Fandom : Narto si Ninja Budiman

Disclaimer : Kishimoto Masashi

Summary : pertemuan pertama begitu menggoda… selanjutnya terserah Anda (pada masih inget kalimat iklan jadul ini ga XD)

Warning : ooc, awas masuk angin (karena Sai dan Ino slalu pake baju yang kliatan udel), dan ada cameo dari fic tdahulu saia (ga penting) lalu… ini fic nonhumor ptama saia… aaaargh.. padahal saia ingin pembaca tertawa bahagia (emangnya fic-fic saia udah bisa orang ketawa ya?) jadi maap klo fic ini rasanya hambar…

Note : bersetting dari manga vol. 35 en seterusnya…

Fic spesyal pake lama banged buwat Dilia-san, hope u like it…
--

FIRST CONTACT: A BOY MEETS A GIRL

Pertama kali Sai dan Ino bertemu adalah saat kedua tim mereka menjenguk Kakashi di rumah sakit karena tumbang setelah menggunakan Mangekyou Sharingan. Ino melihat seorang anggota baru di dalam tim Kakashi. Berambut hitam seperti Sasuke, berwajah tampan mirip Sasuke, dan selalu tersenyum, tidak seperti Sasuke tentunya.

"Eh, Sakura-chan, cowok itu mirip Sasuke ya?"

Mata Ino tidak bisa lepas dari sosok pemuda itu sambil berbisik kepada sahabatnya. Sakura mendengus sebal mendengar ucapan Ino, karena Sai pernah berkata buruk tentang Naruto, tentang dirinya, juga tentang Sasuke. Kunoichi berambut pink itu menertawai dirinya sendiri dalam hati karena pada awalnya pun ia merasa Sai mirip Sasuke yang ia cintai itu, yang ternyata isinya lebih parah dari Sasuke. Sasuke memang dingin dan ketus, tapi jarang menyakiti hati orang. Sedangkan Sai ramah dan lembut, tapi apa yang keluar dari mulutnya selalu menyakiti hati orang. Membuat Sakura kembali memantapkan hatinya untuk tetap kepada Sasuke.

"Heh, asal tau aja ya, wajah emang oke, tapi dia itu nyebelin!"

Sakura semakin sebal perkataannya sama sekali tidak digubris oleh Ino yang masih terkagum-kagum memandangi Sai. Ia ingin memperingatkan Ino agar tidak terperangkap oleh pesona luar Sai, namun sia-sia, dan kembali mendengus.

Gludug gludug gludug

Suara gemuruh terdengar dari perut Chouji. Itu adalah alarm tanda waktunya makan malam. Asuma segera menggiring murid-muridnya, juga murid-murid Kakashi, untuk keluar dari kamar pasien. Ia menyarankan mereka untuk makan malam di YakinikuQ, restoran favorit Chouji, sementara beliau sendiri tidak ikut karena masih ingin mengobrol dengan Kakashi. Akhirnya para murid pergi meninggalkan rumah sakit setelah Asuma berkata tagihannya akan ditanggung olehnya.

--

Lima shinobi muda itu duduk dalam satu meja. Ya, hanya lima orang karena Shikamaru masih direpotkan dengan segala tetek bengek tugasnya. Ino langsung mencari kesempatan dan sukses duduk di samping Sai. Kini ia bisa melihat dengan lebih jelas wajah Sai.

Kulitnya putih, bahkan sepertinya lebih putih dari Ino. Matanya juga hitam seperti Sasuke. Bibirnya agak tebal, tak apalah, justru membuatnya lebih seksi saat tersenyum. Gerak-geriknya juga sopan, membuat Ino semakin mengaguminya. Namun kenikmatan Ino saat memandangi keindahan makhluk di sebelahnya itu harus berhenti untuk melakukan hal yang sama setiap kali team Asuma berada di restoran.

"Chouji-kun!! Berapa kali harus diingatkan?! Jangan ambil dagingnya kalo belom mateng!" ini adalah mantra wajib yang selalu terlontar dari mulut Ino, "dan seka ilermu yang terus menetes itu!"

Sudah bertahun-tahun dan Ino belum juga bisa terbiasa dengan perilaku rekannya dan selalu marah-marah atas kerakusan Chouji. Tapi shinobi doyan makan itu memang harus selalu diingatkan atau akan lepas kontrol. Setelah berusaha mati-matian untuk bersabar, akhirnya daging yang diincar Chouji matang juga. Ia segera meluncurkan tangan bersumpitnya untuk menyambar daging yang sudah menjadi targetnya dari tadi.

"Chouji-kun!! Walo dagingnya udah mateng tapi kamu kan belom kenalan ma teman baru kita!"

Sekali lagi Ino marah-marah pada Chouji. Tapi itu hanya kamuflase agar ia juga bisa berkenalan dengan Sai tanpa harus memulai duluan. Sai yang dari tadi masih tersenyum hanya mengangguk, mempersilahkan team Asuma untuk memperkenalkan diri mereka masing-masing lebih dahulu.

"Nggg… aku Akimichi Chouji, dari klan Akimichi. Kamu Sai 'kan? Senang berkenalan sluurp"

Chouji memperkenalkan dirinya sambil mengelap iler dengan tangannya, tanpa memandang lawan bicaranya, karena matanya hanya tertuju pada daging panggang di depannya.

Sai tetap tersenyum melihat kelakuan Chouji. Ia berpikir sebentar untuk memutuskan apa yang akan ia ucapkan. Siang hari sebelum menjenguk Kakashi ia membaca beberapa buku tentang komunikasi dan bermasyarakat. Hal yang dapat diingatnya antara lain adalah menggunakan panggilan akrab untuk menghangatkan dan mendekatkan hubungan dengan teman baru. Panggilan akrab bisa diambil dari keunikan atau ciri khas lawan bicara.

"Senang berkenalan denganmu juga, Gend—"

Naruto langsung membekap mulut Sai ketika mata Chouji mengernyit galak. Setelah diberi penjelasan singkat mengenai kata tabu tersebut, Sai kembali berpikir. Memberi panggilan akrab itu sangat susah. Tidak semua orang suka dengan keunikan dan ciri khasnya sendiri. Hari ini pun ia sudah satu kali digampar oleh Sakura ketika mencoba memberinya panggilan akrab 'Jelek', padahal pikirnya itu sudah sangat cocok dengan Sakura. Dari dua kejadian ini Sai membuat kesimpulan bahwa sebaiknya panggilan akrab itu bertentangan dengan keadaan lawan bicara.

"Aku Yamanaka Ino, putri dari toko bunga Yamanaka yang ada di Konoha ini. Senang berkenalan…"

Ino ingin sekali menarik perhatian Sai dengan nada yang dibuat seimut mungkin dan senyum yang dibuat semanis mungkin. Sakura hanya tertawa sinis melihat sahabatnya, berpikir bahwa Sai akan memberinya panggilan akrab yang tidak jauh dari 'Jelek' atau 'Genit'.

"Senang berkenalan denganmu juga, hmm…"

Sai diam sejenak untuk berpikir.

"Nona Cantik"

Ino memerah. Naruto tersedak. Sakura mengumpulkan chakra di kepalan tinjunya. Chouji tidak peduli dan masih terus melahap dagingnya.

Kedua pipi Sai merah dan bengkak oleh bogem maut Sakura. Tapi ia tidak terlalu memusingkannya, bahkan masih sedikit diragukan apakah manusia miskin perasaan dan emosi itu bisa pusing. Setidaknya ternyata 'Nona Cantik' adalah pilihan yang tepat karena tampaknya Ino tidak marah ataupun keberatan, sangat senang malah. Kembali dalam pikirannya Sai berkesimpulan betapa manusia tidak menyukai kenyataan akan diri mereka sendiri.

Malam itu restoran YakinikuQ rata dengan tanah berkat Sakura. Asuma tidak hanya membayar menu yang sudah dipesan murid-muridnya tapi juga harus mengganti rugi atas runtuhnya restoran tersebut. Kelima shinobi muda itu berdiri di depan puing-puing restoran. Mereka belum sempat memakan habis barbequenya dan perut Chouji masih lapar. Naruto langsung mencetuskan ide, yang tak lain apalagi kalau bukan ke kedai Ichiraku.

Di kedai Ichiraku Sakura melahap ramennya dengan beringas. Ia masih tidak terima atas perbedaan perlakuan yang diberikan Sai. Membuat Ayame kelabakan menenangkan Sakura agar tidak mengganggu pelanggan yang lain. Tak ada satupun temannya yang mempedulikannya. Chouji dan Naruto sedang sengit berlomba makan ramen. Bertumpuk-tumpuk mangkok kosong tergeletak di meja mereka. Sementara Sai dan Ino sedang asyik mengobrol, atau lebih tepatnya, Ino sedang berusaha mengorek apa saja tentang Sai.

"Wah, jadi Sai-kun pandai melukis ya! Kereen…!"

Ino kembali melancarkan serangan sok kenal sok dekat sok manis sok imutnya yang tidak pernah berhasil diterapkan pada Sasuke. Berharap agar kali ini ia bisa berhasil.

"Lalu, di mana kamu tinggal Sai-kun?"

"Aku tinggal di apartemen kecil di dekat distrik pertokoan Konoha"

"Wah, itu berarti dekat dengan toko bungaku! Kapan-kapan mampirlah! Bunga di tokoku selalu segar dan baru"

Sai membalas tawaran Ino dengan senyumnya yang khas itu. Membuat Ino semakin tertarik padanya. Tak terasa sudah hampir lewat jam malam. Satu kunoichi yang bete dan dua shinobi yang membuncit akibat lomba makan pulang ke rumah mereka masing-masing, begitu juga dengan Sai dan Ino.

"Sai-kun, apartemenmu searah dengan rumahku kan? Ayo kita jalan bareng aja!"

Mau tidak mau Sai memang sudah pasti akan berjalan searah dengan Ino. Jadilah mereka berdua menyusuri jalan bersama. Ino tak henti-hentinya mengajak Sai mengobrol. Ada saja bahan obrolan yang bisa terucap dari Ino karena ia memang cerewet sejati. Sai menanggapi obrolannya walau tidak seheboh gadis berambut ekor kuda itu. Lumayanlah, daripada Sasuke yang tidak pernah bisa diajak mengobrol, apalagi sekarang Sasuke di mana tidak ada yang tahu.

"Trus waktu Shikamaru-kun bingung bawa apa bunga buat kencan ma Temari-san, dia asal milih dan beli seikat bunga Sayuri. Belum sempet kukasih tau artinya dia langsung cabut. Eh, belum ada sepuluh menit dia udah pulang dengan pipi tembem bekas digampar! Hahaha!"

"Hahaha"

Sai ikut tertawa walau merasa tidak ada lucu. Ia baca dari dari buku bahwa ketika lawan bicara mengajak bercanda dan tertawa, sebaiknya ikut tertawa agar memeriahkan suasana. Selama mereka mengobrol, Sai membuat beberapa catatan mental. Pertama, perempuan yang sedang marah punya kekuatan penghancur yang dahsyat dan tidak tanggung-tanggung. Kedua, perempuan yang sedang ceria jadi cerewet dan bising. Bagi Sai, manusia, apalagi perempuan, adalah makhluk yang aneh.

Sesampainya di depan toko bunga Yamanaka yang sekaligus adalah rumah Ino, Sai berpamitan untuk melanjutkan perjalanannya menuju apartemen. Sebelum Sai sempat berbalik badan untuk pulang, Ino menarik lengan baju Sai, menahan kepergiannya. Wajah bersemu merah menghiasi Ino. Wajah penuh tanda tanya menghiasi Sai.

"Ada apa, Ino-san?"

Ino tidak berkata-kata untuk sekian detik karena masih terpesona oleh senyuman Sai yang menggetarkan hatinya. Kedua pasang mata mereka beradu, membuat Ino semakin memerah. Akhirnya ia mulai membuka mulutnya untuk berbicara.

"Ano… Sai-kun…"

"Ya?"

"Ngg… aku… ingin mengenalmu lebih dekat"

Malam ini jangkrik bisa terdengar dengan jelas, menyanyi mengisi keheningan yang tercipta di antara mereka.

'Aduuuh… kok Sai malah diem aja, apa aku salah omong?? Emangnya kliatan kayak pernyataan cinta kah ya?? Kyaaa…!' Perasaan dan pikiran Ino tercampur aduk tidak karuan. Wajahnya masih merah menahan malu setelah mengucapkan kalimat terakhirnya tadi. Ia semakin bingung melihat Sai yang selalu tersenyum itu.

Sai memasang senyum bukan tanpa alasan. Ia belajar dari buku bahwa dengan tersenyum masalah dapat diselesaikan dengan lebih baik. Selain itu ia juga diajarkan untuk tersenyum sebagai tameng dan menutupi dirinya agar lawan tidak tahu apa yang sedang ia rencanakan atau pikirkan.

Kali ini pun Sai tersenyum untuk menutupi bahwa ia pun tidak tahu harus bagaimana menghadapi gadis yang baru saja ditemuinya. 'Mengenal lebih dekat' tidak pernah ada dalam kamusnya selama ini. Apakah yang dimaksud adalah 'komunikasi jarak dekat'? Apakah perkenalan di restoran tadi masih kurang? Ataukah ada arti lain? Sai berpikir untuk membaca lebih banyak buku lagi di perpustakaan.

"Aa… ga apa-apa deh Sai-kun! Ga usah dianggap serius ucapanku tadi! Hahaha!"

Ino mengibas-ngibaskan tangannya dengan tawa yang dipaksakan. Ia tidak ingin kecanggungan ini berlangsung lebih lama lagi. Ia sudah tidak kuat menahan panas di wajahnya. Badan Sai diputar dan punggungnya didorong menjauh dari pintu toko dengan setengah bercanda setengah memaksa.

"…Kalau begitu oyasuminasai"

Sai melambaikan tangannya dengan canggung dan berjalan menuju apartemennya, meninggalkan Ino yang masih berdiri di depan toko. Sosok punggung Sai makin mengecil dan akhirnya menghilang ditelan gelapnya malam. Ino menghembuskan nafas panjang, menjitak dahinya sendiri.

Di dalam kamar Ino berbaring sambil menatap langit-langit, ia belum bisa tidur. Tak sengaja ia teringat kembali ucapannya tadi dan langsung membenamkan wajahnya dalam bantal, berguling-guling di atas kasurnya seperti orang depresi.

'Bodohnya aku ngomong hal seperti itu. Sudah pasti dia bingung kalo secepat itu. Kenalan aja baru tadi sore… ah bodohbodohbodoh!'

Ino kembali menjitaki dahinya. Menyesali apa yang ia perbuat karena telah tergoda oleh keindahan Sai. Entah apa yang terjadi jika esok bertemu dengan pemuda itu lagi karena malam ini sudah telanjur menjadi canggung. Ino tidak bisa memikirkannya, otaknya sudah lelah memikirkan kejadian tadi. Ia membungkus seluruh badannya dalam selimut, berusaha untuk tidur dan berharap semua baik-baik saja, semoga.

--

Sementara itu di apartemen Sai, tumpukan buku tebal berserakan di kamar tidurnya. Malam ini Sai menghabiskan waktunya di ranjang dengan membaca buku-buku tentang hidup bersosialisasi. Ia terus membaca dan berusaha keras untuk memahami makna setiap kata yang tercetak di dalam buku-buku tersebut.

'Kejujuran adalah kunci sukses dalam sebuah hubungan manusia'

Pemuda itu memutar otaknya. Apa yang ia alami adalah mendapat gamparan dan bogem ketika berkata jujur. Sementara ketika mengatakan hal yang berlawanan justru lebih diterima.

'Keterbukaan hati membuat manusia dapat saling memahami'

Sai mengalihkan matanya dari buku ke jendela yang ada di samping tempat tidurnya. Dari jendela terlihat bulan yang belum bulat sempurna tertutup oleh awan hitam. Selama ini hati Sai pun selalu tertutup, tak pernah terlihat, tak pernah digunakan. Itu semua demi kelancaran tugasnya sebagai Anbu bawahan Danzo. Itu adalah peraturan mendasar. Itu adalah kewajiban.

Sai melepaskan kacamata bacanya dan meletakkannya di atas meja samping tempat tidur. Ia kembali merebahkan badannya ke kasur setelah membereskan buku-buku yang tercecer. Ia teringat akan gadis cerewet bernama Ino itu. Gadis yang ingin mengenalnya lebih dekat. Yang ingin mempunyai hubungan lebih dekat.

Apakah gadis itu paham tentang hubungan yang lebih dekat? Apakah gadis itu bisa melakukannya dengan baik? Apakah gadis itu bisa mengajariku tentang hubungan yang lebih dekat?

Semua pertanyaan itu berputar-putar di dalam pikiran Sai sampai ia menutup kedua kelopak matanya yang sudah berat dan akhirnya tertidur.

--

Matahari mengintip dari balik garis horizon. Burung-burung yang berkeciap mulai beterbangan mencari makan. Kehidupan di Konohagakure pagi ini baru saja dimulai. Distrik pertokoan Konoha sudah ramai oleh kegiatan para penghuni dan pelanggannya. Tak ketinggalan toko bunga Yamanaka. Ino sibuk membantu ibunya menata bunga-bunga yang baru ke masing-masing potnya.

Ino menyeret seember air ke luar toko untuk memercikkannya ke bunga-bunga yang terpajang agar tampak segar. Dilihatnya orang-orang berlalu lalang di depan tokonya. Ada yang sudah sibuk berbinis sepagi ini, ada yang sekedar berbelanja, ada yang sekedar jogging dan olah raga pagi.

"Yo! Ino!"

Terdengar suara sesaat dari Kiba yang tiba-tiba muncul dan tiba-tiba menghilang. Ino tidak heran. Setiap pagi adalah rutinitas Kiba untuk mengajak Akamaru jalan-jalan, walau sekarang tampak Akamaru yang mengajak tuannya jalan-jalan karena badannya yang besar dan dapat melesat dengan cepat sehingga Kiba hanya bisa menyapa Ino sangat sebentar saja.

Tak selang berapa lama, terlihat seorang gadis berambut hitam panjang, memakai kacamata hitam dan masker flu. Berjalan mengendap-endap dari balik tiang listrik ke balik tempat sampah. Ino tidak heran. Belakangan ini ia sudah terbiasa dengan pemandangan aneh itu.

"Hinata-chan, tadi Naruto-kun lari pagi ke taman Konoha"

"Si-siapa itu Hi-Hinata? A-apa yang kamu maksud? Kamu sa-salah orang"

Gadis yang dipanggil Hinata oleh Ino itu tersentak kaget dari balik tempat persembunyiannya. Tanpa basa basi gadis itu langsung melanjutkan aksinya menuju taman Konoha. Ino tertawa geli melihat tingkah sahabatnya. Benar-benar pagi yang damai seperti pagi-pagi sebelumnya. Ia pun melanjutkan kegiatannya membasahi bunga-bunga.

Sesosok bayangan manusia mendekat ke arah toko bunga Yamanaka. Ino segera mendatangi dan menyapa pelanggannya. Ino sangat terheran.

"Eh, Sai-kun? Selamat pagi! Mau beli bunga?"

Ino berusaha membuat nada di tiap katanya tampak normal dan ceria. Padahal di dalam hatinya kaget tidak karuan melihat Sai. Ia belum siap menghadapi pemuda itu yang tak disangkanya malah datang secepat ini. Namun sedikit aneh karena pagi ini Sai tidak tersenyum seperti yang dilakukannya sepanjang hari kemarin. Raut mukanya agak bingung dan ragu, dengan sedikit rona merah yang tidak terlalu kelihatan di kedua pipinya. Sai mulai membuka mulutnya.

"Ano… tentang pembicaraan kita kemarin malam…"

DEG

Jantung Ino berdetak kencang seketika. Ia tidak ingin dan tidak bisa membayangkan apa yang akan diucapkan Sai selanjutnya, namun pemuda itu tampak berusaha keras meneruskan kalimatnya. Benar-benar berusaha untuk mengucapkannya, terutama di bagian akhir kalimatnya yang sangat sulit untuk diucapkan selama ini.

"Aku juga… ingin mengenalmu lebih dekat… Ino-cha… I-Ino-chan"

"Eh?"

Ino mendongak terbengong. Sai menunduk tersipu. Keduanya membatu. Dari dalam toko ibu Ino keluar karena melihat seorang pemuda berdiri di depan toko bersama anaknya.

"Anak muda, selamat pagi, mau beli bunga?"

Tidak ada jawaban. Keduanya masih membatu.

Tbc…

--

lagi-lagi rencana oneshot saia jadi multichapter… gara-gara kebanyakan ngetik hal ga penting. Sudahlah –ditabok- karena menurut saia untuk menggambarkan perubahan dan pertumbuhan hati/perasaan orang ga bisa buru-buru, makanya jadi molor-molor gini, apalagi klo orangnya dari awal ga punya hati macem Sai, musti ditanem dulu bijinya, disiramin tiap 2 jam sekali, dipupuk, disemprot pestisida dllsbdst –sok tau diranjau-

maap yah Ino saia buat agresip. Emang orangnya agresip kan di canon. Ato saia salah interpretasi ya? Entahlah –digampar- ntu si Sai saia pakein kacamata baca, abis liat clip Kimi no Monogatari hadooh… exploitasi keseksian banged sih cowo atu ini XP

maap yah klo belom kerasa romance atopun konfliknya. Tenang aja, ntar di chapter dua Ino bakal nangis-nangis sesengukan jejeritan, untungnya bukan karena Sai (lho?)

tapi jangan karena critanya ga menarik trus ga ngreview T-T klo sekiranya review yang diberikan bisa untuk memperbaiki dan membangun, sebisanya akan saia permak fic ini agar lebih baik dan budiman

maap masih lom sempet baca en review fic author-tachi. Nunggu tanggal muda waktu quota spidi penuh lagi hehe. Gila tadi habis ujian praktikum anatomi mpe botak saia gara-gara kapasitas otak yang terbatas. Terpurukterpurukterpuruk tasuketeee!! –malah curhat-

Quiz:
1.) apa arti bunga Sayuri, yang membuat Shika-kun sukses digampar Tema-chan? (clue: sayuri ntu satu spesies ma sayuri mayuri –digetok- sayuri di sini maxudnya orange lily)
2.) apa bedanya kalimat 'aku ingin mengenalmu lebih dekat' dengan 'aku ingin mengenalmu lebih jauh'?
3.) ada yang tau tampang ibunya Ino? saia cuma tau tampang pak Inoichi XD

Price: klo ada waktu en ada ide akan saia bikinin fic rikues Anda XD (karena lidah tak bertulang maka ga terjamin, mana sok banged ih, udah gitu fic multichap saia blom ada yang kelar pula wakaka –ditendang-)

Review please… thankyou soo maaach muach muach