The Secret
Presented by Naurovhy
Disclaimer : Naruto Masashi Kisimoto
Rate : T
Warning : AU, OOC, OC, Typo, Ide pasaran, Alur berantakan , Dll
If you don't like? So, don't read! Happy Reading all
please RnR
Psstttt … ppsssttt …
"Kau lihat anak itu?"
"Yang mana?"
"Yang berambut pirang itu, yang membawa ransel hijau …. dia itu anak Namikaze Minato"
"Maksudmu Namikaze Minato yang tertangkap korupsi itu?"
"Ia memangnya ada yang lain?"
"Jadi dia anak koruptor, hn menjijikan"
"Memang, dan kau tau ibunya menjadi gila dan bunuh diri"
Psssttt … pppsssttt …. seperti itulah salam selamat pagi yang selalu Naruto dengar, semua orang membicarakan keluarganya, -aib keluarganya lebih tepatnya. Adalah sebuah rahasia umum jika ayahnya yang merupakan sang Wali Kota terhormat langsung berubah menjadi sampah masyarakat saat ia memutuskan menngambil harta yang bukan miliknya –atau begitulah asumsi masyarakat.
Mereka hanya melihat hasilnya, tanpa pernah tau proses sebenarnya yang terjadi. Penipuan seorang sahabat yang menyebabkan hancurnya sebuah keluarga.
Tak berbeda jauh dengan obrolan yang ia dengar di gerbang sekolah, disini pun –dikelasnya ia mendengar pembicaraan yang serupa. Pembicaraan yang membuat nafasnya sesak.
Brraaakkk !
Namikaze Naruto membanting tas ranselnya di atas meja, sejenak menghentikan segala obrolan para murid yang tengah asyik bergosip tentang dirinya.
Ia memandang sinis pada semua murid yang ada disana, mereka yang hampir 2 tahun ini menjadi teman-teman terdekatnya tiba-tiba berubah menjadi orang asing seolah tak ada satupun yang ia kenal.
"Tak perlu menjadi menakutkan seperti itu Namikaze-san" Kiba berucap mengejek menekankan pada nama keluarganya
"Tutup mulutmu Inuzuka, atau aku akan merobeknya"
"Cobalah kalau kau berani melakukannya"
"Menantangku?"
Kiba hanya menyeringai meremehkan, melihat hal itu Naruto menompati mejenya dan menerjang Kiba dalam sekali pukulan membuat pemuda Inuzuka itu terhempas dan menabrak beberapa kursi di belakangnya. Dan perkelahian itu pun terjadi.
Saat Asuma sensei sampai di kelas Kiba sudah babak belur, darah mengalir dari pelipisnya, dari hidungnya dan luka robek di bibirnya.
"Berhenti!" Asuma berkata tegas menarik Naruto dari atas tubuh Kiba
Naruto diam, tak berontak sedikitpun saat Asuma memisahkannya. "Bawa dia ke uks" perintahnya "Dan anda Namikaze-san, ikut aku ke kantor"
Menghempaskan tangannya supaya terlepas dari kekangan yang membelenggunya "Tidak perlu, aku sudah tau. Aku akan discors selama 2 hari kan" tanyanya retoris, lalu a mengambil tas ranselnya dan beranjak meninggalkan kelas.
Seketika ruangan menjadi sepi, hingga Asuma menghembuskan nafas, dan berkata jika pelajaran akan segera dimulai.
.
"Dia menakutkan ya?" Sakura berkata pada dua sahabatnya
"Ia, kalian lihat tadi bagaimana dia menghajar Kiba? seperti seorang preman saja" Ino menimpali
Hinata hanya terdiam, dalam hati ia membenarkan apa yang dilakukan Naruto sebenarnya, ia juga akan merah seperti itu jika keluarganya diolok-olok. Tapi ia juga tak suka cara Naruto yang terlalu cepat emosi.
"Hinata kau melamun apa?" Sakura bertanya saat sahabat indigonya itu tak kunjung buka suara
"Aaa .. tidak ada" dustanya
"Kau tau, kudengar ibunya bunuh diri saat di RSJ menggigit pergelangan tangannya sendiri" Ino kembali bercerita
Sakura menampilkan mimik ngeri "Benarkah? Kami-sama mengerikan sekali"
Hinata masih diam, namun hatinya tiba-tiba merasa sakit. Ia tau bagaimana rasanya kehilangan ibu. Ia sudah mengalaminya semenjak kecil. Pikirannya kembali menjelajah, bagaimana perasaan Naruto? kehilangan semua keluarganya sekaligus? tak mempunyai sadaran lagi di dunia ini, ia sendirian. Dan semua teman yang seharusnya memberikan semangat justru menjauhinya seperti kuman.
Pelajaran itu berlangsung sepi, tak ada seorangpun yang berbicara semuanya mendengarkan penjelasan Anko sensei dengan seksama. Kecuali si gadis Hyuuga sejak pelajaran dimulai 45menit yang lalu, lavendernya tak pernah sedikitpun meninggalkan meja kosong milik pemuda Namikaze yang pagi tadi membuat kelasnya agak gaduh. Ia tak focus. Tak bisa focus.
.
Setelah melewati tikungan kedua ia berpisah dengan Sakura dan Ino karna arah rumah mereka yang berlawanan. Hari sudah mulai senja ketika ia melewati sebuah sungai dan menangkap sosok pria blonde yang tengah duduk di pinggiran sungai itu. Surainya bergerak mengikuti arah angin tas sekolahnya di taruh asal di sampingnya, Hinata tak mampu melihat bagaimana ekspresinya karna pemuda itu tengah membelakanginya.
Entah dorongan dari mana, ia berjalan menelusuri lereng yang menjadi pembatas antara sungai dengan jalanan yang tadi ia lalui. Tujuannya hanya satu, Namikaze Naruto.
Saat ia hampir sampai tiba-tiba pemuda itu bersuara "Mau apa?"
Tak siap dengan respon cepat pemuda itu membuat Hinata kembali tergagap "E-eeh a-ano … apa yang sedang kau lakukan disini?"
Naruto terkejut karna bukan suara pria yang ia dengar melainkan suara seorang gadis yang sangat lembut –nyaris tak terdengar menurutnya. Ia pun membalikan badan dan sapphirenya melebar "Hyuuga?"
"Maaf jika aku mengganggu"
"Jika kau sudah tau, maka pergilah" setelah dapat mengatasi keterkejuatannya seketika topeng dingin kembali mendominasi wajahnya
"Emmm … kau tidak pulang?" Hinata kembali memberanikan diri untuk bertanya
"Cih" Naruto berdecih mendengar pertanyaan itu, lalu mengambil tasnya dan beranjak meninggalkan Hinata "Akan pulang, puas?" katanya kasar
Hinata mengerjapkan lavendernya bekali-kali, sebenarnya ia cukup takut dengan pemuda itu mengingat wataknya yang temperamental. Tapi sesuatu dalam diri pria itu membuatnya tertarik. Hinata memang melihat hawa dingin yang menguar dari tubuhnya namun matanya, sorot mata itu bukanlah padangan penuh kebencian melainkan padangan yang sangat kesepian, seolah ia mengharapkan seseorang untuk berada disisinya, untuk menemaninya, berbagi kesedihan dengannya.
Menyadari pikirannya itu tanpa terasa matanya memanas, ia dapat merasakan kesedihan pemuda itu.
.
.
"Hari ini dia akan masuk ya?" Ino bertanya di depan kelas. Semua orang tau siapa yang dimaksud 'dia' oleh tunggal Yamanaka itu.
"Cih, aku akan membalasnya" Kiba berseru
"Sudahlah Kiba, kau mau masuk uks lagi?" sindir Sakura "Kau tak akan menang melawannya"
"Itu benar, lebih baik jaga saja ucapanmu" Shikamaru membenarkan
"Kemarin itu dia hanya beruntung" elak Kiba
"Kiba …." Chouji memanggil "kau mau keripik kentang?" tawarnya, membuat pemuda Inuzuka itu memutar matanya "Habiskan saja sendiri"
Sreeekkkk …. pintu kelas terbuka menampilkan 'dia' yang sedari tadi mereka bicarakan
Suasana kelas menjadi tenang, namun sesaat kemudian kembali bising tapi belum sempat ada satupun orang yang melemparkan olok-olok pada Naruto, Kakashi sensei sudah memasuki ruangan. Dan pelajaran pun dimulai.
Ketika bel istirahat berbunyi semua murid berhamburan kekantin, tapi berbeda dengan Naruto ia memilih atap sekolah sebagai tempatnya menghabiskan waktu istirahat.
Hinata celingukan mencari sosok Naruto yang hilang begitu saja, ia tak terlihat dimana pun di sudut kantin ini.
"Sakura, kau melihat Naruto?"
"Kenapa kau mencarinya?" Sakura bertanya heran
"Aku … hanya penasaran, dia tak ke kantin?"
"Dia kan memang tak pernah kekantin Hinata" Ino menimpali "Biasanya dia akan pergi keatap sekolah"
"Souka?"
"Ya, ayo kita makan aku sudah lapar" Sakura mulai menyantap makanannya
"Umm .. ano aku ingin ke toilet sebentar" Hinata pamit pada kedua sahabatnya yang dibalas tatapan bingung oleh mereka.
Ia berjalan perlahan menuju atap itu, menelusuri tangga melinggkar yang menjadi jalan satu-satunya menuju atap sekolahnya. Jantungnya kembali berdegup tak menentu, namun ia sudah membulatkan tekadnya untuk melakukan hal ini.
Perlahan pintu besi itu terbuka, lavender secara langsung memindai tempat itu mencari sosok yang sedari tadi berdiam dalam pikirannya. Dan ia menemukannya –sekali lagi tengah duduk santai di bawah sebuah atap yang menghalangi sinar matahari langsung mengenainya, surai pirangnya bergerak mengikuti arah angin kadang ke kiri, kadang ke kanan bagaikan déjà vu Hinata melihatnya. Namun kali ini posisinya berada di samping pria itu memungkinkannya melihat raut si pemuda.
Matanya terejam, menimati semilir angin yang menyejukan, walaupun samar namun bibirnya menyunggingkan sebuah senyum yang telah lama tak pernah Hinata lihat. Sejak kejadian yang menimpa keluarganya Hinata tak pernah sekalipun melihat Naruto tersenyum. Dan tanpa sadar sudut bibirnya terangkat melihat senyuman pria itu.
Ia mendudukan dirinya di samping pemuda itu, ia yakin Naruto tak sadar akan kehadirannya.
Namun di luar dugaannya pemuda itu membuka suara "Kau lagi, mau apa?" tanyannya sinis membuat Hinata terlonjak, padahal seingatnya ia sudah sangat perlahan saat melangkah
"Kau mau apa Hyuuga?" Naruto kembali bertanya karna Hinata tak kunjung menjawabnya
Mendengar pemuda itu menyebutkan marganya membuat Hinata semakin terkejut "Ba-bagaimana kau tau itu aku?"
"Aku sudah melihatmu tadi" suatu kebohongan besar, Naruto tak menyadari ada yang mendekat padanya hingga aroma lavender menyerang indra penciumannya, dan ia ingat betul aroma ini juga yang menggelitik hidungnya saat gadis itu mendekatinya di pinggir sungai 3 hari yang lalu.
"Souka" suara Hinata disertai rasa lega –awalnya ia mengira Naruto mempunyai indra keenam "Kau tidak makan siang?"
"…."
"Aku membawakan makanan untukmu" Hinata menyodorkan sebuah roti dan jus jeruk pada pemuda itu.
Naruto memandangnya dan mengangkat sebelah alisnya, merasa aneh dengan gadis ini. "Aku membawa bekal" katanya
Merasa ditanggapi dan tidak lagi diacuhkan Hinata menggeser duduknya dan ikut bersandar pada tembok yang digunakan Naruto
"Pantas saja kau tidak pernah kekantin, siapa yang membuatkan bekal untukmu … pasti ibumu ya? ahhh" ia menutup mulutnya saat mengucapkan kalimat terakhirnya, sepenuhnya menyadari kebodohannya "Gomen" sesalnya
Awalnya Naruto menggira gadis itu sengaja memprovokasinya dengan menggunakan eksistensi ibunya, namun melihat raut penyesalan dan tangan munggilnya yang berkali-kali memukul pelan bibirnya sendiri membuat Naruto menepis argument itu dan menjawab "Aku membuatnya sendiri"
Mendengar jawaban pria itu membuat Hinata menoleh "Maaf aku tidak bermaksud" ucapnya sekali lagi
"Hn"
"….."
"….."
"Kau bisa memasak?" Hinata mengalihkan pembicaraan
"Sedikit"
"Kau sudah makan?"
"Belum" dingin, pemuda ini sangat dingin pikir Hinata
Ia menutar otaknya mencari topik yang mungkin menarik. "Ummmm … bagaimana kalau kita bertukar makanan"
Pemuda itu kembali menatapnya "Makananku tidak enak"
"Tidak apa, aku tidak akan protes. Janji" kata Hinata mengacugkan dua jarinya
"Sebenarnya apa tujuanmu kesini?" bagaimana pun juga Naruto merasa aneh akan keberadaan gadis itu.
"Tidak ada, aku hanya ingin makan siang bersamamu" jawabnya apa adanya "Jadi mana bekalmu?"
.
Hinata hampir tidak bernafas saat memakan bekal makan siang Naruto, pemuda itu memang pembohong ulung. Makanannya itu sungguh, luar biasa enak. Seketika Hinata minder, ia tak bisa memasak sedangkan pemuda ini masakannya sudah seperti chef internasional. Lezat.
"Kau berbohong Naruto, masakanmu seenak ini kau bilang hanya bisa masak sedikit" Hinata berucap dengan mulut yang masih lumayan penuh
"Habiskan dulu makananmu, baru bicara" kata Naruto. Ia ingat ibunya pasti akan langsung mengomel jika ia bicara dengan mulut terisi makanan.
"Hehehehe … maaf" Hinata terkekeh saat selesai menelan makanannya.
Setelah kejadian makan siang bersama –dengan sidikit paksaan dari Hinata. Mereka menjadi akrab, Hinata selalu makan siang bersama Naruto. Dan pemuda itu selalu menunggu Hinata di pinggir sungai tempat pertama kali mereka bertemu –untuk mengantarkan Hinata pulang.
"Hinata katakan padaku jika gossip itu bohong?" Ino bertanya padanya saat ia memasuki kelasnya di hari Kamis pagi
"Gosip apa?" Hinata bingggung
"Gosip yang mengatakan jika kau pulang bersama Naruto" Sakura menimpali
"Aku memang pulang bersamanya" Hinata membenarkan
"Heeeeeee !" keduanya berseru kaget
"Kau sudah gila Hinata?" Ino bertanya
"Kau sakit Hinata?" Sakura menambahkan
Hinata tersenyum melihat tingkah kedua sahabatnya "Aku tidak mengalami keduanya Ino-chan, Sakura-chan"
"Lalu kenapa kau pulang bersamanya?"
"Dia itu berbahaya Hinata"
"Rumah kami searah, jadi kami bersama" Hinata berkata santai menduduki kursinya "Dan dia tidak seburuk yang kalian pikirkan, dia lumayan baik"
"Kau tidak ingat bagaimana dia menghajar Kiba?"
"Sudahlah, sebentar lagi pelajaran akan dimulai. Kalian sudah menngerjakan PR kalian?" Hinata mengalihkan pembicaraan
Mendengar perkataan Hinata baik Sakura maupun Ino tersadar tujuan asli mereka datang lebih awal kesekolah untuk menyalin PR sejarah milik Hinata. Tapi karna mendengar gossip yang beredar mereka pun melupakan niat awalnya dan mengklarifikasi hal tersebut pada sang sahabat.
"Belluummmm …" jawab mereka kompak "Aku lihat punyamu ya?" kata Ino memelas
Hinata hanya menggeleng dan mengeluarkan PR sejarnya lalu memberikan buku itu pada dua sahabatnya yang sangat heboh.
Merasa diperhatikan ia menolehkan kepalanya pada satu-satunya kursi yang ada di ujung kanan kelas mendapati si penghuni menatapnya intens, mungkin ia mendengar pembicaraannya dengan Sakura dan Ino yang berisikan tentang mereka berdua. Lalu kontak mata itu terjadi lavender lembutnya bertemu dengan sapphire Naruto yang indah, dan Hinata tersenyum padanya, walaupun samar namun Hinata dapat merasakan jika Naruto juga membalas senyumannya.
.
Sore hari ini seperti biasa Naruto akan menungunya di sungai itu, maka Hinata bergegas mempercepat langkahnya saat ia telah berpisah dengan kedua sahabatnya.
"Hai" sapanya pada Naruto yang sertinya tengah asyik memandangi air sungai yang berkilauan memantulkan cahaya matahari senja.
"Hinata"
"Hm"
"Sebaiknya kita tak usah pulang bersama lagi" kata Naruto tanpa menatapnya
"Eh, kenapa?"
"Kau tidak dengar apa yang dibicarakan temanmu tadi, aku ini memang tidak pantas untukmu"
"Kau ini bicara apa? ayo pulang" ajaknya mengabaikan rasa sakit atas penolakan Naruto
"….."
"Kau tau kenapa aku ingin berteman denganmu?" Hinata bertanya
"Karna kau kasihan denganku"
"Bukan bukan" Hinata mengibaskan tangannya, lalu ia mengeluarkan sebuah pulen dan selembar kertas dari tas sekolahnya kemudian membuat sebuah lingkaran di tengah kertas itu.
"Ini" ia menyodorkan kertas itu pada Naruto
Pemuda itu belum mengambilnya malah memberikan tatapan aneh pada gadis manis disampingnya "Pegang dulu" Hinata kembali memaksa
Naruto menerima kertas itu dan terlihat semakin aneh, di kertas itu tidak ada apa-apa hanya ada sebuah titik hitam di tengah-tengah.
"Apa yang kau lihat?" Hinata kembali bertanya
"Titik hitam ini" Naruto menunjuk titik hitam yang ada dikertas itu
"Seperti itulah …." Hinata sengaja menggantung kalimatnya, menggoda Naruto "…. semua orang hanya melihat titik hitam kecil yang ada dalam dirimu, sedangkan aku yang aku lihat adalah begitu banyaknya kertas putih yang lebih dari cukup untuk menutupi titik hitam ini"
Naruto memandangnya tak mengerti.
"Semua orang, termasuk dirimu sendiri hanya melihat semua perbuatan buruk yang kau lakukan, meraka tak mau melihat bahwa kau, Namikaze Naruto memiliki segudang kebaikan yang tak pernah mereka miliki" kata Hinata tersenyum.
Perkataan itu adalah hal terindah yang pertama kali Naruto rasakan sejak tragedi yang menimpa keluarganya, perkataan sederhana yang membuat semua luka di hatinya perlahan tertutup, perkataan sederhana dari gadis sederhana yang belakangan ini selalu mencoba memasuki hidupnya, yang sudah ia tolak berkali-kali namun tetap gigih menghancurkan topeng ketegaran yang ia gunakan.
Seorang gadis yang sampai beberapa bulan lalu hanya sebatas 'teman sekelas' baginya, tapi kini eksistensi gadis itu lebih dari 'berharga' untuk Naruto.
"Lihat, kau pasti sedang terharu dengan semua perkataanku" goda Hinata
"Perkataanmu memusingkan, aku tidak mengerti" kilahnya
"Itu karna kau bodoh" cibir Hinata tak terima jika ketulusannya dibilang 'memusingkan'
"Aku lebih cerdas darimu"
"Hanya dalam Sastra"
"Tetap saja aku lebih cerdas"
"Ihhh … menyebalkan" Hinata menghempaskan tas ranselnya, mencoba memukul Naruto namun pemuda itu lebih cepat dan sudah lebih dulu mengelak.
Mereka berlaliran dengan Naruto yang terus saja menggoda Hinata.
.
"Hinata" panggil Naruto saat mereka sampai di depan kediaman para Hyuuga
"Nani?" ia masih sedikit kesal pada pemuda itu
"….."
"Kau mau mengatakan apa Naruto?" Hinata heran pemuda itu malah terdiam
"Arigato" ucapnya singkat lalu berlari meninggalkan Hinata
Gadis Hyuuga itu terdiam, mencerna perkataan Naruto beberapa saat lalu …. kemudian ia tersenyum dan mulai tertawa kecil, menertawakan kepolosan pemuda itu, tingkah Naruto tadi sangat lucu dimata Hinata.
Melakukan berbagai hal bersama membuat mereka semakin akrab, namun di satu sisi juga membuat Hinata dijauhi oleh teman-temannya, di kucilkan layaknya Naruto, memang tidak secara terang-terangan Sakura dan Ino masih bersikap seperti biasa. Namun teman-temannya yang lain mulai berbisik saat ia melewati mereka, mulai memandangannya dengan pandangan yang sangat menusuk.
Hinata tak ambil pusing, ia memiliki Naruto, Sakura dan Ino disisinya ia tak membutuhkan teman-teman yang tidak mau menerimanya dengan apa adanya.
Hari ini hujan turun lumayan deras, Hinata celingukan mencari Naruto di pinggir sungai tempat mereka biasa bertemu, namun nihil pemuda itu tak ada. Ia berjalan sendiri ke rumahnya, bertanya-tanya kemana Naruto? dan menemukan pemuda itu berdiri di bawah pohon besar dekat rumahnya.
"Naruto" panggilnya, pemuda itu basah kuyup bebarapa helai rambut pirangnya menempel pada dahinya
"Jangan pernah lagi muncul dihadapanku"
"Eh?!"
"Aku bilang jangan pernah lagi muncul dihadapanku, aku tak ingin melihatmu"
"Ta-tapi kenapa?" kini bukan hanya naruto yang basah, Hinata pun basah kuyup perkataan Naruto membuat payung itu terlepas dari genggamannya.
"Kau sudah tidak menarik lagi di mataku, jadi sebaiknya kau menyingkir dari hidupku. Jangan mengganguku lagi" setelah mengucapkan segala perkataan yang menghancurkan hati Hinata Naruto beranjak meninggalkan gadis itu.
.
Semalaman ia habiskan untuk berfikir, ia ingin menangis namun aitmata itu tak dapat keluar. Apa kesalahnnya? kenapa Naruto menjauhinya? kenapa?
Pagi ini Hinata memutuskan untuk menanyakan hal tersebut pada Naruto, meminta kejelasan dari semua perkataan pemuda itu kemarin, tapi sehaian ini Naruto menginhadinya, ia bahkan tidak ada di atap saat makan siang.
Naruto menghindarinya, Hinata tak bisa menerima itu. Setidaknya ia harus tau alasannya maka disinilah ia berada, menunggu Naruto di gerbang sekolah, ia yakin tadi melihat Naruto memasuki ruang lab kimia sepulang sekolah tadi, dan hingga saat ini pemuda itu belum keluar.
"Naruto" Hinata meningkatkan volume suaranya supaya Naruto dapat mendengarnya.
Pemuda itu tak menjawab, tapi ia menghentikan langkahnya "Kenapa?" Hinata menarik lengan Gakura Naruto "Kenapa menjauhiku? kenapa menghindariku?"
"….."
"Katakan alasannya padaku" isakan Hinata terdengar, ia tak sanggup menahannya, tak sanggup menerima perlakuan Naruto padanya.
"Bukankah aku pernah mengatakan, jangan lagi muncul dihadapanku?"
"Aku tidak mau" ia menggelangkan kepalanya "Aku tidak mau seperti ini, jelaskan padaku kenapa?"
"Aku tidak suka gadis cengeng sepertimu" Degghhh … Jantung Hinata berhenti berdebar mendengar perkataan itu "Yang hanya bisa menangis dan merajuk"
Genggaman tangan Hinata mengendur, perlahan terlepas bersamaan dengan air matanya yang berurai tak dapat dikontrol. Naruto beranjak meninggalkannya.
Ia tidak ingin seperti ini, tidak mau berakhir dengan cara seperti ini. Ia belum mengatakan perasaannya pada pemuda itu. Belum memberitahunya jika ia mencintai Namikaze Naruto.
Lalu Hinata berlari dan memeluk Naruto dari belakang "Aku mencintaimu, aku mencintai Namikaze Naruto" ucapnya di sela isak tangis dan nafasnya yang tersengal
Tubuh Naruto kaku mendengarnya, ia tidak ernah menyangka jika Hinata memiliki perasaan seperti itu padanya, mebuatnya tertawa kecil dan berbalik.
"Aku tidak mencintaimu. Tidak sekarang. Tidak akan pernah" ucapnya menatap air mata yang mengaliri pipi Hinata.
Hinata menggeleng "Bohong, tatap mataku dan katakan jika kau tidak mencintaiku"
Naruto melakukan ssebagaimana perintah Hinata. Menatap matanya dan mengatakan "Aku. Tidak. Akan. Pernah. Mencintaimu" ia memenggal setiap katanya untuk menjelaskan maksudnya.
Hinata lemas, tangannya mencengkram lengan kokoh Naruto "Aku mohon jangan seperti ini, aku berjanji aku tidak akan menangis lagi, aku tidak akan berlaku egois lagi" Ia sesenggukan berusaha sebaik mungkin mengontrol suaranya agar maksud hatinya tersampaikan "Aku akan melakukan apapun yang kau inginkan, tapi…" ia kembali menarik nafas dalam "…tapi jangan menjauhiku seperti ini, jangan mengabaikanku"
"Yang kuinginkan adalah kau menjauhiku"
"Aku tidak mau"
"Kh, sebenarnya apa yang kau inginkan? ciumanku?" kata Naruto sinis
Hinata terbelalak mendengar perkataan Naruto namun belum sampai ia mengatakan protesnya bibir Naruto telah lebbih dulu membungkam bibirnya, cuiman itu ciuman pertama bagi mereka berdua. Ciuman yang seharusnya di warnai dengan suka cita, bukan air mata.
"Sudah" Naruto mengangkat bibirnya "Sekarang jangan menggangguku lagi aku sudah ti …"
Pllaaakkkk ! Naruto tak dapat mendengar perkataannya, pipinya mendadak panas.
"Aku membencimu …" awalnya suara itu parau, lemah "Aku membencimu" ia semakin dapat mendengar perkataan itu dengan jelas "Aku sangat membencimu Naruto" Hinata berkata tegas memandang wajahnya, menatap lurus sapphirenya dengan lavendernya yang basah, lalu berlari meninggalkannya…..
"Seharusnya ….. seharusnya sedari awal kau memang membenciku Hinata, aku tak layak mendapat semua kebaikanmu" bisiknya pada diri sendiri, memandang Hinata yang semakin menjauh membuat sapphirenya meneteskan liquid bening.
FIN or TBC ?
