Jimin menggoreskan pensilnya pada sketsa yang ia buat dengan telaten. Pemuda manis itu sesekali kembali menatap seorang ibu yang terlihat kepayahan menggendong anaknya di kejauhan.
Jimin sangat suka duduk di taman dekat rumahnya itu. Ia selalu melakukannya setiap sore, sebelum sang ibu pulang dari bekerja. Jujur saja, Jimin takut berada dirumahnya sendirian. Ia akan selalu mengingat kenangan buruknya jika pulang ke rumah dan mendapati dirinya hanya seorang diri.
"Permisi..."
Sebuah sapaan dengan suara cukup berat membuat tubuh Jimin terlonjak keras. Pensil yang sedari tadi ia pegang jatuh dan mengglinding ke arah seorang pemuda bersurai dark grey. Pemuda yang baru saja mengganggu kegiatan Jimin itu, memungut pensilnya dan menyodorkannya kembali pada Jimin.
"Maaf membuatmu terkejut. Aku hanya ingin bertanya alamat rumah sakit ini. Sepertinya di dekat sini."
Pemuda itu menyodorkan secarik kertas bertuliskan alamat sebuah rumah sakit yang memang berada di dekat sana.
Jimin menggores sesuatu di buku sketsanya dan merobeknya. Robekan berisi denah lokasi rumah sakit itu ia serahkan pada si pemuda bersurai dark grey. Jimin bergegas lari menghindari pemuda itu tanpa menoleh sedikit pun.
Jimin sering melihatnya di kampus.
Min Yoongi. Sang pembuat onar.
Yoongi hanya menatap pemuda manis yang baru saja pergi itu dengan tatapan bingung. Yoongi hanya mengedikkan bahu tak peduli namun tatapannya membeku saat melihat sesuatu di balik kertas yang pemuda itu berikan.
Sebuah sketsa yang terbuat dari pensil. Sederhana. Namun yang membuat Yoongi tertegun adalah bagaimana sketsa itu mampu membuat perasaan Yoongi menghangat. Yoongi mengagumi bagaimana cara goresan pensil pemuda itu menghidupkan aura penuh kasih yang bisa seorang ibu berikan kepada anaknya. Dan hal itu membuat Yoongi terdiam.
Park Jimin berjalan perlahan memasuki kelas bahasa Inggrisnya. Kelas itu penuh dengan orang-orang yang mengulang kelas sebelumnya, sebut saja Jimin bodoh karena ia termasuk di dalamnya. Bahasa Inggris memang bukan keahliannya sejak dulu.
Pemuda bersurai hitam itu berjalan menunduk sambil mencengkram tali tas punggungnya. Beberapa kali berjengit ketika seseorang menabraknya tanpa sengaja.
Aura Jimin itu tipis. Jadi bukan salah mereka ketika tak menyadari keberadaan Jimin.
Seorang pemuda berkacamata dan bersurai dark brown memasuki kelas. Pemuda itu berdiri santai di depan kelas menunggu orang-orang kembali ke tempat duduknya masing-masing. Tak ada yang peduli dengan pemuda itu, bahkan seisi kelas seperti sepakat mengabaikannya. Hanya Jimin yang kini agak terkejut melihat sosok itu di depan kelas.
Kim Namjoon terlihat santai menunggu seluruh isi kelas memberinya perhatian. Ia tahu akan jadi seperti ini pada akhirnya ketika ia setuju membantu sang dosen mengajar untuk hari ini.
Ia sedikit melirik Jimin, adik kelasnya saat SMP. Jimin hanya mampu menunduk malu melihat sang kakak kelas yang melemparkan senyum tipis saat melihatnya. Sepertinya Bahasa Inggris selalu jadi kelemahanmu ya, Jimin.
Namjoon mengetuk papan tulis beberapa kali hanya untuk mengabil perhatian seisi kelas.
"Sebaiknya kita cepat memulai perkuliahan hari ini. Aku tahu kalian benci diajarkan oleh asisten dosen sepertiku. Dan aku juga tidak ingin melihat teman-temanku diposisi seperti ini. Bagaimana kalau kita bekerjasama untuk melewatinya? Hanya hari ini saja kalian harus melihatku di depan kelas."
Beberapa decihan dan umpatan mengiringi langkah-langkah para mahasiswa yang kembali duduk. Mereka sadar tak akan ada yang bisa mengalahkan seorang Kim Namjoon si jenius. jadi dari pada membuang-buang tenaga berdebat dengannya, mereka lebih baik menurut saja.
"Brengsek kau, Kim."
"Ya, ya. Aku juga mencintaimu, Wang."
Jackson Wang kembali mengumpat mendapati Namjoon mengabaikannya. Temannya itu memang jenius sampai-sampai berhasil menjadi asisten dosen di beberapa mata kuliah. Jujur Jackson iri dengan otak encernya itu.
"Baiklah, tolong buka buku kalian halamanㅡ"
"Oh, apa aku salah masuk kelas?"
Seseorang kembali menginterupsi kelas. Sosok bersurai dark grey itu melangkah ogah-ogahan memasuki kelas, memancing tatapan tak percaya seisi kelas. Seorang Min Yoongi mengulang kelasㅡlagi.
"Min Yoongi, kau terlambat. Cepat duduk atau aku mengurangi poin mu di awal semester."
Yoongi menatap Namjoon tajam. Mendadak aura mencekam melingkupi kelas. Pemuda itu berjalan lurus ke arah Namjoon. Mencengkram kerah baju Namjoon ke bawah, membuat wajah pemuda itu tepat di depan wajahnya.
"Berani kau memanggilku dengan nama itu?"
Geraman Yoongi hanya dibalas helaan napas dari sang pemuda berkacamata.
"Aku sedang mengajar, Suga hyung. Bantu aku sedikit dan jangan buat onar di kelasku. Duduk saja disana dan dengarkan penjelasanku."
Yoongi melepaskan cengkramannya. Sedikit kasihan pada sang dongsaeng sekaligus sahabatnya itu. Mata Yoongi kemudian menatap satu-satunya bangku kosong di depan seorang pemuda manis bersurai hitam yang langsung menundukkan wajahnya begitu tatapan tajam Yoongi jatuh padanya.
Dia salah satu mahasiswa disini? Beruntung sekali aku hari ini.
Yoongi bergegas duduk di depan Jimin. Namun alih-alih menghadap ke depan kelas, Yoongi malah duduk menghadap Jimin, membuat pemuda manis itu semakin tertunduk menghindari tatapan Yoongi.
Namjoon bingung melihat tingkah pemuda yang lebih tua setahun darinya itu. Ia juga agak kasihan pada Jimin yang terlihat panik ketika Yoongi menuju ke arahnya.
"Hyung, kenapa kau menghadap ke belakang?"
"Kau kan hanya menyuruhku mendengarkan, bukannya memperhatikan. Aku lebih ingin memperhatikan bocah ini."
Namjoon rasanya ingin menjedukkan kepalanya ke tembok. Kenapa otak jeniusnya tak pernah bisa menang dari silat lidah Yoongi?
Namjoon kembali menghela napas. Terserah apa yang ingin Yoongi lakukan, Namjoon hanya ingin cepat-cepat menyelesaikan tugasnya hari ini.
Jimin sukses tak bisa konsentrasi mendengarkan penjelasan Namjoon hari ini. Ini semua berkat Yoongi. Yoongi memang tidak mengganggunya, pemuda itu hanya memperhatikan Jimin dengan sesekali tersenyum pada kebodohan yang Jimin lakukan ㅡseperti menjatuhkan pulpen misalnya.
Jimin cepat-cepat memasukan barang-barang ke dalam tas begitu Namjoon selesai memberi tugas. Yoongi hanya duduk tenang di tempat tanpa berusaha menghadang Jimin yang langsung terburu-buru pergi. Anak itu lucu sekali saat berlari keluar kelas, mengundang tawa pelan Yoongi.
"Hyung, berhentilah mengganggunya. Dia bukan seperti orang-orang yang sering kau ganggu."
Namjoon berdiri di hadapan Yoongi. Ia jengah melihat wajah takut Jimin pada sang hyung.
"Aku tidak mengganggunya. Aku bahkan tidak menyentuhnya sama sekali. Tapi apa kau kenal dia?"
"Dia Park Jimin. Juniorku saat SMP. Sebaiknya kau jangan mendekatinya. Ia sedikit tidak nyaman dengan orang asing."
"Memang kenapa? Aku hanya ingin mengenalnya saja. Apa itu salah?"
"Sudahlah hyung. Aku tak ingin ia mengingat kejadian buruk itu lagi"
Yoongi memandang serius Namjoon. Kejadian apa yang membuat Namjoon terlihat melindungi bocah itu?
"Bisa kau ceritakan masa lalu Park Jimin, Kim? Aku akan memperhatikan dengan baik."
Namjoon hanya mampu menghela napas pelan. Hyungnya ini pasti akan memaksanya jika ia tak segera buka mulut.
Flashback
Sore itu, Jimin bergegas pulang ke rumah dari kegiatannya berjalan-jalan di taman sepulang sekolah, ketika ia ingat sang ibu sedang pergi. Ia harus menjaga rumah sambil menunggu guru lesnya yang akan segera tiba untuk mengajarkannya matematika.
Jimin terkejut begitu sang guru sudah ada di depan rumahnya. Jimin mendekat dan membungkuk memberi hormat.
"Oh, guru Wu? Anda sudah datang?Mari, silahkan masuk"
Kris Wu memasuki kediaman Park yang terasa kosong. Tampaknya Nyonya Park pergi dan meninggalkam anak semata wayangnya sendirian.
"Dimana ibumu, Jimin?"
Jimin yang baru saja mengantar minuman dan cemilan untuk gurunya, menatap wajah tampan sang guru sambil menelengkan kepalanya. Terlihat menggemaskan dengan pipi chubby milik Jimin yang menggoda untuk ditusuk.
"Ibu sedang ada pertemuan dengan klien perusahaan. Ibu mungkin baru pulang nanti malam."
Kris mengangguk paham. Jadi tiga jam kemudian ia hanya akan menghabiskan waktu berdua saja dengan Jimin. Boleh juga.
"Maaf, guru Wu. Aku permisi sebentar untuk ganti baju. Aku harus mengenakan seragamku lagi untuk besok."
Jimin permisi dan berlari menuju kamarnya di lantai dua. Bokongnya yang montok bergoyang pelan ketika ia berlari. Terberkatilah Kris karena bisa memandang bokong sintal idamannya itu.
Bayang-bayang bokong sintal Jimin membuat kejantanan Kris sedikit menegang. Entah apa yang merasuki otak sang guru, Kris bangkit dan berjalan perlahan menuju kamar Jimin.
Sial bagi Jimin. Pintu kamarnya sedikit terbuka dan menampilkan pandangan yang membuat Kris semakin tegak. Dengan baju kaos putih kebesaran miliknya, Jimin berjalan menuju jendela dan menyibak gordennya dengan sedikit menjijit.
Bagian bawah tubuh Jimin tak tertutup sehelai benang pun, sepertinya Jimin baru hendak mengganti celananya, dan Kris sudah benar-benar terangsang saat ini.
Kris memasuki kamar Jimin diam-diam. Berhati-hati agar Jimin tak menyadarinya. Namun bunyi pintu terkunci mengejutkan Jimin. Pemuda manis itu berbalik dan terkejut mendapati sang guru menatapnya dengan pandangan lapar.
"Gu-guru Wu... A-apa yang kau lakukan di-di kamarku?"
Jimin menarik-narik ujung kaosnya ke bawah, menutupi paha mulusnya yang menjadi fokus Kris sejak tadi. Jimin memutar otak dan meraih jaketnya dan mengikatnya asal-asalan disekitar pinggangnya. Hanya untuk menghalangi pandangan mata Kris pada pahanya.
"Jimin... Lepaskan jaket itu. Kau jadi tidak terlihat cantik lagi."
Kris menjilat bibirnya yang kering. Kejantanannya sudah inggin membobol lubang sempit Jimin. Oh, pasti nikmat sekali.
Jimin seketika sadar dan berusaha kabur, namun Kris lebih cepat. Ia menerjang Jimin dan menjatuhkan tubuh mereka diatas tempat tidur baby blue milik Jimin. Jimin meronta. Pemuda itu bahkan menangis dan berteriak, namun kondisi lingkungan rumahnya yang sepi membuat Jimin sadar tak akan ada yang menolongnya.
Kris menahan kedua tangan Jimin diatas kepala ranjang dengan satu tangan. Tangan satunya ia gunakan untuk melepas ikat pinggang dan kancing celananya, berusaha meloloskan kejantanannya yang sudah sesak. Jimin semakin meronta. Pemuda itu menendang-nendang liar, membuatnya tak sengaja membentur kejantanan Kris.
Kris terpaksa melepaskan Jimin karena sakit yang tak tertahankan akibat tendangan bocah SMP itu. Melihat Kris yang kesakitan, Jimin segera menggunakan kesempatan itu untuk kabur. Ia membuka kunci pintu dengan panik, dan berlari menuju pintu depan. Jimin berteriak-teriak seperti orang gila dengan pakaian yang berantakan.
Untung saja Kim Seokjin, tetangga Jimin, baru saja pulang dari toko rotinya. Pemuda yang sudah Jimin anggap seperti kakanya sendiri itu langsung panik melihat keadaan Jimin. Seokjin langsung menyembunyikan Jimin di rumahnya, dan menelepon polisi. Pengejaran dilakukan oleh polisi akibat Kris Wu yang kabur dari rumah Jimin sesaat setelah Jimin mendapat perlindungan Seokjin.
Ibu Jimin histeris mendapati keadaan Jimin yang mengenaskan atas laporan Seokjin. Memang tak ada luka fisik yang begitu parah, hanya saja mental Jimin menjadi tidak stabil sejak saat itu. Jimin berakhir memiliki trauma yang membuat dirinya menjadi pendiam dan sering bermimpi buruk.
Seminggu kemudian, Kris Wu tertangkap dan dijatuhi hukuman 10 bulan penjara. Ibu Jimin tidak terima dan menuntut hukuman yang lebih berat, namun pihak pengadilan mengatakan jika Kris hanya melakukan percobaan pemerkosaan dan Jimin tidak mendapat luka serius, yang menyebabkan Kris hanya mendapatkan beberapa bulan masa hukuman dan denda yang cukup besar untuk dibayar.
Sejak saat itu, Jimin tak pernah kembali menjadi dirinya yang ceria. Jimin akan selalu ketakutan dengan orang lain dan hanya akan duduk di kejauhan sambil menggambar. Hanya pada tahun-tahun terakhirnya di SMA, Jimin mulai sedikit terbuka, dan itu hanya pada orang-orang terdekatnya.
~tbc~
Notes:
Hi~ Hello~ Annyeong~
Perkenalan sedikit. Aku MochiDingin, panggil aja Modi. Sebenernya dulu pen name-ku Dororong, sayangnya ternyata kalo di search di Gugel, keluar akun twitter ahjumma dari Korea " Jadilah berganti nama seperti sekarang.
Sebelumnya aku mau jelasin ini ff Yoonmin kedua yang ku tulis, btw aku gak tau apa nanti ini juga berani ku publish atau bakal bernasib sama kayak ff Yoonmin-ku yang pertama, yang berakhir jadi sampah di folder.
Intinya aku terinspirasi -atau sebut aja remake- drama Taiwan yang judulnya Mars. Plotnya mungkin gak terlalu sama kayak di drama, tapi akan ada part-part serupa karena aku bener-bener suka bagian itu di drama. Yah namanya juga newbie
Aku bakalan sesukanya untuk masalah update, karena real life lebih menyiksaku dari yang seharusnya #edisimahasiswagoblokngejarskripsi
Aku gak mempermasalahkan silent reader, karena aku menganut paham, orang bakal mengakui karyamu dan mengapresiasinya lewat caranya sendiri, semisal ngasi like, review, atau masukin di daftar baca. Kalo mereka gak suka, lebih baik walk out dengan tenang, bukannya malah ngehujat. But I need to say BIG NO for plagiarism.
Oh iya, urusan pake istilah inggris2 gitu, aku agak bodoh, maklum dari kampung jadi ya gitu... grammar is not for my brain -_-
Okelah kesimpulannya, aku masih belajar buat ff Yoonmin, update suka-suka, silent reader no problem, kritik boleh-ngehujat jangan-bego apalagi. Fujoshi tapi gak ngotot juga sampe bawa ke real life -anda boleh bilang saya palsu, terserah sih :D
Oops untuk pemberitahuan aja... aku lebih suka nge-ship Namjin, Yoonmin, sama Vkook [Hobie always joms! Ato jadi orang ketiga :D] tapi aku baik-baik saja kalo mesti baca pair selain itu, yg penting aku suka plotnya. Aku juga tidak terlibat fandom apapun karena itu melelahkan.
Segitu aja deh dulu~
Selamat membaca :D
