LOVE RAIN
"Tuh, kan hujan!"
Dua remaja pria berseragam sekolah sedang berteduh di depan sebuah minimarket. Salah satunya yang tadi baru saja menggerutu dan kini cemberut itu bernama Jinyoung.
Mark, yang berwajah tampan dan berdiri di sebelahnya itu menatap gemas wajah imut pacarnya jika sudah cemberut. "Miane~" ucapnya tulus karena hari ini dia tidak mengendarai sepedanya ke sekolah.
Jinyoung bergeming dan tetap dengan bibir yang dimajukan. Mark pun sebenarnya menyesali keputusannya untuk tidak mengendarai sepeda ke sekolah hari ini. Padahal Jinyoung selalu senang jika dibonceng pulang-pergi sekolah bersamanya.
Mark terus menatap pacarnya itu,berharap untuk dimaafkan. Dan mendapat perlakuan seperti itu membuat Jinyoung gerah. "Berhenti menatapku seperti itu!"
Apa mungkin wajahnya mulai bersemu merah saat mengucapkan hal tersebut? Karena Mark akhirnya mengalah, namun menyunggingkan senyum kemenangan.
Jinyoung melirik Mark tajam, kesal jika sudah digoda seperti itu. "Lain kali selalu pakai sepeda," ucapnya ketus.
Dan Mark langsung menjawab, "Siap!", dengan senyum lebarnya. Hal tersebut menular kepada Jinyoung yang kini sudah tak cemberut lagi.
Setelah menunggu cukup lama, ternyata hujan tak kunjung berhenti. Mark yang sudah mati kebosanan pun punya ide gila.
"Yaa, bagaimana kalau kita terobos saja hujannya?"
"Michyeosseo?" pekik Jinyoung dengan mata melebar. "Tidak ada payung! Kita akan basah kehujanan!"
"Tidak apa-apa!" Mark tetap bersikeras.
Jinyoung tak habis pikir dengan rencana nekat Mark. Dia tidak suka basah-basahan. Apalagi di tengah guyuran hujan. Dengan memakai seragam? Sama sekali bukan style-nya Jinyoung.
"Tidak, tidak." Jinyoung terus menolak sambil menggeleng.
"Ayolah, Jinyounggg~" Mark mulai merengek. Ia memain-mainkan lengan kiri Jinyoung, layaknya anak kecil yang merengek kepada ibunya. "Aku kebelet pipis!" Tiba-tiba Mark terpikir untuk membuat alasan yang cukup masuk akal.
Mendengarnya, Jinyoung pun ragu sejenak. "Jinja?"tanyanya.
Mark mengangguk cepat, memperkuat aksi bohongnya.
Jinyoung mendesah putus asa dan akhirnya pun setuju. "Baiklah. Kita akan menerebos hujan," gumamnya setengah hati.
"Yesss!" Mark berseru ria. Jinyoung selalu kalah jika Mark sudah memaksa. "Ayo!"
Akhirnya kedua remaja itu berlari bersama meninggalkan mini market, menelusuri jalanan di bawah guyuran hujan, hal yang rupanya disukai oleh Mark. Pria itu selalu tersenyum lebar dan sesekali tertawa bahagia saat berlari melindungi kepala Jinyoung dengan telapak tangannya.
Karena berlari membuat mereka lelah, dan pakaian keduanya sudah basah kuyup, Mark akhirnya memutuskan untuk menepi sejenak. Mereka kembali berteduh di depan sebuah toko.
"Wah, seru sekali!" Mark tak henti-hentinya mengucapkan hal tersebut.
"Seru apanya?" protes Jinyoung sambil merapikan rambut dan membenahi wajahnya yang basah.
Mark sendiri tak peduli dan mengacak-acak rambutnya yang tak kalah basah.
"Yaa, lihatlah seragam kita!" Jinyoung kembali mengeluh, namun omelannya tertahan karena melihat kekacauan yang terjadi pada Mark. "Yaa!" Jinyoung berusaha merapikan rambut Mark dan membenahi wajahnya. "Kau kacau sekali, Markie!"
Yang diomeli malah terkekeh dan diam patuh menerima sentuhan perhatian dari Jinyoung.
Setelah Jinyoung selesai mengurusinya, tatapan Mark tertuju ke arah pintu masuk toko yang didominasi oleh kaca tersebut. "Yaa, bagaimana kalau kita masuk saja?"
"Masuk kema-" Belum sempat menjawab, Jinyoung yang tadinya sedang memeriksa isi tasnya sudah ditarik masuk oleh Mark. "Yaa, neo-!" Seruannya kembali terhenti saat tiba-tiba saja tubuhnya merasakan perbedaan suhu yang begitu kontras. Mark menariknya ke sebuah ruangan yang hangat. Suara guyuran hujan di luar pun teredam saat pintu menutup di belakang mereka.
"Jinyoungie, kurasa tempat ini adalah binatu," gumam Mark yang sudah berjalan lebih dulu untuk berkeliling.
"Binatu? Yaa~" Jinyoung sudah berencana untuk menarik Mark keluar. Tapi pacarnya itu malah tersenyum lebar sambil menunjuk sederetan mesin cuci.
"Jinyoung-ah, kita bisa mencuci lalu mengeringkan seragam kita sambil menunggu hujan reda!"
Ide gila Mark lainnya sontak membuat Jinyoung menggeleng cemas. "Tidak, tidak!" ucapnya sambil menghampiri Mark dan menarik lengannya.
"Ah, wae?" Tapi Mark menepisnya pelan.
Jinyoung mendesah (lagi). "Kau keras kepala sekali, Mark."
"Atau kau mau kembali menerobos hujan?" Mark sungguh pintar memanipulasi, membuat Jinyoung berpikir cukup lama, dan dengan berat hati menyetujui ide gilannya.
Di Korea, memang ada beberapa binatu umum, tanpa pegawai, yang memberikan jasa cuci-kering pakaian secara mandiri. Dan kebetulan, binatu itu sedang sepi, tanpa seorang pun selain Mark dan Jinyoung. Hal yang semakin membuat Mark bersemangat, mengingat dirinya belum pernah mencoba hal baru seperti ini.
Awalnya mereka berdua akan menanggalkan seluruh yang dikenakan, bahkan termasuk pakaian dalam. Setelah itu pakaian akan dimasukkan ke dalam mesin cuci. Mark yang kemudian bertugas memasukkan detergen secukupnya, lalu menekan tombol ON.
"Kau sungguh menyebalkan, Mark."
Kini Mark dan Jinyoung sedang duduk di balik kaca yang menghadap ke luar jalanan. Sementara ini keduanya mengenakan baju mandi yang telah disediakan oleh binatu. Dan hujan masih turun dengan intensitas yang sama.
"Ouugh~ kopinya enak sekali!" Mark menyeruput kopi yang disediakan binatu secara gratis hingga menimbulkan bunyi. Seakan kupingnya disumpal, ia sama sekali tidak menggubris ucapan sahabatnya.
Hal tersebut membuat Jinyoung melirik tajam ke arahnya dengan wajah menakutkan. Mark seketika membeku. Jinyoung benar-benar sedang marah.
"Kop-kopimu tidak diminum?" ucap Mark terbata.
Jinyoung memejamkan matanya frustasi dan menarik napas panjang. "Mark, aku benar-benar tidak mengerti. Kenapa kau melakukan semua ini?"
Ditanya seperti itu, Mark hanya bisa menunduk, memain-mainkan gelas kopinya.
Jinyoung benar-benar kesal jika sifat pacarnya yang satu ini sudah muncul.
"Memangnya kenapa sih~?" Mark menggumam pelan, masih tak berani menatap Jinyoung.
"Kau tanya kenapa?" ulang Jinyoung dengan emosi yang hampir meledak. "Yaa, jangan salahkan aku jika besok kita terkena demam!"
Mark baru paham arti dari segala kecerewetan Jinyoung. Pria itu hanya tidak ingin mereka jatuh sakit.
Ting!
Bunyi dari mesin cuci menandakan bahwa pakaian mereka telah selesai dicuci. Jinyoung yang sudah terlanjur kesal segera bangkit berdiri untuk memindahkan pakaian mereka ke mesin pengering agar bisa secepat mungkin pulang. Namun Mark mencegahnya.
"Tunggu." Rupanya Mark merasa bersalah dan ingin meminta maaf. Ia memaksa Jinyoung untuk kembali duduk dan perlahan mulai menggeser kursi lebih rapat ke arah pacarnya tersebut.
"Apa lagi yang sedang kau rencanakan?" tanya Jinyoung galak.
"Miane~" jawab Mark kalem.
Jinyoung diam sejenak. "Sudah sadar sekarang?"
"Eo. Miane, Jinyoung-ah. Aku tidak berpikir tentang sakit."
Naluri keibuan Jinyoung pun muncul. Pria itu tersenyum mendengar pengakuan Mark yang terdengar manis di telinganya.
"Aku hanya merasa senang bermain hujan-hujanan," ungkap Mark sambil menatap ke luar jendela kaca di hadapan mereka. Jinyoung pun mengikuti arah pandangnya. "Lalu karena tidak tega melihatmu rela basah-basahan demi aku, kuputuskan saja untuk berhenti disini sejenak."
Jinyoung kembali tersenyum. Ternyata Mark masih peduli padanya. "Disini hangat," ucapnya sambil menatap Mark penuh rasa terima kasih.
"Ya. Aku tahu." Mark pun menatapnya intens dan penuh kasih sayang. "Maka dari itu aku..."
Mark tak melanjutkan kata-katanya. Pria itu malah mendekatkan wajahnya ke arah Jinyoung. Perlahan namun mampu membuat Jinyoung membeku dan tatapan Mark membuat jantungnya berdegup tak karuan. Apa mungkin Mark mau menciumnya? Disini?
Jinyoung tak bisa memikirkan jawabannya lagi saat bibir Mark benar-benar menyentuh bibirnya lembut. Jinyoung bisa merasakan sisa kopi yang membekas di bibir Mark. Tak hanya sampai disitu,Mark mengecup bibir atas dan bawahnya perlahan, membuat Jinyoung mabuk dan hanya sanggup memejamkan mata sambil menikmati permintaan maaf Mark yang kelewat romantis ini.
"Ummmh~ tanganmu, Mark." Tiba-tiba saja Jinyoung mendesah saat merasakan tangan Mark yang mulai meraba daerah pantatnya.
"Oh, mian…" bisik Mark, merasa malu pada dirinya sendiri. Dia sudah cukup gila untuk melakukan hal nista seperti itu di tempat umum begini. Hal konyol tersebut rupanya membuat Jinyoung bahagia. Pria itu tertawa sejenak saat bibir mereka menjauh. Padahal tangannya sendiri sudah mencengkram kerah baju mandi Mark. Rupanya ciuman tadi berhasil membuat keduanya bergairah hingga lupa waktu maupun tempat.
Mark masih belum mau melepaskan Jinyoung dan mendaratkan ciuman intensnya lagi ke bibir yang disukainya itu, membuat mangsanya kesusahan bernapas.
Jinyoung berusaha menghirup oksigen sebanyak mungkin agar tidak pingsan. "Ummmarkie~?" Susah payah nama itu terucap di tengah-tengah pergumulan dua bibir yang berubah liar.
"Hmm?" Mark menyahut seadanya, tak mau diganggu.
Namun Jinyoung akhirnya berhasil lepas dari ciuman maut tersebut. Mark yang tadinya baru saja mau bermain lidah sedikit terlihat kecewa. Kali ini wajahnya lagi-lagi membuat Jinyoung gemas dan tak tahan untuk tidak tersenyum.
"Aku..." Suara Jinyoung sempat parau sejenak. "Pakaian kita tidak akan kering kalau kau menciumku terus," lanjutnya dengan wajah bersemu, lalu segera hilang dari hadapan Mark untuk melaksanakan kegiatannya yang tadi sempat tertunda.
Sesampainya di depan mesih cuci, Jinyoung tak henti-hentinya menyunggingkan senyum bahagia sekaligus mengumpat-umpat soal 'gila' dan lain sebagainya. Dia tidak menyangka ciuman Mark akan membuatnya melayang. Dan itu membuatnya ketagihan!
"Aaah bocah itu! Dasar Markie sialan!" umpatnya sambil tersipu malu.
~fin~
Aaaaarrggh~! MarkJin~~~!
Kenapa mereka bisa jadi kopel yg unyu banget sih!
Eh tapi maaf klo NC nya kurang Mark ngerasa kalau Enyoung masih terlalu polos buat di NC' .
Oh ya,Author bakalan break dulu ya posting mau liburan *yipiii!* aja bisa dapat inspirasi buat FF NC MarkJin lebih greget lagi kkk~
Sampai ketemu di tahun 2017 yaaa~ Annyeongggg~^^
