Haiii.. haiii..

Mii publis fic baru lagii..

Oke, mii tw yang lama masih belum kelar.. tapi yasudahlah..

Silahkan membaca…^^

Disclimer: Bleach punya Om Tite Kubo. Aku udah nagis-nangis gaje sambil ngesot-ngesot di kakinya om Tite tetep ga dikasih. Awas aja nanti malem bakal aku maling disclimernya. KHUKUKUKU *ketawa setan*

Warning: AU, OOC dan banyak banget yang lainnya, tapi yang penting yang nggak suka boleh nggak baca kok..

Backstreet©miisakura

.

Suara napas yang terputus-putus itu bahkan lebih ribut dari suara nafas pelari maraton. Siapapun yang melewati taman belakang kampus ini pasti mengira begitu. Tapi pertanyaannya adalah pelari maraton mana yang kesasar ke taman belakang Karakura University yang terpencil ini? Siapa yang sangka ternyata tersangka pembuat suara ribut itu adalah sepasang pemuda-pemudi. Berciuman mesra dibawah pohon mapple, hingga menghabiskan pasokan udara yang ada dalam paru-paru adalah kebiasaan mereka, bahkan bisa dibilang hobi.

Kini amethys yang mengambil alih, tidak, dia memang yang selalu mendominasi. Bergerak agresif mengeksplore semua yang berada dibalik bibir tipis sang amber. Menjamah hingga sudut-sudut terpencil disana. Menghisap semua yang bisa dijangkaunya. Tubuhnya yang berada dalam pangkuan amber bergerak, merapat pada tubuh prianya yang setengah terduduk bersandar pada batang mapple yang kokoh. Tak rela ada seinchipun jarak yang memisahkan tubuhnya dengan hangat tubuh sang pemilik amber. Parunya mulai menjerit meminta udara. Tapi amethys tak mau kalah. Baru setelah merasakan hukuman dari paru-parunya, yang ngambek dan mulai membuatnya merasa sakit, dia baru menyerah. Mengerang tak rela melepasakan tautan bibir mereka.

"Kau bisa membunuhku dan dirimu sendiri jika terlalu bersemangat begitu, Rukia," ujar sang amber berambut jeruk sambil terkekeh pelan.

"Diam kau, Jeruk bodoh! Aku sudah cukup kesal melihat kau dikelilingi perempuan-perempuan genit itu. Jadi, terima saja hukumanmu!"

"Baik myqueen! Aku bersedia mati demi hukuman itu," katanya sembari menyeringai. Puas telah menggoda Rukianya.

"Huh~ Apa mereka itu tidak tahu kalau kau bukan milik mereka," lanjut Rukia yang masih menggerutu kesal karena Ichigo yang selalu dikerubungi 'lalat'. Membuat darahnya naik dan siap meletuskan kepalanya.

"Mereka tidak tahu aku milikmu, Rukia. Kau tahu, aku juga ingin sekali mencungkil mata lelaki yang melirik ke arahmu. Uhh~ membuatku hampir mati menahan kesal. Apalagi si babon brengsek itu. Seenaknya saja dia berkeliaran disekitarmu. Bersikap seolah-olah kau dekat dengannya," Ichigo balik menggerutu.

"Aku memang dekat dengannya, Ichigo. Dia sahabatku sejak kecil."

"Tidak boleh! Kau hanya boleh dekat denganku. Akan kuhajar dia jika masih berkeliaran disekitarmu."

"Kau akan membuat Nii-sama tau hubungan kita, Ichi. Dan dia tidak akan melepaskanmu," lirih Rukia. Kesedihan dan ketakutan segera membayang di wajahnya. Ya, bukan tanpa alasan mereka selalu bertemu di taman belakang ini. Selain karena ini merupakan tempat pertama kali mereka saling mengungkapkan hati, tempat ini juga merupakan tempat yang luput dari pandangan orang-orang. Mereka sudah memutuskan untuk merahasiakan hubungan mereka, karena semakin banyak yang tahu hubungan mereka akan semakin cepat Byakuya tahu dan memisahkan mereka. Setidaknya begitu pikiran Rukia.

Ichigo tidak menyukai topik ini. Karena setiap kali membicarakan ini akan membuat permata amethysnya meredup sedih. Ichigo mengeratkan pelukkannya.

"Tidak akan ada yang memisahkan kita, Rukia. Tidak akan pernah bisa." Ichigo melepaskan pelukannya, memandang wajah gadisnya, kemudian mengecupnya. Membuat amethysnya lupa akan apa yang mereka bicarakan sebelumnya dan kembali menggila.

"Rukiaa~" panggil Ichigo disela ciumannya.

"Ehmm.. mmmnn.." Rukia tidak menggubris, masih terhanyut oleh rasa bibir tipis kekasih orange-nya.

"Kau nakal Rukia-chan," kata Ichigo ketika bibir tipis kekasih mungilnya itu tidak lagi menjajah bibirnya, namun mulai menyentuh daerah lain yang lebih tersembunyi. "Kau tahu, lima menit lagi pelajaran Kurotsuchi-sensei akan dimulai. Apa perlu kukatakan padanya bahwa kau sedang di uks, pingsan karena kehabisan nafas, hm? Kita bisa melanjutkannya di sana."

Rukia mengerang pelan. Keasyikannya mengeksplorasi leher jenjang Ichigo terganggu. Penawaran Ichigo tentang melanjutkan aktivitasnya di uks tentu sangat menggoda. Tapi pemikiran tentang Kurotsuchi-sensei merusak kesenangannya. Sensei-nya yang satu itu bukanlah tipe sensei yang akan berbaik hati mengizinkan mahasiswanya untuk absen pada pelajaranya, kecuali kau sekarat. Jika berani melanggar peraturannya ucapkan selamat datang pada laboratoriumnya yang aneh itu dan siapkan mentalmu untuk menjadi bahan percobaanya. Dan Rukia tidak mau menjadi orang pertama yang mencobanya.

Ichigo hanya terkekeh pelan melihat wajah merengut kekasihnya itu. Dia tahu pikiran apa yang berkecamuk di kepala gadis mungilnya. Pilihan melanjutkan kesenangan mereka di uks dengan menanggung resiko menjadi bahan percobaan Kurotsuchi-sensei adalah sebuah dilema.

Rukia bangkit dengan malas, mengibas-ngibaskan pakaiannya dari debu ayng mungkin menempel dan merapikan pakaiannya yang sedikit kusut. Keningnya berkerut melihat Ichigo yang masih duduk santai, tidak berniat beranjak sama sekali.

"Kau tidak masuk kelas?" tanyanya.

"Aku sudah meyelesaikan mata kuliah Kurotsuchi-sensei di tahun pertama, Rukia. Jadi, aku kosong sekarang."

Rukia mendegus pelan. Pacar jeruknya itu memang terlalu jenius. Mereka sama-sama mahasiswa tahun kedua jurusan kedokteran unversitas Karakura, tapi si jeruk itu mungkin akan lulus tahun depan. Lulus kuliah kedokteran dalam waktu normal empat tahun saja sulit, dia malah menyelesaikannya dalam tiga tahun. Apa sih sebenarnya yang dimakan si orens itu? Apa karena terlalu banyak makan jeruk? Rukia jadi ingin mencoba teknik itu untuk mendongkrak nilai-nilainya yang minimalis. Tapi tidak ada efek samping kan? Rambut kuning mencolok misalnya?

"Tidak rela meninggalkanku, heh, Ruru-chan?" kata Ichigo yang melihat Rukia belum beranjak dari tempatnya. Membuat senyum andalannya mengembang.

"Huh!" Rukia hanya menjawabnya dengan degusan pelan kemudian merendahkan kepalanya untuk mengecup singkat singkat bibir Ichigo kemudian memaksa kakinya menuju kelas Kurotsuchi-sensei yang mungkin saja membunuhnya dalam satu jam kedepan. Meninggalkan Ichigo yang masih terkekeh melihat tingkah kekasihnya.

.

Backstreet©miisakura

.

Pelajaran Kurotsuchi-sensei yang memusingkan itu telah berakhir. Kini Rukia sudah terdampar di kantin kampus, mencoba memuaskan perutnya yang telah bekerja keras untuk tidak mengeluarkan isinya saat pelajaran Kurotsuchi-sensei. Sensei aneh itu memutuskan untuk melakukan bedah organ dalam mayat sebagai pelajaran hari ini. Bukan masalah sebenarnya. Rukia sudah mengalahkan rasa takutnya saat membedah mayat, namun masih belum dapat menyingkirkan rasa mualnya saat melakukannya. Rukia benci pelajaran itu. Dia jadi berpikir apa mungkin dia salah memilih jurusan? Ah, sudahlah. Sudah terlanjur. Dia sudah memilih, yang bisa dilakukannya sekarang hanyalah berusaha sebaik-baiknya. Lagipula Ichigo-nya juga berada di jurusan yang sama. Dia harus bisa tetap bertahan!

"Alohaa, Ruru-chan!" sapa seorang perempuan berbadan sintal dengan rambut blondenya yang bergelombang dan ukuran dada abnormal. Melambai dengan sangat bersemangat kemudian memeluk Rukia dari belakang membuat setengah kepala Rukia nyaris tenggelam dalam dada abnormalnya "Sedang melamunkan apa?"

"Oh, Rangiku-senpai," jawab Rukia datar.

"Kenapa hanya begitu reaksimu, Ruru-chan. Tidak senang bertemu senpaimu yang cantik dan seksi ini," katanya cemberut melihat reaksi minim dari Rukia.

"Sudah kubilang jangan panggil aku begitu. Sedang menunggu Gin-senpai?"

"Tentu saja! My sweet Ginku bilang sebentar lagi kelasnya selesai. Aku disuruh menunggu di kantin fakultas kedokteran."

"My sweet Ginku?"

"Bukankah terdengar lucu? Hanya aku loh, yang boleh memanggilnya begitu," jawabnya sembari mengedipkan mata.

Rukia hanya menghela nafas dengan tingkah laku hiperaktif senpainya satu ini. Rukia mengenal Rangiku karena sebuah kesalahpahaman. Mereka sempat terlibat pertengkaran hebat karena Rangiku mengira Rukia bermaksud menggoda Gin-nya. Rangiku mengamuk saat itu, dan nyaris membuat Rukia botak dengan jambakan mautnya. Untunglah masalah itu bisa segera dijernihkan dan sekarang mereka menjadi sahabat dekat.

"Hei, Ran-senpai," panggil Rukia. Rangiku menghentikan kegiatannya yang sedang menyeruput es jeruknya. "Apa yang akan kau lakukan jika hubunganmu dengan Gin-senpai tidak disetujui oleh keluargamu?"

"Hah? Tidak mungkin keluargaku tidak setuju jika mempunyai menantu sempurna seperti My sweet Ginku. Tampan, cerdas, dan baik hati. Keluarganya juga bukan dari keluarga sembarangan. Yah, kau tahu kan, keluarga Ichimaru termasuk salah satu keluarga bangsawan terkemuka. Keluargaku malah mengusulkan agar kami segera menikah," cerocos Rangiku bangga.

"Hanya bertanya saja. Jika itu terjadi padamu apa yang akan kau lakukan?" Rukia kembali bertanya, mencecar jawaban yang memuaskan dari Rangiku.

"Hmm… Kurasa aku akan membuat bayi bersama Gin. Kau tahu, jika kau sudah memiliki bayi, keluargamu tak bisa melakukan apapun. Mereka tidak akan tega membuat bayimu lahir tanpa ayah. Ah, aku bisa membayangkan seorang bocah laki-laki berambut jingga dengan mata biru kehijauan seperti mata indah Gin. Kyaaa~"

Rukia tidak begitu menghiraukan ocehan Rangiku selanjutnya. Dia tahu jawaban itu hanya jawaban asal yang terlontar begitu saja. Tapi jawaban itu begitu meresap dalam pikirannya. Membuatnya berpikir tentang kebenaran kata-kata Rangiku.

Bayi.

.

Backstreet©miisakura

.

TING TONG! TING TONG!

Suara bel yang menuntut itu membuat kaki-kaki panjang Ichigo melangkah terburu-buru menuju pintu depan apartemennya.

"Rukia?" sapanya setengah terkejut begitu menemukan sosok gadis mungil begitu pintu dibuka.

"Tidak usah pasang tampang terkejut begitu. Aku bukan hantu," jawab Rukia kesal dan menerobos masuk begitu saja dan langsung mendudukkan diri di sofa nyaman milik Ichigo, tangan mungilnya menyambar remote dan menyalakan tv, mengabaikan begitu saja si pemilik rumah.

"Aku terkejut menemukanmu di pintu rumahku setiap malam, Rukia. Apa yang membawamu kesini, hm?" jawab Ichigo sembari memeluk leher gadisnya dari balik sofa, menenggelamkan kepalanya dalam lekukan leher putih Rukia, mencoba mencuri-curi kecupan dari leher mulus nan menggoda itu.

"Aku sedang kesal," Rukia menjawab singkat sembari menoleh mencari-cari bibir tipis kekasih orangenya dan mengecupnya.

"Kau kesal setiap hari, Rukia. Atau jangan-jangan itu hanya alasanmu untuk bisa menginap disini, begitu kan?"

"Ukh~ Kau menyebalkan Kurosaki Ichigo. Aku pergi." Rukia bangkit dan berjalan cepat menuju pintu, bemaksud meninggalkan kekasih orangenya yang sama sekali tidak membantu. Namun sebelum tubuh mungilnya berhasil lolos melewati daun pintu, tubuhnya telah tenggelam dalam tubuh besar Ichigo.

"Tidak. Jangan tinggalkan aku. Jangan pernah," bisiknya lirih. Rukia mendengar segores kepedihan dalan suara Ichigo. Ini salahnya. Rukia melupakan bahwa Ichigo memiliki trauma ditinggalkan. Ibunya meninggal saat berusaha menyelamatkannya dari sebuah kecelakaan ketika dia berusia sepuluh tahun. Setelah itu bertahun-tahun Ichigo mengutuk dirinya sendiri. Membenci dirinya, menganggap bahwa dirinya adalah seorang penjahat yang telah membunuh ibunya. Bertahun-tahun juga hujan turun di hatinya, sebelum akhirnya dia bertemu Rukia. Ichigo bilang hanya Rukialah yang mampu menghentikan hujan dihatinya dan memayunginya seandainya hujan itu turun lagi. Hanya Rukia.

Rukia melingkarkan tangan kecilnya ke pinggang Ichigo. Mengelus-elus punggung lebar kekasihnya, berusaha menghilangkan kepedihan yang kembali muncul dari kenangan pahit Ichigo. "Tidak akan pernah, Ichi. Aku tidak akan pernah meninggalkanmu apapun yang terjadi," bisiknya.

.

Backstreet©miisakura

.

Rukia duduk nyaman dipangkuan kekasihnya, meringkuk manja pada Ichigo yang duduk bersandar di kepala ranjang.

"Ichigo…"

"Hmm…" masih meresapi lembutnya helaian raven dibawah telapak tangannya yang besar.

"Kau mencintaiku?"

Gerakan ichigo di kepala Rukia berhenti. Ia memegang kedua bahu Rukia, memaksa Rukia memperlihatkan wajahnya di bawah tatapan amber miliknya. Ichigo mengecup belah bibir yang telah melontarkan kata yang terdengar meragukan cintanya.

"Darimana datangnya pertanyaan konyol macam itu, hmm?"

"Tidak. Hanya saja kau mungkin bosan karena kita selalu bersembunyi dari orang-orang. Kau bisa saja lari dariku karena itu. Kalau saja Nii-sama bisa menyetujui hubungan kita…"

"Aku tidak akan meninggalkanmu karena alasan sepele seperti itu, Rukia."

"Kita beruntung karena Nii-sama sering keluar kota untuk mengurus bisnisnya sekarang. Jika tidak kita tidak bisa sering bertemu seperti ini," gumam Rukia. Tangannya bergerak, lebih mengeratkan pelukannya ke pinggang Ichigo, berusaha mengeliminasi semua jarak yang ada. Ia tidak suka dengan bayangan akan jauh dari Ichigo meski hanya beberapa detik.

"Kau takut ketauan Nii-samamu, tapi selalu melarikan diri kemari setiap malam, he?" kata Ichigo menggoda Rukia.

"Aku serius, Ichi."

"Nii-samamu tak akan sanggup memisahkan kita. Dan lambat laun dia pasti menyetujui hubungan kita. Aku yakin itu," kata Ichigo berusaha menenangkan.

"Kau tidak mengenal Nii-sama, Ichi."

"Sudahlah. Jangan pikirkan itu," kata Ichigo kembali mengelus kepala mungil gadis itu, berusaha membuatnya setenang mungkin.

"Ichi?"

"Ya?"

"Bagaimana kalau kita membuat bayi?"

.

.

.

Tebece..

Hahh~

Maaf..

Harus bersambung tapi ini gak banyak kok paling cuma twoshoot ato threeshoot..

Buat oda-chan..

Nii udah mii publish..jangan teror mii lagii.. Tolong biarkan mii tidur tenang malam inii.. :X

Buat yang gak sengaja baca mii harap mw repiuu..

Arigatou^^