12 Zodiak, Murderer Case

"Nisca31tm-emerald"

Disclaimer : Semua member SUJU bukanlah milik saya, mereka adalah milik diri mereka sendiri…

Warning : OOC, Alur ribet, banyak typo(s) dan miss typo(s), saya membuat banyak sekali perbedaan. Baik itu sifat dan kehidupan tokoh. Ini mengandung unsur sadistik dan koloni-koloninya! Saya sudah memperingatkan anda. Sehingga yang tidak suka, saya sarankan segera menekan tombol back.

Don't like don't read

Rate : M (di chapter awal belum terlalu 'wah')

Summary : Mereka semua adalah hakim, mereka semua adalah orang-orang yang memberi penilaian dan memberikan hukuman. Pantaskah seseorang hidup, pantaskah seseorang untuk mati? Mereka adalah 13 orang hakim yang dilambangkan oleh 12 zodiak, 12 rasi bintang yang mencoba saling mendominasi namun mereka adalah satu. Menegakkan keadilan bagi mereka yang tak bisa bersuara, menjadi senjata bagi mereka yang kehilangan kekuatannya, dan menjadi pembalas dendam bagi mereka yang telah tiada dan mengemban dendam tak terbalas. Mereka adalah 12 pemilik nama Zodiak. Aquarius, diakhiri dengan Capricorn.

HAPPY READING~~


Mereka adalah 13 hakim. 13 orang pemuda. 13 orang yang menentukan hidup orang lain. Kasus demi kasus, pelaku yang tertangkap oleh jeratan mereka, akan jatuh dalam eksekusi. 13 pemuda yang menjelma menjadi 13 hakim yang dilambangkan dengan zodiak. Ya, mereka adalah 12 zodiak yang berperan sebagai seorang hakim dalam menentukan benar salahnya seseorang, pantas tidaknya seseorang untuk hidup, dan dengan mengangkat nama keadilan di atas genangan darah yang siapapun enggan untuk menatapnya, membalas abu orang yang mati dengan tak adil, membalas rasa sakit tulang yang menjadi saksi kehidupan seseorang, serta menjadi pedang untuk membalaskan rasa dendam yang belum terbalas bagi para korban.

Ruangan itu bernuansa merah maroon dengan atribut berwarna merah pucat mendominasi. Gorden berwarna merah polos disingkap beberapa jengkal, namun tetap tidak membiarkan matahari untuk memasuki ruangan tersebut. 13 kursi berukir tampak mengelilingi sebuah meja bundar berwarna hitam yang terbuat dari kayu eboni. Meja itu polos, tidak ditutupi oleh kain apapun, hanya ukiran-ukiran unik yang mengelilingi bingkainya, ukiran yang membentuk guratan-guratan tegas, seakan berujar jika orang yang akan berada di sana bukanlah orang sembarangan.

Di sebelah kiri ruangan, terdapat sebuah lukisan khas yunani, dengan 12 kuil kecil dan lambang dari 12 zodiak di lukis serapi dan seelegan mungkin oleh pelukisanya –entah siapa-, lukisan itu indah, namun mencekam. Menggambarkan ke-12 zodiak yang mencoba saling mendominasi dan tidak bisa berbaur, namun mereka satu. Tak terpisah, sadar atau tidak, mereka saling melengkapi. Kembali meninjau ruangan, ah, ternyata di sela-sela 13 kursi, ada satu buah lagi kursi elegan, namun sederhana. Hanya sebuah kursi bulat tanpa sandaran yang terbuat dari kayu eboni hitam dengan ukiran pada kaki-kaki kursi itu, beda sendiri dengan sebuah kristal sebesar bola kaki berada di atas meja di depan kursi itu.

Deng! Deng! Deng! Deng…

Bunyi sebuah jam antik besar yang berdiri angkuh di dekat jendela, jam antik khas kota London. Dentingan jam itu berbunyi hingga dua belas kali. Disusul dengan dibukanya pintu berdaun dua yang membatasi ruangan serba merah tersebut dengan dunia luar.

Satu persatu, dengan jeda yang tidak kentara, para pemuda bertuxedo hitam dengan balutan celana hitam memasuki ruangan dan mulai mengisi kursi kosong yang mengelilingi meja hitam eboni. Wajah mereka tersamarkan oleh sebuah topeng opera berbeda warna bagi setiap pemakainya. Suasana diam itu tidak juga pecah meski semua kursi ke-13 kursi sudah terisi. Mereka saling tatap namun tidak mau membuka suara mereka masing-masing, walaupun mungkin saja di antara mereka ada yang tidak suka suasana sepi seperti ini. Salah seorang yang dari mereka yang memakai topeng hitam silver dengan tambahan guratan emas menjentik-jentikkan tangannya pada pegangan kursi dengan nada yang singkron, namun terkesan misterius. Itu dibalas dengan tumpuan tangan dari seorang yang memakai topeng berwarna putih silver. Lalu ke-13 orang yang menduduki kursi itu saling menyunggingkan senyum. Entah itu senyuman mengejek, formalitas, tulus, main-main, atau hanya sekedar menarik ujung bibirnya. Mereka semua menunggu. Menunggu kursi ke-14 terisi.

Harapan itu terkabul. Pintu berdaun dua kembali dibuka oleh seseorang. Sosok itu adalah seorang wanita yang memakai gaun panjang berwarna hitam, renda-renda di ujung gaunnya menyentuh lantai porselin yang berwarna krem. Di dada wanita itu tersemat sebuah pita besar dengan hiasan mahkota mawar hitam. Sarung tangannya yang berwarna hitam dengan rongga-rongga mampu mengintip kulitnya yang putih bersih. Wajahnya cantik, sangat, bibirnya berpoles merah pekat, usianya berkisar antara 30-40 tahunan, namun gurat kecantikan itu tidak juga hilang dari parasnya yang rupawan. Hanya dia, satu-satunya orang yang tidak memakai topeng. Buat apa? Ini untuk keadilan, dia tahu semua identitas pemilik zodiak, karenanya biarlah pemilik zodiak tahu bagaimana rupanya. Walau di luar sana sangat mustahil untuk bertemu.

Satu-satunya wanita dan satu-satunya orang yang memiliki peran penting tersebut menyunggingkan senyumnya tanpa memandang pada pemilik nama zodiak yang berada di hadapannya. Iris hitamnya hanya fokus pada bola kristal bening kebiruan yang berada di hadapannya, sebelum kedua tangannya menyentuh sisi-sisi kristal dan menangkupnya dengan kedua tangan, matanya terpejam untuk beberapa detik, kemudian iris matanya yang semula berwarna hitam, kini ada kilatan berwarna merah di dalamnya. Kemarahan, kah? Tidak, karena wajahnya sama sekali datar dan tidak menunjukkan apa-apa.

Wanita itu menyunggingkan kembali senyumannya, "Target berikutnya adalah seorang laki-laki bernama Park Chae Ran. Dia adalah pedophile akut yang sering melampiaskan nafsunya kepada anak-anak di bawah umur," matanya memandang bayangan yang ada di dalam bola kristal itu.

Ke-13 orang yang berada di ruangan tersebut diam, mereka hanya menyimak dan tidak akan menyela saat sosok Lady Black –begitulah mereka menyebut sang wanita- mengucapkan narasi singkat tentang target mereka kali ini. Mereka fokus untuk menyiapkan mental mereka yang sudah sekuat baja untuk mendengar kembali lanjutan tentang target.

"Catatan kejahatannya sudah dimulai sejak lima tahun yang lalu. Namun dia tidak tertangkap, dia gesit dan pandai membuat alibi. Licin, dan sekarang dia tidak ubahnya seperti seorang pria baik hati tanpa cacat. Namun di balik itu, ada wajah ular yang siap menerkam mangsanya. Di samping itu, dia juga menyukai pria dan gadis muda. Gangguan jiwa yang sangat parah. Ada pertanyaan?" Ujar Lady Black dengan wajah datar dan iris mata memandang sekitarnya tepatnya pada 13 orang yang balas memandangnya dari balik topeng masing-masing.

Gelengan, diam, dan gerak bibir tanpa suara tanda tidak adalah jawaban dari ke-13 orang pemilik zodiak. Ini sudah jelas, mereka tidak perlu menanyakan banyak hal tentang target yang sebentar lagi akan mati. Wanita bergaun hitam itu kembali tersenyum, hingga pipinya mencekung dan iris matanya tambah berwarna merah, bagai orang kerasukan iblis saja. Namun tetap, wajah cantik tidak luput dari pesonanya.

"Jadi, siapa yang ingin mendapatkan hak atas kasus ini?" Tanya Lady Black. Dia berbinar saat tiga tangan terangkat, tiga orang pemilik nama zodiak menawarkan diri mereka. Taurus, Capricorn, dan Cancer. O, tapi tidak semudah itu untuk disetujui. Ini hanya formalitas, hanya isapan kata-kata untuk menarik suasana. Jelas yang akan menyandang hak bukan sembarang orang. Semuanya sudah ditentukan.

"Sayang sekali untuk kalian, Taurus, Capricorn, dan Cancer. Tugas ini tidak untuk kalian bertiga," ujar Lady Black dengan nada sedih yang dibuat-buat karena iris matanya jelas menunjukkan sebuah kepuasan akan sesuatu. Jelas akting yang cacat karena sangat kentara dengan gelagatnya.

Ketiga pemilik nama zodiak Taurus, Capricorn, dan Cancer itu hanya diam dan tidak protes. Mereka hanya mengangguk diiringi oleh senyuman biasa, tak merasa sedih atau kecewa. Sepertinya mereka tahu akan begini hasilnya. Dalam hal ini, mereka sudah tahu jika mereka tidak terpilih. Insting mereka memang sudah mengatakan itu di awal.

"…Yang akan menyandang hak ini adalah Leo. Leo, kau mau menerima tugas ini?" Lady Black menoleh pada seorang pemuda di barisan keenam dari kursinya dimulai dari kanan, pemilik nama Leo itu mengenakan tuxedo hitam dengan dalaman kaos biasa serta dasi berwarna biru malam. Topeng opera yang dia kenakan juga berwarna biru dengan lis keemasan terukir pada topeng tersebut.

"Dengan senang hati,"

Pernyataan setuju itu menutup pertemuan kali ini. Satu persatu mereka mulai meninggalkan ruangan dimulai oleh pemilik bintang Aquarius dan diakhiri oleh Capricorn. Ruangan itu kini kembali menjadi sepi. Hanya tinggal wanita berpakaian serba hitam yang berada di sana, tetap fokus pada kristalnya dan tidak peduli pada sekitar yang kembali menciptakan suasana mencekam. Di depat kristal itu tercetak lambang zodiak untuk Leo, orang yang dipilih untuk tugas ini.

# # #

"Tuan muda, hari ini saya menyediakan Earl Grey sebagai teman kudapan yang baru saja anda santap," seorang maid berujar dengan kepala menunduk kepada pemuda tampan yang dia panggil tuan muda tersebut.

Tanpa menjawab ataupun sekedar mengangguk, dengan angkuh pemuda tampan itu mengakat cangkir elegan tersebut lalu menyeruput isinya dengan tenang, seakan menikmati sekali waktu senggangnya ini. Iris matanya yang hitam bagai permata onyx memandang ke samping, tepatnya pada pria yang memakai pakaian ala butler. Pria itu menunduk dengan posisi hormat pada dirinya.

"Apa jadwalku hari ini?" Tanyanya dengan nada angkuh, tangan kanannya melipat di atas meja sedang tangan kirinya masih menggenggam gagang cangkir berisi Earl Grey yang kini tinggal separuh.

"Pukul 10 pagi, anda ada pertemuan dengan penguasaha Kim dari perusahaan mainan ternama. Pukul 12 siang, anda ada pelajaran memanah dengan Noui-Seonsaengnim sampai jam makan siang. Sesudah itu pada jam 4 sore, anda ada perjamuan dengan seorang konglomerat dari daerah Gangnam. Pukul 6 sampai pukul 7.45 malam adalah waktu istirahat dan makan malam untuk anda. Pukul 8, anda ada pertemuan lagi dengan puteri dari Tuan Lee Jae In untuk membicarakan kesediaan anda menjadi mitra kerja mereka. Kemudian jam 10 malam ada pesta dansa yang diadakan di sebuah kapal besar untuk merayakan ulang tahun ke-20 putra sulung keluarga Cho." Ucap butler tersebut sambil membuka buku agenda kecil dari saku jasnya. Dia menunduk, tata krama yang tidak boleh dilanggar jika sudah berhadapan dengan sang Tuan Muda, seorang pelayan tidak boleh memandang langsung Tuannya tanpa perintah.

"Pelajaran memanahku bisakah diundur hingga esok saja? Noui-Seonsaengnim pasti tidak keberatan," ucap sang Tuan Muda dengan nada malas. Sang butler hanya mengangguk tanda setuju dengan apa yang dikatakan oleh sang tuan muda, lebih tepatnya dia tidak bisa protes.

"…Dan… Bisakah pertemuanku dengan puteri dari Lee Jae In dan acara pesta dansa itu dibatalkan saja? Atau kau bisa menyuruh orang lain untuk menggantikanku. Malam ini aku ada pekerjaan yang tidak bisa aku tinggalkan." Ucap sang Tuan Muda dengan nada memerintah yang sangat kentara pada suaranya, bibirnya menyunggingkan sebuah senyuman hingga menampilkan lesung pipi yang semula tersembunyi.

"Baik, Tuan Muda Siwon," sahut sang butler sambil menuduk hormat.

Tuan Muda itu hanya diam, lalu mulai beranjak dari tempat duduknya semula menuju ke dalam rumahnya yang teramat megah bak istana zaman modern. Choi Siwon adalah seorang putera tunggal dari seorang penguasaha sukses yang memiliki perusahaan besar dengan banyak cabang yang berdiri, baik itu di dalam ataupun luar negeri. Choi Siwon sebagai pewaris tunggal diusianya yang begitu muda jelas sudah mewarisi kesibukan sang ayah yang kini mengurus perusahaan di luar negeri bersama sang ibu, sedangkan perusahaan yang ada di Korea menjadi tanggung jawab Siwon.

Ini memang wajar jika menjadikan tabiat Siwon yang gemerlap, apapun yang dikatakan oleh Siwon adalah mutlak, apapun itu. Dia tidak suka ditentang dan memiliki sifat yang angkuh, namun pemuda yang baru genap 20 tahun itu sangat dermawan serta memiliki rasa percaya diri yang tinggi. Sudah jelas, kehidupannya adalah kerajaannya dan dialah yang memerintah. Suka atau tidak suka, Choi Siwon selalu berada di puncak.

"Haaah, membosankan seperti biasanya," ucap Siwon dengan wajah menekuk, dia lalu melihat ke arah jam tangan yang berada di pergelangan tangannya. Pukul 9.30.

"Sepertinya aku harus bersiap untuk bertemu dengan Tuan Kim. Kemudian…menemui targetku yang tengah 'lapar' itu…" Lanjutnya dengan nada yang lebih rendah di akhir kalimat. Bibirnya mencetak sebuah seringaian yang teramat sadis, untunglah kini dia sedang melalui koridor rumahnya yang sepi, sehingga tidak ada yang melihat wujud gelap dari seorang Choi Siwon.

# # #

Anak-anak kecil berlarian dengan riang pada sebuah halaman sekolah yang terkhususkan bagi mereka. Sekolah Dasar. Jam pulang sudah dimulai sejak beberapa puluh menit yang lalu, namun halaman sekolah itu tidak juga sepi. Wajar, karena bagi mereka yang rumahnya dekat sekolah, maka bukan masalah besar jika pulang terlambat, sehingga mereka memilih untuk bermain dengan teman sebayanya saja daripada bermain sendirian di dalam rumah.

Teriakan serta canda memenuhi hiruk-pikuk yang terjadi di sana. Seorang pemuda yang sejak tadi duduk di sebuah cafe tepat di seberang halaman sekolah itu hanya memandang semua yang terjadi dengan pandangan tertarik. Tidak, bukan tertarik pada anak-anak kecil itu, tapi pada seorang pria paruh baya yang tengah berdiam di sisi pohon dan memandangi penuh 'gairah' pada anak-anak yang tengah bermain tersebut. Sosoknya yang rupawan kembali menyunggingkan senyum, dia sudah menemukan targetnya. Saatnya untuk menilai, saatnya dia bekerja. Dengan pelan, pemuda berpakaian sederhana namun terkesan elegan yang menunjukkan jika dia bukan dari kalangan biasa mengeluarkan dompet kulit dari saku celananya, meninggalkan beberapa lembar uang kertas di atas meja kemudian meninggalkan cafe menuju seberang jalan, tepatnya pada targetnya yang kini bak anjing kehausan.

Siwon menggerakkan kakinya dengan cepat dan berkharisma menuju seorang pria paruh baya berpakaian formal layaknya orang kantoran. Siwon kembali tersenyum saat dia melihat pria paruh baya tersebut tengah berbincang dengan seorang anak kecil yang beberapa saat yang lalu masih bermain dengan teman-temannya, sepertinya pria paruh baya itu berhasil membujuk sang anak kecil dengan permen atau mainan, bisa dilihat di tangan pria bernama Park Chae Ran tersebut ada bungkusan yang isinya entah apa, namun Siwon dapat melihat sekelebat benda berwarna putih, kain kah? Sepertinya pria paruh baya itu sangat ekstrim. Sudah mau bermain rupanya. Tapi sayang sekali, kali ini Siwon tidak akan membiarkan permainan sang 'target' yang dijalankan, melainkan permainannya.

"Selamat siang…" Sapa Siwon dengan sopan. Dia tersenyum ramah sekali. Tubuhnya yang proporsional terlihat sangat tegap kala sudah berdiri beberapa langkah dari pria paruh baya yang berwajah bak pria biasa tanpa niat jahat sedikitpun.

Park Chae Ran, pria itu, langsung menoleh ke arah Siwon dengan pandangan ramah, namun ada sebersit rasa tidak suka di sana. Jelas aja, siapa yang akan suka saat kesenangannya diganggu di saat yang tak tepat.

"Anoo, saya tersesat. Saya tidak biasa berjalan-jalan di daerah sini. Bisakah anda mengantarkan saya ke stasiun kereta terdekat?" Ucap Siwon dengan nada kesusahan di dalamnya, dia sengaja membuka dua kancing teratas kemejanya, supanya akting lelah dan sungguh-sungguh dapat terlihat dengan jelas, dan tentu itu juga memiliki maksud lain. Park Chae Ran, adalah seorang pria paruh baya baik hati yang sangat suka menolong sesama, dan lagi dengan gangguan jiwa yang dialami Park Chae Ran, tidak ada yang dapat menolak pesona seorang Choi Siwon, bahkan orang butapun tahu akan hal itu.

Pria paruh baya itu tampak berpikir sejenak, "Baiklah."

Siwon membungkukkan badannya tanda ucapan terima kasih, dapat Siwon lihat jika Park Chae Ran melambai pada anak kecil yang tadi dia ajak bicara dan menjanjikan sesuatu kepada sang anak kecil supaya menemuinya lagi besok hari, sayang, andai kau memiliki waktu hingga besok hari.

Keduanya berjalan beriringin di trotoar jalan. Park Chae Ran tersenyum tiada henti saat menemukan Siwon berjalan sangat dekat dengan dirinya, bisa dilihat iris mata sang pria paruh baya yang terhalang oleh kacamata bundar memandang Siwon dari atas hingga bawah, menilai kualitas anak muda yang berada di sampingnya tersebut. Lucky! Tak dapat anak kecil, anak muda juga bisa. Salah Siwon yang malah meminta bantuan kepadanya dari sekian banyak orang yang berada di sekitar Sekolah tersebut.

"Ada yang salah? Kenapa anda diam saja? Apakah anda keberatan mengantarkan saya?" Ucap Siwon dengan nada yang penuh rasa menyesal. Dia memandang wajah Park Chae Ran dengan sorot mata yang tidak biasa.

"Bu, bukan begitu… Tenang saja, a, saya hanya melamun…" Sahut Park Chae Ran dengan tangan terangkat, menandakan jika semua baik-baik saja.

Siwon yang mendengar itu hanya mengangguk dan kembali mengikuti langkah sang pria paruh baya dalam diam, wajahnya menunjukkan sebuah keluguan. Namun siapa yang tahu jika sebenarnya yang dijadikan target adalah Park Chae Ran sendiri. Siwon mendengus dalam hati, dia kesal dengan sikap Park Chae Ran yang selalu curi-curi pandang ke arahnya, dia tahu jika saat ini wajahnya jelas sudah tersamarkan dengan baik. Lagi pula tidak mungkin ada seorang pendudukpun yang akan mengenalinya, lagipula mustahil seorang Choi Siwon berjalan seorang diri.

Tiba-tiba hujan turun dengan tak terkira derasnya, baik Siwon dan Park Chae Ran langsung berteduh di teras sebuah toko elektronik yang kebetulan berada di dekat mereka.

"…Sial! Padahal tadi cerah sekali." Umpat Siwon pada dirinya sendiri, dia mengusap-usap kemeja tipisnya yang sedikit basah, yah mungkin sudah cukup untuk menampilkan lekuk tubuhnya yang sempurna.

"…Sepertinya hujan ini akan lama, bagaimana kalau mampir ke apartement saya dulu? Setelah itu biar saya mengantar anda dengan mobil…" Ucap Park Chae Ran dengan nada sangat ramah, dia tersenyum lebar seraya menunjuk apartement bertingkat yang tepat berada di seberang jalan, agak ke belakang, di dalam gang yang berjarak beberapa meter saja.

"Boleh saja, asal itu tidak menyusahkan anda." Sahut Siwon, dia menatap ke arah tempat yang ditunjuk oleh Park Chae Ran, sehingga pemuda itu tidak melihat wajah puas dari orang yang mengajaknya tersebut.

Tiga puluh menit, hampir menuju empat puluh menit. Siwon berada di dalam apartement milik Park Chae Ran. Iris matanya yang sehitam malam memandang sekitarnya. Normal. Baik itu atribut rumah, benda-bendanya, semuanya normal. Sangat tidak menunjukkan jika orang yang tinggal di sini adalah seorang pedophile akut yang gila anak kecil dan anak-anak muda. Dunia memang ironis. Siwon menatap jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul 2.45, masih ada waktu baginya sebelum menghadiri perjamuan dengan seorang konglomerat dari Gangnam jam 4 nanti.

Suara sendok dan cangkir yang terdengar saling berbenturan dari dapur membuat Siwon tersenyum penuh arti. Apa orang tua itu menjadikannya sebagai target juga? Menggelikan. Siwon menatap ke luar jendela yang terhalang oleh gorden transparan. Hujan masih saja belum reda, hujan ini sangat pas untuk meredam suara jeritan.

"Minumlah dulu tehnya, pasti anda kedinginan…" Ucap pria paruh baya yang kini sudah melepas jasnya dan meninggalkan kemeja putih saja. Kacamata bundar menghias iris matanya yang berawan namun berkilat di sana.

"Jangan terlalu formal padaku, aku ini masih muda sekali, lho…" Ucap Siwon dengan nada bercanda di dalam suaranya. Dia mengambil satu gelas teh yang terhidang di atas mampan.

Siwon mendekatkan ujung gelas teh hingga bibirnya bersentuhan dengan gelas keramik tersebut, mencium aroma khas teh yang dihidangkan.

Meeoow~

Suara kucing yang tiba-tiba muncul dari arah dapur membuat gerakan Siwon terhenti. Dia menatap curiga ke arah dapur yang tentu saja ditanggapi dengan halus oleh Park Chae Ran.

"Tunggu sebentar, aku akan melihat ke dapur. Minumlah tehnya, jangan sungkan."

Setelah siluet pria paruh baya itu hilang, Siwon meletakkan kembali cangkir teh yang sama sekali belum dia hirup sedikitpun. Dengan senyuman aneh dia menukar gelasnya dengan gelas milik Park Chae Ran. Aroma teh itu jelas bukan aroma teh yang normal seperti yang biasa Siwon minum, memang teh memiliki banyak aroma dan jelas Siwon sudah tahu akan hal itu, tapi aroma teh yang dihidangkan itu dicampur dengan 'sesuatu' yang bisa membuat tubuhnya lumpuh untuk sejenak. Haaah, memang serigala berbulu domba.

Park Chae Ran kembali dari dapur dengan tangan yang basah, entah apa yang pria paruh baya itu lakukan, namun sekarang Siwon tidak peduli. Dia mengangkat gelas berisi teh miliknya yang mulai menghirup isinya secara perlahan. Hal itu mengundang senyuman ganjil di bibir pria paruh baya tersebut, sebuah senyuman keji yang Siwon tau maknanya apa.

"Ayo, sebaiknya kau juga minum tehmu," Ujar Siwon dengan ramah dan meninggalkan gaya formalitas yang pada awalnya mereka jalin.

"Baik," Dengan nada senang yang membuncah karena mendapatkan targetnya, Park Chae Ran duduk di depan Siwon, meminum teh miliknya dengan sekali hirup.

"…Ah, aku lupa memberitahumu, aku kurang menyukai aroma teh milikku, sehingga…aku menukarnya dengan milikmu. Aromanya jauh lebih menggiurkan." Kata Siwon tanpa rasa bersalah, dia menatap orang yang ada di hadapannya dengan penuh humor. Senyum kembali menghias di wajahnya saat menemukan wajah Chae Ran berkeringat dingin.

"Sebenarnya siapa…kau?" Ucap pria paruh baya itu dengan lirih sebelum keseimbangannya goyah dan dia jatuh tersungkur di samping kursinya, sebelum kesadarannya benar-benar hilang, dia sempat melihat wajah Siwon yang menyeringai kepadanya. Menyeringai dengan sadis dan penuh dengan keinginan…membunuh?

"Ara~? Sudah jam segini. Aku bisa terlambat ke acara perjamuan," ucap Siwon, dia melirik jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul 3 lewat 15 menit.

"Sepertinya aku harus cepat,"

Siwon menarik tangan Park Chae Ran dengan kasar dan mulai menyeretnya menuju kamar tidur pria itu. Dia membaringkan tubuh pria yang tidak sadarkan diri sebelum mengikat tangan dan kaki targetnya yang malang tersebut di masing-masing ujung tempat tidur queen zise.

"…Jemput aku di depan telepon umum nomor 31 dekat halte bus, aku menunggumu selama 10 menit. Jangan terlambat," Siwon memasukkan kembali ponsel yang baru saja dia gunakan ke dalam saku. Dia memandang kembali pada orang yang menjadi targetnya.

Siwon mengeluarkan sebuah pisau kecil dari saku celananya, menggoreskan pisau itu sedikit pada kulit korbannya itu, meninggalkan ceceran darah, namun dasar orang itu tidak sadar dengan apa yang dilakukan oleh Siwon. Pertama hanya beberapa mili, namun Siwon menjadikannya lebih dalam lagi dan dalam, mencoba memberi kesan sakit pada kulit korban yang dia kelupaskan.

"Aku hanya ingin kau tahu bagaimana rasanya anak-anak yang kau siksa, sayangnya kau tengah 'tidur', ini sangat membosankan." Keluh Siwon, merasa apa yang dia lakukan tidak menarik, dia menghentikan kegiatannya itu lalu menyimpan kembali pisau kecil tersebut.

Dengan gerakan cepat dan sebuah senyuman kurang puas bertengger di bibirnya, Siwon berbalik dan melenggang pergi, menutup kamar tersebut lalu menguncinya. Dengan iseng dia menuju dapur, entah insting apa yang membawanya ke sana. Iris matanya sedikit membola saat menemukan ceceran darah di lantai dapur tersebut, ada bekas seok-seok darah menuju ke bawah meja makan. Siwon menunduk, senyumnya hilang saat menemukan seekor kucing kecil tengah merenggang nyawanya di bawah meja makan. Siwon menggeram, dia melempar kunci kamar Park Chae Ran ke arah bak sampah yang berada di dekatnya.

Iris matanya menatap dapur kecil tersebut. Dia melihat oven dan kulkas mini di samping tempat cuci piring. Pikiran jahil berkeliaran di otaknya yang sudah ternoda oleh kemarahan.

"Jika aku bisa menghabisinya sekarang, kenapa tidak?" Ucapnya pada dirinya sendiri. Dia menyalakan oven dengan suhu maksimal, membuka pintu kulkas dengan lebar, kemudian menyalakan keran air, dan yang terakhir, menyiramkan minyak tanah di lantai tersebut. Ini akan mejadi bunga api yang besar, kira-kira itulah yang ada di pikiran Siwon sambil memandang pintu kamar yang tertutup di mana di dalamnya ada seorang pria yang akan merenggang nyawa karenanya. Siwon menjatuhkan hukuman, hukuman yang menurutnya pantas untuk orang tersebut.

Kaki-kakinya yang jenjang dan dibalut oleh celana hitam keluar dari apartemen tersebut dengan mantap, namun auranya sangat minim dan seakan dianggap tidak ada oleh sekitarnya saat dia sudah kembali menginjak trotoar jalanan. Dia memandang ke seberang jalan dan menemukan mobilnya sudah terparkir di sana bersama seorang sopir yang dia telepon 10 menit yang lalu. Dengan angkuh bak raja, Siwon berjalan menuju mobil yang telah menunggunya.

"Pertemuanku dengan puteri dari Lee Jae In tidak jadi dibatalkan, lalu pesta dansa itu, apakah aku bisa membawa partner? Sepertinya aku akan mengajak puteri dari Lee Jae In itu untuk berdansa," ucap Siwon dengan senyuman simpul, dia memang seenaknya bak raja. Dan sang sopir langsung mengangguk, sopir tersebut mencoret-coret buku agendanya, memperbaiki jadwal Siwon hari ini.

"Haaah, aku lelah sekali, sehabis acara jamuan dengan konglomerat itu, aku ingin berendam di air panas." Ucap Siwon lagi, dia bersandar di bangku mobilnya yang super mewah dan nyaman. Pandangannya kembali menuju pada apartement Park Chae Ran yang terlihat sepi sekali, bahkan Siwon tidak sadar jika hujan sudah berhenti bahkan sebelum dia keluar dari apartement terkutuk itu. Tinggal beberapa jam lagi, ya? Kembang api akan menyala, pikirnya.

'Padahal aku ingin menghabisi dia malam ini, tapi sudahlah… lain waktu saja.'

Mobil yang ditumpangi Siwon itupun melaju dengan kecepatan tinggi meninggalkan tempat itu. Hujan tiba-tiba turun kembali walau tidak sederas beberapa saat yang lalu, seakan-akan hujan ini hanya turun sesaat untuk menghapus jejak sang raja hutan yang sudah menempatkan targetnya pada sebuah lingkaran tempat di mana target tersebut membusuk.

# # #

Sementara itu di sebuah tempat yang tidak diketahui keberadaanya di mana. Pada sebuah ruangan bernuansa hitam, seorang wanita berpakaian elegan berupa dress hitam tengah duduk di sofa miliknya yang berwarna putih tarnsparan dengan kilap berwarna hitam. Di bibirnya terpoles sebuah senyuman kala matanya tidak lepas dari bola kristal yang ada di tangannya. Bunga api yang besar berhasil memecah kehebohan di alun-alun kota pada malam ini, sebuah apartement terbakar dengan api yang menjilat ganas. Korban jelas telah jatuh dalam kebakaran tragis tersebut.

"Sebuah kebakaran yang diduga karena pemilik apartement tertidur dan lupa mematikan oven, sungguh kematian yang ironis, ne? Leo?" Ucap wanita itu entah kepada siapa. Cerminan bola kristalnya kini sudah berganti suasana. Suasana temaram sebuah kapal besar yang di mana seorang pemuda tengah berdansa dengan begitu anggun dengan seorang perempaun cantik.

TBC


A/N : Yatta! Akhirnya kesampaian bikin fic dengan genre 'dark' begini walaupun kurang greget kayaknya. Yah special thanks buat my best friends, yang sudah mau menyumbangkan ide-ide menarik namun sedikit lucu… Fic ini saya terinspirasi dari manga "12 nin no yasashii koroshiya", tapi jelas bukan itu. Ini murni ide dari saya…

Lanjut or delete?