Mischievous Kiss
.
MinYoon's FanFiction
Story is belongs to Jimsnoona, 2016
MinYoon and others are belongs to God, Themselves.
Rated: T
Length: Chaptered
Warning:
Boyslove, OOC, typo(S)
Summary:
Min Yoongi bukan termasuk siswa pintar, ia jatuh cinta dengan sosok tampan dan jenius bernama Park Jimin. Namun sayang, cintanya tak terbalas karena Park Jimin tidak menyukai orang bodoh sepertinya.
.
Rasanya cinta pertamaku sudah ditolak begitu saja dengannya. Tetapi setelah ini, sebuah keajaiban terjadi. –Min Yoongi
Kau tidak pernah tahu perasaan seseorang. Mungkin aku bisa membencinya hari ini, namun esok hari aku bisa saja menyukainya. –Park Jimin
Langit malam yang indah dengan sejuta bintang berkerlap-kerlip menghiasi gelapnya malam kota Seoul. Udara sejuk di malam hari tak gentar mengalihkan atensi satu sosok yang tengah bersemangat mengerjakan sesuatu.
"Benar, pada malam ini kita dapat menyaksikan hujan meteor di langit Seoul yang tampak semakin indah." bunyi sebuah siaran radio membuat sosok itu segera membuka jendela kamarnya dengan tergesa.
Sosok itu mengedarkan pandangannya menuju luar jendela, membuat fokus untuk menyaksikan hujan meteor yang diumumkan oleh sang penyiar. Kedua tangannya mengepal saling mengisi kekosongan dalam tiap jarinya, bibirnya mulai merapalkan sebuah doa begitu matanya melihat sebuah meteor yang melintas dengan indahnya di atas langit malam.
"Aku Min Yoongi. Berharap dapat mengungkapkan perasaanku pada Park Jimin." lelaki bermarga Min itu memejamkan kedua matanya ketika berdoa, dalam diam senyumnya mengembang saat membayangkan hari esok.
Sepasang kaki kurus itu melangkah gesit, kembali menuju meja belajarnya. Yoongi melanjutkan lagi kegiatannya yang sempat tertunda. Tangannya bergerak secara perlahan, menulis sesuatu pada selembar kertas berwarna biru muda. Tulisannya dibuat sebagus mungkin, berharap seseorang yang membacanya akan mengerti maksud ia mengirimkannya. Yoongi menatap puas sebuah pekerjaan yang telah ia selesaikan, menulis sebuah surat cinta untuk Park Jimin.
"Semoga dia mau membacanya!" sepasang mata sipitnya makin mengecil saat senyum indah pada wajah manisnya itu mengembang.
Beberapa detik kemudian ekspresi wajahnya berubah. Mulutnya menguap lebar dengan mata sayunya yang berkedip-kedip teratur, Yoongi merasa sangat mengantuk. Membereskan semua peralatannya dan beranjak menuju kasur empuknya yang sangat menggoda.
"Selamat malam, aku mencintaimu… Park Jimin…"
.
xXxXxXxXx
.
Pagi itu Yoongi berjalan mengendap menuju gerbang sekolah. Ia menyembunyikan diri pada sebuah dinding dekat pintu gerbang kokoh tersebut. Dirinya gugup bukan main, berusaha mengatur napasnya dan mengirimkan sinyal pada otaknya untuk tetap tenang menunggu kehadiran sosok yang selama ini ditunggu.
Tangannya meremas gugup surat cinta yang tengah ia genggam. Detik-detik menjelang kehadiran Park Jimin membuat jantungnya berdetak tak beraturan.
"Itu dia!" Yoongi berdesis kecil saat kepalanya menyembul lalu mendapati sosok Jimin yang mulai memasuki pintu gerbang dengan langkah penuh karismanya.
Sosok itu, yang telah mencuri seluruh perhatian Yoongi selama dua tahun ini. Lelaki tampan dengan wajah dinginnya. Tubuhnya tinggi menjulang, rambutnya hitam kelam senada dengan manik matanya yang tajam. Hidung dan bibirnya sempurna beserta garis rahang yang tegas dan mempesona. Sosok itu, lelaki bernama Park Jimin.
Yoongi membenarkan cara berdirinya, kakinya berjalan dengan langkah mantap kearah Jimin. Mulai menghampiri sosok tersebut yang menatap bingung padanya. Keduanya berpapasan, Yoongi dengan wajah gugupnya dan Jimin dengan ekspresi datarnya menatap Yoongi penuh tanda tanya. Setelah mengeluarkan dari balik punggungnya, Yoongi menyodorkan sebuah surat cintanya kepada Jimin dan meminta lelaki itu untuk membacanya.
"Park Jimin, aku menyukaimu!"
Kata-kata itu berhasil dikeluarkan dari bibir tipis Yoongi, matanya sempat terpejam saat mengatakannya. Sosok Jimin terdiam, dengan sikap dinginnya ia menatap sebuah surat yang disodorkan Yoongi. Wajahnya sangat tidak bersahabat, sembari berlalu ia berkata,
"Aku tidak mau."
Yoongi tercenung, matanya menatap kosong tempat Jimin berdiri barusan. Surat cintanya yang sempat ia pegang tertiup angin, Yoongi menoleh ke belakang dan tanpa sengaja mendapati surat cintanya terinjak oleh langkah Jimin yang menjauh darinya.
Perasaan sakit pada hatinya terasa sangat berdenyut. Kecewa dan sedih bercampur menjadi satu. Langkahnya terseok menjauhi gerbang, mengabaikan puluhan tatapan mengejek padanya. Namun saat dirinya berjalan di Koridor, Yoongi baru tersadar jika saja dirinya menjadi pembicaraan para siswa Bangtan High School. Sekolahnya yang dikhususkan menerima murid laki-laki.
Berita Yoongi yang menyatakan cintanya dengan Jimin ternyata telah sampai pada Woozi dan Hoseok. Mereka berdua adalah sahabat Yoongi yang sama-sama berada di kelas F. Dengan langkah terburu, Woozi dan Hoseok menghampiri sahabatnya yang berjalan lesu itu kemudian menanyakan kebenaran yang terjadi.
"Min Yoongi, kau nekat sekali." Hoseok berkomentar pedas.
"Kau melakukannya saat kesadaranmu penuh, 'kan?" kali ini Woozi menimpali komentar Hoseok.
Melihat kedua sahabatnya yang mulai mengejeknya membuat Yoongi kesal dan semakin lesu. "kalian jahat sekali, aku sedang patah hati."
"Salahmu sendiri, mana mungkin Park Jimin dengan kesempurnaannya itu mau melirikmu yang hanya dari anak kelas F!" Hoseok mengetuk dahi Yoongi yang tertunduk.
"Mungkin saja… mungkin saja… ia menyukaiku." Jawaban Yoongi membuat kedua sahabatnya tersentak.
"Berhentilah! Itu tidak mungkin terjadi!" Woozi dan Hoseok berteriak kompak, berusaha menyadarkan sahabatnya dari kenyataan.
"Kita sedang membicarakan Park Jimin, Yoongi." Hoseok mulai berkata memberikan nasihatnya,
"Kau pasti tahu jika kelas siswa dibagi berdasarkan nilai ujian di Sekolah." Woozi menambahkan ucapan Hoseok,
"Park Jimin adalah anak paling pintar di kelas A, yang merupakan kelas terpintar dari semua kelas. Pada ujian nasional yang lalu, ia mendapat nilai tertinggi se-nasional, rumornya ia memiliki IQ 200. Jenius dan tampan." Hoseok berkata panjang lebar yang diangguki oleh Woozi.
"Puncaknya lagi, ayah Jimin adalah seorang pemimpin perusahaan." Sekali lagi Woozi dan Hoseok berusaha membuat Yoongi sadar bahwa ia dan Jimin sangat jauh berbeda.
"Jadi, kau tahu 'kan sekarang seberapa jauhnya kelas A dengan F, Yoongi?" Hoseok bertanya, membuat Yoongi semakin masam menunjukkan senyumnya.
"A, B, C, D, E, F." Yoongi mengeja sembari memainkan jarinya dalam menyebutkan huruf-huruf tersebut.
Tiga orang sahabat itupun berjalan memasuki kelas mereka. Baik Woozi maupun Hoseok tetap menghibur Yoongi dengan cara mereka sendiri, menyadarkan sahabatnya untuk tidak mencari masalah dengan sosok tenar yang sangat menarik perhatian di penjuru Sekolah.
Begitu ketiganya memasuki kelas, salah seorang lelaki bernama Kim Namjoon dan kedua anak buahnya bernama Kyuhyun dan Changmin dengan hebohnya menghampiri Yoongi. Dengan sikap to the pointnya ia menanyakan lagi kebenaran dari insiden pernyataan cinta Yoongi tadi pagi.
"Yoongi-ya, kau ditolak dengan Jimin?" Namjoon tidak sabaran, dengan sedikit tergesa kedua tangannya mengguncang-guncangkan tubuh Yoongi untuk segera memberikan jawaban.
"Hah~" Yoongi menghela napasnya sebentar, matanya menatap pada sekeliling ruangan dimana seisi anggota kelas F berkumpul memperhatikannya.
"Ya, ditolak. Aku memang menyukainya, Namjoon-ah." Jawaban Yoongi membuat Namjoon tersenyum miris, tidak heran mengapa ia bersikap seperti itu. Namjoon menyukai Yoongi sudah lama sekali.
"Yoongi…"
"Tidak apa, lagipula aku akan melupakannya! Hehehe, benar. Itu harus." Yoongi berusaha mengeluarkan senyum manisnya. Melihat itu semua membuat Namjoon ikut bersimpati.
"Yoongi-ya, kau tidak perlu bersedih demi laki-laki brengsek sepertinya." Namjoon mencoba menghibur Yoongi dengan sebuah tepukan lembut di bahunya.
"Ya! semuanya bubar. Kembali pada tempat duduk kalian masing-masing!" sebuah suara menggelegar milik seongsaenim membuat seluruh siswa memilih untuk menempati kursinya masing-masing dan memulai pelajaran seperti biasanya.
.
xXxXxXxXx
.
Langit sore mulai menampakkan warna jingga, cuaca tenang dengan semilir angin menyapu halus surai Coklat madu milik seseorang yang tengah duduk pada bangku pinggir Lapangan. Yoongi terdiam sembari memandangi surat cintanya, ada bekas jejak sepatu setengah dari amplop suratnya dan ia tahu siapa pemilik jejak tersebut.
Tak lama dari itu Woozi dan Hoseok menghampirinya, setelah menyelesaikan urusan mereka berdua. Ketiganya pulang bersama, berjalan beriringan dengan saling merangkul ditambah oleh canda tawa yang terlontar satu sama lain.
"Ya, Yoongi-ya. Tidak perlu dipikirkan apalagi sedih, Jimin itu tidak cocok denganmu."
"Kau sudah mengatakannya berulang kali, Hoseok."
"Aish, berhenti membicarakannya. Yoongi, apa rumah barumu sudah jadi?"
"Woozi benar. Soal rumahku, lusa nanti aku mulai pindah ke rumah baruku."
"Baiklah kalau begitu kita akan kesana. Kau tidak keberatan kalau Namjoon cs ikut ke rumahmu, 'kan?"
"Tidak masalah, ajak saja semuanya."
"Baiklah, kau hati-hati di jalan Yoongi-ya." ketiganya saling melambaikan tangan lalu Yoongi memisahkan diri dari Hoseok dan Woozi.
Lusa kemudian semua teman dekat Yoongi datang untuk melihat rumah barunya. Mereka berlima ikut membantu membawakan barang bawaan yang mengisi rumah baru Yoongi. Namjoon menghampiri sosok Yoongi yang nampak mulai kesusahan membawa kardus besar, menolong Yoongi dengan membawanya bersama-sama.
"Terima kasih, Namjoon-ah."
"Sama-sama Yoongi, ya! Kyuhyun, Changmin kalian jangan bermalas-malasan. Cepat bawakan semua barangnya!" Namjoon yang pada awalnya tersipu langsung mengalihkan pandangannya dengan memerintah kedua anak buahnya yang tampak lelah namun tetap tampan dengan wajah penuh peluh.
"Siap boss. Boss juga jangan berpacaran saja, bawakan juga semua barang-barangnya." Kyuhyun dan Changmin kompak melakukan protes kepada Namjoon.
"Aish, kalian."
Hampir dua jam lamanya mereka menata seluruh ruangan. Yoongi dan teman-temannya tampak begitu kelelahan, semuanya mulai mengelap keringat masing-masing.
Dari arah dapur sosok Kangin Min-ayah Yoongi- membawakan beberapa mangkuk berisi makanan dengan asap yang mengepul, tentu saja masakan lezat buatannya.
"Wah, kalian pasti lelah sekali."
"Ah! Paman membawakan masakan lezat!"
"Terima kasih, Appa."
"Ya! Sejak kapan aku menjadi ayahmu?! Panggil aku paman, Namjoon-ah." Kangin mendelik menatap sosok Namjoon yang mulai cengengesan.
"Tentu saja sebentar lagi aku dan Yoongi pasti akan—"
"Ya, ya! Namjoon-ah, kita itu berteman. Aish…" Yoongi ikut melayangkan kalimat protesnya.
"Kau terobsesi sekali dengan Yoongi." Gelak tawa terdengar setelah Hoseok menimpali kata-kata Yoongi.
"Sudahlah, sekarang waktunya makan." Kangin menengahi, membuat atensi semua orang untuk segera memakan masakan buatannya.
Keheningan mulai menyelimuti semuanya, mereka makan dalam diam. Saking menikmati makanan lezat buatan koki paling berbakat. Benar, Ayah Yoongi adalah seorang koki restoran yang makanannya begitu banyak diminati, hasil dari usahanya mampu membuat rumah barunya yang saat ini sudah mulai di tempati.
"Terima kasih atas makanannya, Paman…" kelima teman dekat Yoongi membungkukkan badannya, memutuskan untuk pamit pulang.
"Terima kasih juga sudah membantu kami, anak-anak." Kangin juga mengucapkan rasa terima kasihnya berkat bantuan teman-teman Yoongi keadaan rumahnya menjadi sedikit terbantu.
Yoongi dan ayahnya memutuskan untuk mengantar teman-temannya sampai gerbang rumahnya. Dan sekali lagi kedua belah pihak tersebut saling berterima kasih. Namun ada satu hal yang sangat menarik perhatian Yoongi, lelaki manis itu terdiam sesaat. Ia seperti mendengar suara aneh. Yoongi menengadah kearah langit, dan melihat ada kilatan di atas sana. Yoongi pikir bahwa itu adalah bintang jatuh, tetapi saat itu masih siang hari.
Namun, semakin dekatnya kilatan cahaya tersebut membuat semuanya menatap penuh heran, kilatan cahaya itu semakin besar.
"Semuanya lari!"
Dengan keadaan panik luar biasa, ketujuh orang tersebut berlarian menjauhi rumah Yoongi dan tiba-tiba sebuah batu besar jatuh dari langit, tepat di atas atap rumah baru Yoongi. Semuanya terkejut, dan rumah yang baru saja ditempati itu telah hancur.
.
xXxXxXxXx
.
"Berita terkini, sebuah rumah hancur akibat hantaman sebuah meteor yang jatuh pada siang hari. Sang pemilik rumah mengatakan jika ia melihat sebuah cahaya yang mendekati rumahnya kemudian sebuah batu besar menghantam atap rumahnya hingga runtuh. Tidak ada korban jiwa namun kerugian bisa diperkirakan sampai ratusan juta won. Sekian, sekilas berita hari ini. Lee Jongsuk imnida."
"Honey, bukankah itu sahabatmu, Kangin?!" Hankyung Park menolehkan kepalanya menuju televisi mengikuti perkataan istrinya.
"Oh, benar! Kenapa dia bisa di sana, sayang?"
"Astaga, rumahnya! Rumahnya hancur, honey…" sang istri, Park Heechul menatap prihatin sosok Kangin yang tengah diwawancarai.
"Ya ampun, setelah sekian lama kita mencarinya. Aku akan menghubungi pihak televisi untuk meminta alamat lengkap mereka dan nomor yang dapat dihubungi."
"Ne, honey. Aku tidak tega dengan anaknya."
"Baiklah sayang, tanpa kau suruhpun aku akan membawanya ke rumah kita."
"Terima kasih, honey…"
.
xXxXxXxXx
.
Sekali lagi Yoongi menjadi perbincangan hebat oleh anak-anak di sekolahnya karena kejadian yang telah menimpa rumahnya. Woozi dan Hoseok menghampiri Yoongi, menanyakan seputar tempat tinggal Yoongi untuk saat ini.
"Semalam aku menginap di restoran ayah. Walaupun agak sempit, tetapi lumayan untuk beristirahat." Yoongi menjelaskan dengan raut wajahnya yang mencoba untuk tersenyum.
Kedua sahabatnya menatap perihatin, "kalian tenang saja, tadi malam ayahku bilang kemungkinan untuk sementara kita akan tinggal di rumah teman ayahku."
Hoseok dan Woozi bernapas lega, bersyukur ada seseorang yang mau memberikan simpatinya pada sahabatnya ini.
Dari kejauhan Yoongi melihat Namjoon dengan dua pengikutnya berdiri di gerbang Sekolah sambil membawa dua buah kotak besar beserta banner besar bertuliskan Sumbangan peduli untuk Min Yoongi. Ternyata mereka sedang berusaha mengumpulkan uang untuk Yoongi.
"Namjoon, kumohon hentikan." Yoongi menghampiri Namjoon, terlihat Kyuhyun dan Changmin yang tengah menyodorkan masing-masing kotak kardus pada setiap siswa yang melewati gerbang.
"Mengapa? Aku melakukan ini untukmu, Yoongi-ya."
"Aku tidak mau orang-orang membicarakanku lagi." Jawab Yoongi dengan sangat jelas.
"Bisakah kalian minggir?"
Suara itu, Yoongi tahu betul siapa pemilik suara yang ditangkap oleh indera pendengarannya saat ini. kepalanya menoleh dan menemukan Jimin tak jauh dari hadapannya.
"Jimin!" seru Yoongi kaget saat matanya bertemu pandang dengan Jimin.
"Ya, Park Jimin! mengapa kau berbicara seperti itu kepada Yoongi? Dia sedang bersedih, kau tahu kenapa?" Namjoon menatap Jimin dengan wajah sangarnya.
"Karena meteor jatuh." Jimin menjawab enteng pertanyaan Namjoon.
"Bukan yang itu! Tetapi karena kau menolaknya dengan cara yang tidak baik. Setelah itu banyak hal buruk yang terjadi pada Yoongi." Namjoon menjawab sinis, Jimin menatap heran di tempatnya.
"Kemungkinan material benda langit dari luar angkasa mengenai manusia adalah satu berbanding sepuluh juta." Jelas Jimin.
"Material benda langit? Bintang jatuh, maksudmu?" Yoongi menatap Jimin penuh tanya.
"Kejadian dengan kemungkin satu berbanding sepuluh juta, itu karena aku?" Tanya Jimin pada Namjoon dengan santainya.
"Benar!" Namjoon berteriak penuh amarah.
"Namjoon-ah, hentikan."
"Aku tidak tahu kalau aku punya kekuatan sehebat itu," lanjut Jimin dengan wajah meremehkan, tangannya mengeluarkan uang dari dompetnya.
Jimin berniat memasukkan uang tersebut ke kotak yang dibawa oleh Namjoon, namun uang itu justru ia sodorkan tepat di depan muka Yoongi,
"Kalau aku mengumbang uang, kau tidak akan protes kepadaku lagi, 'kan?" Jimin bertanya dengan sikap dinginnya.
Yoongipun menepis keras tangan Jimin sehingga membuat uang yang Jimin pegang terlepas dan tertiup angin.
"Jangan perlakukan aku seperti itu!" Yoongi menatap Jimin dengan wajah murka, nada suaranya terdengar sangat marah.
"Aku tidak percaya bisa mengagumi orang sepertimu selama dua tahun! Aku bisa mati sebelum aku mendapatkan uangmu."
"Apa kau yakin kau ingin mengatakan hal itu padaku?" Jimin bertanya pada Yoongi sambil memasukkan dompetnya ke dalam tas.
"Tentu saja!" jawab Yoongi emosi.
"Apa kau punya teman? Lihat! Aku memiliki banyak teman yang mau menolongku saat aku membutuhkan bantuan. Karena itu aku tidak membutuhkan bantuan darimu!" Yoongi berseru marah, Jimin hanya tersenyum sinis menanggapi perkataan Yoongi dan berlalu melewati gerbang Sekolah.
"Apa kau meremehkan kami karena kami anak kelas F?"
Yoongi masih tidak terima dengan sikap Jimin. Ia berteriak marah dan mampu membuat Jimin menghentikan langkahnya sejenak, "jangan remehkan kami hanya karena kami tidak pintar!"
Tingkah Yoongi tersebut tentu saja menjadi tontonan gratis siswa Bangtan High School.
"Akhirnya kau menjadi terkenal lagi, Yoongi-ya." Hoseok dan Woozi menggelengkan kepalanya melihat sikap Yoongi.
"Kau satu-satunya orang yang mencoba bertengkar dengannya." Woozi mengangguk saat Hoseok menambahkan perkataannya.
"Astaga… apa yang aku lakukan? Aku tidak bermaksud seperti itu…" Yoongi menepuk kepalanya, merutuki kejadian barusan di luar batas normalnya.
.
xXxXxXxXx
.
Yoongi bersenandung mengikuti alunan musik yang diputar di Mobil yang mengangkut barang maupun pakaian. Hari ini kepindahan Yoongi dan ayahnya ke rumah sahabat ayahnya dulu.
"Yoongi-ya, kau harus bersikap baik di sana…"
"Arraseo, Appa…"
"Tidak boleh merepotkan,"
"Ne, appa."
"Kau juga harus membantu mereka."
"Siap, laksanakan!"
"Nah, kita sudah sampai…"
"Appa, tunggu sebentar…"
Yoongi terdiam beberapa saat, di depan gerbang rumah tersebut terdapat tulisan Park's Family. Dan Yoongi mulai terkejut saat menyadari tulisan tersebut. Pikirannya mulai panik,
'Apa mungkin Park… ah tidak-tidak, banyak orang dengan marga Park di Seoul.'
Yoongi berperang dalam batinnya, lalu mengikuti ayahnya yang telah memasuki rumah sahabatnya terlebih dahulu.
"Woah! Kangin Min, apa kabar?!"
"Hahaha! Sangat baik, Hankyung-ah…"
Yoongi menatap interaksi ayahnya dengan sahabatnya itu, mulai menelisik lebih detail penampilan sosok Hankyung yang tengah berpelukan dengan ayahnya.
'Kalau dari wajah, dia sama sekali tidak mirip dengan Jimin, ah jadi tidak mungkin.'
Hankyung menatap Yoongi yang terdiam di dekat mobilnya, menyadari sahabat ayahnya yang tengah menatapnya, Yoongi melayangkan senyumannya dan memperkenalkan diri.
"Yoongi imnida…"
"Ah, kau sudah besar, Yoongi -ya."
Tak lama kemudian istri dari sahabat ayahnya itu keluar menghampiri mereka,
"Aku sangat senang dapat bertemu dengan anak manis sepertimu." Heechul berujar senang, matanya sangat gembira melihat penampilan Yoongi yang menurutnya sangat manis.
"Kami juga memiliki anak laki-laki, tetapi tidak semanis dirimu."
"Bibi memiliki anak laki-laki?" Tanya Yoongi pada Heechul.
"Aku akan mengenalkannya padamu nanti." Jawab Heechul dengan antusias, menarik Yoongi dan membawanya memasuki rumahnya.
Dari belakang Kangin dan Hankyung berjalan beriringan ikut memasuki kediaman Park tersebut. Saat memasuki rumah, Heechul mengenalkan anaknya yang bernama Taehyung pada Yoongi serta ayahnya. Saat Yoongi menyapa Taehyung, bocah berumur sepuluh tahun itu justru memperlihatkan sikapnya yang dingin.
"Halo, Taehyung?"
"Selamat siang, Paman."
Berbanding terbalik dengan ayahnya, sikap Taehyung justru sangat baik dan terlihat penurut. Yoongi berusaha untuk acuh, dalam hati dirinya bertanya-tanya mengapa sikap Taehyung seperti itu padanya. Lamunan Yoongi teralihkan saat Heechul dengan tiba-tiba menariknya ke Ruang keluarga untuk menikmati minuman dan beberapa makanan kecil.
"Kau dan aku sepertinya memang ditakdirkan untuk bertemu, Yoongi-ya." Heechul tersenyum ceria, dibalas dengan senyuman manis Yoongi yang sebenarnya ia sendiri masih bingung dengan pernyataan Heechul barusan.
Beberapa percakapan singkat mulai terjalin oleh kedua keluarga tersebut. Kangin mulai menceritakan keadaannya yang telah lama ditinggal oleh mendiang istrinya Min Jungsoo, lalu dengan wajah sedihnya Heechul ikut menimpali dengan sifat empatinya.
"Ah, sepertinya anakku yang satu lagi sudah pulang." Kata Heechul tersenyum sumringah, ekspresinya yang berubah-ubah membuat Yoongi menatap takjub.
Omong-omong Yoongi baru menyadari dengan perkataan Heechul barusan, "anak yang satu lagi?" Tanya Yoongi makin bingung.
Dan tak lama kemudian datang seorang pemuda dari arah luar.
"WAAA!" Yoongipun langsung terkejut dan berteriak spontan, membuat ayahnya maupun keluarga Park terkejut.
"Aku minta maaf karena terlambat memperkenalkan diri. Aku anak pertama di keluarga Park, namaku Park Jimin. senang bertemu denganmu." Jimin membungkuk dan menyapa Yoongi beserta ayahnya, dibalas dengan Yoongi yang hanya melongo di tempat.
"Jimin bersekolah di Bangtan High School. Itu berarti kalian satu sekolah." Dari tempat duduknya Heechul berkomentar dan menyuruh Jimin untuk duduk.
"Oh, aku tidak tahu itu. Senang bertemu denganmu. Yoongi, ayo berikan salam padanya juga." Kangin menyuruh Yoongi untuk menyapa Jimin juga, namun anaknya itu hanya terdiam.
"Yoongi-ya, apa yang kau lakukan?"
Yoongi masih melongo tak percaya, "aku hanya tidak menyangka… karena Paman Park dengan Jimin tidak mirip sama sekali." Jawab Yoongi seadanya.
"Tidak sopan!" seru Kangin dan langsung memukul kening anaknya karena berbicara seperti itu.
Baik Hankyung maupun Heechul hanya tertawa mendengar kata-kata Yoongi tersebut, kemudian Hankyung berkata jika memang wajah anak-anaknya lebih mirip dengan ibunya.
"Ah, Yoongi-ya. Saatnya menunjukkan kamarmu, ayo!" Heechul mengambil tangan Yoongi lalu menggandengnya ke lantai dua, dimana ada dua kamar di sana.
"TADAAAA!" Heechul memekik senang, memperlihatkan sebuah kamar yang rapih dengan warna biru terang yang mendominasi.
"Terima kasih, bibi." Yoongi ikut senang dengan semua kebaikan yang diberikan Heechul.
Saat-saat kegembiraan mereka harus terhenti begitu Jimin memasuki kamar tersebut lengkap dengan membawa barang-barang Yoongi.
"Ini seharusnya adalah kamar Taehyung." Ucap Jimin dengan penuh sindiran halus.
Yoongi akhirnya mengetahui alasan mengapa Taehyung bersikap tidak bersahabat dengannya. Heechul meminta Yoongi untuk tidak mengkhawatirkan apa yang Jimin katakan barusan dan meminta Yoongi untuk menganggap ini semua seperti rumahnya sendiri.
Heechul melangkahkan kakinya keluar dan menyuruh Jimin menolong Yoongi menata barang-barangnya. Suasana menjadi canggung beberapa saat, Jimin mulai memecahkan keheningan dengan bertanya kepada Yoongi harus darimana ia merapihkan barang-barangnya.
"Tidak apa, aku akan melakukannya sendiri."
Yoongi menarik sebuah tas yang tadi sempat dibawa Jimin dan membuatnya terjatuh saat ia menariknya terlalu kasar hingga mengakibatkan beberapa barangnya tercecer di lantai.
"Benar, memang sudah seharusnya aku tidak membantumu." Jimin berkata dingin, matanya melihat sebuah surat yang tergeletak tak jauh di bawah sana. Surat dengan amplop biru yang pernah Yoongi berikan tempo hari.
"Aku tidak peduli dengan kehadiramu di rumahku, tetapi ingat satu hal… jangan pernah mengganggu hidupku!" dengan kata-kata sinisnya Jimin meninggalkan sosok Yoongi sendiri di dalam kamarnya.
Yoongi menatap nanar surat cintanya yang tergeletak begitu saja. Secara tidak langsung Jimin sudah membuat tembok pembatas besar agar dirinya tidak mencampuri urusannya sama sekali.
"Kemungkinan terkena bintang jatuh itu satu berbanding sepuluh juta. Berapa juta perbandingan seseorang sepertiku tinggal di rumah seseorang yang telah menolaknya? Apakah ini awal dari sesuatu yang spesial, atau…?"
.
xXxXxXxXx
.
Pagi harinya keluarga Park sudah berkumpul di Ruang makan, kali ini ada Yoongi dan ayahnya yang ikut bergabung untuk sarapan pagi bersama. Yoongi memandangi Jimin yang sedang serius membaca Koran paginya sambil menikmati roti panggang yang disajikan oleh ibunya.
Yoongi tidak percaya bahwa ia dan Jimin dapat sarapan bersama, walaupun dengan keluarga Park juga di sana. Namun ia sama sekali tidak menyangka, memimpikannyapun belum pernah.
"Terima kasih sarapannya." Jimin bangkit dari bangkunya, bersiap pergi menuju Sekolah.
"Kenapa terburu-buru, Jimin-ah?" Heechul menatap heran sosok Jimin yang telah pergi menuju Ruang tamu dan bersiap memakai sepatunya.
"Yoongi, mengapa tidak pergi bersama? Kalian satu sekolah, 'kan?"
"Ah, Ya…" Yoongi menjawab pertanyaan Heechul dan segera bergegas berangkat menyusul langkah Jimin.
Di perjalanan Yoongi berusaha mati-matian menyusul langkah Jimin, lalu menyamakan langkahnya untuk berjalan beriringan.
"Hei, bisakah kau menjauh?"
Yoongi terlihat bingung meminta alasan, kemudian dengan gamblangnya Jimin mengatakan jika ia tidak ingin berjalan dengan seseorang yang penuh dengan remahan roti. Dengan spontan Yoongi berhenti dan membersihkan seragamnya dari remahan roti lalu kembali berjalan hendak mendekati Jimin,
"Berjalanlah kurang lebih dua meter dariku!" pinta Jimin dengan nada marahnya, terlalu lelah menjelaskan pada Yoongi yang sama sekali tidak menangkap maksudnya.
Yoongi mundur dua langkah, memastikan bahwa jaraknya dengan Jimin sesuai dengan permintaan lelaki sinis itu.
"Ikuti aku dan ingat baik-baik jalan menuju sekolah. Jangan beritahu siapapun kalau kita tinggal di rumah yang sama, mengerti? Satu lagi, jangan berbicara denganku saat di Sekolah."
Yoongi terperangah dengan sifat Jimin yang sangat menjengkelkan, "kau tidak perlu sejahat itu..." pinta Yoongi pada Jimin.
"Aku tidak mau ikut campur dengan gossip tidak berguna itu." Balas Jimin menatap Yoongi dengan wajah dinginnya.
"Tidak berguna?!" Yoongi semakin naik darah.
"Aku benci orang bodoh sepertimu." Jelas Jimin dengan datar.
Sosok Jimin berbalik kemudian melanjutkan perjalanannya menuju Sekolah, meninggalkan Yoongi yang masih berkumpul dengan beribu kekesalan oleh pikirannya.
"Park Jimin sialan! Aku berjanji akan membuatnya merasa bersalah dengan apa yang sudah ia katakan padaku." Yoongi merasa gemas sendiri, rasa kesalnya seperti tak terbendung lagi. Dirinya hanya bisa mengumpati sosok Jimin dan mengikutinya dari belakang.
.
.
.
.
.
Tobecont.
Sebentar mau ketawa dulu, HAHAHAHA! Butuh pemikiran keras buat membayangkan fanfic ini. Terlebih sosok slengean macem Jimin mendadak jadi cool kek Irie-kun, gitu? Yungi yang biasanya tsundere jadi beginian macem Kotoko? Ampun jangan bunuh Jims.
Fanfic ini memang diambil dari Itazura Na Kiss Love in Tokyo by Miura Uiko. Tapiii, tetap saja Jims bikin dari awal versi fanficnya. Secara, pasti adanya versi Film maka dari itu Jims memutuskan untuk menuangkannya dalam bentuk FF. Kalau ada yang gak suka, gapapa. Jims ga maksa buat bacanya juga, 'kan?
Kelanjutan ff ini juga gak bakalan mungkin secepat yang kalian kira, Jims harus nulis ulang dong. Hahaha baiklah, sampai di sini,
Jadi, Keep or Delete?
RnR juseyo?
TERIMA KASIH! :3
Jimsnoona.
