kami akan langsung jalan."
"Sebenarnya aku tidak ingin mengulur waktu sampai besok. Kondisi kita sudah sangat darurat. Aku tidak bisa lagi menempatkan pasukanku hanya di satu tempat, Mike."
"Titan-titan sudah mulai berdatangan dari banyak arah, kita harus berpencar melawan mereka."
Erwin menghela nafas, "Aku tidak percaya harus menurunkanmu juga ke lapangan. Kekuatan Levi dan pasukannya tidak cukup menghalau para raksasa pemakan manusia itu."
"Jadi, apakah kau akan menandatangani surat itu atau tidak? Aku hanya perlu coretan penamu di atas surat itu sebagai tanda kau setuju untuk menurunkanku ke lapangan."
Ada jeda keheningan di antara mereka. Erwin masih menatap kosong kertas berisi surat jalan itu. Mike berdiri tegap menunggu jawaban dari komandannya. Jumlah prajurit Pasukan Pengintai berkurang cukup drastis sampai detik ini. Erwin hampir kehabisan orang untuk melengkapi formasi kekuatannya. Dia tidak bisa mengandalkan sedikit orang sekarang. Populasi Titan sekarang meningkat dan penyerangan terjadi hampir di mana-mana. Sudah banyak pihak yang menentangnya meneruskan misi berbahaya ini. Bahkan sampai Pemimpin Organisasi Militer Darius Zackley menyuruhnya menghentikan misinya. Tetapi Erwin memilih untuk tetap menjalankannya.
"Segala perubahan pasti memerlukan pengorbanan," gumam Erwin pada dirinya sendiri. Masih dipenuhi perasaan ragu-ragu, dia kemudian membubuhkan tanda tangan di surat jalan itu. Apa yang sudah tertulis di sana, tidak akan bisa dihapus lagi. Dia menghela nafas, nyaris tidak bisa mengatakan apa pun ketika dia menyerahkan surat itu kepada Mike.
"Berangkatlah sebelum fajar," perintahnya. "Pastikan kembali persiapan kalian. Jangan sampai ada yang kurang suatu apa pun."
"Ya, Erwin," jawab Mike. "Aku akan kembali menemui pasukanku untuk membahas strategi besok. Apa masih ada perintah lainnya untukku?"
Erwin enggan menjawab dan hanya menatap Mike dengan pandangan matanya yang meredup. Keputusan ini sangat memberatkannya. Dia tidak tahu apakah pasukan Mike bisa diandalkan untuk menghalau serangan dari selatan. Seperti yang dikatakannya tadi, bahwa perubahan memerlukan pengorbanan. Sekecil apa pun itu pengorbanan pasti sakit rasanya. Kali ini, dia akan mengorbankan orang yang sangat setia padanya selama beberapa tahun tergabung di Pasukan Pengintai.
"Apa ada yang ingin kau sampaikan padaku, Mike?" tanya Erwin kemudian membuang pandangannya ke arah lain.
Mike menjawab, "Sebagai prajurit, atau…"
"Keduanya," balas Erwin sebelum Mike meneruskan kata-katanya. "Katakanlah jika memang ada yang ingin kau sampaikan."
"Sebagai prajurit, aku mohon dukunganmu sepenuhnya kepadaku dan pasukanku supaya misi besok bisa dilaksanakan tanpa ada halangan apa pun, Erwin."
"Tenang saja, Mike. Kau tidak hanya akan mendapat dukungan dariku. Seluruh umat manusia akan selalu mendukungmu."
Mike kemudian berjalan menuju belakang kursi Erwin. Pria berambut pirang itu tidak menoleh sedikit pun ketika dia sudah berdiri di belakangnya. Dia kemudian mendekap Erwin dari belakang dan berbisik di telinganya, "Berapa jam lagi sampai di waktu fajar, Erwin?"
"Apa yang ingin kau lakukan, Mike?" tanya Erwin sedikit gugup.
"Aku tidak akan lama. Izinkan aku, Erwin," Mike tidak memberikan kesempatan pada Erwin untuk berbicara. Dia menarik kepala Erwin dan mencium bibirnya. Erwin berusaha memberontak, tetapi Mike tetap mendekapnya dengan erat sehingga tidak ada ruang gerak sedikit pun untuk Erwin. Mike menyuruh Erwin bangkit dari kursinya, lalu mendorong tubuhnya ke meja kerjanya. Kertas laporan dan beberapa pena berjatuhan, bahkan gelas kopi milik Erwin pun sudah hampir mencapai pinggiran meja. Meski Mike sudah mengunci pergerakannya, Erwin masih mencoba memberontak.
"Lepaskan, Mike! Hentikan!" seru Erwin.
"Diam sebentar, Erwin. Aku tidak akan lama," lanjut Mike terus mencium leher Erwin dan menggigitnya.
"Tidak, Mike! Hentikan! Ini perintah!"
"Untuk kali ini saja, aku tidak akan menuruti perintahmu, Erwin. Aku hanya bisa menjanjikan satu hal, bahwa aku tidak akan lama."
Karena Erwin sudah tidak bisa disuruh diam, Mike terpaksa mengunci kedua tangan Erwin di atas kepalanya. Erwin sudah sangat gelisah di bawah tatapan mata Mike. Pria berkumis itu kemudian menurunkan ciumannya sampai ke dada Erwin. Komandan berambut pirang itu tidak bisa diam, suaranya nyaris tidak bisa ditahan ketika Mike merangsangnya lewat ciuman di dadanya. Bibir bawahnya digigit demi menahan suaranya. Dia yakin masih ada beberapa prajurit yang berjaga di markas. Jika dia tidak bisa mengendalikan diri, khawatirnya dia akan didengar orang lain.
"Nngh…Mike…hentikan…" percuma saja Erwin menyuruhnya berhenti, karena Mike akan terus melakukannya. Satu tangan Mike melepas semua sabuk kulit di tubuh Erwin. Dia membuka celana panjang Erwin, dan memperlihatkan 'milik' Erwin yang berdenyut menegang karena rangsangannya.
"Aku…tidak akan lama, Erwin," kata Mike kemudian memasukkan 'milik' Erwin ke mulutnya. Dia menjilatnya dari pangkal hingga ke ujungnya. Pijatan lembut lidah Mike membuat Erwin semakin tidak bisa tenang. Ditambah lagi dua jari Mike langsung masuk ke 'bagian belakang'nya, mencoba melebarkannya supaya Mike bisa masuk dengan mudah ke dalam tubuhnya.
"Uwaah! Ah! Mike! Tidak bersamaan, aku mohon!" desah Erwin. Gerakan lidah Mike di'milik'nya yang hampir klimaks, dan jari-jari Mike di dalam tubuhnya semakin membuatnya terangsang dan bertambah gelisah. Ketika Mike merasa semua persiapan sudah cukup, dia langsung menyuruh Erwin berbalik.
"Berpegangan pada mejamu, Erwin. Tahan suaramu, serendah mungkin. Aku akan masuk sekarang," selesai mengatakan demikian, Mike pun langsung masuk ke tubuh Erwin tanpa mempedulikan betapa sempitnya 'bagian belakang' Erwin. Rasa sakit dan nikmat itu bercampur menjadi satu. Satu tangan Mike mendekap mulut Erwin demi menahan suara desahannya.
"Mmh! Mmmh! Hnnngh!" Erwin tidak bisa mengendalikan suaranya meski tangan Mike sudah menutup mulutnya. 'Milik' Mike bergerak keluar dan masuk, mengikuti irama detak jantung mereka yang semakin cepat. Kedua lutut Erwin gemetar, hentakkan tubuh Mike cukup kuat sehingga dia sendiri tidak mampu menahannya.
"Erwin…uuurgh…" Mike menggeram di telinga Erwin. Bersamaan dengan deru nafasnya yang semakin memburu, Mike bergerak semakin cepat. Dia mengangkat badan Erwin supaya bisa mencium bibirnya. Keduanya kemudian klimaks, suara mereka tertahan dalam ciuman. Mike melepaskannya di dalam tubuh Erwin, sementara cairan kental putih Erwin keluar mengotori meja kerjanya. Mike menarik lepas dirinya, masih mendekap Erwin dari belakang. Keduanya kini mengatur nafas masing-masing, berusaha menenangkan diri setelah dikuasai hasrat dan nafsu.
"Mike…" ucap Erwin selagi masih mengatur nafasnya yang tersengal. "Mike, kenapa?"
Pria berkumis itu tidak menjawab apa pun. Dia menenggelamkan kepalanya di tengkuk Erwin. Dekapannya semakin erat, tidak peduli tubuh mereka sudah kotor dengan keringat dan cairan dari tubuh masing-masing.
"Sebagai orang yang dekat denganmu, aku ingin terus mendekapmu seperti ini, Erwin," kata Mike sedikit lirih terdengar. "Takkan pernah kulepaskan…"
"Mike?"
"Maafkan aku, Komandanku. Aku akan kembali bertemu dengan pasukanku sekarang. Aku tidak akan membuat mereka menunggu lebih lama lagi."
Meski berat, Mike pun harus melepaskan dekapannya dari Erwin. Dia merapikan kembali pakaiannya, dan membantu Erwin membereskan meja kerjanya. Pikiran mereka masih kacau, perasaan di hati mereka pun bercampur aduk dan begitu berkecamuk. Erwin sampai tidak berani menatap wajah Mike ketika pria itu sedang membantunya kembali berpakaian.
"Aku pergi dulu, Erwin," kata Mike ketika dia mendorong kancing terakhir kemeja Erwin.
"Iya, Mike," jawab Erwin masih menunduk di depannya. "Pergilah, jangan buat anak buahmu menunggu."
"Satu hal lagi yang ingin aku sampaikan padamu. Jangan tinggalkan tempat ini, apa pun yang terjadi. Berjanjilah, Erwin."
"Apa katamu, Mike?"
"Berjanjilah untuk tidak pergi ke mana pun selama aku bertugas ke selatan. Aku memang tidak punya hak untuk memberi perintah. Tapi aku ingin kau menuruti kata-kataku, Erwin."
"Tapi-"
"Diamlah!" tukas Mike cepat memotong kata-kata Erwin. "Turuti saja kata-kataku!"
Mike kemudian langsung meninggalkan ruang kerja Erwin, dan membiarkan Komandan Besar Pasukan Pengintai itu termangu, berdiri bersandar pada meja kerjanya. Pikirannya dipenuhi segudang pertanyaan, hatinya dipenuhi begitu banyak perasaan yang berkecamuk. Mengapa Mike menyuruhnya untuk tetap diam di tempatnya? Apakah akan terjadi sesuatu? Soal keamanan? Mengapa pula dia tidak menjelaskan alasannya menyuruhnya tidak boleh keluar dari ruangan ini?
"Mike…kenapa…" gumam Erwin, merasakan sesuatu yang menyesakkan dadanya. Dia telah membuang jauh-jauh segala firasat buruk yang dia dapat sebelum menugaskan Mike. Dia harus bisa berpegang teguh pada apa yang sudah dikatakannya. Dia tidak boleh menarik kembali perintahnya yang sudah diturunkan kepada anak buahnya. Keputusan terberat ini diambilnya karena memang sudah tidak banyak kekuatan yang tersisa. Peperangan membela umat manusia tidak akan berakhir cepat, dia perlu kekuatan yang bisa mendukung segala misinya. Mike adalah pilihan terakhirnya.
"Berapa jam lagi sampai matahari terbit?" dan Erwin pun memilih duduk terdiam di sofanya, menanti matahari terbit…
Take a breath, take it deep
"Calm yourself," he says to me…
-000-
Eren Jaeger membawa 2 ember berisi air ke kandang kuda. Hari ini adalah tugasnya memberi makan para kuda yang biasa dipakai berperang para pasukan. Ketika dia baru akan menuang air itu ke tempat penampungan di kandang, dia melihat Kapten Levi keluar dari kandang dan membawa seekor kuda bersamanya.
"Kapten, Anda ingin ke mana?" tanya Eren.
"Pergi patroli," jawabnya singkat. "Kau juga sebaiknya bersiap, Eren. Pagi tadi, Mike dan pasukannya sudah berangkat ke wilayah selatan. Entah kenapa, aku ingin menyiapkan beberapa orang untuk mendukung mereka."
"Anda yakin, Sir? Apakah ada perintah dari Komandan Erwin soal ini?"
"Sebenarnya tidak. Karena komandan kita itu sedari pagi tadi tidak keluar dari ruang kerjanya," jawab Levi sambil menoleh ke jendela ruang kerja Erwin di menara timur markas. "Ini bukan keputusan mudah baginya, dan aku sangat mengerti itu."
"Apa yang terjadi dengannya, Kapten?"
Levi enggan menjawab sebenarnya. Namun tatapan mata penuh ingin tahu dari Eren akhirnya membuat dia membuka suaranya, "Kau tahu Mike Zacharias, Eren? Dia adalah orang yang selalu mendampingi Erwin ke mana pun dia bertugas."
"Ya, saya tahu itu," jawab Eren.
"Tidak banyak pasukan yang dia punya saat ini. Kita, kemudian pasukan Mike, adalah harapan terakhirnya. Mereka sedang memperjuangkan segelintir harapan untuk umat manusia. Tidak lama lagi, kita pun akan diturunkan."
"Semoga mereka bisa melakukan tugasnya dengan baik…"
"Ambil pelana kuda di ruang perlengkapan, Eren. Setelah ini, beritahu beberapa orang temanmu untuk bersiap, tinggal menunggu perintahku kapan kalian harus diturunkan."
"Yes, Sir."
"Kapten Levi!" seorang prajurit tiba-tiba berlari dan menghampiri Levi. Dia tampak panik saat menghadapnya, "Sinyal darurat ditembak ke udara! Dari selatan!"
Seperti dihantam palu besi tepat di kepalanya, tanpa berpikir panjang lagi, Levi langsung mengeluarkan perintah kepada Eren, "Persiapkan alat perang kalian sekarang juga! Seluruh pasukan bergerak ke selatan!"
Eren bahkan tidak sempat menjawab apa pun ketika Levi kemudian berlari menuju menara timur. Dia perlu melaporkan hal ini kepada Erwin. Seperti yang dia bilang tadi, komandan berambut pirang itu tidak keluar dari ruangannya. Apel pagi tadi pun tidak dihadiri olehnya. Levi gusar, ditambah lagi dengan berita mengejutkan ini.
"Erwin!" seru laki-laki bertubuh kecil itu sambil menggedor keras pintu ruang kerja komandannya. "Buka pintunya, Erwin! Sinyal darurat sudah ditembak ke udara!"
Masih belum ada jawaban, Levi menggedornya sekali lagi, "Buka pintunya, sialan! Ini kondisi darurat! Mau sampai kapan kau mengurung diri terus, hah?!"
Karena tidak sabaran, Levi langsung membuka pintu kayu berat itu dan mendapati Erwin sedang duduk di belakang meja kerjanya. Levi mengepal kedua tangannya dan langsung merangsek masuk menghampirinya, "Sinyal darurat berasal dari selatan, Erwin. Kau mengirim Mike ke sana kan?"
Tidak ada jawaban, Levi semakin gusar. Dia nekad melompat naik ke meja kerja Erwin dan menarik kerah baju komandan itu, "Mike dalam bahaya, komandan sialan! Apa kau akan tetap berdiam diri di sini sementara dia berjuang mati-matian di luar sana?!"
"Turun dari mejaku, Levi," balas Komandan Erwin datar.
"Kau-"
"Turun. Sekarang," perintahnya memotong kata-kata Levi. Kedua mata kelabu kapten berbadan kecil itu masih menatapnya marah. Dia kemudian berkata, "Mike menyuruhku tetap berada di ruanganku, Levi. Aku sudah berjanji untuk menuruti kata-katanya."
"Kau komandannya! Kau yang berhak memberi perintah! Bukan dia, Erwin!" seru Levi.
"Aku sudah berjanji padanya!" balas Erwin.
"Beri perintah padaku, Erwin. Beri perintah berperang, aku dan pasukanku akan siap berperang jika kau sudah memberikan perintah."
"Levi…"
"Mike membutuhkan kita, membutuhkanmu, Erwin! Lakukan sesuatu, keparat! Atau kau akan membiarkan dia mati di sana, hah?! Jangan buat dia menunggu!"
Take the gun, and count to three
Untuk saat ini, Erwin tidak bisa berpikir jernih. Berita mengenai sinyal darurat itu membuyarkan akal sehatnya. Rute Mike tidak lagi aman, bahaya akan segera mengancam. Lalu mengapa Mike menyuruhnya tetap berada di ruang kerjanya? Seketika ingatannya kembali kepada apa yang sudah dia lakukan bersama Mike semalam. Apakah Mike melakukan semua itu demi menenangkannya? Ya, untuk menenangkannya. Karena Mike ingin bisa mendekapnya lagi, ingin bisa bersama dengannya lebih lama lagi. Mike tidak ingin Erwin khawatir akan dirinya.
Segala perubahan membutuhkan pengorbanan. Dan segala pengorbanan itu menyakitkan, iya kan?
Erwin memegang tangan Levi yang sedang mencengkeram kerah bajunya. "Lepas," katanya. Levi pun menurutinya, kemudian dia melompat turun dari meja kerjanya. Kapten berbadan kecil itu bersiap keluar dari ruangan, sebelum kemudian dia menoleh dan berkata, "Perintahmu, Erwin?"
Pria berambut pirang itu kemudian berdiri dan berkata, "Berangkatlah ke selatan sekarang juga, Levi."
"Aku berangkat sekarang."
"Tunggu!"
"Ya, Erwin?"
"Siapkan peralatan perangku. Aku akan ikut dalam formasi kalian."
No time to think, my turn to go
-to be continue-
A/N : minna-san, apa kabar? Selamat Natal dan Tahun baru untuk semuanya ^^
Yep, saya balik lagi ke fandom SnK, dan kali ini saya BERHASIL nulis dengan pairing Mike/Erwin. Uuuuuuu, manly pairing favorit saya ini. Udah lama banget mau nulls mereka, tapi baru kesampean sekarang. Well, just let me know what you think!
Chapter 2 coming up next!
