Konon, di sebuah gedung tua bernama Megaziun yang terletak di kawasan Penkhull, Stoke-on-Treat, Inggris, tinggallah seorang wanita cantik berambut panjang.
Kecantikannya pun layak disandingkan dengan Aprodhite, Sang Dewi Cinta. Beberapa orang tahu bahwa ia sedang mencari pasangan hidupnya hingga waktu berakhir.
Dalam penantian, menunggu, hingga kematian merenggutnya dari dunia ini.
Mereka memanggilnya, Lady Rose dari Lancaster.
Dialah Sang Lady Rose, yang selalu berkata hal serupa tiap kali menampakkan diri di depan laki-laki yang tak sengaja melihatnya.
"Apakah kau kekasihku?"
Dan Sang Lady, akan selalu menunggumu dengan mawar putih di tangannya.
"LADY ROSE IN MEGAZIUN"
Fanfiction [ Mistery - Romance]
Rate T
AU/OOC
Pair : [Sasuke. U Sakura. H] ;
[Itachi. U Izumi. U]
Naruto Disclaimer Masashi Kisimoto
Collaboration Fanfiction by noviquinn Dolphin1099
A/N : Fanfik ini pernah publish di akun GPClub
Happy Reading Part 1
LAGI untuk yang kesekian kalinya, warga setempat melihat penampakan Lady Rose pada tengah malam di gedung tua Megaziun kawasan Penkhull, Stoke-on-Treat, Inggris.
Beberapa saksi mata mengatakan bahwa sosok sang Lady berdiri dengan rambut tergerai menatap rembulan di ujung jendela lantai dua Megaziun. Gaun putih panjang ala abad pertengahan yang biasa digunakan para bangsawan kerajaan Inggris menjadi ciri khas tiap kali para saksi melihat sosoknya.
Namun, yang paling membuat mereka ketakuan hingga berusaha melarikan diri ialah ketika Lady Rose menampakkan wajah seramnya. Kulit pucat pasi, mata merah menyala bersama isak tangis dari air mata darah.
Shisui, nama salah satu pria yang tengah malam itu melewati gedung Megaziun selepas berkunjung dari rumah kerabatnya, menyatakan bahwa dirinya telah diajak bicara oleh Lady Rose.
"Dia bertanya padaku dengan mata merah sambil menangis darah, 'Apakah kau kekasihku?' Tanpa basa-basi, aku menyalakan mesin motorku lagi yang tadi sempat terhenti karena aku ingin buang air kecil. Lalu, secepat mungkin meninggalkan tempat itu. Jujur, aku sangat takut pada sosok hantu. Meski ia cantik sekalipun." Shisui (25)
Dan semenjak Lady Rose kerap kali menampakkan sosoknya, para warga sekitar enggan melintasi jalan itu, jalan terdekat dimana Megaziun berdiri.
Namun, beberapa warga lain melakukan hal sebaliknya. Bagi mereka yang pemberani justru mendatangi gedung tua itu sekedar untuk uji nyali. Lalu mengambil gambar sosok asli dari makhluk astral itu. Kini, kegiatan itu menjadi viral di sosial media.
Meskipun beberapa penguji nyali pulang dengan wajah pucat dan tatapan kosong, beberapa orang lainnya masih tetap ingin melakukan uji nyali itu. Demi melihat langsung sosok sang Lady Rose.
Apakah Anda berniat menjadi salah satu penguji nyali itu?
..o0o..
Ino membaca berita terhangat siang itu melalui ponselnya sementara Sakura mendengarkan dengan malas. Berita itu sudah menjadi sangat heboh belakangan ini.
Lady Rose penunggu gedung tua, Megaziun.
Sudah berapa kali Sakura mendengarkan orang-orang ramai membahas berita itu. Jujur saja, ia bosan.
Hello, apa di dunia ini tidak ada hal yang lebih penting lagi dari sekedar menceritakan hantu? Misalkan cek-cok antara Korea Utara dan Amerika Serikat? Atau, penduduk Rohingya yang sampai sekarang belum bisa hidup tenang akibat penindasan sekelompok etnis yang terjadi di Thailand, begitu?
Banyak hal yang lebih penting pikir Sakura, banyak terjadi di dunia ini tetapi belum mendapatkan solusinya. Lalu, kenapa mereka itu repot-repot membicarakan masalah astral yang belum tentu kebenarannya. Mitos, atau semacam ocehan yang dibuat orang tua zaman dulu.
Sejak awal, Sakura memang tidak percaya adanya hantu.
"Kau sudah membahas itu tadi pagi. Bahkan sekarang, saat makan siang, kau membahasnya juga?" tanya Sakura, meminum jus semangkanya.
Ino melotot, menunjukkan layar ponselnya ke hadapan Sakura. "Lihat! Ini lihat! Di facebook, kejadiannya tadi malam. Pemuda bernama Shisui itu melihatnya secara langsung bahkan hantu itu berbicara padanya."
"Tidak ada yang namanya hantu," sahut Sakura malas.
Ino bersikeras. "Hantu itu ada, Sakura. Lady Rose itu nyata."
"Sudah ku bilang, 'kan? Hantu itu tidak ada. Tidak nyata."
"Bilang saja kau takut pada hantu."
"Hah!" Tiba-tiba sebuah suara menyentak Sakura, membuat gadis itu mengelus dada. Jantungnya berdebar kencang karena kedatangan seseorang yang tiba-tiba di belakangnya. "Shit! Kau mengagetkanku, Sasuke."
Masih berwajah datar, Sasuke menatap ponselnya lalu melirik Sakura sekilas. Ia datang bersama Naruto.
"Wah, kalian bahas apa? Kelihatannya seru," timpal Naruto, duduk di bangku kosong sebelah Ino.
Ino menunjukkan ponselnya. "Ini, Lady Rose di Megaziun."
Sakura hanya melirik Sasuke. Pria itu tampaknya betah untuk berdiri. Merasa tak nyaman, Sakura sedikit bergeser agar Sasuke bisa duduk di sebelahnya.
"Peka, eh?" sindir Sasuke.
"Sudah, duduk!" Sakura mencebik.
"Coba kulihat!" Naruto merebut ponsel Ino dan membacanya. Ia bergidik takut. "J-jadi, Lady Rose itu benar-benar ada? Dia bahkan bicara langsung saat menampakkan diri?"
"Berita seperti itu, kalian percaya?" timpal Sakura. "Orang-orang itu hanya mencari sensansi agar terkenal. Asal kalian tahu saja."
"Tapi saksinya banyak, Sakura." Sekali lagi Ino, berusaha meyakinkan temannya itu agar sedikit merubah pikirannya yang tak percaya pada hal-hal mistis.
"Kisah itu nyata."
Sakura, Ino dan Naruto serentak menatap Sasuke yang mulai membuka suara. Pria itu tak lagi bermain dengan ponselnya, ia berwajah serius.
"Dulu, mendiang Kakek pernah menceritakan satu kisah yang kian tenggelam di kota ini," sambung Sasuke. Sakura dan yang lainnya terdiam mendengarkan.
"Pada tahun 1455 selepas perang seratus tahun melawan Prancis, berlangsung perang lainnya yang terjadi antara dua keluarga bangsawan paling kuat dan berpengaruh di Inggris. Lancaster dan York. Kedua keluarga itu berperang demi memperebutkan tahta kerajaan Inggris.
Pasukan Lancaster mengibarkan bendera berlambang mawar merah, sedangkan pasukan York mengibarkan bendera dengan lambang mawar putih. Itulah mengapa perang ini kemudian dijuluki Perang Mawar."
Sekilas Sasuke menatap Sakura yang terdiam di sebelahnya, sebelum ia kembali bicara.
"Pertempuran demi pertempuran terus berlangsung, seiring dengan beberapa kali pergantian pemimpin kerajaan oleh Lancaster dan York. Hingga ke zaman dimana Izumi dan Itachi dilahirkan," sambung Sasuke. "Izumi yang lahir dari pihak Lancaster jatuh cinta pada Itachi, anak dari pangeran terdahulu, dari pihak York. Cinta mereka terlarang dan ditolak mentah-mentah oleh kedua belah pihak. Hingga akhirnya mereka melarikan diri bersama dan membangun rumah bernama Megaziun. Dari berita terakhir yang terdengar, Itachi gugur di medan perang sebagai pahlawan untuk keluarga York. Setelah itu, tidak ada yang tahu bagaimana nasib Izumi. Yang jelas," ujar Sasuke memberi jeda.
Pria itu menatap Sakura, lekat. Gadis itu balas menatap iris hitam meneduhkan Sasuke.
Pria itu melanjutkan, "Izumi mati dalam penantian cintanya."
Itu membuat mata Ino berkaca-kaca, Naruto meminum jus semangka Sakura tanpa permisi.
"Sakura," panggil Sasuke menyentak gadis itu. "Kau percaya pada cinta sejati?"
"Aku?" sahutnya. "T-tidak tahu."
"Kau tidak percaya pada hantu. Apa kau juga tidak percaya pada cinta sejati?" tanya Sasuke sekali lagi.
"Tidak tahu!"
"Kau percaya tidak, kalau Izumi bisa bertemu lagi dengan Itachi? Mungkin ... dia sudah menunggu lelakinya hingga akhir hayatnya. Itu menurutku, bagaimana denganmu?"
Sakura menaikkan sebelah alis. "Kenapa kau menuntutku untuk menjawab?"
"Yah, aku hanya ingin tahu pendapatmu saja," kata Sasuke. Ia bergeser agak menjauhi Sakura. Yang tadi itu terlalu dekat, tidak baik untuk jantung keduanya.
"Menurutku," sahut Sakura jujur, "hanya buang-buang waktu."
"Hah?" seru Ino dan Naruto bersamaan. Sasuke hanya menoleh namun ia tidak menyangkal bahwa ia terkejut dengan jawaban itu.
"Kenapa? Memang iya, 'kan? Memikirkan cinta terlalu lama itu hanya buang-buang waktu." Sakura mengibas tangannya; menepuk udara. "Sebuah asumsi konyol dimana seseorang rela menunggu orang lain begitu lama hanya demi cinta. Lebih baik Izumi mencari kehidupan baru atau pria lain daripada harus menunggu Itachi pulang seumur hidup."
Mata Sasuke menyipit. Terlihat jelas pada raut wajahnya bahwa Sasuke tidak menyukai pendapat Sakura. "Kau tidak punya cinta sejati. Makanya kau tidak mengerti."
"Apa katamu?"
"Seandainya aku yang berada di posisi Izumi, aku pasti akan melakukan hal yang sama."
"Bullshit!"Sakura tersenyum miring. "Mana ada laki-laki yang seperti itu."
Ino dan Naruto tidak mengerti. Kenapa suasana berubah semencekam itu? Mereka bukan lagi membahas tentang Lady Rose, justru Sasuke dan Sakura membahas tentang perasaan masing-masing.
Semua orang yang mengenal mereka tahu bahwa sejak dulu Sasuke menaruh perasaan khusus pada Sakura. Hanya saja gadis itu tak cukup peka untuk mengerti. Sementara Sasuke cukup pecundang hingga tidak bisa mengungkapkan perasaannya.
Sepertinya kali ini, Ino dan Naruto sama-sama setuju atas perkataan Sakura yang tadi, mengingat hal itu. Yakni, cinta memang buang-buang waktu.
"Setidaknya aku bukanlah orang yang tidak peka terhadap perasaan orang lain yang berada di sekitarku,"ujar Sasuke tegas dan dalam.
Sakura mengimbuhkan, "Apa maksudmu berkata seperti itu? Siapa yang tidak peka?"
Suara keras Sakura mengundang perhatian orang-orang di kafetaria. Ino mengerling tidak nyaman.
"Hentikan kalian berdua!" pinta Naruto.
Sepertinya suara Naruto sama sekali tidak terdengar ke telinga Sasuke dan Sakura. Naruto hanya menggaruk kepalanya.
"Di-chat, datar. Diajak kencan, tidak pernah mau. Didekati, menjauh. Diberi kode puluhan kali tidak pernah mengerti," ujar Sasuke panjang lebar. "Aku curiga orang semacam itu antara tidak punya otak atau tidak punya hati."
"Maksudmu apa, sih? Kau membicarakan apa dan siapa di sini?" Sakura menggeleng, bingung dengan sikap Sasuke yang tiba-tiba penuh emosi.
"Ti-dak pe-ka."
"Apa katamu?"
"Dan penakut!"
"Tutup mulutmu, Sasuke!"
"Sudahlah, hentikan!" pinta Naruto. Ia menepuk jidatnya, frustrasi. Naruto tak habis pikir, kenapa Sasuke dan Sakura selalu saja berdebat tentang hal-hal yang sepele. Itu membuat sebuah ide muncul di kepala Naruto. "Kalian berdua ini ... apa sebaiknya kalian diuji nyali saja, ya?"
"Heh?" Sakura tercenung. "Untuk apa? Aku tidak mau!"
"Tentu saja. Kau tidak mau karena kau memang penakut," timpal Sasuke, ia menyeringai.
"Bagaimana? Kau setuju, 'kan Sasuke?" tanya Naruto dan melakukan tos dengan pria itu seraya terkekeh ala pria. Para lelaki memang punya cara sendiri untuk bersenang-senang. Namun, itu semakin membuat Sakura muak.
"Uji nyali tidak berguna!" Sakura hendak pergi, Sasuke mencegah langkahnya.
"Kalau kau mampu melewati uji nyali itu, kau boleh minta apa pun dariku."
Minta apa pun?
"Serius?" Sakura berbinar. "Apa pun?"
"Yeah." Sasuke memutar bola matanya. "Itu kalau kau berhasil bertahan hingga tengah malam di Megaziun. Tapi kalau kau kalah?"
Wajah yang semula berbinar, lenyap. Sakura bungkam dan curiga.
Apa yang diinginkan lelaki ini?
"Kita kencan."
"Apa? Tidak mau!"
Sasuke mengernyit. "Kenapa? Takut kalah?"
"B-bukan seperti itu," sahut Sakura. Ia bingung harus berkata apa. Mengesampingkan ego-nya, Sakura mulai berpikir. Kesempatan untuk membeli jam tangan bermerk dengan harga fantastis yang sudah dari dua bulan lalu ia inginkan berada di depan mata. Sakura tidak boleh menyiakan kesempatan ini. Lagipula, ia yakin akan menang. "Ok. Aku terima tantangan itu."
Itu tidak bisa menghentikan seringai tipis di bibir Sasuke. Ia akan berkencan dengan Sakura sebentar lagi.
"Ini menarik," kata Ino. "Jadi, kapan uji nyalinya?"
Naruto saling bertatapan dengan Sasuke dan menyeringai. Sakura menelan liur di tenggorokan. Tiba-tiba merasakan firasat buruk.
Namun semua sudah terlanjur diucapkan. Sakura tidak bisa lagi menarik kata-katanya.
Naruto berkata, "Malam ini."
..o0o..
Kebetulan purnama, kebetulan jalan-jalan gelap karena pemadaman listrik, kebetulan Sasuke lewat di depan rumah Sakura dan mereka berdua berangkat ke Megaziun bersama.
Ejekan-ejekan yang keluar dari mulut teman-temannya membuat wajah Sakura menekuk di depan gedung tua. Menggodanya karena datang ke Megaziun bersama Sasuke.
Dan pria itu hanya tersenyum. Sepertinya Sasuke cukup nyaman dengan godaan-godaan Naruto, Ino dan Sai yang menemani mereka uji nyali malam itu.
"Seperti itu saja marah," goda Ino mencolek pipi Sakura.
Sakura tetap merengut.
"Jika kau berwajah seperti itu terus, yang ada aku takut denganmu, bukan dengan hantunya," timpal Sasuke menahan tawa.
Sakura mendelik dan berdesis. "Kucekik, kau!"
"Silahkan," sahut Sasuke memamerkan lehernya. "Sekalian digigit juga boleh."
"Mesum!" Sakura mencoba memukul kepala Sasuke, tetapi ditepis berkali-kali. Hanya karena Sasuke menggodanya seperti itu sudah membuat pipi Sakura panas. "Lebih baik aku tidak melihatmu lagi."
"Apa?" sahut Sasuke dengan suara seolah tidak percaya.
"Keberadaanmu di dekatku, selalu membuatku marah. Kenapa kau selalu saja menyebalkan sejak zaman SMA?"
Mengabaikan ocehan Sakura, Sasuke menarik tangan gadis itu agar mengikutinya menuju gedung tua, Megaziun. Teman-temannya menyemangati dari belakang dan mengingatkan agar keduanya berhati-hati. Mereka akan menunggu Sasuke dan Sakura menyelesaikan tantangannya, sekaligus bersiaga jika ada sesuatu yang buruk terjadi.
"Kau yang akan menyesal jika aku tidak ada lagi di sisimu," ujar Sasuke seraya menatap lurus ke depan. Sakura berusaha menyamakan langkah kakinya dengan Sasuke.
"Justru itu yang bagus. Aku akan hidup tenang tanpamu."
Sasuke berhenti di depan pintu Megaziun. Ia masih menggenggam tangan Sakura. "Benarkah?"
Nada bicara Sasuke yang begitu dingin barusan membuat Sakura bungkam. Ia menatapi punggung Sasuke dari belakang. Pria itu lebih tinggi darinya. Apa yang dilakukan Sasuke selama ini hingga orang itu bisa tumbuh menjadi pria dewasa seperti ini?
Sakura ingat. Dulu Sasuke hanyalah lelaki pendek ketika mereka berusia delapan tahun. Mereka belajar di sekolah yang sama sejak SD dan dipertemukan kembali saat SMA. Lalu kini, mereka bekerja di perusahaan yang sama.
Sakura tidak mengerti, kenapa ia selalu dipertemukan dengan pria itu? Belum lagi, Sasuke suka membuatnya marah. Mengganggunya, mengusik ketenangannya, namun sesekali melindunginya.
Apa karena mereka berjodoh?
Tidak. Tidak mungkin, pikir Sakura. Sasuke itu baginya, tidak lebih dari pria sombong karena merasa dirinya tampan lalu suka menggoda perempuan di sana-sini. Dan Sakura yakin, ia bukan satu-satunya yang selalu digoda oleh Sasuke. Justru karena penolakan Sakura yang kian lama makin terlihat, pria itu mengganggunya terus menerus. Setidaknya, hal itu yang selalu Sakura pikirkan tentang Sasuke.
"Hm," gumam Sakura.
Batas waktu yang diberikan hanya tiga puluh menit. Siapa pun yang terlebih dulu meminta untuk menghentikan uji nyali, dinyatakan kalah.
Pintu tua yang tidak terkunci, berdecit saat Sasuke mendorongnya masuk. Sasuke masuk terlebih dahulu dan Sakura mengekor di belakangnya.
"Ayo!" kata Sasuke menarik tangan Sakura.
Gadis itu langsung menyentak tangan Sasuke hingga genggaman pada tangannya terlepas. "Jangan cari kesempatan dalam kesempitan, ya."
Sasuke mendengus. "Aku tidak begitu. Justru aku mencari kesempitan dalam kesempatan," ia menyeringai. "Jadi, berhati-hatilah!"
Dan pria itu berjalan santai menuju ruang utama yang gelap.
"Jangan macam-macam, Setan!"
Brukk!
Sakura berjengit dan menutup mulut cepat dengan tangannya. Pun Sasuke merasakan keterkejutan yang sama.
"Pintunya," bisik Sakura menoleh ke belakang, "tertutup sendiri."
Buru-buru Sasuke kembali, ia memeriksa pintu reyot itu. "Ini terkunci," geramnya seraya berusaha membuka pintu.
"Sial." Sakura menggeram. Rasa takut mulai menjalar ke setiap pori-pori tubuh Sakura. Ia mengetuk keras daun pintu seraya memanggil nama teman-temannya. "Ino! Naruto! Sai! Kalian dengar kami? Buka pintuny-mmm."
"Sst, jangan ribut di rumah orang." Sasuke berbisik dan Sakura mengangguk dalam bekapan pria itu. "Kalau Lady Rose mendengar, bagaimana?"
"T-tapi pintunya?" kata Sakura saat bekapan di mulutnya melonggar.
"Hm, itu bagus karena akhirnya kita bisa memiliki kesempatan untuk berduaan." Sasuke menaik turunkan alis dan tersenyum.
Sakura gugup. "Memangnya kau mau apa kalau kita berduaan?"
"Tentu saja, kau kuperkosa."
"Tolong mmm–-"
Dibekap lagi, Sakura berkeringat dingin.
"Aku bercanda. Dasar bodoh!" sahut Sasuke lalu mendorong pelan kening Sakura. "Aku tidak mau mati di tangan Paman Kizashi. Lebih baik kita lekas periksa rumah ini, lalu kita bisa cepat pulang karena aku harus cukup tidur untuk kencan besok."
Rasanya, Sakura ingin melempar batu ke wajah sombong pria itu. Memangnya siapa yang ingin kencan dengannya?
Memang benar, Sakura takut hantu. Segala asumsinya mengenai penolakan terhadap hal-hal mistis hanyalah bentuk pelampiasan untuk menyangkal rasa takutnya. Ia tidak tahu bahwa sejak zaman SMA Sasuke sudah mengetahui kelemahannya itu. Jadi, hal itu memicu Sasuke begitu yakin akan menang.
"Aku tidak akan kalah," geram Sakura lalu menyusul langkah kaki sang rival.
..o0o..
Part 2, next ?
