Author : RaySa Yudha

Pairing: Onkey,sligth Minkey...

Genre : Romance,Hurt/Comfort,AU, Triangle love and Friendship

Rate : T

Disclaimer : They're god own,but plot of this story is mine.

Summary : Mereka anak-anak yang terbuang. Key dengan kehidupan kacau rumah tangga orangtuanya dan Onew, sang Lee Jinki Jr. yang berharap tak perlu mewarisi nama seorang pengkhianat. Dipertemukan takdir dalam sebuah organisasi, satu misi, banyak misteri. Irresistible.


Yah... saya berterimakasih untuk mereka yang sekedar membaca saja... saya tahu betapa mendilemanya anda semua yang berkewajiban me-review tapi kagak tahu mau nge-review apa... sebenernya sekedar bilang lanjut thor! juga udah cukup kok...

Jadi jangan malu-malu... ayo berkicau... sependek apapun komen anda,akan saya terima dengan hati gembira...^^

Warning :Saya rasa bukan persoalan besar jika beberapa tokoh menjadi jahat atau baik. Toh,ini cuma fiksi. Kita tidak pernah benar-benar tahu apa yang terjadi dengan mereka sebenarnya. jadi tidak usah dipermasalahkan.. Karakter yg saya jadikan tokoh antagonis pun yang sekedar untuk pemenuhan alur cerita,dan bukan untuk menjatuhkan siapa-siapa atau couple tertentu...

Saya hanya ingin menulis untuk mereka yang mau menikmati... selebihnya,bukan persoalan saya jika anda tidak suka..:)

So,let's enjoy this fiction...^^


~Today, is the day~

Author POV

Diteriaki...

Dicacimaki...

Melatih harga diri untuk tahu bagaimana seharusnya ia membela diri nanti...

Puluhan langkah laki-laki memercik lumpur. Menggelapkan keadaan malam yang memang sudah sedari senja dijajah mendung...

"Ayo! Cepat! Kalian pikir ini rumah penitipan bayi hah? Ayo! Bergerak! Bergerak! Kalian sebut kaki kecil itu kaki laki-laki?! Aku menyebutnya kaki anak gadis!", suara lelaki itu sudah cukup sengau tanpa bantuan pengeras suara yang memekakan telinga.

"Ayo! Bahkan kaki anak gadispun bisa berlari lebih cepat dari itu!".

"MANAAA? Mana? Katanya ingin membela hak-hak masyarakat yang tertindas?! Sama dingin saja sudah kalah!", yang kali ini suaranya lebih gagah. Walau tak kalah menitikkan peluh pada tiap tubuh yang kini tengah berlari mengarungi lapangan berlumpur.

Beberapa kini tengah bergelantungan untuk sampai ke seberang. Di ujung jurang pinggir utara, hutan belakang kampus. Di ujung ini diteriaki berbagai macam pecut kata, di ujung lain kalimat-kalimat menusuk membredeli mereka yang baru selangkah kakinya selamat dari sungai deras pemisah jurang.

"Maaf...", lelaki dengan kaca mata minus menoleh enggan. Senyum lelaki di sampingnya mengembang. Keduanya tengah merangkak melewati arang rintang. Pakaian bersih dari rumah bersatu padu dengan lumpur penuh kuman. Jelas sama sekali bukan saat yang tepat memulai percakapan.

"hmmm?", lelaki yang satu tertinggal di gelap drum yang menyatu tanah. Alang rintang yang memaksa keduanya -dan ratusan mahasiswa baru lainnya berkotor-kotor dengan tanah. Merangkak, melata seperti reptil yang tak dianugerahi kaki oleh Tuhan.

Lelaki yang satu menengok jauh ke depan, menunduk cepat ketika menyadari senter seorang senior menyorot dirinya. Sebenarnya bukan gerak refleksnya yang bagus. Hanya sebuah tangan yang dengan kasar mendorong kepalanya menunduk.

"tetap merunduk... jika kau tidak ingin mengulang latihan alang rintang ini dari awal...", si pria berkaca mata. Pria itu mengagguk pelan, mengerti bahwa bisa saja ia kembali dianggap sebagai junior yang kurang ajar.

Baiklah, bagaimanapun akan menjadi pekerjaan berat jika seandainya ia harus mengulang dari awal. Ini bukan latihan alang rintang biasa yang sewajarnya hanya berfokus pada fisik. Latihan alang rintang ini juga bukan hanya menyentuh masalah psikis. Para senior itu telah memaksa logika para junior untuk memecahkan sebuah teka-teki berbentuk sya'ir. Hanya satu kalimat. Tapi lelaki berkaca mata min sudah melihat banyaknya mereka yang menyeberang sungai, bergelantungan mempertaruhkan nyawa untuk sampai di seberang. Lalu kembali bergelantungan dan menyeberang balik. Mengulang semua rangkaian dari awal.

Itu hanya berarti satu hal... tidak ada jawaban di seberang sana...

"Gumaw—", cepat ditariknya tangan ringkih si pria ramping. Sejak awal camp mahasiswa baru ini dimulai. Ia memang sudah seperti berada di tempat yang salah. Datang dengan dandanan serba pink, ketika panitia sudah dengan tegas mengatakan mereka mesti datang berbaju putih-putih.

Dibuatlah tubuh ramping pria itu berlari mengeliling kampus yang luasnya hampir dua hektar itu. mmm... ya, setidaknya itulah hukuman yang direncanakan. Mungkin akan jadi, jika saja tidak ada jeritan bersahutan dari barisan para mahasiswi. Akhirnya para senior itu terlanjur kewalahan menangani kepanikan yang menyebar. Si mahasiswa bertubuh ringkih itu, tidak tahu apa penyebab kehebohan. Tapi, ia berterimakasih. Karena itulah batal semua hukuman untuknya.

"Maaf...", terengah-engah mengikuti langkah. Beberapa dahan patah, ulah mahasiswa yang lebih dulu lewat, diterabas begitu saja.

"mwo?", tidak berpaling. Seakan melewatkan satu detik saja, detik berikutnya yang lelaki itu saksikan adalah kiamat.

"ummm...", ragu. Lelaki yang berlari lebih dulu menyetop langkah tiba-tiba. Membawa masuk jasad lain yang sedari tadi bagai boneka, mengikut saja ke mana ia bawa. Ke semak-semak.

"Kenapa berhenti...?", teriakan para senior luar biasa berisik. Ironisnya suara si lelaki ramping nyaris berbisik. Kekontrasan keduanya, membuat si lelaki yang mengajak bersembunyi tak menanggapi.

"hey...", ia hendak mengulang tanya. "kenapa berhnt—".

"Kau tahu artinya kejayaan pasukan seleukos, berada di mula kehidupan?", akhirnya, mata keduanya dipertemukan untuk pertama kalinya. Terdiam keduanya oleh cayaha bulan yang harusnya mendigdaya, malam ini purnama. Sayangnya mega hitam menjubahi cahaya. Menghalanginya menerangi malam.

Mereka hanya bisa menyelami pupil dua pasang mata yang membesar, susah payah menangkap cahaya. Ada bulan sepotong kecil di langit sana, cahayanya dibantu pendar obor-obor senior yang bertugas sebagai keamanan. Menangkap mereka yang berusaha kabur dari keharusan menyelsaikan arang lintang. Arang lintang gila. Memutari dua setengah hektar hutan buatan para mahasiswa botani. Banyak tanaman tropis yang entah bagaimana bisa bertahan di iklim subtropis seoul. Beberapa kali dipaksa jalan jongkok, berpuluh kali merangkak di lumpur, dan kali-kali yang tak terhingga 'diminta' berlari lebih cepat.

Yah... ini memang irresistible. Tidak... tidak... ini bukan geng motor yang akhir-akhir ini sering sekali meneror masyarakat. Ini... bagaimana menjelaskannya ya? Ini sebuah club. Bukan... tidak tepat begitu. Nyaris mirip perkumpulan filsafat sebetulnya. Tapi tidak persis seperti itu juga. Organisasi? Baiklah... mungkin iya... orang-orang ini punya organigram dan kesekretariatan kantor yang jelas. Intinya, ini adalah kelompok mahasiswa; bergengsi, misterius, kritis, berbeda dan... berkuasa.

"Tidak...", singkat, setelah beberapa detik terlewat. Nafasnya berlompatan, berlomba keluar. Dadanya lelah naik turun dengan cepat, mengidentifikasikan diagfragma yang bekerja lebih keras menyeimbangkan respirasi pernafasan.

"Kalau begitu, sebelum kita harus dua kali melompat jurang di depan sana... kita harus memecahkan sya'ir ini...", lelaki ramping menggaruk kepala. Tidak membantu juga. Malah tambah gatal karena rambutnya kini penuh lumpur, hasil tangannya bergumul tanah barusan. Ia lupa.

"Aaah...", ia menyahut manja. Merasa kesal. Lelaki lain buru-buru membekap mulutnya.

Benar saja dua detik kemudian, cahaya obor mendekat.

Dua pendar. Lelaki yang satu hati-hati melangkah mendekat. Yang satu lagi dengan malas mengikuti di belakang.

"Aku tidak mendengar apa-apa... sungguh... kurasa kau berhalusinasi...", lelaki yang di belakang mengibaskan obor serampangan. Membuat cahayanya menerangi banyak bagian yang tertelan gulita. Lelaki yang pertama, matanya tak menemukan apa-apa pada sekilatan gerakan tadi. Jadi ia mengangguk. Meskipun masih merasa ada sesuatu.

"heh...", lelaki berkaca mata minus melepas karbondioksida begitu lega. Lelaki lain yang masih dibekap, merasa merinding merasakan hangat nafas si lelaki satunya, di dekat lehernya.

Tegang. Ia merasa adrenalinnya bukan terpacu akibat latihan fisik atau kejadian mencekam barusan.

Lebih karena nafas si pria.

Ya... lebih karena hembusan ringan barusan.

"jadi...", berusaha lepas dari bekapan. "Kau sudah menemukan artinya?", pria berkaca mata menggeleng. Merilekskan kakinya, duduk berselonjor. Sedikit risih karena badan lengket keduanya terasa terlalu akrab. Lelaki bertubuh ramping, menyamping. Si lelaki berjaket pink memandang heran. Pria yang pertama tersenyum memandang bulan.

"heh...?", putus asa nada tanya keluar dari mulut lelaki ramping.

"Baiklah... apapun hasilnya semoga berhasil... aku jalan duluan...", si lelaki ramping bangkit, jaket pinknya jadi begitu mencolok dibanding hitam malam dan pemandangan kusam di sekitarnya.

"dan bergelantungan dua kali di atas jurang?", langkah lelaki itu berhenti. Berbalik.

"Cih! Lebih baik daripada duduk termenung di sini bersamamu memandang bulan... setidaknya... mungkin aku akan dapat minum di sana... aku butuh air...", si lelaki berkaca mata minus bangkit mendadak.

"Itu Dia!", seperti baru menerima wangsit. ia menyeringai ke arah si lelaki ramping. Tanpa aba-aba mengayun langkah cepat, tidak lupa menarik tangan si lelaki ramping erat. Mereka mengulang adegan, si pria berkacamata di depan memimpin langkah, lelaki satunya tak juga bisa mengusir heran dari wajah. Tetap tak berkutik. Mengikuti saja, titik.

"Hey! Hey! Hey!", tidak digubris, sudah biasa. Si lelaki ramping berjalan di belakang. Merasa sial, karena bahkan ia tak mengetahui nama si pria di depannya.

"Kau sudah menemukan jawabannya?", lelaki yang berlari di depan tak menjawab. Ia hanya berbalik sekilas. Berbelok cepat, masuk buru-buru ke kerumunan puluhan lelaki lain yang tengah berlari menuju jurang. Menuju rintang terakhir dari seluruh rangkai 'pengujian'.

"Siapa namamu?", jelas bukan jawaban.

"Haaah?", lelaki di belakang mengeluarkan sebentuk suara heran yang sama sekali tidak mengenakkan.

"siapa namamu?", diam. Tinggal sepuluh langkah menuju jurang setinggi 20 kaki. Di bawah, sungai mengalir deras. Bagusnya tidak banyak batuan di bawah.

"aisssh... key, kim kibum... kenapa?", pria itu menarik lelaki itu untuk melangkah maju. 8 langkah di depan bibir jurang.

"Karena aku harus mengingat nama seseorang yang kupercayai...", dahi si lelaki kedua mengernyit. Mereka kini berdiri berdampingan. Lima orang lagi di depan mereka, berikutnya merekalah yang harus berteriak. Meyakinkan akal sehat untuk memegangi tali sekuat mungkin. Jangan sampai jatuh ke dalam sungai, tegangan permukaan air pasti akan menyakitkan membentur kulit. Apalagi dari jarak 20 kaki.

Lelaki yang terakhir bersuara, fokus menatap punggung lelaki di depannya, "Aku sudah tahu makna sya'ir itu... kejayaan pasukan seleukos... seleukos adalah raja pertama kerajaan seleukia, pendiri pasukan tak tertahankan, pasukan seleukia... itu adalah kita. Tak tertahankan sama dengan irresistible... kejayaan... adalah kelulusan kita...", lelaki bernama key mengangguk mengerti, meskipun masih memelihara kernyitan di dahi. Di depan mereka tinggal 4 orang lagi.

"Lalu? Arti dari berada di mula kehidupan?", kedua kornea itu bertemu. Sama-sama dihalangi sesuatu, jika key terhalangi kacamata. Maka lelaki yang satu lagi, terhalangi lensa kontak. Warnanya hitam. Key benci warna korneanya yang coklat muda. Mengingatkan pada lelaki brengsek yang terpaksa ia panggil ayah.

Meskipun meninggalkan ibunya demi wanita lain terasa begitu mudah.

"Kata kuncinya... air...", lelaki berkacamata tersenyum. Pertama kali, sepanjang 'pertemanan' aneh dua lelaki ini.

"Air?", tinggal 2 baris lagi. Suara gemuruh sungai makin terdengar. Key tersadar.

Aku tahu... jangan katakan kalau...

"Maksudmu...? mula kehidupan? Itu air?", lelaki berkaca mata sudah kembali intens menatap punggung lelaki di depannya. Ia maju begitu lambat. Orang di depannya sudah meloncat.

Giliran dia.

"tidak tepat begitu... lebih spesifiknya lagi... mula kehidupan... a.k.a hulu sungai...".

Mulut key refleks menganga, "haaah?", jelek sekali keluar suaranya.

Melompat orang terakhir di depan mereka, sekarang dua pria itu benar-benar berhadapan dengan bibir jurang.

"jadi... saat tali rambat itu berayun di tengah jurang... melompatlah... dan... kau bisa berenang kan?", pandang mata si pria melihat key yang mengangguk kaku. Melihat bagaimana ngerinya jika ia terjatuh... Dan orang di sebelahnya menyuruh dia untuk menjatuhkan diri?

Apa tidak salah?!

"kau bercanda kan?", dua orang di depan mereka sudah sampai ke seberang.

"tidak. Itu jawabannya", key membiarkan rambat yang sudah dilemparkan kembali ke arahnya. Untuk ia berayun ke seberang kelak. Detik-detik semakin cepat berderak.

Lelaki di sampingnya menangkapkan tali rambat key untuknya. Key termangu, menatap masygul air yang cukup deras di dini hari ini, "aku mempercayaimu. Kita akan menemukan jawabannya di hulu sungai...", key menatap dalam mata yang terhalangi kacamata yang mengembun itu.

Mencoba mengkonfirmasikan kepercayaan itu. "LOMPAAAAAT!".

Teriakan senior tak digubris keduanya, "siapa namamu?", key bertanya.

"untuk apa?", bukannya buru-buru menjawab. Si pria berkaca mata Cuma menguatkan pegangannya pada tali rambat.

"setidaknya jika aku mati tenggelam, aku tahu siapa yang harus kutuntut di neraka...", nyinyir key bersuara. Lelaki di sebelahnya malah tertawa skeptis.

"namaku... lee jinki", ... "Kalian! Cepat! LOMPATTTT!", teriakan senior. Key tidak jelas mendengar nama seperti apa yang disebut pria itu. ia hanya mendengar hembusan nafas tenang. Sama seperti ketika ia dibekap tadi. Nafas itu tenang, setelah beberapa saat terengah-engah. Justru membuat adrenalin key berpacu.

Ia tidak tahu. Tapi pacuan adrenalinnya ini membuatnya merasa damai, senang, sekaligus risih.

"Tapi... jangan panggil aku dengan nama jelek itu!", suara pria itu bersaing dengan komando teriakan senior dan embusan angin bibir jurang. Di bibir pria itu juga menyungging senyum tajam, selazimnya bibir jurang. Senyum yang jelas sama sekali tidak romantis.

"lalu?", key merasakan tangan kirinya digenggam pria itu.

"panggil aku... ONEEEEEEWWW..."

"AAAAAAAaaaaaaaa...".

Kedua pria itu melompat. Ditebak angin, sampai ketika sebuah momentum, mereka berayun di tengah. Mata para senior di seberang seperti kilatan obor merah, key merasa takut untuk sampai di seberang detik itu juga.

Mungkin ini yang dimaksud, ketika kau berdiri di bibir jurang, ada alasan yang mendorongmu melompat... sekilas, key menangkap kilatan cahaya, terpantul kacamata. Lelaki itu mengangguk. Key mengerti itu komandonya. Jadi ia berdoa, dan melepas pegangan...

"AAAAAAAAAAAaaaaaa...", teriakan keduanya menyapu malam. "BBYUUUUUuuuuurrr...", dua tubuh menimbulkan suara pecah. Memercikkan permukaan sungai yang sudah seperti berbenturan arusnya sejak awal malam.

"minho...", seorang lelaki menepuk pundak kawannya. Ia salah satu barisan keamanan uji kelulusan malam ini. Sekitar sepuluh orang berdiri di bibir jurang. Melihat dua tubuh pria remaja muncul ke permukaan dan mulai berenang ke arah hulu sungai setelah detik-detik yang menegangkan.

"sepertinya sya'ir teka-tekimu akhirnya ada yang memecahkan...?", minho menarik sudut kiri bibirnya. Menyemat seringai santai, namun beraura karismatik.

"hmmm... kita akan punya dua orang anggota baru sepertinya.", dan malam uji kelulusan irresistible berkhir sudah.

Dua orang sudah terlalu banyak.

Biasanya hanya 1 orang yang lolos ujian ini. Itu sebabnya kelompok ini teramat bergengsi. ujian diadakan setahun sekali. Dari ratusan orang yang mendafatar. Yang bisa lolos uji, paling Cuma sendiri. Anggota tertua kelompok ini adalah guru besar filsafat di kampus ini. Pendirinya bersama 4 orang adik angkatannya.

5 orang dan itu sudah cukup untuk membuat sekitar seribuan orang yang menjadi komponen terlaksananya kegiatan kampus tunduk. Irresistible, para pemuda yang tak tertahan oleh berbagai macam rintang.

TBC


Halo...! Nama saya RaySa Yudha,bisa juga dipanggil eReLRa.. sama kok saya-saya juga... Cuma untuk membedakan, di fandom ini panggil saya Raysa Yudha ok? Jadi eReLRa itu nama untuk fandom HarPot...

FF ini sudah pernah di-post di Facebook dengan nama Anna Silvia Chikoano Cokroaminoto.. Dia itu editor saya,hhe.. Dan sebenernya ini ff untuk hadiah ulang tahun beliau.. Jadi kalau ada yang merasa pernah membaca ff ini di tempat lain, ya berarti anda membaca di fb teman saya itu..

Ini ff onkey, dengan Minho yang akan mengganggu hubungan mereka.. Dan mungkin sedikit JongTae.. Berminat untuk saya lanjut? So? Review?