HM ANB: Prologue
Disclaimer : this is just a fanfic from Harvest Moon : A New Beginning
"Ugh! Nyebelin!" Seru gue sambil bawa barang-barang bawaan gue kayak orang mau mudik pulang kampung. Tapi gue tidak mudik, melainkan 'diusir' dari rumah. Orangtua gue menyuruhku untuk bekerja di sebuah peternakan milik ayahku yang sudah bertahun-tahun tidak diurus. Katanya gue tidak boleh di rumah terus, main game, nonton drama, dan BELANJA. Tapi kan tidak harus sampai diusir kepernakan juga kali! (Walau gue emang doyan belanja sampai duit orangtua gue sekarat. Tapi tetap saja!). Kata ayah biar gue hidup mandiri dan hargai uang. UGH.
Gue akhirnya sampai di sebuah tempat yang masih hijau, tidak ada gedung, jalan trotoar, yang ada hanya pepohonan dan rumah-rumah yang jadul. 'Gaada mall ya...' Batinku kecewa. Ya iyalah, tempat terpencil ini. Kalau ada mall, gue bakal sujud di depannya!
Ketika gue hendak ke desa yang disebut ayahku 'Echo Village', gue melihat seorang kakek tua yang udah mau pingsan.
"Tolong...Minta...Air..." Serunya dengan suara serak.
Gawat. Apa harus kulakukan.
Air.
Air nya gue taruh mana...
Segera saja gue mencari air di tas bawaanku. Ugh. Barangku banyak banget lagi! Gue membuka tas-tasku satu persatu demi mencari air.
Beberapa menit kemudian gue akhirnya menemukan air! Segera saja gue berbangga ria. Lalu gue sadar, kakek itu udah terkapar di tanah.
Semoga aja belom mati. Kumohon jangan mati. Gue ngeri membayangkan, baru datang udah langsung dijadiin tersangka pembunuhan.
Gue memberikan air itu kepada kakek tua itu. Oh ya,kakeknya kan pingsan, gue kasihnya gimana coba...
CLING! Gue langsung mendapatkan ide.
"Kek..kaaakeekk..." Kataku sambil menampar mukanya biar sadar.
'dasar anak kurang ajar. Lagi sekarat malah dihajar.' Batin kakek tua itu.
Untung aja, kakek itu langsung bangun, dan gue memberikan minumannya kepada kakek tua itu.
"Terima kasih ya, nak. Maaf tadi saya pingsan gara-gara nyari makanan." Kata kakek itu dengan senyuman dipaksa sambil beranjak berdiri. 'Awas aja lu kualat' batin kakek itu.
Gue tersenyum. "Sama-sama,kek." Untung lu gak mati.
Tunggu, nyari makan. Jangan-jangan disini lagi kekurangan makanan. AYAH kau tega kali membuang anakmu di tempat ini.
Kakek itu berdehem sebentar," Ngomong-ngomong,kau siapa? Kakek tidak pernah melihat kamu disini."
Ya iyalah, gue aja baru datang tadi pagi, "Namaku Rachel, aku baru datang pagi ini." Kataku sambil menunjukkan senyuman termanisku.
Tiba-tiba wajah kakek itu mencerah,"Oh! Kau Rachel! Namaku Dunhill! Ayahmu banyak bercerita tentangmu!"
Moga aja gak ada yang memalukan.
"Dia pernah menceritakan bagaimana kau jatuh dari panggung yang menyebabkan seluruh panggung hancur berantakan."
Ayah sialan.
"Terus, dia cerita ketika kau ma-"
"KAKEK DUNHILL, Echo Village dimana ya?" Selaku. Kalau dia ngomong terus bisa bocor rahasia-rahasia gue.
"Oh iya. Ayo, desa Echo Village ada disana." Katanya dengan penuh semangat. Lalu memanduku ke Echo village.
'Barang gue dibawaan sedikit napa.. Dasar kakek tua.' Batinku sambil mengikutinya dari belakang.
Kami berjalan ke sebuah desa kecil, sangat kecil. Bahkan gabisa dibilang desa. Tempat itu sunyi bahkan seperti tidak ada orang disitu.
Seakan bisa membaca pikiranku, Dunhill berkata,"Dulunya tempat ini sangat ramai, sekarang tidak lagi semenjak penduduknya mulai pindah ke kota." Terdengar nada kesedihan di setiap perkataannya.
Gue merasa iba pada kakek ini, gue merasa ingin membantunya.
Dan kemudian wajah kakek itu mencerah, "Semoga dengan ada dirimu, kau bisa memajukan desa ini!" Katanya sambil menepuk bahuku.
Bangke, jadi itu arti senyuman cerah itu. Sekarang gue disuruh buat majuin desa ini! Sekalian aja gue yang jadi walikotanya!
"Baiklah sekarang,kita liat-liat perternakanmu." Katanya sambil melanjutkan perjalanan.
Kami berjalan-jalan melihat-lihat peternakan ayahku yang akan menjadi milikku. Serius. Tempat ini benar-benar parah, banyak banget sampah, tidak hanya itu, tempat ini lebih layak disebut kuburan daripada peternakan, sama sekali tidak ada isinya. Apakah ayahku benar-benar peternak? Kalo iya, dia sangat payah. Di peternakan itu hanya ada tanah kosong yang mungkin akan ditanami tanaman, rumah kecil bobrok, dan sebuah kandang sapi yang sama sekali gaada sapinya.
Dunhill menjelaskan tentang peternakan ini dengan panjang lebar, awalnya gue mendengarnnya dengan sungguh-sungguh tetapi sekarang gue hanya mendengarkan dengan sebelah telinga. 'Membosankan.' Batinku.
Ditengah penjelasan, tiba-tiba Dunhill terdiam sambil menatap sesuatu, gue mengikuti arah tatapannya dan menemukan empat orang yang berada di depan peternakan; yang pertama adalah nenek tua; yang kedua adalah seorang wanita berusia paruh baya; yang ketiga adalah pria gendut; yang keempat adalah seorang anak kecil. Sepertinya pria gendut itu dan anaknya akan pindah dari sini.
Dunhill tenggelam dalam lamunannya. Merasa aneh, gue memanggilnya. Dia langsung tersadar,"Oh maaf,"Katanya sambil tersenyum dipaksakan, "yang tadi itu adalah beberapa penduduk sini. Ayah dan anak itu adalah penduduk yang akan pindah hari ini." Katanya dengan sedih.
Terjadi jeda selama beberapa lama, sebelum Dunhill membuka mulutnya,"Seperti yang kau lihat, penduduk sini semakin sedikit. Kau bahkan bisa menghitungnya dengan tanganmu."
Lalu kami melanjutkan perjalanan, Dunhill masih terus berbicara, seakan melupakan kejadian barusan.
'Tempat ini sangat menyedihkan.' Batinku sambil geleng-geleng kepala.
"Dan ini adalah rumahmu," Kata Dunhill membuyarkan lamunanku."Kau tampak lelah,mungkin kau lebih baik beristirahat." Katanya.
Gue hanya mengangguk.
'Akhirnya selese juga~' Batinku sambil menari ria ketika Dunhill pergi.
Gue berlari ke arah tempat tidur kecilku,"Aah, senang bertemu denganmu, tempat tidurku~" Seruku sambil memeluk bantal. Dan langsung saja gue jatuh tertidur.
Hari pertama, gue sudah jatuh cinta dengan tempat tidurku.
