Good afternoon, i'm kingofinconvenience, if any of you know me. :p
i lost my acc password, and my e-mail address isn't exist anymore so i have to make a new acc.
The Digimon Adventure : 7 Deadly Sins is on hiatus, thanks for the messages and supports, Taichi and the gang will be back shortly.
Once again, thanks for your support.
Review for Critic and Suggestion will always be opened.
Last but not least, enjoy this fic (if you would) :p
Disclaimer - Digimon doesn't belong to me
"Kadang, aku membayangkan aku berada di dalam sebuah tim yang luar biasa, sebuah tim yang masing masing anggotanya memiliki kemampuan individu yang sangat hebat, namun memiliki kerja sama tim yang sama hebatnya! Tim dalam hal apa? Apa saja boleh, aku tidak peduli. Aku tidak menonjol dalam hal apapun, namun aku sangat menginginkan berada dalam tim yang seperti itu, seperti yang aku baca di manga Slam Dunk karya Inoue Takehiko sensei atau One Piece karya Oda Eiichiro sensei. "
"Aku tidak butuh tim, aku lebih suka bekerja sendiri. Teman? Tentu butuh, bagaimanapun kita ini mahluk sosial. Hanya saja aku tidak suka pekerjaanku diganggu oleh orang-orang bodoh yang kuanggap teman."
"Yaah bagaimanapun terserah. Bekerja dalam tim atau bekerja sendiri akan kulakukan, asal pekerjaan selesai."
"Tentu saja tim itu dibutuhkan. Sebaik apapun kerja seseorang akan lebih optimal bila dikerjakan oleh tim dengan jumlah anggota yang tepat. Tim dengan jumlah anggota dan kapabilitas yang tepat ya, bukan sekedar tim, catat itu."
"Mana cheese burger-ku?"
-xx-
Merah, merah, merah. Daun-daun yang berguguran dari pohon yang berbaris di sepanjang jalan setapak ini membawa seorang pemuda yang tengah berjalan kaki sambil mendengarkan musik dari iTouchnya ke sebuah imajinasi kisah cinta yang memilukan.
Seorang pria sedang menunggu datangnya seorang wanita yang berjanji untuk bertemu kembali setelah 10 tahun di sebuah taman di musim gugur. Dedaunan merah yang berguguran menjadi saksi bisu ketika yang datang pada akhirnya bukanlah sang wanita, namun kesadaran diri bahwa ia menunggu sesuatu yang tidak mungkin datang. Ia tersadar bahwa sang wanita telah menemuinya tepat 3 tahun yang lalu. Bukan di taman ini, namun di pemakamannya.
Air mata sang wanita yang menetes di dedaunan ketika itu mengubah daun-daun merah itu semakin merah, gelap. Dan hari ini, sebuah jiwa tanpa tubuh ternyata mampu mengeluarkan tetesan demi tetesan air mata yang membasahi daun-daun merah itu menjadi berwarna gelap.
"Siip, ide yang lumayan bagus untuk manga-ku berikutnya!" ujar sang pemuda sambil menyungging senyum kegirangan. She's Gone dari Hall & Oates terus bermain di telinganya. Hal yang tidak terlihat wajar sekarang ini bagi pemuda seusianya yang mungkin baru 15 -16 tahun.
"Hmmm apa judulnya? Musim Gugur?" gumamnya sambil mengambil sebuah notes dan pensil kecil dari saku jeans biru gelapnya.
"Jangan deh, Fall? Hmmm Gugur? Uhh.. Hantu dan daun? Khh.." lama kelamaan pemuda jabrik itu malah kesal sendiri dan mencoret-coret semua calon nama yang gagal tersebut. "Tidak menarik," pikirnya.
Terbungkus oleh sweater putih bermotif rusa natal tidak cukup untuk melindungi tubuhnya dari udara dingin yang makin lama makin ganas. Dengan menghela nafas kedinginan, Ia bergegas kembali ke parkiran sepeda yang ada di gerbang masuk taman.
Chapter 1 : Ordinary World
"Tadaimaaa, okaa-san?"
Pemuda itu menutup pintu apartemennya rapat dan bergegas masuk setelah melepas boot hitamnya. Ia masuk ke ruang keluarga yang tertata rapi, disertai penerangan yang baik. Didominasi oleh warna putih, bagian dalam apartemennya bergaya minimalis dan simple.
"Okaa-san?" panggil si pemuda lagi.
"Iya iya, okaeri."
Bersama dengan suara itu, sesosok wanita dengan tangan kanan yang kotor oleh tinta hitam keluar dari kamarnya dengan lemas.
Sang ibu, Misaki Akabane adalah seorang shoujo mangaka yang sukses saat ini. Karya-karyanya banyak digemari di seluruh dunia, bahkan sampai memiliki fansite sendiri yang beranggotakan puluhan ribu member.
Sayang sekali, dengan kekayaannya yang melimpah ia justru tidak punya waktu untuk membelanjakannya, bahkan untuk anaknya sendiri. Maka dari itu sang anak yang 'berbakti' lah yang membelanjakan uang ibunya. Untuk kepentingannya sendiri tentunya.
"Lama sekali, sudah beli minuman staminanya?" lanjutnya dengan muka masam.
"Hehe maaf okaa-san, tadi aku mencari inspirasi sebentar." Jawabnya dengan senyum yang sama dengan seorang pelanggar lalu-lintas yang meminta sedang meminta 'damai' dengan polisi.
"Aku beli 2, untukku juga."
"Hmm, makanan untuk Kuro juga beli kan?"
"Iya, sudah," jawab anak laki-laki yang sedang menenteng kantong belanjaan yang berat di tangan kirinya. "Aku belikan banyak, musim seperti ini Kuro suka sekali makan."
Ia menaruh kantung belanjaan berisi minuman dan makanan peliharaan di atas meja makan. Tangannya merogoh isi kantung itu dan mengambil satu kaleng minuman berlabel "Red Bull". "Ibu, doakan aku semoga bisa debut sebentar lagi ya, aku baru mendapat inspirasi lagi," Tutupnya yang kemudian bergegas masuk ke kamarnya.
Misaki tersenyum sambil bertolak pinggang, di satu sisi ia merasa senang dengan anaknya yang memiliki minat sama dengannya, di sisi yang lain dia khawatir dengan pergaulannya. Hampir setiap hari dilalui anaknya dengan menggambar manga.
Ia kemudian mengambil minuman yang sama dari dalam kantung, satu dari entah berapa banyak yang ada di dalam kantung itu dan membawanya ke dalam kamar kerjanya.
Kamar kerja yang simple, sama seperti interior apartemennya. Walau cukup luas, kamar itu terlihat padat dan sempit karena terisi oleh tempat tidur, penerangan yang cukup banyak baik di atap maupun di meja kerja dan meja tidur, air conditioner, kulkas mini, sebuah macbook, lemari buku, lemari pakaian den meja sketsa yang cukup besar.
Ia terduduk di depan mejanya dan meletakkan kaleng minuman itu di depan foto seseorang. Seorang lelaki tegap namun manis dengan pakaian pilotnya, walaupun seharusnya laki-laki itu sudah cukup tua, ia terlihat seperti masih di awal umur 30-annya.
Misaki memandangi foto itu. Seolah foto itu hidup, ia mengajaknya bicara.
"Bagaimana masa depan anak kita itu ya?"
-xx-
"Yosh, ayo kita mulai!" anak laki-laki itu menenggak habis minuman energi yang dibawanya.
Kamarnya tidak berbeda jauh dari kamar ibunya. Hanya saja tidak ada meja sketsa, hanya ada meja belajar pada umumnya dan jendela yang menghadap langsung ke pusat kota Tokyo di samping meja. The best room in the world, menurutnya.
"Kuro, aku pulang," ujarnya sambil mengelus-elus perut peliharaannya yang sedang tidur di kasurnya. Ia kemudian duduk di kursinya dan menyalakan radio online dari macbooknya yang biasa menemaninya belajar dan menggambar.
"Good afternoon listeners! seperti biasa, penyiar kalian siang ini, DJ Ekichi, akan memutarkan lagu-lagu terbaik untuk menemani hari hari kalian! Jadi, bagaimana kabar kalian hari ini? Kalau ada yang ingin bercerita juga boleh, kirimkan saja sms kalian ke nomor kami seperti biasa atau tweet ke…"
Penyiar itu meneruskan omongannya yang cepat namun lancar seperti machine gun, menemani sang pemuda untuk mulai membuat manganya.
Shoujo Manga, menurutnya tidak aneh apabila dibuat oleh seorang laki-laki. Karena apapun gendernya, manusia memiliki 'kehausan' akan romansa yang sama. Sebuah romansa yang membuat hati bergetar, mata terpaku, dan semangat terpacu. Baginya, itulah yang ia rasakan selama ia membaca, maupun saat ia menggoreskan penanya di atas kertas itu.
"Mengapa harus malu? Kisah cinta paling legendaris, Romeo dan Juliet itu saja ditulis oleh seorang laki-laki. Sir William Shakespeare!" pikirnya. Tentu saja William Shakespeare tidak pernah mendapat gelar sir dari ratu Inggris, hanya saja ia menganggap sang idola sangat pantas untuk gelar itu.
Tidak butuh waktu lama, pena di tangan kanan sang pemuda berhenti. Bukan karena pekerjaannya telah selesai, namun karena berita dari radio yang menarik perhatiannya walau itu bukan berita yang aneh. Setidaknya, untuk zaman ini.
"Breaking news, sekelompok Ogremon merampok sebuah toko Blu-Ray di Akihabara. Para Knightmon yang bertugas di sekitar area sudah menuju ke tempat kejadian perkara. Keadaan saat ini belum diketahui secara pasti."
Pemuda itu mengangkat alisnya. "Lagi-lagi?" ucapnya heran.
Kuro terbangun. Ia tersenyum kegirangan melihat majikannya sudah pulang. Dengan girangnya ia melompat dari kasur sampai ke kursi yang diduduki anak laki-laki berkulit tan itu.
"Yozito!" ujarnya senang sambil memeluk partnernya itu dari belakang. Kuro memeluknya dengan erat tanpa memedulikan kursi Yoshito yang hampir jatuh.
"Ku..Kuro, tunggu, kursinya mau jatuh! U..uwaa!" seketika kursi yang diduduki Yoshito pun jatuh menimbulkan suara keras. Dan tentunya rasa sakit yang lumayan.
"Aduh… Kuro, hati-hati," ujar Yoshito yang dalam keadaan tengkurap mengelus punggungnya yang kesakitan, sedangkan Kuro tidak peduli dan hanya memeluknya erat-erat dengan rona wajah bahagia.
Tidak butuh waktu lama untuk mendengar suara langkah kaki cepat dari luar kamar. Pintu kamar terbuka dengan cepat oleh Misaki yang terlihat terburu-buru, penasaran oleh suara yang keras itu.
"Suara apa itu tadi?" ujarnya sedikit keras dengan mimik muka khawatir.
"Kuro, okaa-san. dia melompat ke kursiku tadi."
"Ehehe, maaf okaa-zan," Kuro mengelus-elus kepalanya sediri kepalanya yang berbentuk mirip kepala tyrannosaurus.
"Aku kira ada apa-apa," Misaki menghela napas lega. Ia menyeka keringat di dahinya yang tertutup poni rambut coklatnya. "Mainnya hati-hati kalian berdua," ujarnya berlalu sambil menutup pintu kamar Riku.
"Kau sih."
"Maafkan aku Yozito, hehe makananku zudah kau beli?"
"Sudah, sana ambil di meja makan. Aku mau menggambar lagi," ujar Yoshito seraya bangkit dari lantai.
"Okee, kau memang the bezt, Yozito!" tutupnya sambil melangkah cepat ke luar kamar.
Kuro terus tersenyum gembira, sedangkan Yoshito masih merengut kesakitan sambil melanjutkan menggambar manga-nya.
Kuro adalah 'peliharaan' keluarga Akabane sejak 2 tahun lalu. Di dunia luar, Kuro lebih dikenal dengan nama BlackGuillmon. Seekor digimon berbentuk seperti kadal berwarna hitam dengan lambang digi-hazard di dadanya dan cakar tajam yang terlihat berbahaya.
-xx-
Ini tahun 2027. Saat ini, dunia digital hanyalah sebuah 'negara' lain bagi dunia manusia. Dengan paspor yang biasa digunakan oleh manusia untuk berpergian ke luar negeri, sekarang dapat juga digunakan untuk pergi ke dunia digital.
Ini tahun 2027. Saat ini digimon dan manusia sudah hidup berdampingan. Bagaikan tidak berbeda spesies, seekor Vandemon bahkan telah menikah dengan seorang manusia baru-baru ini.
Ini tahun 2027. Tiga tahun yang lalu, menteri luar negeri Jepang mengejutkan PBB dengan idenya untuk menyatukan kedua dunia ini. Dan entah bagaimana ide tersebut disetujui oleh 70% anggota dewan PBB.
Ini tahun 2027. Tiga tahun setelah persetujuan itu, bagaikan mimpi, bumi sudah bukan lagi bumi yang kita kenal. Monster-monster terlihat normal di jalan-jalan besar Tokyo, dan Manusia terlihat normal berada di dalam bar di Dunia Digital, minum-minum bersama Leomon dan WaruMonzaemon.
Ini tahun 2027. Menteri luar negeri jepang saat ini telah mengubah dunia seutuhnya.
Ini tahun 2027. Nama menteri luar negeri Jepang saat ini adalah Taichi Yagami.
