SINGING IN DISTANCE
~ Berpisah ~
© 2017 Mashiro Io
Produce 101 Season 2 Fanfiction
Warning : khayalan sesat, jangan ditiru
.
.
.
Pengumuman anggota ke sebelas dimulai. Empat trainee memperebutkan tahta terakhir dan Jihoon masih saja menatap sosok berambut purple cream yang berdiri tegar. Jihoon tahu, sosok itu masih menahan air matanya. Dapat ia lihat tangan dan wajah itu semakin memucat meski ia duduk dengan jarak sekian kaki dan berada di posisi tertinggi kedua sekalipun. Hatinya teriris, kenapa harus terjadi padanya?
Oke, semua salahnya.
"Jihoonie hyung."
Seseorang di sebelah kirinya memanggil. Ditolehnya sosok yang selama ini juga dekat dengan pemilik surai ungu tersebut.
"Sam…"
"Aku tahu."
Tak usah diperjelas lagi. Mereka akan berpisah.
"Kenapa hyung berkata seperti itu?"
"Itu bukan persoalan lagi, Daehwi."
"Tetap saja, kau mengatakan semuanya seolah-olah kau mengetahui semuanya, hyung. Aku tak tahu seberapa hancur Samuel sekarang."
"Dia anak yang tegar."
Daehwi mendengus. Tak sesuai dengan air mata haru yang baru beberapa saat yang lalu ia jatuhkan.
"Katakan begitu jika hyung tidak melihatnya menangis saat ini."
"Huh?" – dan benar saja
Di depannya, Samuel menangis. Tak terlihat jelas memang, tapi ia tahu wajah yang menunduk sedang itu tengah mengalirkan air mata.
Final selesai. Semua trainee berhamburan menuju panggung utama.
Memeluk. Dipeluk. Menangis. Ditangisi.
Jihoon juga memeluk kawan-kawannya meski hatinya memberontak untuk segera menemui seseorang yang kini entah memeluk siapa.
Oh, hei, ini final. Sekarang semua orang akan berbeda jalan.
Ketika akhirnya ia di depan pemuda berambut ungu keperakan itu, lidahnya kelu. Tanpa berkata apapun, dipeluknya tubuh yang kini nampak rapuh.
Selamat hyung.
Mata itu berbicara tanpa kata. Jihoon mengerti. Dilepasnya pelukan itu.
Kini, semua akan berbeda.
.
.
"Demi Tuhan Jihoon, kau masih tak mengatakannya?"
Jihoon tersenyum. Tidak, lebih tepatnya ia mencoba tersenyum. Woojin yang ada di sampingnya, meski uraian air mata masih nampak di pipinya berkata dengan nada yang tidak masuk akal.
"Jalan kalian berbeda."
Dan itulah yang membuatku semakin tidak ingin mengatakannya, Woojin.
"Kau mau PDKT kalian selama ini sia-sia?"
"Kurasa ia tak menganggapnya begitu."
"Jelaslah! PDKT macam apa yang beraninya di gedung saja."
Jihoon miris. Samuel pemuda yang disayangi semua orang. Bahkan sekalipun ia sempat menciumnya, itu akan sama saja seperti ciuman dari seventeen-sunbaenim padanya.
"Kau benar-benar tidak akan mengatakannya?"
"Kenapa kau jadi memaksa sekali, Woojin-ah? Jangan bilang kau juga naksir Samuel."
Park Woo Jin mengernyitkan alis. Kenapa jadi dia yang dituduh?
"Bukan apa-apa. Aku kasihan padamu lho."
"Ini urusanku, kenapa kasihan?"
"Kau lihat Seonho?"
Jihoon menoleh. Dilihatnya Seonho yang masih memeluk Minhyun-hyung.
"Dia sudah mengatakannya."
Jihoon membulatkan mata.
"Jinja?"
Beneran si anak ayam menyatakan cinta?
"Aku tidak tahu bagaimana hasilnya. Tapi kau bisa lihat? Minhyun-hyung kujamin tidak akan bisa melepaskannya. Masa kau kalah sama anak ayam sih?"
Jihoon tertegun.
.
.
"Sam…"
"Ah, Dae Hwi-hyung."
Dae HwI memeluk. Dia galau antara senang atau sedih. Saat ini, mungkin masuk ke Wanna One membuat rasa pedihnya terkalahkan. Dae Hwi tak bisa menahan senyum. Namun siapapun tahu sirat matanya memancarkan kesenduan.
"Sammy…"
"Chukae…"
"Gomawo…"
Lidah Samuel terasa kelu. Ia ingin menangis, berteriak, marah, dan sebagainya. Tapi, di hadapannya, di hadapan sahabatnya yang baru saja mendapat kesempatan menjadi anggota Wanna One, debut menjadi salah satu member dari grup pria bermasa depan cerah, ia tak dapat mengatakannya.
Untuk apa mengucap kata yang mengandung luka ketika dia menerima cinta?
"Aku akan menyusul, hyung."
"Hm, fighting."
Mereka melepas pelukan. Samue berjalan ke tempat lain dan Dae Hwi pun memeluk peserta yang lainnya.
Dae Hwi sudah siap, masa depannya adalah yang prioritas utama.
.
.
"Samuel."
"Jangan menangis lagi hyung," ucapnya pada Jisung-hyung. Hyung kesayangannya ini selalu saja menangis setiap kali menemukannya. Tidak berubah, padahal harusnya hyung nya menebar keceriaan seperti biasa. Dengan begitu, harusnya Samuel tidak usah teringat dengan peristiwa kemarin lagi.
"Kau kenapa bisa setegar ini sih?"
"Huh?"
"Kau, bagaimana bisa kau sembuh secepat ini?"
Samuel terkekeh.
"Haruskah aku lama-lama bersedih? Toh, takkan ada yang berubah setelah ini."
"Kau sudah berubah tahu."
"Berubah jadi lebih tampan, hyung?"
Jisung tertawa kecil.
"Yak, setelah ini tidak akan ada yang mencerewetimu lagi. Jadi, jaga dirimu baik-baik."
"Aku tahu. Aku bukan anak kecil lagi kok."
"Bagiku kau masih bocah 16 tahun. Jangan lupa aku ini jauh lebih tua darimu."
Samuel tertawa pelan.
"Kau sudah mengucapkan salam perpisahan pada yang lain?"
Samuel kembali tertawa meski sedetik setelahnya ia menggeleng.
"Aku tak tahu harus mengucapkannya pada siapa. Semua sedang senang, kalau aku menghampiri rasanya mengganggu."
"Hey, kenapa kau jadi underestimate begitu?"
Samuel tidak menjawab, hanya mengendikkan bahu tanda ia tidah tahu atau mungkin pasrah.
"Dapat surat cinta?"
"Dari Mama, iya."
Jisung gemas.
"Bukan itu maksud hyung."
"Lalu?"
"Jadi belum? Bocah itu, sama saja. Kau cepatlah berkemas."
Samuel bingung.
.
.
"Muel-ie, ada waktu?"
"Jihoon-hyung?"
-To be continued
Note:
Oke, maafkan saya yang tiba-tiba ngelanjutin fanfic ini gara-gara Sam bakalan debut seminggu sebelum Wanna One! Ini pendek, iya. Maaf. Kali ini bakal dicicil. Saya juga ngepost ini di wattpad (dengan akun yang sama), jadi temen-temen juga bisa baca di sana dari Menghindar. Saya sengaja nggak jadiin satu fic ini dengan prekuel sebelumnya di ffn; nanti saya pos ulang (semoga ada kuota) kalau temen-temen risih.
Waiting for 8 August
