Declaimer Always Mashasi Kishimoto

But, this story always mine.

WARNING : OOC, AU, Fantasy, Etc.

Rate : T+

Pair : SasuSaku


Diserendio

By Selenavella


EPISODE 1 : Pilot

.

BRUUK!

Bersamaan dengan bunyi itu, derai tawa berkumandang di kafetaria. Sakura menutup matanya menahan amarah di dalam dirinya, ia memilih untuk diam dan tak membalas prilaku gadis berambut merah yang memakai seragam cheerios kebanggaannya itu. Sakura sangat yakin, bahwa saat ini menghindar adalah pilihan yang paling tepat. Apalagi, jika berurusan dengan Karin. Ia lebih memilih mencari aman saja.

"Upps, maaf nerd! Aku tidak melihatmu." Katanya seraya melemparkan seringai mengejeknya. Ia lalu berjalan melewati Sakura bersama dengan cheerios lainnya.

Sakura menutup matanya, dan menghela nafasnya. Ia lalu mengambil nampan besinya. Ia bangkit dan berjalan kembali, ia lalu kembali mengantri dalam antrian untuk mengambil makan siangnya. Beberapa menatap dirinya dengan pandangan aneh Ia memilih mengacuhkan segala pandangan aneh mereka dan memainkan nampannya. Rasa canggung kembali menguar dalam dirinya, rasa tak nyaman ketika ia menjadi pusat perhatian. Perutnya bergejolak, menimbulkan perasaan tidak nyaman. Kali ini Sakura bersyukur bahwa tadi pagi ia tidak sempat sarapan. Jika tidak, uuh akan terjadi hal paling memalukan.

Sialan.

Kenapa Karin dan para koloni brengseknya itu malah mempermainkan dirinya? Bukankah masih banyak nerd lainnya? Dasar jalang berambut merah sialan. Apa hebatnya dengan seragam cheeriosnya? Memangnya seragam cheeriosnya akan menjamin gadis itu masuk ke surga apa! Sakura sangat yakin Karin bukanlah apa-apa jika ia tak di terima oleh Kurenai sebagai salah satu anggota cheerios. Kalau gadis berambut merah itu tidak menjadi seorang cheerios Karin pasti tidak akan sesombong ini.

Tibalah antriannya. Ia lalu tersenyum simpul ke arah penjaga kafetaria. "Satu Spageti, apel, dan cola." Kata Sakura dengan suara pelan.

Penjaga kantin itu melirik Sakura sekilas. "Maaf, pesananmu habis." Katanya singkat seraya mengangkat bahunya. Lelaki itu lalu melakukan gerakan mengusir dengan tangan kanannya.

Sakura menghela nafasnya dan akhirnya beranjak pergi. Ia berjalan menuju taman belakang sekolahnya. Ia memilih untuk bersembunyi disana dibandingkan Karin dan kawan-kawan pesoleknya menemukan Sakura lagi dan malah mengolok-oloknya. Tidak, terima kasih ia tentu lebih menyukai untuk menyendiri saja.

Tak butuh waktu lama hingga ia sampai pada spot favoritnya di Akademi San E Roberts. Tempat yang jarang di kunjungi orang banyak. Ia tersenyum simpul lalu menempatkan dirinya agar bisa duduk di bawah pohon apel. Ia menaruh tas di samping tubuhnya dan membaringkan tubuhnya di atas rumput. Matanya terpejam terasa damai.

Sosok Karin tiba-tiba muncul dalam benaknya. Berambut merah, dengan tubuh fantastis layaknya model majalah vogue. Tinggi, ramping, populer, pesolek, dan nyaris sempurna. Jika saja, kelakuannya lebih baik mungkin ia layak di kategorikan sebagai gadis yang sempurna. Merupakan rahasia umum jika gadis keturunan keluarga Yukarina itu dikenal sebagai gadis congkak yang seringkali terlibat pertengkaran dengan siswi di San E Roberts. Si ratu sekolah yang jalang.

Gadis yang pertama kali membuat dirinya menjadi bahan olokan banyak orang. Orang yang membuat nyaris seluruh siswa San E Roberts memanggilnya nerd.

Bel yang menandakan pergantian di mulai berbunyi. Sakura menghela nafasnya berat, mau tidak mau ia harus masuk ke kelas bahasa spanyol. Bukannya ia benci kelas itu, akan tetapi di kelas itu ada Karin. Dan, hal itu pasti membuatnya tersiksa sepanjang pelajaran itu. Oh, ya Tuhan apakah tidak bisa membuat Karin menghilang barang sejenak saja?

'Yah, menghilang selamanya juga tidak apa-apa sih,' tambah Sakura dalam hatinya.

Dengan helaan nafasnya, ia bangkit dan mulai berjalan menjauhi taman sekolahnya. Kelas bahasa spanyol ini pasti akan menjadi nerakanya.

Sakura menghela nafasnya. Ia dengan tenang berjalan menuju kelasnya. Sesampainya di kelas, Pak Hatake tengah sibuk membereskan berkas-berkasnya. Saat Sakura masuk ke kelas, guru itu tersenyum di balik masker hitamnnya. "Oh, silahkan duduk Haruno." Ujarnya ramah.

Sakura mengangguk canggung, ia lalu berjalan menuju bangkunya di deret paling belakang. Ia melemparkan sebuah lirikan ke arah Karin, yang tengah sibuk bergosip bersama seorang gadis berambut merah-nyaris-ungu.

Hampir saja ia terjatuh lagi. Kaki jenjang Karin kali ini kembali menghalanginya. Sebuah geraman rendah keluar dari bibir Sakura. Ia lalu menatap Karin dengan pandangan jengkel.

"Upps, sekali lagi! Lain kali, bawalah kacamatamu dan jalan dengan benar nerd." Kata Karin seraya terkikik genit.

Sakura menghela nafasnya, lalu ia berjalan acuh menuju mejanya. Mejanya sendiri. Ya, ia memang tak pernah duduk dengan orang lain. Temanpun tak punya, kenapa ia jadi terdengar begitu menyedihkan sih.

Sakura lalu membereskan bukunya, dan kali ini ia menatap ke depan, menuju Mr. Hatake. Kali ini, ia tak menemukan guru berambut perak itu sendirian. Ia kini menemukan seorang gadis berambut coklat yang sangat cantik –menurutnya. Gadis itu tersenyum ramah.

"Oke, class kita kedatangan murid baru. Silahkan memperkenalkan dirimu nona." Ujar Kakashi acuh. Ia lalu mengambil novel berwarna oranye yang selalu ia bawa kemana-mana.

Gadis berambut pirang itu menatap seisi kelas. "Halo, perkenalkan. Nama saya Tenten Cho. Saya merupakan pindahan dari China." Katanya seraya mengangguk singkat.

Kakashi menoleh ke arah Tenten. Ia mengangguk singkat. "Baiklah, sekarang kau boleh duduk di samping… umh, Haruno angkat tanganmu. Ya, di samping gadis berambut pink itu," sahut Kakashi ringan. Ia lalu duduk di kursinya kembali.

Tenten mengangguk tanda terima kasih. Ia lalu berjalan menuju kursi belakang. Tak lama, ia mendengar kursi di geser. Ia lalu menolehkan kepalanya, dan ia menemukan Tenten tengah tersenyum lebar ke arahnya. "Halo, kenalkan aku Tenten. Senang berkenalan denganmu." Ujar Tenten seraya menjulurkan tangannya.

Sakura tersenyum canggung. "Ah, Sakura Haruno." Ujar Sakura seraya menganggukan kepalanya.

Tenten lalu tersenyum, ia lalu menghadap kedepan dan kembali berkonsentrasi terhadap pelajarannya. Tanpa Tenten ketahui Sakura menatap dirinya. Menurut Sakura Tenten gadis yang cantik. Dengan wajah orientalnya yang khas, kulit putih namun tak sepucat miliknya, rambut brunette lentur yang terikat rapi, mata hazel yang bersinar, senyuman menawan, dan tubuh yang ramping –namun tidak terlalu kurus seperti Karin. Gadis itu bisa di katakan sempurna. Apalagi kepribadiannya yang ramah. Sakura menarik nafasnya, lalu ia kembali memperhatikan Kakashi. Ia beranda-andai seandainya ia merupakan Tenten. Tubuh yang terlihat atletik, wajah yang cantik, kepribadian yang ramah, dan tidak bersikap canggung! Tambahkan itu.

"Euung, permisi." Ujar sebuah suara.

Sakura menolehkan kepalanya menatap Tenten. "Ya?"

"Kau tahu Kakashi menyuruh kita untuk membuka kamuskan? Tapi –"

Sakura memotong perkataan Tenten. "Kau tak membawanya?"

Tenten tertawa kecil. "Yeah, aku tak membawanya." Ujarnya ringan.

Sakura mau tak mau ikut tersenyum juga. Senyum Tenten entahlah membuat atmosfer suasananya berubah menjadi lebih menyenangkan di bandingkan sebelumnya. "Yeah tentu. Tentu saja, kemarilah ktia bisa baca bersama." Kata Sakura seraya tersenyum tipis.

"Xiexie(*)." Kata Tenten dalam bahasa China. "Kau tahu? Kau merupakan teman yang menyenangkan, kita sepertinya akan menjadi teman baik. Sahabat barangkali?" ujar Tenten ceria, ia tersenyum lebar.

Sakura berdeham lalu ia mengangguk pelan. "Ya, kita bisa jadi teman. Tapi, jangan menyesal untuk berteman denganku." Kata Sakura seraya ikut tertawa kecil.

"Tentu tidak akan!"

.

.

Sakura memegangi buku di dadanya, rumahnya terlihat sepi. Mungkin, ibunya masih sibuk bekerja. Ia lalu memutar kunci pintu rumahnya. Sebuah helaan nafas keluar dari bibirnya –entah keberapa kali pada hari ini, rumahnya terasa sangat suram. Lampu yang gelap, membuat suasana rumahnya terasa makin menyeramkan dari biasanya.

"Aku pulang."

Sakura lalu melepas sepatunya dan menggantinya dengat sandal rumahnya. Ia lalu berjalan menuju kamarnya yang terletak di lantai dua rumahnya. Suara langkah kakinya terdengar di lorong tangga, ia menaiki tangga dengan cepat. Dan akhirnya ia sampai di depan kamarnya, lalu ia memutar kenop pintunya. Pintunya mengayun terbuka dan menampakan kamarnya yang bernuansa biru-merah jambu.

Melihat warna dindingnya, mau tak mau itu mengingatkannya tentang perselisihannya dengan ibunya untuk memilih warna kamarnya. Semenara ia dengan keras kepala memegang pendiriannya untuk memilih warna biru, dan begitu pula dengan Haruno senior, ibunya dengan tak kalah keras kepala memilih warna merah jambu untuk warna kamarnya. Menurut ibunya, warna merah jambu itu bagus. 'Bukankah Sakura perempuan? Jadi Sakura semestinya menyukai warna ini,' ujar ibunya dulu.

Ugh, sejujurnya ia benci warna pink. Ia juga benci rambutnya. Beberapa kali ia memiliki niat untuk merubah warna rambutnya menjadi coklat, atau pirang –seperti kebanyakan gadis, tapi ibunya dengan keras kepala melarangnya untuk mewarnai rambutnya. Katanya, 'apa salahnya dengan warna merah jambu?'

Haha, ibunya memang berniat membuatnya gila. APA SALAHNYA? Tentu saja ini salah besar! Lihatlah, sejak kecil tidak hanya satu atau dua orang yang mengolok-olok warna rambutnya –beserta jidat lebarnya, tapi banyak sekali! Termasuk Karin. Oh, fuck! Kenapa ibunya memilihkan sekolah San E Roberts untuknya?

Sakura melempar tasnya ke ujung kamarnya, ia lalu beranjak ke depan lemari kamarnya dan mencari baju santainya. Ia akhirnya memilih kaos putih yang terlihat longgar di tubuhnya, dan juga celana berwarna putih. Terlihat simpel.

Sakura menghela nafasnya saat melihat bayangannya di cermin. Sesosok gadis berambut merah jambu aneh lurus sepinggang, dengan kulit putih pucat –nyaris seperti mayat, tubuh yang pendek –tingginya hanya 160cm, dada dan pinggang yang kecil seperti ibunya, dan juga jidat yang lebar. Tak ada yang menarik pada dirinya. Dirinya terlihat seperti miniatur Mebuki Haruno. Dengan sedikit perbedaan tentunya.

Mebuki –ibunya, merupakan sosok wanita yang luar biasa. Di usiannya yang nyaris 38tahun, ia tetap terlihat muda. Ibunya merupakan pribadi yang percaya diri, tangguh, dan tidak mudah canggung seperti dirinya. Cara ibunya berjalan anggun, seperti nyaris melayang. Rambutnya selalu terlihat halus dan bergelombang –namun tak terlihat berantakan, dan tambahkan rambutnya berwarna pirang! Bukannya merah jambu seperti miliknya. Segala yang ia inginkan berada di dalam diri ibunya. Dan, menurutnya itu terasa sama sekali tak adil.

Sakura menghela napasnya dan berjalan menjauhi cermin. Ia tak mau berlama-lama menatap cermin sialan itu. Bukankah itu malah menambah dosanya saja pada Tuhan. Lagipula, iri itu merupakan kegiatan yang tak berguna.

Ia keluar dari kamarnya dan hendak menyalakan televisi, ia mencari remote televise rumahnya, namun tanpa sengaja dirinya melirik sebuah majalah yang ada di atas meja. Ia melengguh pelan saat menatap cover depan majalah itu. Karin Yukarina. Beserta orang tuanya.

Ia dan orang tuanya menjadi cover depan majalah family.

Karin terlihat memeluk ibunya erat. Ibunya. Wanita itu nyaris seperti Karin di masa mendatang nanti. Seperti dirinya yang merupakan doppelganger Mebuki, begitupula Karin yang nyaris mirip sekali dengan ibunya. Lengkap dengan tatapan merendahkan yang sepertinya di turunkan oleh ibunya itu.

Dengan gerakan tiba-tiba Sakura melempar majalah itu ke tempat sampahnya. Ia mengacak rambutnya, lalu mendengus jengkel. "Kenapa keberuntungan selalu memihak Karin sih," gerutunya.

Ia memutar tubuhnya, ia sudah tidak berniat menonton. Jadi, ia masuk kembali ke kamarnya dan berjalan menuju ranjangnya, serta merta ia dengan cepat duduk di atas kasurnya, tangannya bergerak menuju nakas, mengambil keluar sebuah buku dengan sampul kulit coklat, lengkap bersama penanya. Sebuah buku harian.

Sakura menghela nafasnya, lalu ia mulai menulis.

.

9 Mei 20xx

.

Hari ini cukup mengerikan. Karin kembali menggangguku, ya Tuhan apa ia tak bisa berhenti menggangguku barang satu hari? Hanya karena kecanggunganku, dan ia menggangguku hingga seperti ini. Apa salahnya dengan kecanggunanku? Apa salahnya dengan rambut merah jambuku? Dan apa yang salah dengan aku menyukai buku lebih dari pada orang lain?

Karin selalu merasa dirinya sempurna. Dan, itu membuatku muak. Sudah ratusan kali bukan, jika aku sangat membenci gadis manja dan congkak itu? Seandainya ia tiba-tiba miskin, atau tiba-tiba wajahnya terbakar dan membuat dirinya terlihat sangat jelek seperti bebek panggang, apa masih ada orang yang ingin menjadi temannya?

Semua orang di sekolah tinggi San E Roberts tahu bahwa orang-orang yang dekat dengan Karin hanyalah seorang penjilat yang ingin dikenal sebagai antek-antek seorang keturunan Yukarina. Mengingat hal tersebut, bagaimana jika aku adalah orang yang sangat kaya? Atau cantik? Atau mudah bergaul dengan orang lain? Kemunginan besar, mungkin aku akan memiliki banyak teman seperti Karin. Yah aku tahu itu hanya akan terjadi jika ada keajaiban.

Berbicara soal teman, aku memiliki seorang teman baru. Ia berasal dari China, namanya Tenten Cho. Ia cantik sekali kau tahu. Dan, ia ramah. Dan, ia tak keberatan ketika ia tahu aku seringkali di olok-olok oleh siswa lainnya. Ia malah memarahiku, dan berkata kenapa aku diam saja selama ini? Bukankah aku seharusnya membela diriku sendiri?

Ia gadis yang baik –sangat baik, aku merasa senang mendapat teman seperti dirinya. Oh, ia juga tinggal beberapa blok dari apartemen ini. Well, senang bertemu dengannya –dan ini serius.

Melihat foto Karin dengan keluarganya, tiba-tiba aku teringat dengan Dad. Walaupun, kami belum pernah berjumpa sebelumnya. Tapi, aku yakin bahwa ia merupakan orang yang baik. Seandainya ia ada disini, setidaknya Mom tidak akan bekerja sebegini kerasnya. Setidaknya, itu akan membuat Mom terlihat lebih muda.

Oh, kenapa ia mesti meninggal sih? Aku selalu beranda-andai seandainya ia ada disini, ia mengurusi aku dan mom. Ia juga mungkin akan menjadi ayah yang baik dengan memberikanku apa yang aku inginkan. Setidaknya, jika ia ada. Dulu, ia tidak akan membiarkan aku terluka, ia akan mengajariku bagaimana caranya bermain sepatu roda, dan ia mungkin akan menja –

Sakura menghentikan kegiatannya. Ia mengayun-ayunkan penanya di atas bukunya. Ia menggigit pena itu dengan gugup. Dan dengan sebuah gerakan tiba-tiba, pena dan buku itu telah melayang ke sisi lain kamarnya. Ia lalu menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Sebuah erangan rendah keluar dari bibir tipisnya.

Apa yang ia pikirkan? Apa maksud dari otaknya yang memikirkan tentang bagaimana-jika-ayahnya-ada. Pikiran bego yang selalu ada di otaknya.

Sebuah helaan napas keluar kembali dari bibirnya. Apa yang telah ia pikirkan? Berhenti berfikiran seperti itu! ia cukup bahagia tinggal dengan ibunya. Titik. Dan ia tak membutuhkan ayah sialan itu. Bahkan lelaki yang mengabaikannya itu tidak pantas disebut Ayah.

"Sial," maki Sakura pelan.

TING TONG.

"Mom pulang, Sakura? Kau dirumah?"

Sakura mengengadahkan kepalanya. Ia mendengar suara ibunya. Sebuah helaan nafas keluar dari bibirnya. Ibunya telah ada di rumah, berarti ini sudah waktu makan malam. Ia lalu dengan segera bangkit dari ranjangnya, dan berjalan menuju pintu. Ia memutar kenop pintu dan membuka pintu kamarnya.

Ia dengan cepat menuruni tangga dan menjulurkan kepalanya dan memeriksa keadaan sekelilingnya. Sebuah senyum terukir di wajahnya, ia melihat ibunya dengan mata tertutup tengah beristirahat di sofa putih ruang tamu lantai satu. "Mom?"

Ibunya membuka matanya, ia lalu menyunggingkan senyum simpulnya. "Hai darling, bagaimana sekolahmu? Mom tadi melewati restoran dan melihat steak. Kelihatannya enak, dan Mom akhirnya tanpa sadar membelinya. Oh, ya ampun! Ayo kita makan. Mom tahu kau pasti kelaparan." Kata Mebuki seraya terkekeh. Ia bangkit dan berjalan menuju dapur mengambil piring, garpu, dan pisau.

Sakura berjalan dan mengambil dua gelas juga cola di dalam kulkas. "Mom, bagaimana pekerjaan kali ini?" tanya Sakura.

Mebuki hanya mengangkat bahunya. "Tidak parah, atasanku kali ini tengah berada di Kanada, jadi ia tak begitu memberikan banyak tugas."

Sakura mengangkat bahunya. "Baguslah."

"Sekarang giliranmu bercerita tentang sekolahmu sayang."

.

.

Sakura memegangi buku astronomi di tangannya, dari kejauhan ia sudah melihat Tenten melambaikan tangan kearahnya. Sakura tersenyum dan balas melambai ke arahnya. Well, ini pertama kalinya ia masuk ke sekolah bersama dengan seorang teman. Dan, rasanya tidak buruk juga. Malah rasanya menyenangkan.

Sakura berjalan dengan cepat ke arah Tenten. Ia lalu menyapanya. "Hai."

"Hai. Sudah mengerjakan tugas dari Kurenai?" tanya Tenten seraya berjalan beriringan bersamaan dengan Sakura. "Tugasnya sulit sekali sih? Dan kenapa pelajaran Kurenai itu kenapa harus dua hari berturut-turut." Tenten menggerutu seraya mendengus jengkel.

Sakura terkekeh pelan. "Yeah, memang sulit. Tapi, aku sudah mengerjakannya sih." Kata Sakura singkat.

Tenten meringgis pelan. "Well, kalau begitu boleh tidak aku menyalinnya? Ayolah? Please?" pinta Tenten.

"Tentu." Ujar Sakura ringan.

Mereka terus mengobrol hingga akhirnya sampai di depan gedung San E Roberts. Tiba-tiba, perhatian mereka sepenuhnya teralih pada sebuah mobil yang baru saja tiba di halaman San E Roberts. Sebuah mobil Bugatti Veyron, berwarna hitam. Hanya segelintir orang di San E Roberts yang memakai mobil sport atau mobil keluaran terbaru. Tapi, dibandingkan dengan mobil itu. Ada yang lebih menarik perhatian para murid-murid dibandingkan mobilnya.

Apalagi kalau bukan pengendaranya.

Saat pintu mobil Bugatti Veyron itu terbuka, semua orang di halaman San E Roberts terdengar seperti menahan nafasnya.

Pengendara mobil itu… apa ia dewa?

Lelaki itu memiliki wajah yang nyaris mirip dengan campuran antara dewa dan malaikat. Wajah rupawan yang bahkan bisa membuat banyak dewa menggigiti jarinya karena saking irinya. Wajah paling rupawan yang pernah Sakura lihat sepanjang hidupnya. Lelaki itu terlihat sangat luar biasa mempesona. Dengan rambut berwarna hitam kebiruan yang melawan grafitasi bumi, kulit seputih porselen, badan kekar dan tegap, ia tak begitu tinggi –mungkin hanya 177 atau 180cm, bibir merah tipis, dan jangan lupakan matanya! Mata onyxnya.

Mata itu terlalu indah. Mata yang seolah menyerap segala keindahan yang ada di sekelilingnya. Mata yang sehitam langit malam itu mampu membuat Sakura terpesona dalam waktu kurang dari lima detik. Mata itu menampakan keangkuhan namun sekaligus keindahan pemiliknya.

Lelaki itu memiliki aura berbahaya namun mempesona. Seolah menarik, mengikat, menjerat –atau apapunlah itu, setiap orang untuk berpaling bukan hanya sekedar untuk meliriknya namun untuk benar-benar menatapnya. Sebuah pesona berbahaya, namun tidak bisa di tolak. Bahkan sekarang ini juga, Sakura bisa menyimpulkan bahwa lelaki itu sangat tampan –ralat, luar biasa tampan, namun berbahaya.

Berbagai suara bisik-bisik mulai terdengar. Dan, semua bisikan itu merupakan sebuah pujian.

"Oh ya ampun! Kau lihat itu! ya Tuhan! Ia tampan sekali! Dia itu Apollo? Pangeran? Dewa? Malaikat? Atau apa? Aah, ya Tuhan! Sudah pasti ia tak baik untuk jantungku!"

Suara lain terdengar lagi. "Wah, jaket kulitnya pasti buatan italia! Aku ingin jaket seperti itu!"

"Wajah dinginnya itu! Ya ampun! Itu malah membuatnya semakin hot!"

"Lihat Karin! Tampangnya mengincar! Wah, do'akan saja anak baru itu selamat dari terkamannya."

Saat ia mendengar suara terakhir itu, ia menjulurkan kepalanya seolah mencari seseorang –tapi ia memang mencari seseorang. Dan, ia akhirnya melihatnya. Karin. Dengan tampang terbegonya ia melihat lelaki itu tanpa berkedip. Dalam hitungan detik ekspresinya berubah, ia menyunggingkan senyum angkuhnya. Well, sekarang Sakura juga akan ikut mendo'akan semoga anak baru itu selamat dari terkaman wanita liar ini. God bless him!

Gerutuan tak beraturan keluar dari bibir Tenten. Sakura tak memperhatikan apa yang gadis keturunan Cina ini katakan, ia terlalu sibuk untuk menganalisa segala hal tentang anak baru itu. Sebuah jari mencolek bahunya, Sakura lalu menolehkan wajahnya. Tentenlah yang mencolek bahunya.

"Sakura, sebaiknya kita pergi dari sini. Ugh, apa bagusnya sih lelaki itu?" gerutu Tenten seraya menarik –atau lebih tepatnya menyeret, tangannya masuk ke gedung San E Roberts.

Bahkan saat Tenten menariknya, ia masih saja tak bisa melepaskan pandangannya dari lelaki itu. Terlalu sulit untuk mengalihkan pandangan dari lelaki itu. Tidak bisa ataukah, tidak mau? Entahlah.

Tapi, ia berani bersumpah! Lelaki itu menatapnya juga. Menatapnya dengan sebuah pandangan aneh. Pandangan yang bahkan tak bisa ia artikan. Tapi, ia tiba-tiba melakukan hal yang lumayan mengejutkan Sakura. Lelaki itu. Ia menatapnya sinis, seolah-olah merendahkan.

Apa maksudnya?

.

.

Diserendio : Wish (Italia)

Xiexie : Terima kasih (cina)

.

Author Note's :

.

Halo, serius deh plot ini udah ngeloncat-loncat dalam otak saya dari jaman kapan gitu ya, cuman gaberani publish hehehe. Bagaimana menurut kalian semua? Keep or delete?

Peraturannya tetep sama. Gada yang namanya silent reader. Terus abis fave langsung kabur ya. Awas aja kalo ada, tak santet situ! #bawabonekavoodo #siapinpisau #tusuktusukjarum

Fufufufu, kidding! Haha.

Dan, buat yang nanya kenapa episode 1 sub judulnya pilot, itu karena di acara-acara serial tv di amerika episode 1nya bersub judul pilot hehehe

.

KissesandHugs

.

Arisa-chan